Khalifah Dinasti Abbasiyah yang dikenal sebagai pembaharu ilmu pengetahuan adalah

Khalifah Dinasti Abbasiyah yang dikenal sebagai pembaharu ilmu pengetahuan adalah

Daulah Bani Abbasiyah yang merupakan satu diantara dinasti terbesar dalam sejarah peradaban Islam telah memberikan banyak sumbangan bagi kesejahteraan umat Islam. Selama kurang lebih 550 tahun berkuasa, dinasti ini diperintah oleh 37 khalifah. Adapun khalifah Bani Abbasiyah yang dikenal sebagai pembaharu ilmu pengetahuan adalah?

  1. Abu Ja’far al-Mansyur
  2. AI-Mutawakkil ‘Alallah
  3. Abdullah al-Makmun
  4. Harun ar-Rasyid
  5. Semua jawaban benar

Jawaban: C. Abdullah al-Makmun.

Dilansir dari Ensiklopedia, daulah bani abbasiyah yang merupakan satu diantara dinasti terbesar dalam sejarah peradaban islam telah memberikan banyak sumbangan bagi kesejahteraan umat islam. selama kurang lebih 550 tahun berkuasa, dinasti ini diperintah oleh 37 khalifah. adapun khalifah bani abbasiyah yang dikenal sebagai pembaharu ilmu pengetahuan adalah abdullah al-makmun.

Khalifah Dinasti Abbasiyah yang dikenal sebagai pembaharu ilmu pengetahuan adalah

Sebagaimana ayahnya yakni Harun Ar-Rasyid, khalifah Al-Makmun sangat menaruh perhatian besar terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, maka tidak heran dimasa ia menjabat sebagai khalifah Dinasti Abbasiyah terjadi pencapaian masa kejayaan dan kegemilangan peradaban Islam diberbagai bidang disiplin ilmu pengetahuan dan banyak melahirkan ilmuwan yang ahli dibidangnya masing-masing. 


Pada tahun 802 Masehi, Harun Ar-Rasyid, ayah dari Al-Makmun dan Al-Amin memerintahkan Al-Amin untuk menggantikannya dan al-Makmun menjadi gubernur di khurasan dan sebagai khalifah setelah al Amin. Dilaporkan bahwa Al Makmun lebih tua dari dua saudaranya, tetapi ibunya berasal dari Persia, sedangkan ibu Al Amin merupakan anggota keluarga Abbasiyah. 

Berikut pembahasan tentang Abdullah Al-Makmun Khalifah Abbasiyah pembaharu ilmu pengetahuan, selengkapnya.

Setelah meninggalnya Harun Ar-Rasyid pada tahun 809 Masehi, hubungan antara dua saudara tersebut memburuk. Sebagai balasan atas gerakan Al-Makmun di luar kekhalifahan, Al-Amin mengangkat anaknya sendiri, yaitu Musa, sebagai penggantinya. 

Hal ini merupakan pelanggaran terhadap wasiat Ar-Rasyid, yang mengakibatkan terjadinya perang saudara di mana Al-Makmun merekrut pasukan Khurasani yang dipimpin oleh Tahir bin Husain (meninggal 822), mengalahkan pasukan Al Amin dan mengepung Baghdad. Pada 813 Masehi, Al Amin dipenggal dan Al Makmun menjadi khalifah.

Biografi Khalifah Al-Makmun

Abdullah ibnu Harun Ar Rasyid, lebih dikenal dengan panggilan Al Makmun, dilahirkan pada tanggal 15 Rabi’ul Awal 170 Hijriyah/ 786 Masehi, bertepatan dengan wafat kakeknya Musa Al Hadi dan pengangkatan ayahnya, Harun Ar Rasyid. Ibunya, bekas seorang budak yang dinikahi ayahnya bernama Murajil dan meninggal setelah melahirkannya. 

Al Makmun anak yang jenius. Sebelum usia 5 tahun dididik agama dan membaca Al-Qur’an oleh dua orang ahli yang terkenal bernama Kasai Nahvi dan Yazidi. Untuk mendalami Hadits, Al Makmun dan Al Amin dikirim ayahnya, Harun Ar Rasyid kepada Imam Malik di Madinah. 

Al Makmun dan saudaranya belajar kitab Al Muwattha karangan Imam Malik. Dalam waktu yang sangat singkat, Al Makmun telah menguasai Ilmu-ilmu kesusateraan, tata Negara, hukum, hadits, falsafah, astronomi, dan berbagai ilmu pengetahuaan lainnya. Ia juga hafal Al-Qur’an dan ahli juga menafsirkannya. 

Setelah ayah mereka, khalifah Harun Ar Rasyid meninggal, jabatan kekhalifahan sebagaimana wasiat dari Harun Ar Rasyid diserahkan kepada saudaranya dan Al Makmun mendapatkan jabatan sebagai gubernur di daerah Khurasan. Setelah Al Amin meninggal, Al Makmun menggantikannya menjadi Khalifah. 

Sebagaimana ayahnya, Khalifah Harun Ar-Rasyid, Al-Makmun adalah Khalifah Dinasti Bani Abbasiyyah yang besar dan menonjol. Ia memiliki sifat-sifat yang agung, diantara sifat-sifat yang menonjol dari diri Al-Makmun, diantaranya : Tekadnya kuat, penuh kesabaran, menguasai berbagai keilmuan, penuh ide, cerdik, berwibawa, berani dan toleran.

Berikut adalah beberapa pencapaian kejayaan dan gemilangan peradaban Islam yang pernah diraih Al-Makmun selama menjabat sebagai khalifah dimasa pemerintahannya, diantaranya:

1. Kemajuan Dibidang Pertanian dan Perdagangan

Dengan keamanan terjamin, kegiatan pertanian berkembang dengan pesat. Pertanian dikembangkan dengan luas. Buah-buahan dan bunga-bungaan dari Parsi makin meningkat dan terjamin mutunya. Anggur dari Shiraz, Yed dan Isfahan telah menjadi komoditi penting dalam perdagangan diseluruh Asia. 

Tempat-tempat pemberhentian kafilah dagang menjadi ramai dengan kafilah-kafilah yang datang dan memencar ke berbagai penjuru. Lalu lintas dagang dengan Tiongkok melalui dataran tinggi Pamir atau yang disebut dengan Jalan Sutera (Silk Road), dan Jalur Laut (Sea Routes) dari teluk Parsi menuju bandar-bandar lainya sangat ramai. 


2. Kemajuan Dibidang Pendidikan

Al Makmun memiliki perhatian besar terhadap pengembangan ilmu pengetahuan sebagaimana yang dimulai oleh Khalifah Al Mansur, dilanjutkan Khalifah Harun Ar Rasyid, semakin mendapat puncaknya oleh Al Makmun. Ia mendorong dan menyediakan dana besar untuk melakukan gerakan penerjemahan karya-karya kuno dari Yunani dan Syria ke dalam bahasa Arab, seperti ilmu kedokteran, astronomi, matematika dan filsafat.

Para penerjemah yang termasyhur adalah Yahya bin Abi Manshur, Qusta bin Luqa, Sabian bin Tsabit bin Qura, dan Hunain bin Ishaq yang digelari Abu Zaid Al-Ibadi. Selain itu, Hunain bin Ishak, ilmuwan Nasrani menerjemahkan buku-buku Plato dan Aristoteles atas permintaan Al Makmun. 

Al Makmun juga mengirim utusan kepada Raja Roma, Leo Armenia, untuk mendapatkan karya-karya ilmiah Yunani Kuno yang kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Arab. Al Makmun mengembangkan perpustakaan Bait Al Hikmah yang didirikan sang ayah, Khalifah Harun Ar Rasyid, menjadi pusat ilmu pengetahuan, yang berhasil melahirkan sederet ilmuwan Muslim yang melegenda. 

Selanjutnya dibangun Majlis Munazharah, sebagai pusat kajian agama. Pada masanya muncul ahli Hadis termasyhur, Imam Bukhori dan sejarawan terkenal, al-Waqidi. Perluasan Daerah Islam dan penertiban Administrasi Negara Di era kekhalifahan Al Makmun, Dinasti Abbasiyah menjelma menjadi negara adikusa yang sangat disegani. 

Wilayah kekuasaan dunia Islam terbentang luas mulai dari Pantai Atlantik di Barat hingga Tembok Besar Cina di Timur. Dalam mengembangkan wilayah kekuasaan di zaman Al Makmun, ada beberapa peristiwa besar yang dicapai, diantaranya penaklukan Pulau Kreta (208 Hijriyah / 823 Masehi), dan juga penaklukan Pulau Sicily (212 Hijriyah / 827 Masehi). 

Kemudian pada tahun 829 Masehi, wilayah Islam mendapat serangan dari Imperium Bizantium (Romawi). Di penghujung tahun 214 Hijriyah / 829 Masehi, dengan pasukan yang besar menyerang kekuasaan imperium Bizantium, pada tahun 832 Masehi  berhasil menduduki wilayah Kilikia dan Lidia. 

Tetapi belum seluruhnya menaklukkan Bizantium Al-Makmun keburu meninggal pada tahun 218 Hijriyah / 833 Masehi dan perjuangan selanjutnya dilanjutkan oleh saudaranya, yaitu Al Mu’tashim. 

Itulah Abdullah Al-Makmun, khalifah Abbasiyah pembaharu ilmu pengetahuan. Semoga ada hikmah dan pelajaran untuk generasi masa kini dan yang akan datang. Wallaahu A'lam

NET

Ilustrasi

Red: cr01

REPUBLIKA.CO.ID, Abdullah Al-Makmun bin Harun Ar-Rasyid (813-833 M) mulai memerintah Bani Abbasiyah pada 198-218 H/813-833 M. Ia adalah khalifah ketujuh Bani Abbasiyah yang melanjutkan kepemimpinan saudaranya, Al-Amin.Untuk mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan saat itu, Khalifah Al-Makmun memperluas Baitul Hikmah (Darul Hikmah) yang didirikan ayahnya, Harun Ar-Rasyid, sebagai Akademi Ilmu Pengetahuan pertama di dunia. Baitul Hikmah diperluas menjadi lembaga perguruan tinggi, perpustakaan, dan tempat penelitian. Lembaga ini memiliki ribuan buku ilmu pengetahuan.

Lembaga lain yang didirikan pada masa Al-Makmun adalah Majalis Al-Munazharah sebagai lembaga pengkajian keagamaan yang diselenggarakan di rumah-rumah, masjid-masjid, dan istana khalifah. Lembaga ini menjadi tanda kekuatan penuh kebangkitan Timur, di mana Baghdad mulai menjadi pusat kebudayaan ilmu pengetahuan dan puncak keemasan Islam.

Sayangnya, pemerintahan Al-Makmun sedikit tercemar lantaran ia melibatkan diri sepenuhnya dalam pemikiran-pemikiran teologi liberal, yaitu Muktazilah. Akibatnya, paham ini mendapat tempat dan berkembang cukup pesat di kalangan masyarakat.Kemauan Al-Makmun dalam mengembangkan ilmu pengetahuan tidak mengenal lelah. Ia ingin menunjukkan kemauan yang tinggi terhadap ilmu pengetahuan dan filsafat tradisi Yunani. Ia menyediakan biaya dan dorongan yang kuat untuk mencapai kemajuan besar di bidang ilmu. Salah satunya adalah gerakan penerjemahan karya-karya kuno dari Yunani dan Syria ke dalam bahasa Arab, seperti ilmu kedokteran, astronomi, matematika, dan filsafat alam secara umum.Ahli-ahli penerjemah yang diberi tugas Khalifah Al-Makmun diberi imbalan yang layak. Para penerjemah tersebut antara lain Yahya bin Abi Manshur, Qusta bin Luqa, Sabian bin Tsabit bin Qura, dan Hunain bin Ishaq yang digelari Abu Zaid Al-Ibadi. Hunain bin Ishaq adalah ilmuwan Nasrani yang mendapat kehormatan dari Al-Makmun untuk menerjemahkan buku-buku Plato dan Aristoteles. Al-Makmun juga pernah mengirim utusan kepada Raja Roma, Leo Armenia, untuk mendapatkan karya-karya ilmiah Yunani Kuno yang kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Arab.Selain para pakar ilmu pengetahuan dan politik, pada Khalifah Al-Makmun muncul pula sarjana Muslim di bidang musik, yaitu Al-Kindi. Khalifah Al-Makmun menjadikan Baghdad sebagai kota metropolis dunia Islam sekaligus pusat ilmu pengetahuan, pusat kebudayaan, peradaban Islam, dan pusat perdagangan terbesar di dunia selama berabad-abad lamanya.Namun demikian, selain pemikiran Muktazilah, Khalifah Al-Makmun juga tercemari oleh paham yang menganggap Al-Qur'an itu makhluk. Paham ini melekat dan menjadi prinsip pemerintah. Orang yang tidak setuju dengan pendapat ini akan dihukum. Inilah yang menimpa beberapa ulama yang istiqamah seperti Imam Ahmad bin Hanbal, Sajjadat, Al-Qawariri, dan Muhammad Nuh.Namun belakangan Imam Sajjadat dan Al-Qawariri mengakui juga Al-Qur'an sebagai makhluk. Ketika ditelusuri, keduanya mengaku karena terpaksa. Mereka berpendapat, dalam agama, kondisi terpaksa membolehkan seseorang untuk mengatakan sesuatu yang bertentangan dengan keimanannya. Kendati demikian, Imam Ahmad dan Muhammad Nuh tetap tidak mau mengakui bahwa Al-Qur'an itu makhluk. Sejarah mencatat ungkapan Imam Ahmad kala itu, "Saya tidak mau pengakuan saya menjadi dalil orang-orang setelahku." Ia juga pernah diminta oleh pamannya, Ishaq bin Hanbal untuk melakukan taqiyyah (pura-pura), namun Imam Ahmad tidak mau.Kedua tokoh itu segera dikirim kepada Khalifah Al-Makmun yang sedang berada di medan pertempuran di Asia Kecil. Dalam perjalanan dan ketika tiba di benteng Rakka, mereka mendapat kabar bahwa sang Khalifah wafat. Jenazahnya dibawa ke Tarsus dan dimakamkan di tempat itu.Gubernur benteng Rakka segera mengembalikan Imam Ahmad dan Muhammad Nuh ke Baghdad. Dalam perjalanan, Muhammad Nuh sakit lalu meninggal dunia. Sedangkan Imam Ahmad dibawa ke Baghdad.

sumber : Sejarah Para Khalifah karya Hepi Andi Bastoni

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...