Manakah dalil yang memerintahkan kepada kita untuk menjauhi perbuatan zina?

Azab Keras bagi Para Pezina

      MESKI lokalisasi Payo Sigadung dan Langit Biru di Jambi sudah ditutup, ternyata hingga kini praktik prostitusi masih berlangsung di Kota Jambi. Tak hanya pribumi, pelaku pun ada yang keturunan Tionghoa atau biasa disebut Amoy.(Jambi Independent,30/3). Dan, tidak mustahil, mantan pekerja seks komersial (PSK) itu masih berkeliaran menjajakan tubuhnya, baik di hotel-hotel plus, panti pijat plus dan tempat-tempat hiburan malam.

     Maraknya praktik perzinaan ini memang harus mendapat perhatian ektra, baik pemda, ulama maupun masyarakat Jambi. Apalagi, nampaknya zina atau praktik yang mengarah pada perzinaan seolah menjadi tren. Bukan saja melalui lokalisasi atau dalam hotel, tapi zina yang saat ini dibungkus dengan ragam istilah seperti: pacaran (disertai hubungan seks), ‘cabe-cabean’, selingkuh, seks bebas, dll—sepertinya sudah dianggap biasa oleh sebagian kalangan. Bahkan saat ini ada istilah ‘swinger’ (tukar pasangan seks) dan ‘pesta seks’. Alhasil, dari waktu ke waktu zina makin massif. Zina bahkan banyak dilakukan oleh para remaja. Zina pun dikaitkan dengan momentum tertentu seperti Valentine’s Day, pesta malam tahun baru, pekan kondom nasional, dll.

     Padahal zina adalah dosa besar. Bahkan mendekati zina saja haram. Allah SWT berfirman : “Janganlah kalian mendekati zina karena zina itu tindakan keji dan jalan yang amat buruk”(QS al-Isra’: 32).

    Allah SWT bahkan mengaitkan dosa zina dengan dosa besar lainnya, yakni syirik dan pembunuhan. Firman-Nya :“Dan orang-orang yang tidak menyembah tuhan lain beserta Allah, dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan( alasan) yang benar, dan tidak berzina. Barang siapa  yang melakukan demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa(nya), (yakni) akan dilipat gandakan azab untuknya pada Hari Kiamat dan dia akan kekal dalam azab itu, dalam keadaan terhina, kecuali orang-orang yang bertobat” (QS al-Furqan: 68-70).

     Di dunia, pelaku zina layak mendapat hukuman berupa hukum cambuk 100 kali (bagi yang belum pernah menikah) (QS an-Nur: 2) dan diasingkan selama setahun (HR al-Bukhari). Adapun pezina yang sudah menikah atau belum pernah menikah tetapi sering berzina dikenai  hukum rajam (dilempari dengan batu) sampai mati. Diriwayatkan, saat Rasulullah SAW  berada di masjid, datanglah seorang pria menghadap beliau dan melapor, “Ya Rasulullah, aku telah berzina.” Mendengar pengakuan itu Rasulullah SAW berpaling dari dia sehingga pria itu mengulangi pengakuannya sampai empat kali. Kemudian Rasulullah bertanya, “Apakah engkau gila?” Pria itu menjawab, “Tidak.” Rasulullah bertanya lagi, “Apakah kamu orang muhshan?” Pria itu menjawab, “Ya.” Lalu Rasulullah SAW memerintahkan kepada para sahabat, “Bawalah dia pergi dan rajamlah.” (HR al-Bukhari).

     Selain itu zina juga bisa mengundang azab bagi masyarakat. Rasul SAW pernah bersabda, “Jika zina dan riba tersebar luas di suatu kampung, maka sungguh mereka telah menghalalkan atas diri mereka sendiri azab Allah (HR al-Hakim, al-Baihaqi dan ath-Thabrani).

     Hadis ini menjelaskan bahwa jika zina dan riba telah menyebar di tengah suatu masyarakat maka itu akan memancing turunnya azab Allah SWT. Keberkahan akan dicabut dari masyarakat yang seperti itu. Sebaliknya keburukan dan kerusakan akan terus mendera masyarakat tersebut selama mereka tidak berupaya mencegah penyebaran zina dan riba sekaligus menghilangkan zina dan riba dari kehidupan masyarakat.

     Hadis ini juga didukung oleh sejumlah hadis lain yang senada.  Di antaranya hadis dari Aisyah ra, Rasul SAW bersabda, “Umatku akan terus ada dalam kebaikan selama belum menyebar di tengah mereka anak (hasil) zina.  Jika di tengah mereka menyebar anak (hasil) zina maka Allah nyaris meratakan sanksi (azab) atas mereka.” (HR Ahmad).

     Rasulullah SAW sebenarnya telah memberikan ultimatum terkait maraknya perzinaan di tengah-tengah masyarakat. Sabdanya : ” Apabila perzinaan (pelacuran dan perilaku seks bebas) sudah meluas di masyarakat dan dilakukan secara terang-terangan (dianggap biasa), maka infeksi dan penyakit mematikan yang sebelumnya tidak terdapat pada zaman nenek moyangnya akan menyebar diantara mereka” (HR Ibnu Majah).

     Hadis diatas sudah menjadi kenyataan dengan adanya AIDS, penyakit mematikan saat ini dan belum diketahui obatnya, yang mana nenek moyang dahulu belum pernah mengalaminya, karena AIDS pertama kali dilaporkan pada tanggal 5 Juni 1981, pada lima laki-laki homoseksual di Los Angeles Amerika Serikat.

     Dalam hadis lain Rasulullah SAW bersabda : “Hendaknya kalian menjauhi perbuatan zina, karena akan mengakibatkan empat hal yang merusak, yaitu menghilangkan kewibawaan dan keceriaan wajah, memutuskan rezeki (mengakibatkan kefakiran), mengundang kutukan Allah, dan menyebabkan kekal dalam neraka” (HR.Thabrani dari Ibn Abbas).

     Hadis ini sekaligus membantah pernyataan banyak orang yang sering menyatakan bahwa salah satu penyebab perbuatan zina adalah karena faktor ekonomi atau kemiskinan. Justru perbuatan zina itulah yang akan menjerumuskan pelakunya pada kemiskinan. Dan jika pun terlihat memiliki harta,itu hanya bersifat semu dan sementara. Yang pasti ujungnya akan habis tak berbekas, hartanya tidak berkah.

     Adapun di akhirat, pezina layak mendapatkan azab yang amat keras di neraka. Abu Hurairah ra  menuturkan bahwa Rasul SAW pernah bersabda, “Ada tiga golongan orang yang tidak akan dilihat oleh Allah ‘Azza wa Jala: orang tua yang berzina, penguasa pendusta dan orang miskin yang sombong.” (HR Ibn Abu ad-Dunya’).

    Diriwayatkan pula dari Rasulullah SAW bahwa pezina akan menyeburkan diri di dalam azab di akhirat di dalam sebuah tungku api neraka yang bagian atasnya sempit dan bawahnya luas (HR al-Bukhari).

     Bahkan maraknya perzinaan itu merupakan salah satu tanda dekatnya kedatangan Hari Kiamat. Sabdanya :” “Di antara tanda dekatnya kedatangan Hari Kiamat adalah: hilangnya ilmu; menonjolnya kebodohan; merajalelanya miras; dan maraknya zina.” (HR al-Bukhari).

     Karena itu, Islam dengan tegas mengharamkan segala hal yang mendekatkan pada perzinaan (misal: pacaran, pergaulan bebas) dan menilai zina sebagai perbuatan keji dan jalan yang buruk.

WalLahu a’lam bi ash-shawab

                                                Penulis adalah Pemerhati Kehidupan Beragama

Red: Agus Yulianto

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Dudung Abdul Rohman *)

Perbuatan keji diistilahkan dengan al-fakhsya’. Perbuatan al-fakhsya’ dalam kamus Alquran diartikan sebagai dosa yang sangat jelek. Dalam kitab Tafsir al-Maraghi (2006:170) disebutkan, bahwa al-fakhsya’ adalah ucapan dan perbuatan yang jelek seperti zina, mabuk, rakus, mencuri, dan perbuatan tercela lainnya.

Dengan demikian, perbuatan keji ini, sangat berbahaya dan tercela. Oleh karena itu, Islam tidak mentolerir perbuatan keji ini sehingga melarangnya. Perbuatan keji ini bukan hanya merugikan diri sendiri, tetapi juga orang lain. Sehingga apabila dibiarkan akan merusak tatanan masyarakat sehingga terjadi kekacauan dan kebinasaan. Seperti perbuatan zina, akan mengundang perbuatan jahat lainnya hingga pertengkaran, permusuhan sampai pembunuhan. Bahkan dengan perbuatan zina ini, selain mengacaukan keturunan, juga menyisakan penderitaan yang mendalam bagi keluarga korban. Karena itu, Islam melarangnya dengan memvonis bahwa perbuatan zina itu perbuatan kotor dan sejelek-jelek jalan. Allah SWT berfirman: Artinya: “Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk” (QS. Al-Israa’ [17]:32).Terjadinya perbuatan keji ini, diawali dari diperturutkannya hawa nafsu yang cenderung mengajak pada kejahatan. Karena hawa nafsu ini apabila tidak dikendalikan dan dikontrol dengan keimanan dan ketakwaan cenderung membabi buta dan melanggar norma-morma yang ada – baik norma agama maupun susila. Oleh karena itu, ketika Nabi Yusuf as diajak berbuat mesum (keji) oleh Zulaikha, dengan tegas ia menolaknya dan lebih baik dijebloskan ke penjara daripada berbuat nista. Mengapa Nabi Yusuf as menolak ajakan berbuat zina itu, karena dia menyadari betul bahwa hal itu adalah perbuatan yang dilarang oleh agama dan susila, apabila dia melakukannya berarti sudah terperdaya oleh ajakan hawa nafsu yang selalu mengajak pada kejelekan. Dalam Alauran ditegaskan artinya: “Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyanyang” (QS. Yusuf [12]:53).Supaya kita dapat mengendalikan dan mengontrol dari dorongan hawa nafsu, maka kita harus mempertebal keimanan dengan senantiasa melaksanakan ibadah dan amal shaleh. Karena dengan melaksanakan ibadah dan amal shaleh, maka diri kita akan senantiasa diingatkan oleh murka dan siksa dari Allah SWT apabila berbuat dosa. Misalnya dengan melaksanakan shalat fardhu yang lima waktu secara baik dan benar. Ternyata dengan shalat itu dapat mencegah dari perbuatan keji dan mungkar. Allah SWT berfirman artinya: “Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al-Kitab (Alquran) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan” (QS. Al-‘Ankabuut [29]:45).Dalam sebuah hadis dilukiskan, bahwa ketika kita melaksanakan shalat fardhu yang lima waktu itu seperti kita mandi sehari semalam lima kali di sumur yang airnya jernih dan bersih. Maka, tentu tubuh kita akan terbebas dari berbagai kotoran dan najis. Begitu pula apabila kita secara konsisten melaksanakan ibadah shalat fardhu sehari semalam lima kali. Maka, diri kita akan terjaga dan terbebas dari noda dan dosa. Malah dengan shalat itu akan menghapuskan dosa dan kesalahatan kita. Allah SWT berfirman artinya: “Dan dirikanlah sembahyang itu pada kedua tepi siang (pagi dan petang) dan pada bahagian permulaan daripada malam. Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk. Itulah peringatan bagi orang-orang yang ingat” (QS. Huud [11]:114).Dengan demikian, selaku manusia kita menyadari bahwa tidak ada manusia di dunia ini yang bebas dari dosa. Semua orang pasti pernah melakukan kesalahan, baik disengaja maupun tidak. Maka manusia yang paling baik itu bukan yang tidak pernah melakukan dosa, namun dia menyadari akan kekurangan dan kealfaannya kemudian berusaha untuk dapat memperbaiki dan menggantinya dengan ibadah dan amal shaleh. Dalam sebuah hadis disebutkan, bahwa manusia itu tempatnya salah dan lupa, dan sebaik-baik orang yang salah adalah yang segera bertaubat. Juga dalam al-Qur’an diungkapkan, bahwa di antara sifat orang yang betakwa itu adalah ketika dia melakukan perbuatan dosa segera ingat kepada Allah dengan beristighfar (memohan ampunan) dan bertobat.

Allah SWT berfitrman artinya: “Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka, dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain daripada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui” (QS. Ali-‘Imran [3]:135). Wallahu A’lam Bish-Shawaab.

 

*) Widyaiswara Balai Diklat Keagamaan Bandung

  • menjauhi perbuatan keji
  • zina rakus tamak
  • ibadah dan amal shaleh