Mengapa banyak pihak yang ingin mengubah Pancasila brainly

Oleh:

Dok.Kopassus Menkopolhukam Mohammad Mahfud MD berkunjung ke markas Komando Pasukan Khusus (Kopassus) TNI AD di Cijantung Jakarta Timur, Rabu (8/7/2020).

Bisnis.com, JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD mengemukakan tiga kelompok beraliran radikal yang coba mengganti ideologi negara.

Aliran radikal adalah kegiatan yang memiliki paham ekstrem berdasarkan agama atau non agama yang ingin berganti paham di luar prosedur yang disepakati.

Mahfud MD menyampaikan hal ini saat mengunjungi Pondok Pesantren Annuqayah di hadapan ulama dan masyarakat Madura pada Minggu (4/10/2020).

Kelompok pertama, yakni kelompok yang ingin mengganti Indonesia atau negara Pancasila menjadi negara yang bukan Pancasila. Kelompok ini adalah Hizbut Tahrir Indonesia yang dibubarkan pemerintah pada 19 Juli 2017.

Baca Juga : Pengumuman! Free WiFi Tak Akan Bebas Lagi

Kedua adalah Majelis Mujahidin Indonesia (MMI). Kelompok ini disebut tidak ingin mengganti negara Pancasila. Akan tetapi, mereka menghendaki semua hukum yang berlaku harus hukum Islam.

Pada 2017, Pemerintah AS menyatakan kelompok bentukan Abu Bakar Ba`asyir ini dimasukan ke dalam daftar kelompok teroris global. Namun sejumlah kalangan mempertanyakan kriteria yang digunakan AS pada penetapan tersebut.

Ketiga adalah Komite Persiapan Penegakan Syariat Islam (KPPSI) di Sulawesi Selatan. Kelompok ini dinyalir ingin menegakkan syariat Islam di berbagai daerah.

“Itu adalah disertasinya Haedar Nashir, yang Ketua Umum PP Muhammadiyah. Ada 3 gerakan, Siapa yang mau membantah itu,” katanya saat siaran langsung di akun Youtube Kemenko Polhukam, Minggu (4/9/2020).

Sementara itu, Islam yang dianut masyarakat Indonesia pada umumnya tetap menjaga akidah, mengikuti ahlul sunnah wal jamaah. Paham ini telah dicontohkan Nabi Muhammad Saw ketika mendirikan Madinah.

Dia menyebutkan saat membangun Madina, Nabi membuat Piagam Madinan. Isinya merangkul semua orang baik Islam maupun bukan Islam. Seluruh suku agama mendapat perlindungan harta, jiwa dan agama.

Simak Video Pilihan di Bawah Ini :

Mengapa banyak pihak yang ingin mengubah Pancasila brainly
Menko Polhukam Wiranto (Raja Adil Siregar/detikcom)

Palembang - Menko Polhukam Wiranto jadi pembicara dalam apel akbar Pancasila dan Bela Negara di UIN Raden Fatah, Palembang, Sumatera Selatan. Dia menekankan pentingnya seluruh elemen bangsa menjaga Pancasila."Kalau ada yang ingin mengganti ideologi Pancasila, harus kita lawan. Seluruh elemen masyarakat harus melawan gerakan yang akan mengganti ideologi, tidak hanya TNI atau Polri saja," ujar Wiranto dalam orasi di hadapan 5.000 mahasiswa, Kamis (28/9/2017).Wiranto menyebut ancaman ideologi lebih berbahaya daripada ancaman militer. Termasuk paham-paham radikal yang dapat memecah-belah bangsa karena ideologi yang menyimpang dari Pancasila. "Ingat, dalam mempertahankan bangsa Indonesia, para pahlawan bertaruh dengan nyawanya, bertaruh jiwa-raga, hanya untuk kemerdekaan. Jadi perjuangan kita saat ini tidak mungkin sebesar mereka dan jika kita tidak bisa melanjutkan cita-cita dan warisan para pahlawan, tentu ini merupakan kekecewaan bagi mereka para pendahulu," sambungnya.Sumatera Selatan saat ini masih menjadi salah satu provinsi di Indonesia yang tidak pernah mengalami konflik. Dengan kondisi seperti ini, Sumsel dapat menjadi provinsi yang berkembang dan menjadi pelopor kemajuan Indonesia.

"Sumsel ini zero conflict dan, kalau daerah sudah tidak ada konflik, pasti akan cepat berkembang. Pemerataan pembangunan pasti bisa terlaksana karena itu menjadi prioritas pertama dalam proses pembangunan," tutup Wiranto yang memakai topi khas Palembang, Tanjak.

[Gambas:Video 20detik]

Yuk! Tonton Video 20detik: Panglima Katakan Bahwa Ideologi PKI Tak Akan Bisa Diubah

(bag/bag)

Jakarta -

Dasar negara Indonesia adalah Pancasila yang wajib diterapkan dalam setiap masa. Namun, ternyata ada beberapa tantangan dalam penerapan Pancasila di era reformasi.

Pancasila sendiri pertama kali disahkan pada 18 Agustus 1945 dan diterapkan sebagai dasar negara di setiap era. Mulai di masa awal kemerdekaan, orde lama, orde baru, dan masa reformasi sampai sekarang.

Walaupun begitu, ternyata penerapan Pancasila pernah mengalami pasang surut. Bahkan, ada upaya mengganti Pancasila sebagai dasar negara dan pandangan hidup bangsa dengan ideologi lain.

Masa reformasi sendiri berlangsung dari tahun 1998 hingga saat ini. Penerapannya ditandai dengan kebebasan berbicara, berorganisasi, hingga berekspresi di kehidupan masyarakat.

Bagaimana Pancasila pada Era Reformasi?

Dikutip dari buku 'Super Complete SMP' oleh Tim Guru Inspiratif, penerapan Pancasila tidak lagi dihadapkan pada ancaman pemberontakan-pemberontakan yang ingin mengganti Pancasila dengan ideologi lain. Namun, ternyata Pancasila belum difungsikan secara maksimal.

Diketahui, banyak masyarakat yang hafal butir-butir Pancasila, tetapi belum memahami makna sesungguhnya. Adapun, tantangan dalam penerapan Pancasila di era reformasi adalah menurunnya rasa persatuan dan kesatuan di antara sesama warga bangsa.

Menurunnya rasa persatuan dan kesatuan ditandai dengan konflik antar daerah, dan tawuran antar pelajar. Selain itu, tindakan kekerasan yang dijadikan sebagai alat untuk menyelesaikan permasalahan.

Padahal, adanya penerapan Pancasila pada masa reformasi sebagai dasar negara diharapkan mampu memberikan kehidupan yang lebih baik, sesuai cita-cita bersama.

Sudah jelaskan, detikers tantangan dalam penerapan Pancasila di era reformasi adalah konflik yang memecah belah persatuan dan kesatuan?

Simak Video "Sekjen Pemuda Pancasila Ngaku Salah Ada Anggotanya Bawa Sajam di Demo DPR"



(pay/pay)

Mengapa banyak pihak yang ingin mengubah Pancasila brainly

Mengapa banyak pihak yang ingin mengubah Pancasila brainly
Lihat Foto

KOMPAS.com/Yakob Arfin T Sasongko

Ketua Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) Ahmad Doli Kurnia Tandjung menilai, ketika satu negara tidak lagi menempatkan ideologi negaranya sebagai pedoman dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, maka akan timbul celah bagi ideologi lain untuk masuk. Oleh karena itu, menurut Doli, penanaman nilai-nilai Pancasila kepada masyarakat perlu digalakkan kembali.

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) Ahmad Doli Kurnia Tandjung menilai, tantangan yang dihadapi Pancasila di masa mendatang semakin besar.

Di tengah perubahan zaman, persoalan yang perlu diwaspadai adalah ketika masyarakat, khususnya generasi muda, tidak lagi memandang Pancasila sebagai ideologi dan dasar negara.

"Pertama yang harus diwaspadai ketika Pancasila sebagai ideologi negara dan falsafah bangsa, tidak lagi menjadi perbincangan atau wacana di tengah publik. Itu saya kira tantangan yang terberat," kata Doli dalam program Titik Pandang di KompasTV, Jakarta Barat, Senin (27/7/2020).

Menurutnya, ketika satu negara tidak lagi menempatkan ideologi negaranya sebagai pedoman dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, maka akan timbul celah bagi ideologi lain untuk masuk.

Baca juga: Penerapan Pancasila Redup, Rektor UNS: BPIP Adalah Jawaban

Idealnya, Pancasila harus menjadi the living ideology atau ideologi yang hidup di tengah-tengah masyarakat. Untuk mewujudkan hal ini, diperlukan cara-cara baru yang relevan dengan kondisi saat ini.

"Saya kira itu dua tantangan terbesar yang harus menjadi target. Satu, tetap menjadikan isu ini (Pancasila –red) menjadi isu yang penting. Kedua pendekatannya harus selalu up to date," jelasnya.

Saat melakukan riset dan disertasi terkait Pancasila, Doli menemukan sejumlah murid sekolah yang tidak hafal lima sila secara utuh. Dari situ, ia menilai, tingkat pengenalan Pancasila kepada generasi muda semakin menurun.

Merespons fakta tersebut, ia pun mengusulkan Undang-Undang yang mengatur tentang pengarusutamaan, membumikan, atau pembinaan nilai-nilai Pancasila.

Baca juga: Menurut Akademisi, BPIP Perlu Payung Hukum Setingkat UU

Apalagi, kata Doli, terjadi kekosongan pembinaan Pancasila selama 20 tahun sejak masa reformasi pada 1998. Baru pada 2017, Presiden Joko Widodo membentuk Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila (UKP-PIP).

Kemudian pada 2018 dikeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) yang menaikkan statusnya menjadi Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), yakni badan yang bertanggungjawab terhadap pembinaan ideologi negara.