Makalah PERBEDAAN pendapat dalam Islam

Oleh : Ustadz Andi Muhamad Hidayat, Lc

(disajikan pada penutupan kegiatan diskusi kela 5 dan 6 putra tgl 13 November 2016)

  1. Macam-MacamIkhtilaf(Perbedaan)

Perbedaan, pro dan kontra, selalu akan muncul dalam dinamika kehidupan. Jangankan yang berasal dari manusia, yang berasal dari yang Maha Benar pun, Allah azza wa jalla, menimbulkan pro dan kontra. Dari hasil perkiraan perhitungan penduduk dunia berdasarkan agama, manusia di dunia ini yang bersepakat bahwa Allah itu Tuhan mereka (Islam) hanya 22% dari 6.879.200.000 penduduk dunia.

Oleh karena itu, perbedaan adalah sesuatu yang niscaya bagi kita, tidak bisa kita menghindari perbedaan. Allah berfirman : Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu (QS 5:48)

Dalam makalah ini, kita tidak membahas hikmah di balik perbedaan tersebut, tetapi kita akan membahas kenapa berbedaan itu muncul, dengan harapan ini akan menumbuhkan pemahaman kita terhadap pendapat yang berbeda dengan kita. Di antara sekian banyak asbab al-ikhtilaf para ulama, kita akan mendapati bahwa ternyata perbedaan pendapat itu justru karena berpegang pada Al-Quran dan Hadis; kita akan takjub mendapati bahwa perbedaan itu justru terbuka karena Al-Quran sendiri menyengaja timbulnya perbedaan itu. Kita akan temui bahwa ternyata perbedaan pendapat, dalam titik tertentu, adalah suatu hal yang mustahil dihapus.

Ikhtilaf(perbedaan) bisa dibedakan menjadi dua:

Pertama, ikhtilaful qulub(perbedaan dan perselisihan hati) yang termasuk kategoritafarruq(perpecahan) dan oleh karenanya ia tertolak dan tidak ditolerir.Dan ini mencakup serta meliputi semua jenis perbedaan dan perselisihan yang terjadi antar ummat manusia, tanpa membedakan tingkatan, topik masalah, faktor penyebab, unsur pelaku, dan lain-lain. Yang jelas jika suatu perselisihan telah memasuki wilayah hati, sehingga memunculkan rasa kebencian, permusuhan, sikapwala-bara, dan semacamnya, maka berarti itu termasuktafarruq(perpecahan) yang tertolak dan tidak ditolerir.

Kedua, ikhtilaful uqul wal afkar(perbedaan dan perselisihan dalam hal pemikiran dan pemahaman), yang masih bisa dibagi lagi menjadi dua:

  1. Ikhtilafdalam masalah-masalahushul(prinsip). Ini jelas termasuk kategoritafarruqatau iftiraq (perpecahan) dan oleh karenanya ia tertolak dan tidak ditolerir. Maka pembahasannya tidak termasuk dalam materifiqhul ikhtilaf, melainkan dalam materi aqidah, yang biasa saya sebut dan istilahkan denganfiqhul iftiraq(fiqih perpecahan). Dan perselisihan jenis inilah yang melahirkan kelompok-kelompok sempalan dan menyimpang di dalam Islam yang biasa dikenal dengan sebutanfiraq daallah(firqah-firqah sesat) danahlul bida wal ahwaa(ahli bidah aqidah dan mengikut hawa nafsu), seperti Khawarij, Rawafidh (Syiah), Qadariyah (Mutazilah dan Jabriyah), Jahmiyah, Murji-ah, dan lain-lain.
  2. Ikhtilafdalam masalah-masalahfuru(cabang, non prinsip). Inilah perbedaan dan perselisihan yang secara umum termasuk kategoriikhtilafut tanawwu(perbedaan keragaman) yang diterima dan ditolerir, selama tidak berubah menjadi perbedaan dan perselisihan hati. Danikhtilafjenis inilah yang menjadi bahasan utama dalam materifiqhul ikhtilafpada umumnya, dan dalam tulisan ini pada khususnya.

  1. AntaraIkhtilaf(Perbedaan) danTafarruq(Perpecahan)

Setiaptafarruq(perpecahan) merupakanikhtilaf(perbedaan), namun tidak setiapikhtilaf(perbedaan) bisa disebut sebagai bagian daritafarruq(perpecahan). Namun setiapikhtilafbisa dan berpotensi untuk berubah menjaditafarruq atauiftiraqantara lain karena:

  1. Faktor pengaruh hawa nafsu, yang memunculkan misalnyataashub(fanatisme)
  2. Salah persepsi (salah mempersepsikan masalah, misalnya salah mempersepsikan masalahfurusebagai masalahushul).
  3. Tidak menjaga moralitas, akhlaq, adab dan etika dalam berbeda pendapat dan dalam menyikapi para pemilik atau pengikut madzhab dan pendapat lain.

  1. HakekatIkhtilafdalam Masalah-masalahFuru
  2. Ikhtilaf(perbedaan pendapat) yang dimaksud adalah :perbedaan pendapat yang terjadi di antara para imam mujtahid dan ulamamutabar(yang diakui) dalam masalah-masalahfuruyang merupakan hasil dan sekaligus konsekuensi dari proses ijtihad yang mereka lakukan. Sehingga perlu ditegaskan di sini bahwa, yang dimaksudkan dengan ikhtilaf yang ditolerir itu bukanlah setiap fenomena perbedaan dan perselisihan atau kontroversi dalam bidang agama yang secara riil terjadi di antara kelompok-kelompok dan golongan-golongan umat di masyarakat saat ini misalnya. Karena faktanya, sudah banyak sekali bentuk dan materi perselisihan di tengah-tengah masyarakat muslim saat ini, bahkan yang melibatkan sebagian kalangan yang dikenal ulama sekalipun, yang sudah termasuk kategori masalahushuldan bukan masalah furu lagi.
  3. Fenomena perbedaan pendapat dalam masalah-masalahfuru(ijtihadiyah) adalah fenomena yang normal, wajar dan alami, karena dua hal (minimal):

1) Tabiat banyak teks dalil syari (baik sebagian teks ayat Al-Quran, maupun khususnya teks Al-Hadits) yang memang dariawalnyatelah berpotensi untuk diperdebatkan dan diperselisihkan.

2) Tabiat akal manusia yang beragam daya pikirnya dan bertingkat-tingkat kemampuan pemahamannya. Maka hitungan matematikanya adalah:Teks dalil yang multi interpretasi + Akal yang berbeda-beda = Perbedaan dan perselisihan.

  1. Fenomena perbedaan pendapat dalam masalah-masalahfuru(ijtihadiyah) adalah fenomena klasik yang sudah terjadi sejak generasi salaf, dan merupakan realita yang diakui, diterima dan tidak mungkin ditolak atau dihilangkan sampai kapanpun, karena memang sebab-sebab yang melatarbelakanginya akan tetap selalu ada, dan bahkan semakin bertambah banyak.
  2. Tujuan Mengetahui Sebab Terjadinya Ikhtilaf

Sebab-sebab terjadinya perbedaan pendapat para imam mazhab dan para ulama fiqih, sangat penting untuk membantu kita, agar keluar dari taklid buta, karena kita akan mengetahui dalil-dalil yang mereka pergunakan sertajalan pemikiran mereka dalam penetapan hokum suatu masalah. Sehingga dengan demikian akan terbuka kemungkinan untuk memperdalam studi tentang hal yang diperselisihkan, meneliti system dan cara yang lebih baik serta tepat dalam mengistinbathkan suatu hukum, juga dapat mengembangkan kemampuan dalam hukum fikih.

  1. Sebab Sebab TerjadinyaIkhtilaf

Dapat disimpulkan dan dikelompokkan kedalam empat sebab utama:

  1. Perbedaan pendapat tentang valid tidaknya suatu teks dalil syari tertentu sebagai hujjah (tentu saja ini tertuju kepada teks hadits, yang memang ada yang shahih dan ada yang dhaif, dan tidak tertuju kepada teks ayat Al-Quran, karena seluruh ayat Al-Quran disepakati valid, shahih dan bahkan mutawatir).
  2. Perbedaan pendapat dalam menginterpretasikan teks dalil syari tertentu. Jadi meskipun suatu dalil telah disepakati keshahihannya, namun potensi perbedaan dan perselisihan tetap saja terbuka lebar. Dan hal itu disebabkan karena adanya perbedaan dan perselisihan para ulama dalam memahami, menafsirkan dan menginterpretasikannya, juga dalam melakukan pemaduan atau pentarjihan antara dalil tersebut dan dalil-dalil lain yang terkait.
  3. Perbedaan pendapat tentang beberapa kaidahushul fiqhdan beberapa dalil (sumber) hukum syari (dalam masalah-masalah yang tidak adanash-nya) yang memang diperselisihkan di antara para ulama, sepertiqiyas, istihsan, mashalih mursalah, urf, saddudz-dzara-i, syaru man qablana, dan lain-lain.
  4. Perbedaan pendapat yang dilatar belakangi oleh perubahan realita kehidupan, situasi, kondisi, tempat, masyarakat, dan semacamnya. Oleh karenanya, di kalangan para ulama dikenal ungkapan bahwa, suatu fatwa tentang hukum syari tertentu bisa saja berubah karena berubahnya faktor zaman, tempat dan faktor manusia (masyarakat). Dan sebagai contoh misalnya, dalam beberapa masalah di madzhab Imam Asy-Syafiirahimahullahdikenal terdapatqaul qadiim(pendapat lama, yakni saat beliau tinggal di Baghdad Iraq) danqaul jadiid(pendapat baru , yakni setelah beliau tinggal di Kairo Mesir). Begitu pula dalam madzhab Imam Ahmadrahimahullah, dikenal banyak sekali riwayat-riwayat yang berbeda-beda dari beliau tentang hukum masalah-masalah tertentu.

Salah satu penyebab perbedaan pendapat atau ikhtilaf adalah diakibatkan oleh Perbedaan dalam memahami ayat al-Quran.Al-Quran merupakan pegangan pertama semua Imam Mazhab dan ulama. Hanya saja mereka seringkali berbeda dalam memahaminya, disebabkan:

  1. Ada sebagian lafaz al-Quran yang mengandung lebih dari satu arti (musytarak).

Contoh lafaz quru dalam QS 2: 228. Dimana quru bisa berarti suci bisa juga berarti haidh. Bahkan sebelum ayat tersebut diturunkan, kata Quru telah dikenal oleh bangsa Arab bahwa ia memiliki dua arti; masa suci dan masa haid.

  1. Perbedaan memandang lafaz am khas, mujmal-mubayyan, mutlak-muqayyad, dan nasikh-mansukh.

Lafaz al-Quran adakalanya mengandung makna umum (am) sehingga membutuhkan ayat atau hadis untuk mengkhususkan maknanya. Kadang kala tak ditemui qarinah (atau petunjuk) untuk mengkhususkannya, bahkan ditemui (misalnya setelah melacak asbabun nuzulnya) bahwa lafaz itu memang am tapi ternyata yang dimaksud adalah khusus (lafzh am yuradu bihi al-khushush). Boleh jadi sebaliknya, lafaznya umum tapi yang dimaksud adalah khusus (lafzh khas yuradu bihi al-umum). Contoh yang pertama, Qs at-Taubah ayat 103 terdapat kata amwal (harta) akan tetapi tidak semua harta terkena kewajiban zakat (makna umum harta telah dikhususkan kedalam beberapa jenis harta saja). Contoh yang kedua, dalam QS al-Isra: 23 disebutkan larangan untuk mengucapkan ah pada kedua orangtua. Kekhususan untuk mengucapkan ah itu diumumkan bahwa perbuatan lain yang juga menyakiti orang tua termasuk ke dalam larangan ini (misalnya memukul, dan sebagainya).

Dan persoalannya, dalam kasus lain para ulama berbeda memandang satu ayat sebagai berikut:

lafaz umum dan memang maksudnya untuk umum, atau

lafaz umum tetapi maksudnya untuk khusus; dan

lafaz khusus dan memang maksudnya khusus; atau

lafaz khusus tetapi maksudnya umum.

Begitu juga perbedaan soal mujmal-mubayyan, mutlak-muqayyad, nasikh-mansukh, para ulama memiliki kaidah yang mereka ambil dalam rangka untuk memahaminya (saya khawatir pembahasan ini malah menjadi sangat tekhnis, karena itu untuk jelasnya silahkan merujuk ke buku-buku ushul al-fiqh).

  1. Beberapa Cara MenyikapiIkhtilaf
  2. Membekali diri dan mendasari sikap sebaik-baiknya dengan ilmu, iman, amal dan akhlaq secara proporsional. Karena tanpa pemaduan itu semua, akan sangat sulit sekali bagi seseorang untuk bisa menyikapi setiap masalah dengan benar, tepat dan proporsional, apalagi jika itu masalah ikhtilaf atau khilafiyah.
  3. Memfokuskan dan lebih memprioritaskan perhatian dan kepedulian terhadap masalah-masalah besar ummat, daripada perhatian terhadap masalah-masalah kecil seperti masalah-masalah khilafiyah misalnya. Karena tanpa sikap dasar seperti itu, biasanya seseorang akan cenderungghuluw(berlebih-lebihan) dantatharruf(ekstrem) dalam menyikapi setiap masalah khilafiyah yang ada.
  4. Memahamiikhtilafdengan benar, mengakui dan menerimanya sebagai bagian dari rahmat Allah bagi umat. Dan ini adalah salah satu bagian dariittibaaus-salaf(mengikuti ulama salaf), karena memang begitulah sikap mereka, yang kemudian diikuti dan dilanjutkan oleh para ulamaahlus-sunnah wal-jamaahsepanjang sejarah.
  5. Memadukan dalam mewarisiikhtilafpara ulama terdahulu dengan sekaligus mewarisi etika dan sikap mereka dalam ber-ikhtilaf. Sehingga dengan begitu kita bisa memiliki sikap yangtawazun(proporsional).
  6. Mengikuti pendapat (ittiba) ulama dengan mengetahui dalilnya, atau memilih pendapat yangrajih(kuat) setelah mengkaji dan membandingkan berdasarkan metodologi (manhaj) ilmiah yang diakui.
  7. Sementara itu terhadap orang lain atau dalam hal-hal yang terkait dengan kemaslahatan umum, sangat diutamakan setiap kita memilih sikap melonggarkan dan bertoleransi (tausiah &tasamuh). Atau dengan kata lain, jika kaidah dan sikap dasar dalam masalah-masalah khilafiyah yang bersifat personal individual, adalah melaksanakan yangrajihmenurut pilihan masing-masing kita. Maka kaidah dan sikap dasar dalam masalah-masalah khilafiyah yang bersifat kebersamaan, kemasyarakatan, kejamaahan dan keummatan, adalah dengan mengedepankan sikap toleransi dan kompromi, termasuk sampai pada tahap kesiapan untuk mengikuti dan melaksanakan pendapat atau madzhab lain yangmarjuh(yang lemah) sekalipun menurut kita.
  8. Menjadikan masalah-masalahushul(prinsip) yang disepakati (masalah-masalah ijma) dan bukan masalah-masalahfuru ijtihadiyah(masalah-masalah khilafiyah) sebagai standar dan parameter komitmen dan ke-istiqamahan seorang muslim.
  9. Hikmah Adanya Ikhtilaf

Ikhtilaf yang mengikuti ketentuan-ketentuan akan memberikan manfaat, jika didasarkan pada beberapa hal berikut yaitu :

  1. Niatnya jujur dan menyadari akan tanggung jawab bersama. Ini bisa dijadikan salah satu dalil dari sekian banyak model dalil.
  2. Ikhtilaf itu digunakan untuk mengasah otak dan untuk memperluas cakrawala berpikir.
  3. Memberikan kesempatan berbicara kepada lawan bicara atau pihak lain yang berbeda pendapat dan bermuamalah dengan manusia lainnya yang menyangkut kehidupan diseputar mereka.
  4. Pelajaran dan Teladan dari Ulama Salaf
  5. Al-Imam Yahya bin Said Al Ansharirahimahullahberkata : Para ulama adalah orang-orang yang memiliki kelapangan dada dan keleluasaan sikap, dimana para mufti selalu saja berbeda pendapat, sehingga (dalam masalah tertentu) ada yang menghalalkan dan ada yang mengharamkan. Namuntoh mereka tidak saling mencela satu sama lain. (Tadzkiratul Huffadz: 1/139 danJami Bayan al-Ilmi wa Fadhlih393).
  6. Al-Imam Yunus bin Abdul Ala Ash-Shadafirahimahullah(salah seorang murid/sahabat Al-Imam Asy-Syafiirahimahullah) berkata : Aku tidak mendapati orang yang lebih berakal (lebih cerdas) daripada Asy Syafii. Suatu hari pernah aku berdiskusi (berdebat) dengan beliau, lalu kami berpisah. Setelah itu beliau menemuiku dan menggandeng tanganku seraya berkata : Hai Abu Musa! Tidakkah sepatutnya kita tetap bersaudara, meskipun kita tidak sependapat dalam satu masalah pun ? (tentu diantara masalah-masalahijtihadiyah) (Siyaru Alam An-Nubala: 10/16-17).
  7. Ulama salaf (salah satunya adalah Al-Imam Asy-Syafiirahimahullah) berkata, Pendapatku, menurutku, adalah benar, tetapi ada kemungkinan salah. Dan pendapat orang lain, menurutku, adalah salah, namun ada kemungkinan benar.
  8. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyahrahimahullahberkata : Seandainya setiap kali dua orang muslim yang berbeda pendapat dalam suatu masalah itu saling menjauhi dan memusuhi, niscaya tidak akan tersisa sedikitpun ikatan ukhuwah diantara kaum muslimin (Majmu Al-Fatawa: 24/173).
  9. Al-Imam Sufyan Ats-Tsaurirahimahullahberkata, Dalam masalah-masalah yang diperselisihkan diantara para ulama fiqih, aku tidak pernah melarang seorang pun diantara saudara-saudaraku untuk mengambil salah satu pendapat yang ada (Al-Faqih wal Mutafaqqih: 2/69).
  10. Penutup

Demikianlah pelajaran dan teladan dari ulama salaf yang teramat berharga bagi umat islam, mudah-mudahan perbedaan pendapat (ikhtilaf) para ulama tersebut tidak menjadikan alat atau penyebab perpecahan dan permusuhan diantara umat islam, namun sebaliknya semoga ikhtilaf menjadikan bertambah luasnya khazanah keilmuan yang bermanfaat bagi kehidupan umat islam khususnya dan manusia pada umumnya.