Mengapa bangsa Indonesia juga menempuh perjuangan diplomasi untuk mempertahankan kemerdekaannya

idkuu, Jakarta - Perjuangan belum usai Jumat siang itu, 17 Agustus 1945. Proklamasi Kemerdekaan memang telah dibacakan, bendera merah putih pun dikibarkan dalam sebuah upacara yang khidmat, meski sederhana. Namun, jalan terjal yang harus dilalui republik baru bernama Indonesia, masihpanjang.

Kala itu, pasukan Jepang belum enyah. Mereka yang sudah kalahditugasi menjaga status quo di Indonesia.

Advertisement

Sementara, pasukan Sekutu yang hadir lewat Pelabuhan Tanjung Priok,denganniat melucuti senjata para serdadu Jepang,ternyata tak datang sendirian.

Sekutu diboncengNICA (Netherland Indies Civil Administration). Tujuan Belanda kembali datang sudah jelas: inginkembali menjajah. Mereka berniatmembatalkan proklamasi yang gaungnyaterlanjur tersebar ke penjuruBumi.

Baca Juga

  • 27-12-1949: 'Hari Kemerdekaan Indonesia' Versi Belanda
  • 6 Fakta 'Mencengangkan' tentang Indonesia yang Diakui Dunia
  • Terkuak, Isi Surat Ratu Elizabeth tentang Kematian Putri Diana...

Rakyat yang tak ingin kembali terjajah, kembali melawan. Merdeka atau mati!

Bambu runcing dihunus, taktik gerilya dilakukan, bedil-bedil rampasan dari tangan Jepang dikerahkan ke medan perang.

Pertempuran pun pecah di mana-mana, di Surabaya, Semarang, Ambarawa, Medan Area, hinggaBandung Lautan Api.

Tak hanya lewat pertempuran, perjuangan juga dilakukan lewat jalur diplomasi.Indonesia yang masih seumur jagung harus mendapatkan pengakuan. Kedaulatan RI mutlak harus diakui bangsa lain. Tanah tumpah darah tak boleh lagi jatuh ke tangan penjajah.

"Kalau kita lihat sejarah, kemerdekaan ini kita rebut tidak saja menggunakan senjata tapi diplomasi kita sudah bergerak untuk memperoleh atau untuk memperjuangkan kemerdekaan itu sendiri," kataMenteri Luar Negeri Retno Marsudi, kepada idkuu.

"Terutama dalam konteks diplomasi. Untukmendapat pengakuan atas negara baru Republik Indonesia."

Saksikan video wawancara idkuudenganMenteri Luar Negeri Retno Marsudiberikut ini:

Timur Tengah menjadi yang pertama memberikan pengakuan. Dimulai dari Mesir pada 10 Juni 1947.

Eksistensi Indonesia juga diperjuangkan lewat jalur perundingan --Linggarjati, Renville, Roem-Roijen,hingga Konferensi Meja Bundar.

Pada 27 Desember 1949, Belanda secara resmi menyerahkan kedaulatan ke Republik Indonesia.

"Kedua negara (Belanda dan Indonesia) tak lagi saling berlawanan, kini kita berdiri berdampingan," kata Ratu Belanda Juliana kala itu, sesaat setelah naskah penyerahan kedaulatan ditandatangani.

Proklamator, Mohammad Hatta yang hadir dalam pertemuan Konferensi Meja Bundar (KMB) menekankan pentingnya penyelesaian damai terkait konflik dua negara.

Hatta yang lancar bicara Belanda kala itu memilih Berbahasa Indonesia. "...Bangsa Indonesia dan Bangsa Belanda, kedua-duanya akan mendapat bahagianya. Anak cucu kita, angkatan kemudian akan berterima kasih pada kita," kata dia.

Akhirnya, seluruh rakyat Indonesia bisa bernafas lega. Diplomasi panjang membuahkan hasil.

"Tanggal 27 Desember 1947 itu sungguh merupakan suatu saat yang amat penting. Berpuluh-puluh negara di dunia menunggu saat itu untuk mengakui Indonesia," seperti dikutip dalam buku Mohamad Roem: Diplomasi Ujung Tombak Perjuangan RI.

"Dan, sejak itu, seperti berlomba-lomba negara-negara mengakui Indonesia dan membuka perwakilan diplomatiknya di Jakarta."

Lantas, apa pentingnya pengakuan dari negara lain?

Lihat Taiwan dan Kosovo, selain pengakuan, segala syarat untuk jadi negara yang diatur dalam Konvensi Montevideo 1933 tentang Hak dan Tugas Negara sudah terpenuhi.

Secarade factokeduanya memiliki rakyat,wilayah permanen, dan pemerintahan. Sayangnya, merekatidak mendapat pengakuan dari seluruh negara di dunia.

Video

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA