Mengapa dalam sistem keuangan di Indonesia diperlukan adanya Otoritas Jasa Keuangan OJK?

Oleh:

Abdullah Azzam Karyawan berada di dekat logo Otoritas Jasa Keuangan di Jakarta, Jumat (17/1/2020). Bisnis

Bisnis.com, SOLO - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) adalah lembaga independen yang mempunyai fungsi, tugas dan pengaturan terhadap sektor jasa keuangan di Indonesia.

OJK dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan.

Dikutip dari buku Mengenal OJK dan Industri Jasa Keuangan, kehadiran OJK bertujuan untuk mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil. Termasuk mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat.


Adapun latar belakang dibentuknya OJK adalah karena adanya kebutuhan untuk melakukan penataan kembali lembaga-lembaga yang melaksanakan fungsi pengaturan dan pengawasan di sektor jasa keuangan.

Peralihan pengawasan sektor jasa keuangan ke OJK

Pada masa sebelum OJK dibentuk, pengawasan lembaga jasa keuangan di industri pasar modal dan industri keuangan non-bank dilakukan oleh Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK), dan industri perbankan diawasi oleh Bank Indonesia.

Setelah hadirnya OJK, fungsi pengawasan terhadap sektor jasa keuangan itu diambil alih oleh OJK.


Di samping itu, pada tahun 2015, berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro, OJK memiliki tugas untuk melakukan pembinaan, pengaturan, dan pengawasan Lembaga Keuangan Mikro.

Fungsi dan tugas OJK

Fungsi dan tugas OJK adalah menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan dalam sektor jasa keuangan.

OJK melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan terhadap:

1. Kegiatan jasa keuangan di sektor perbankan.

2. Kegiatan jasa keuangan di sektor pasar moda.

3. Kegiatan jasa keuangan di sektor perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan, dan lembaga jasa keuangan lainnya.

Wewenang pengawasan OJK

1. Melakukan pengawasan dan perlindungan konsumen sektor perbankan, pasar modal, dan Industri Keuangan Non Bank (IKNB).

2. Memberikan dan atau mencabut izin usaha, pengesahan, persetujuan atau penetapan pembubaran.

3. Memberikan perintah tertulis kepada lembaga jasa keuangan dan menunjuk pengelola statuter.

4. Menetapkan sanksi administratif.

Sedangkan terkait edukasi dan perlindungan konsumen, OJK memiliki kewenangan untuk melakukan:

1. Edukasi kepada masyarakat dalam rangka pencegahan kerugian konsumen dan masyarakat.

2. Pelayanan pengaduan konsumen.

3. Pembelaan hukum untuk kepentingan perlindungan konsumen dan masyarakat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini, di sini : OJK

Simak Video Pilihan di Bawah Ini :

Editor: Setyo Puji Santoso

Mengapa dalam sistem keuangan di Indonesia diperlukan adanya Otoritas Jasa Keuangan OJK?
Fungsi, Tugas dan Kewajiban Otoritas jasa Keuangan (OJK)

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) ? simak artikel berikut ini . . .

Hidup di era modern seperti saat ini rasanya sulit untuk tidak berhubungan atau bertransaksi dengan lembaga keuangan seperti bank, asuransi, pasar modal, atau lembaga investasi. Ya, pasalnya semua lembaga keuangan yang disebutkan tersebut kian hari kian dibutuhkan masyarakat. Mulai dari urusan simpan dan pinjam uang hingga investasi.

Untungnya, kita memiliki lembaga independen bernama OJK (Otoritas Jasa Keuangan) yang mengatur, mengawasi, memeriksa, dan bahkan menyidik lembaga keuangan. Intinya OJK ingin memastikan lembaga keuangan tersebut berjalan sesutui hukum dan aturan yang berlaku sehingga masyarakat dapat terlindungi ketika berhubungan dengan lembaga-lembaga tersebut.

Sebenarnya apa peran OJK di Indonesia? Mengapa ia begitu powerfull  dan dipercaya Pemerintah dalam mengatur di sektor jasa keuangan? Apakah OJK juga yang akan menjawab tantangan ekonomi ke depan? Sejumlah pertanyaan ini memang layak dimunculkan kembali mengingat masih banyak masyarakat yang belum tahu dan mengerti apa itu OJK dan seperti apa tugas dan wewenangnya.

Sejarah Otoritas Jasa Keuangan (OJK)

Sebelum membahas satu per satu pertanyaan di atas, mungkin akan lebih afdol kalau kita flashback terlebih dahulu ke era tahun 1997/1998 dimana saat itu negeri ini diterjang krisis moneter yang dahsyat. Kala itu Bank Indonesia dianggap tak berhasil melakukan pengawasan perbankan. Bahkan di saat itu pula rupiah terpuruk dari Rp2.200/US$ menjadi Rp15.000-an. Pada kondisi tersebut, sejumlah kalangan menilai bank sentral juga tak mampu manahan laju dollar terhadap rupiah (tak mampu menjad stabilitas nilai tukar rupiah).

Krisis Finansial Global

Krisis berlanjut; sebab tak hanya krisis moneter 1997 yang membawa dampak negatif  terhadap perekonomian Indonesia sebab krisis finansial global 2008 dan krisis yang melanda zona Eropa tahun 2010 juga ikut mempengaruhi. Berkaca dari sejumlah krisis itulah makanya dibutuhkan kebijakan fiskal dan kebijakan moneter untuk menyelamatkan perekonomian Indonesia dari serangan krisis. Kebijakan fiskal adalah kebijakan ekonomi yang dilakukan oleh pihak pemerintah guna mengelola dan mengarahkan kondisi perekonomian ke arah yang lebih baik. Sementara kebijakan moneter adalah proses mengatur persediaan uang sebuah negara untuk mencapai tujuan tertentu; seperti menahan inflasi, mencapai pekerja penuh atau lebih sejahtera.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Berdiri

Singkat ata, pada tahun 2011 terjadi kolaborasi Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang menghasilkan kesepakatan untuk mendirikan sebuah lembaga yang disebut Otoritas Jasa Keuangan atau yang lebih dikenal dengan sebutan OJK. Langkah melahirkan OJK iniah yang kemudian dianggap sebagai upaya reformasi di sektor keuangan di Tanah Air.

Selanjutnya, UU No. 21 tentang OJK disahkan pada 22 November 2012. Dan baru pada 31 Desember 2012 lembaga independen ini resmi berfungsi guna menggantikan fungsi, tugas, serta wewenang pengaturan yang selama ini dilakukan oleh Kementerian Keuangan melalui Badan Pengawas Pasar Modal serta Lembaga Keuangan (Bapepam-LK).

Bagaiamana dengan Bank Indonesia ?

Dengan hadirnya OJK, bisa dikatakan peran dan fungsi BI jadi berkurang drastis. Selain terbatas, BI sebagai bank sentral akhirnya hanya memiliki satu tujuan. Yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Stabilitas nilai rupiah ini bermakna stabil nilai mata uang terhadap barang dan jasa, dan stabil terhadap mata uang negara lain.

OJK hadir untuk melaksanakan amanat pasal 34 ayat (1) UU nomor 6/2009

Kembali ke OJK. Secara garis besar, OJK hadir untuk melaksanakan amanat pasal 34 ayat (1) UU nomor 6/2009 tentang BI. Pasal tersebut menyebutkan: “Tugas mengawasi Bank akan dilakukan oleh lembaga pengawasan sektor jasa keuangan yang independen, dan dibentuk dengan Undang-Undang”.

Selanjutnya OJK sendiri memiliki fungsi sebagai pelaksana sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di sektor jasa keuangan. Oleh karenanya, OJK bertugas melakukan pengaturan dan pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan di sejumlah sektor yang berkaitan dengan sistem keuangan.

Baca Juga : Lembaga Penjamin Simpanan (LPS): Fungsi, Tugas & Kewajibannya

Lembaga Keuangan Apa Saja yang Diawasi OJK??

Tak bisa dimungkiri bahwa saat ini OJK telah menjelma menjadi lembaga yang dipercaya dalam urusan menjamin keamanan bertraksaksi setiap nasabah di semua lembaga keuangan yang terdaftar di OJK. Sebab lembaga keuangan yang terdaftar di OJK secara otomatis berada dalam pengawasan OJK dan merupakan lembaga yang sah secara hukum. Jadi jika tak mau kena tipu dalam bertransaksi, pastikan lembaga keuangan yang akan Anda gunakan itu terdaftar  di OJK.

Saat ini ada ribuan lembaga jasa keuangan yang berada dalam monitoring OJK. Dari ribuan lembaga keuangan tersebut bisa dikelompokan menjadi beberapa saja. Yaitu; perbankan, pasa modal, jasa keuangan nonbank (asuransi, dana pensiun, lembaga pembiayaan, financial technology, lembaga keuangan khusus seperti; Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI), Perusahaan Pergadaian, Lembaga Penjamin, Perusahaan Pembiayaan Sekunder Perumahan, PT Permodalan Nasional Madani (Persero), dan PT Danareksa (Persero).

Sistem Keuangan Indonesia Butuh OJK

Di awal pembentukan OJK, banyak pertanyaan bermunculan ke publik yang mempertanyakan mengapa dalam sistem keuangan di Indonesia perlu ada OJK?   Jika ditelaah lebih jauh, sejatinya memang banyak yang bisa dilakukan oleh OJK dalam rangka tugasnya sebagai pengawas bank seperti yang diamanatkan pasal 34 ayat (1) UU nomor 6/2009 tentang BI.

Namun jika diambil benang merahnya, maka OJK diperlukan untuk beberapa hal pokok di antaranya; melindungi konsumen atau nasabah dari jasa keuangan, menjaga agar sektor jasa keuangan terselenggara secara baik dan transparan, serta mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil.

Seperti diketahui bahwa OJK adalah lembaga yang independen dan memiliki tugas serta wewenang dalam pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan, termasuk kepada bank, dan lembaga keuangan non-bank seperti asuransi dan lembaga investasi keuangan.

Dalam pengaturannya, OJK menerbitkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) yang digunakan untuk memberikan kepastian hukum dan regulasi pada jasa keuangan. Sementara itu dalam pengawasan perbankan, OJK melakukan pengawasan rutin; terhadap bank umum (konvensional), bank syariah, maupun terhadap bank perkreditan rakyat (BPR). Dan pastinya selain hal-hal yang disebutkan di atas, dalam rangka pengawasan sektor jasa keuangan, OJK juga melaksanakan quality assurance (jaminan kualitas) terhadap bank.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat

Mengapa sistem keuangan Indonesia membutuhkan OJK? Karena di dalam visinya selain menjadi lembaga pengawas industri jasa keuangan yang terpercaya, OJK juga melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat dan mampu mewujudkan industri jasa keuangan menjadi pilar perekonomian nasional yang berdaya saing global serta dapat memajukan kesejahteraan umum. Di sini kita bisa menyimpulkan betapa pentingnya lembaga seperti OJK ini bagi sistem keuangan Indonesia.

Dalam melaksanakan fungsi pengaturan, OJK secara produktif mengeluarkan sejumlah POJK (Peraturan Otoritas Jasa Keuangan) kepada seluruh sektor jasa keuangan. Begitu pun dalam hal pengawasan. Misalnya, OJK secara berkesinambungan dan rutin melakukan pengawasan terhadap bank (konvensional, syariah, dan BPR).

Dalam Pasal 34 ayat (1) UU BI menentukan bahwa tugas mengawasi bank akan dilakukan oleh lembaga pengawasan sektor jasa keuangan yang independen. Amanat Pasal 34 ayat (1) UU BI juga menekankan kepada lembaga tersebut untuk bertindak sebagai dewan pengawas (supervisory board), yang dapat mengeluarkan ketentuan berkaitan dengan pelaksanaan tugas pengawasan bank secara berkoordinasi dengan BI.

Kewenangan Otoritas Jasa Keuangan (OJK)

Dalam perjalanannya, OJK justru diberikan kewenangan luas untuk membuat pengaturan dan pengawasan. Bahkan kewenangannya juga dapat bertindak sebagai penyidik layaknya seperti KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi). Meski telah ditentukan dalam amanat Pasal 34 ayat (1) UU BI, wewenang OJK adalah mengeluarkan ketentuan yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas pengawasan bank, namun faktanya kewenangan OJK melebar hingga meliputi kegiatan mengatur, mengawasi, memeriksa, dan bahkan sebagai penyidik. Dengan ketentuan-ketentuan tersebut itulah membuat OJK menjadi lembaga super body.

OJK mengatur dan mengawasai seluruh kegiatan perbankan secara nasional

Seperti diketahui bahwa maksud dan tujuan dibentuknya OJK adalah untuk mengatur dan mengawasi seluruh kegiatan perbankan secara nasional. OJK sendiri memiliki wewenang dalam pengaturan dan pengawasan mengenai kelembagaan bank yang meliputi; perizinan untuk pendirian bank, pembukaan kantor bank, anggaran dasar, rencana kerja, kepemilikan, kepengurusan dan sumber daya manusia, merger, konsolidasi dan akuisisi bank, serta pencabutan izin usaha bank. Selain itu, OJK juga mempunyai fungsi pengawasan terhadap kegiatan usaha bank. Misalnya terkait sumber dana, penyediaan dana, produk hibridasi, dan aktivitas di bidang jasa. Lantas, pengaturan dan pengawasan mengenai kesehatan bank yang meliputi: (1) likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, kualitas aset, rasio kecukupan modal minimum, batas maksimum pemberian kredit, rasio pinjaman terhadap simpanan, dan pencadangan bank; (2) laporan bank yang terkait dengan kesehatan dan kinerja bank; (3) sistem informasi debitur; (4) pengujian kredit (credit testing); dan (5) standar akuntansi bank.

Bahkan terhadap pengaturan mengenai aspek kehati-hatian bank (prudent banking), OJK memiliki tugas di antaranya; manajemen risiko, tata kelola bank, prinsip mengenal nasabah dan anti pencucian uang, juga tidak ketinggalan pencegahan pembiayaan terorisme dan kejahatan perbankan, serta pemeriksaan bank.