Mengapa serangan Umum 1 Maret 1949 bermakna penting bagi Indonesia

KOMPAS.com -Serangan Umum 1 Maret 1949 adalah serangan yang terjadi di Yogyakarta yang dilkaukan oleh jajaran tinggi militer di wilayah Divisi III/GM.

Show

Tujuan dari serangan ini adalah untuk membuktikan kepada dunia internasional, bahwa Tentara Nasional Indonesia (TNI) masih ada dan kuat.

Tanggal 1 Maret 1949, pagi hari, serangan besar-besaran dilakukan secara serentak di seluruh wilayah Divisi III/GM III, Yogyakarta.

Indonesia sempat berhasil menaklukkan Belanda, sebelum akhirnya tentara Belanda dari Magelang berhasil menerobos masuk dan mengatasi serangan tersebut.

Tercatat dari pihak Belanda terdapat enam orang tewas. Di antaranya adalah tiga orang polisi. Kemudian sebanyak 14 orang luka-luka.

Sedangkan di pihak Indonesia, tercatat 300 prajurit tewas dan 53 anggota polisi tewas.

Kemudian, melalui terbitan bulan Maret 1949, korban di pihak Belanda selama bulan tersebut tercatat sebanyak 200 orang tewas dan luka-luka.

Baca juga: Gerakan Aceh Merdeka: Latar Belakang, Perkembangan, dan Penyelesaian

Latar Belakang

Sekitar awal Februari 1948, di perbatasan Jawa Timur, Letkol Wiliater Hutagalung, perwira teritorial, ditugaskan membantuk jaringan persiapan gerilya di wilayah Divisi II dan III.

Wiliater kemudian bertemu dengan Panglima Besar Sudirman untuk melaporkan resolusi Dewan Keamanan PBB.

Ia juga menyampaikan penolakan Belanda akan resolusi tersebut dan melancarkan propaganda yang menyatakan bahwa Republik Indonesia sudah tidak ada lagi.

Kemudian, pasca-Agresi Militer Belanda II dilancarkan pada Desember 1948, TNI mulai menyusun strategi untuk melakukan serangan balik terhadap Belanda.

Serangan dimulai dengan memutus telepon, merusak jalan kereta api, dan menyerang konvoi Belanda.

Wiliater melakukan serangan ini dengan tujuan meyakinkan dunia internasional, terutama Amerika Serikat dan Inggris, bahwa Indonesia masih kuat dan memiliki TNI.

Untuk membuktikan hal itu, maka perlu dilakukan serangan yang tidak dapat disembunyikan oleh Belanda.

Keberadaan RI juga harus diketahui oleh United Nations Commission for Indonesia (UNCI).

Rencana penyerangan mereka adalah sebagai berikut:

  1. Serangan dilakukan secara serentak di seluruh wilayah Divisi III, melibatkan Wehrkreise I, II dan III
  2. Mengerahkan seluruh potensi militer dan sipil di bawah Gubernur Militer III
  3. Mengadakan serangan terhadap satu kota besar di wilayah Divisi III
  4. Harus berkoordinasi dengan Divisi II agar memperoleh efek lebih besar
  5. Serangan tersebut harus diketahui dunia internasional, untuk itu perlu mendapat dukungan dari:
  • Wakil Kepala Staf Angkatan Perang guna koordinasi dengan pemancar radio yang dimiliki oleh AURI dan Koordinator Pemerintah Pusat,
  • Unit PEPOLIT (Pendidikan Politik Tentara) Kementerian Pertahanan.

Setelah melakukan pembahasan, Panglima Divisi III/GM III, Kolonel Bambang Sugeng, memutuskan untuk menyerang Yogyakarta.

Mengapa Yogyakarta? Karena Yogyakarta saat itu menjadi ibu kota Republik Indonesia.

Selain itu, di sana banyak wartawan asing di Hotel Merdeka Yogyakarta, serta masih adanya anggota delegasi UNCI, dan pengamat militer dari PBB.

Baca juga: Kekaisaran Mongol, Kekaisaran Terbesar Kedua dalam Sejarah

Serangan

Tanggal 1 Maret 1949, pagi hari, serangan besar-besaran dilakukan secara serentak di seluruh wilayah Divisi III/GM III.

Pada saat yang bersamaan, fokus penyerangan juga dilakukan di Surakarta, guna menahan tentara Belanda dalam pertempuran untuk tidak mengirimkan bantuan ke Yogyakarta.

Pada malam hari, pasukan telah merayap mendekati kota dan dalam jumlah kecil mulai menyusup ke dalam kota.

Pagi harinya, sekitar pukul 06.00, sirene dibunyikan yang berarti serangan segera dilancarakan ke segala penjuru kota.

Hanya dalam waktu enam jam, TNI berhasil menduduki kota Yogyakarta, tepat pukul 12.00 siang.

Penyerangan ini dipimpin langsung oleh Letkol Soeharto dari sektor barat sampat batas Malioboro.

Sektor timur dipimpin Ventje Sumual, sektor selatan dipimpin Mayor Sardjono, dan sektor utara oleh Mayor Kusno.

Sedangkan untuk sektor kota, dipimpin oleh Letnan Amir Murtono dan Letnan Masduki.

Serangan terhadap Surakarta untuk menahan Belanda tidak mengirimkan bantuan ke Yogyakarta dapat teratasi.

Akan tetapi, tentara Belanda dari Magelang dapat menerobos pasukan Indonesia. Belanda berhasil masuk ke Yogyakarta dan melumpuhkan serangan tersebut.

Baca juga: Daftar Dinasti yang Pernah Berkuasa di China

Dampak

Setelah serangan terjadi, tercatat dari pihak Belanda terdapat enam orang tewas. Di antaranya adalah tiga orang polisi. Kemudian sebanyak 14 orang luka-luka.

Sedangkan di pihak Indonesia, tercatat 300 prajurit tewas dan 53 anggota polisi tewas.

Kemudian, melalui terbitan bulan Maret 1949, korban di pihak Belanda selama bulan tersebut tercatat sebanyak 200 orang tewas dan luka-luka.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.