Mengapa Partai Komunis Indonesia melakukan pemberontakan di Madiun pada tanggal 18 September 1948 brainly?

Ilustrasi tujuan pemberontakan PKI Madiun. Foto: bbc

Partai Komunis Indonesia (PKI) melakukan pemberontakan terhadap pemerintah Sukarno-Hatta pada September 1948 di Madiun, Jawa Timur. Sebelumnya, PKI telah dinyatakan ilegal oleh Belanda, karena memberontak pada 1926–1927.

Akan tetapi, secara resmi PKI didirikan kembali pada 21 Oktober 1945, ketika Indonesia merdeka setelah Perang Dunia II. Lalu, partai komunis ini melanjutkan kegiatan politik hingga beberapa pemimpin mereka memegang posisi tinggi di pemerintahan Indonesia yang baru.

Mengutip buku Madiun, 1948: PKI Bergerak oleh Poeze, PKI mulai merebut kekuasaan di Madiun pada 18 September 1948 dengan menyerang lawan-lawannya secara kejam. Pemerintahan Soekarno-Hatta lalu mengambil tindakan tegas.

Pemberontakan itu diputus dalam waktu tiga bulan, dan sebagian besar pemimpin PKI dibunuh atau dipenjarakan. Lantas, apakah tujuan pemberontakan PKI Madiun? Simak ulasan berikut.

Tujuan Pemberontakan PKI Madiun

Ilustrasi tujuan pemberontakan PKI Madiun. Foto: bbc

1. Mengganti Dasar Negara

Dasar negara Indonesia ialah Pancasila, sedangkan PKI menginginkan dasar negara komunis. Komunisme adalah ideologi yang dicetuskan oleh Karl Marx dan Fredrich Engels, yang hendak menghapus hak-hak milik perseorangan dan menggantikannya dengan hak milik bersama yang dikontrol oleh negara.

Akan tetapi, komunis tentu saja tidak cocok dengan jati diri Bangsa Indonesia, maka usulan tersebut ditolak. Komunis akan membuat negara memiliki kekuatan yang sangat besar dan mengkontrol segala aspek kehidupan masyarakat Indonesia, sehingga kebebasan dibatasi.

2. Membentuk Negara Republik Indonesia Soviet

Melalui pemberontakan Madiun, PKI ingin membuat Indonesia menjadi negara Republik Indonesia Soviet (RIS). RIS akan menjadi negara yang pro terhadap komunis dan Soviet.

Hal ini tentu akan mengancam kedaulatan negara Indonesia. Presiden Soekarno yang memerintah kala itu lantas menolak rancangan mereka karena ideologi Indonesia bukanlah komunis.

3. Mempengaruhi Petani dan Buruh

Banyak dari anggota PKI ialah buruh dan petani. Pemimpin PKI lalu menghimbau para buruh dan petani untuk bekerja sama dan melakukan pemberontakan. Akhirnya, banyak buruh dan petani yang mogok kerja. Ini merupakan salah satu strategi pimpinan PKI yang ingin memperoleh banyak massa dan mendominasi sebagian wilayah di Indonesia.

Pemberontakan PKI tidak hanya ingin membuat Indonesia menjadi beraliran komunis, namun mereka juga melakukan tindakan kekerasan. Tindakan ini merugikan banyak pihak, terutama orang yang tidak bersalah dan tidak tau apa-apa.

Mereka melakukan tindakan semena-mena ini atas dasar kesadaran dan keinginan yang tidak lagi bergantung pada hukum apapun. Oleh karenanya, PKI sangat dilarang dan dibenci oleh pemerintahan, karena melakukan kekejaman.

Mengapa Partai Komunis Indonesia melakukan pemberontakan di Madiun pada tanggal 18 September 1948 brainly?

Petugas mengecat Monumen Korban Keganasan PKI Tahun 1948 di Desa Kresek, Kecamatan Wungu, Kabupaten Madiun, Jawa Timur. TEMPO/Ishomuddin

TEMPO.CO, Jakarta - Peristiwa Gerakan 30 September (G30S) yang terjadi pada 1965 selalu dikait-kaitkan dengan keterlibatan Partai Komunis Indonesia (PKI). Namun tidak dapat dipungkiri peran PKI dalam sejarah perpolitikan Indonesia cukup besar.

PKI lahir ketika Indonesia masih dijajah oleh Pemerintah Kolonial Hindia Belanda, tepatnya pada tahun 1920-an. Dilansir dari marxist.org, PKI terbentuk dari kerja sama antara serikat dagang dan ISDV (Indonesische Sociaal Democratische Vereniging), yang keduanya terbentuk setelah Revolusi Rusia 1917. Pada waktu itu, anggota PKI terdiri dari kaum buruh dan petani.

Keanggotaan PKI bisa dibilang cukup unik apabila dibandingkan dengan partai komunis lain di Eropa. Partai komunis di negara-negara timur, termasuk Indonesia, tidak hanya berkepentingan untuk memperjuangkan kelas pekerja saja, tetapi juga petani. Karena itu, mereka tidak bisa mengandalkan teori dan pengalaman komunisme yang ditemui di Eropa. Mereka harus menyesuaikan upaya perjuangan kelas dengan kondisi-kondisi unik yang ada di negara-negara belahan Bumi timur.

Berdasarkan hal tersebut, PKI terlibat dalam beberapa momen penting dalam sejarah sosial dan politik Indonesia. Pada 1926, PKI memimpin pemberontakan terhadap Pemerintah Kolonial Hindia Belanda. Pemberontakan yang berlangsung di Jawa Barat dan Sumatra Barat tersebut berhasil ditumpas oleh Pemerintah Kolonial Hindia Belanda. Para simpatisan PKI yang terlibat pun dikirim ke Boven Digul. Setahun kemudian, pada 1927, PKI resmi dilarang oleh Pemerintah Kolonial Hindia Belanda.

PKI kembali menjadi partai setelah Indonesia merdeka. Namun mereka terlibat dalam aksi pemberontakan di Madiun pada 1948. Hal ini didasari hasil Perjanjian Renville yang dianggap merugikan serta membuat wilayah Indonesia menyusut dan berujung pada jatuhnya Kabinet Amir Sjarifudin.

Amir Sjarifudin pun membentuk Front Demokrasi Rakyat pada 28 Juni 1948. Amir yang dekat dengan tokoh PKI, Muso, ingin menyebarkan ajaran komunisme di Indonesia. Pemberontakan PKI Madiun pun pecah pada 18 September 1948 namun berhasil ditundukkan oleh TNI pada 30 September 1948.

BANGKIT ADHI WIGUNA

Baca juga:

Duka Maria dan Rukmini, Dua Wanita Istimewa Pierre Tendean

tirto.id - Pemberontakan PKI Madiun terjadi pada 18 September 1948. Peristiwa sejarah Indonesia ini melibatkan beberapa partai politik atau organisasi berhaluan kiri kontra pemerintahan Republik Indonesia (RI) Sukarno-Mohammad Hatta.

Partai Komunis Indonesia (PKI) atau Front Demokrasi Rakyat (FDR), Partai Sosialis Indonesia (PSI), Partai Buruh Indonesia (PBI), Pemuda Rakyat, dan Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia (SOBSI), berusaha merebut kekuasaan dikarenakan tidak puas dengan kebijakan pemerintah pusat.

“Perebutan kekuasaan tersebut pada jam 07.00 pagi telah berhasil sepenuhnya menguasai Madiun. Pada pagi itu pasukan komunis dengan tanda merah mondar-mandir sepanjang jalan. Madiun dijadikan kubu pertahanan dan titik tolak untuk menguasai seluruh wilayah RI," tulis Rachmat Susatyo dalam buku Pemberontakan PKI-Musso di Madiun (2008).

Dengan latar tempat Kota Madiun, Jawa Timur, sebagai pusat aksinya, terdapat tokoh-tokoh yang disebutkan namanya dalam peristiwa ini. Aksi huru-hara ini melibatkan beberapa unsur, mulai dari militer, laskar-laskar, dan kalangan politisi.

Baca juga:

  • Sejarah Agresi Militer Belanda I: Latar Belakang, Kronologi, Dampak
  • Sejarah Perundingan Renville: Latar Belakang, Isi, Tokoh, & Dampak
  • Sejarah Perjanjian Linggarjati: Latar Belakang, Isi, Tokoh Delegasi

Latar Belakang dan Tokoh Pemberontakan PKI Madiun

Dikutip dari Soe Hok Gie dalam Orang-orang di Persimpangan Kiri Jalan (1997), Kabinet Hatta I menerapkan kebijakan Rekonstruksi dan Rekonsiliasi (RERA) mulai 27 Februari 1948.

Kebijakan RERA diterapkan setelah kabinet sebelumnya, yakni Kabinet Amir Sjarifuddin, dilengserkan karena dianggap merugikan Republik Indonesia pada Perjanjian Renville dengan Belanda.

Kalangan kiri menganggap kebijakan tersebut merugikan karena mengurangi tingkat kekuatan militer Indonesia. Musso yang pada 10 Agustus baru datang ke Indonesia dari Soviet, mengajak FDR untuk bangkit bersama PKI.

Kendati begitu, PKI di bawah kendali Musso yang terlibat dalam peristiwa ini disebut sebagai ilegal karena rencana pemberontakan di Madiun tidak disepakati oleh tokoh-tokoh sentral lainnya.

Atas inisiatif Musso, digelarlah rapat di Yogyakarta yang menyerukan pergantian Kabinet Presidensial menjadi Kabinet Front Persatuan. Tak hanya itu, tercetus pula gagasan kerja sama internasional, khususnya dengan Uni Soviet, untuk menghadapi Belanda.

Gerakan ini didukung oleh barisan kelompok kiri dan berencana menguasai daerah-daerah yang dianggap strategis di Jawa Tengah dan Jawa Timur, yaitu Solo, Madiun, Kediri, Jombang, Bojonegoro, Cepu, Purwodadi, serta Wonosobo, dengan berbagai cara.

Baca juga:

  • Kontroversi Film Pengkhianatan G30S-PKI yang Viral dan Tayang Lagi
  • Sejarah Hidup D.N. Aidit: Kecil Khatam Mengaji, Besar Pimpin PKI
  • Nama 7 Pahlawan Revolusi dan Gerakan 30 September (G30S) 1965

Selama bulan Juli hingga September 1948, terjadi beberapa pembunuhan serta penculikan terhadap orang golongan kiri. D.N. Aidit dalam Konfrontasi Peristiwa Madiun 1948 – Peristiwa Sumetera 1956 (1964) menyebut bahwa ada dua anggota PKI yang diculik, yakni Slamet Widjaja dan Pardijo.

Aidit yang kelak menjadi pucuk pimpinan PKI ini bahkan menuding ada peran pemerintahan Kabinet Hatta yang punya andil dalam insiden berdarah tersebut.

Kasus pembunuhan lainnya juga terjadi. Dalam Siliwangi Dari Masa ke Masa (1968) yang disusun Dinas Sejarah Angkatan Darat diungkapkan bahwa seorang perwira dari Divisi Panembahan Senopati bernama Kolonel Soetarto, ditemukan tewas di depan kediamannya di Solo.

Anehnya, terdapat lencana anggota Divisi Siliwangi di tempat kejadian perkara sehingga mulai muncul percik ketegangan di kalangan Angkatan Darat.

Bahkan, menurut Muhammad Dimjati dalam Sedjarah Perdjuangan Indonesia (1951), Divisi Panembahan Senopati dikatakan ikut membantu PKI/FDR.

Pemerintah pusat langsung bersikap dengan memerintahkan kesatuan-kesatuan TNI yang tidak terlibat adu domba untuk memulihkan keamanan di Surakarta dan sekitarnya. Operasi ini dipimpin oleh Kolonel Gatot Subroto.

Baca juga:

  • Sejarah Konferensi Meja Bundar (KMB): Latar Belakang, Tokoh, Hasil
  • Sejarah Serangan Umum 1 Maret 1949: Kronologi, Tokoh, & Kontroversi
  • Sejarah Agresi Militer Belanda II: Latar Belakang, Tokoh, Dampaknya

Tujuan dan Akhir Pemberontakan PKI Madiun

Dalam buku Sedjarah Perdjuangan Nasional Indonesia (1966:131), A.H. Nasution menerangkan, terdapat setidaknya 5 tujuan dan rencana FDR/PKI dalam Peristiwa Madiun 1948:

  1. Pasukan pro PKI Musso ditarik mudur dari pertempuran dan ditempatkan di lokasi yang strategis.
  2. Madiun dijadikan tempat bergerilya untuk melanjutkan perjuangan.
  3. Solo dijadikan “wild west" atau pengalih perhatian.
  4. Selain tentara resmi, dibuat juga tentara-tentara ilegal.
  5. Mengadakan demonstrasi besar-besaran, bahkan gunakan kekerasan jika diperlukan.

Dinukil dari Indonesia Merdeka karena Amerika? (2008) karya Frances Gouda, tanggal 18 September 1948, PKI bersama kelompok warok dari Ponorogo menentang pemerintahan RI yang saat itu berpusat di Yogyakarta.

PKI/FDR pimpinan Musso menguasai Madiun dan mendeklarasikan "Republik Soviet Indonesia". Di Pati, Jawa Tengah, diproklamirkan pula hal serupa.

Baca juga:

  • Sejarah Hari Peristiwa Kapal Tujuh Provinsi 5 Februari 1933
  • Peristiwa Rengasdengklok: Sejarah, Latar Belakang, & Kronologi
  • Sejarah Pembantaian Dukun Santet di Banyuwangi Tahun 1998

T. Friend dalam Indonesian Destinies (2003) menyebutkan, peristiwa Madiun 1948 menewaskan Gubernur Jawa Timur RM Suryo, dokter pro-kemerdekaan Moewardi, serta beberapa petugas polisi dan tokoh agama.

Hal ini membuat pemerintah RI bertindak tegas dan mengirimkan operasi penumpasan dimulai pada 20 September 1948 di bawah komando Kolonel A. H. Nasution. Selain mengatasi kisruh di Madiun, TNI juga harus menghadapi Belanda.

Melalui buku Peristiwa coup Berdarah P.K.I, September 1948 di Madiun (1967), terungkap bahwa tanggal 31 Oktober 1948, Musso ditembak mati saat lari tidak jauh dari Ponorogo.

Ginandjar Kartasasmita dalam 30 Tahun Indonesia Merdeka 1945-1949 Jilid 1 (1980) mengungkapkan, mantan perdana menteri Amir Sjarifuddin dan tokoh-tokoh kiri lainnya juga ditangkap dan dijatuhi hukuman mati.

Baca juga:

  • Sejarah Runtuhnya Kesultanan Mataram Islam & Daftar Raja-raja
  • Kronologi Sejarah Perang Diponegoro: Sebab, Tokoh, Akhir, & Dampak
  • Sejarah Pemberontakan Ra Kuti di Majapahit yang Ditumpas Gajah Mada

Baca juga artikel terkait PEMBERONTAKAN PKI MADIUN atau tulisan menarik lainnya Yuda Prinada
(tirto.id - prd/isw)


Penulis: Yuda Prinada
Editor: Iswara N Raditya
Kontributor: Yuda Prinada

Subscribe for updates Unsubscribe from updates