Kenapa urutan sila sila dari Pancasila tidak bisa dipindah pindahkan jelaskan alasannya?

POLEWALI MANDAR - Gubernur Sulawesi Barat, Ali Baal Masdar mengakui telah salah melafalkan urutan teks Pancasila saat dirinya menjadi inspektur upacara dalam peringatan Hari Pahlawan di Mamuju, Sulawesi Barat, 10 November 2017 lalu. Terkait itu, Ali mempertanyakan tentang kemungkinan diubahnya urutan Pancasila sesuai dengan keinginannya.

Pertanyaan tersebut dilontarkan Ali kepada aktivis Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) beberapa waktu lalu. "Bisakah sila pertama pancasila didekatkan dengan sila kelima Pancasila? Itu masalahnya, ungkap Ali di depan peserta dialog kebangsaan PMII.

Menurut Ali, kesalahan yang ia lakukan dalam upacara peringatan Hari Pahlawan kala itu disebabkan oleh dirinya yang terobsesi untuk mendekatkan nilai yang terkandung dalam sila pertama dengan nilai dari sila kelima di dalam urutan Pancasila.

(BACA JUGA: Gubernur Sulawesi Barat Salah Baca Pancasila)

Ali berpendapat, nilai dalam sila pertama bejarak terlalu jauh dengan nilai yang terkandung dalam sila kelima. Hal itu, menurut pendapatnya, menjadi penyebab dari berbagai persoalan bangsa, seperti radikalisme, terorisme dan berbagai persoalan yang mengancam keberlangsungan kehidupan berbangsa dan bernegara.

Saya salah ucap, sila kedua di bawah sila kelima, kenapa? Karena saya selalu berpikir radikalisme, terorisme, komunisme, aksi demo, dan persoalan lainnya karena masih terlalu jauh antara sila pertama dengan sila kelima Pancasila, kata Ali.

Menjawab Pertanyaan Ali

Terkait pertanyaan yang dilontarkan Ali, Sekretaris Lembaga Kajian Konstitusi Indonesia (LKKI), Mochamad Isnaeni Ramdhan menyebut hal tersebut tak masuk akal. Menurutnya, nilai-nilai dalam Pancasila telah disusun secara sistematis, dimana setiap poin berkaitan dengan poin-poin lainnya.

"Jadi kalau urutan yang diubah itu tidak boleh. Karena masing-masing sila itu sudah disusun secara sistematis. Sila pertama itu, Ketuhanan yang Maha Esa merupakan sumber pembentuk sila kedua. Sila kedua itu pembentuk sila ketiga, dan seterusnya," terang Isnaeni kepada Okezone, Kamis (16/11/2017).

Rumusan Pancasila, dijelaskan Isnaeni telah tercantum pada Pembukaan Undang-undang Dasar (UUD) Tahun 1945. Hal tersebut, dikatakan Isnaeni telah diikat oleh sebuah dasar hukum yang juga kuat, yakni Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 150 Tahun 1959 --atau dikenal dengan Dekrit Presiden 5 Juli 59.

"Jadi rumusan Pancasila yang benar itu ada pada Pembukaan UUD '45. Dasar hukumnya itu keputusan presiden 5 Juli 1959. Dekrit Presiden 5 Juli 1959 itu Keppres 150 tahun 59 tentang Dekrit itu merupakan rumusan yuridis formil Pancasila, termasuk urutan-urutannya. Dan itu tidak dapat diubah," jelas Isaeni.

Sejatinya, UUD '45 tak menyebut Pancasila secara eksplisit, namun pada alinea keempat, dituliskan nilai-nilai Pancasila yang dijabarkan secara berurutan, mulai dari nilai dalam sila pertama hingga nilai dalam sila kelima. Berikut bunyi alinea keempat UUD '45:

"Kemudian daripada itu, untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwa-kilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia."

Untuk itu, Isnaeni menegaskan bahwa selain telah dirumuskan sedemikian rupa dengan keterkaitan kuat antara setiap nilai yang terkandung dalam poin-poin Pancasila, ketetapan urutan dalam Pancasila telah memiliki dasar hukum yang kuat.

"Secara konstitusional itu tidak bisa diubah. Rumusan susunan Pancasila seperti itu. Itu kan sudah dituang dalam UUD 1945, pada alinea keempat," kata Isnaeni.

Lebih lanjut, Isnaeni meminta kepada segala pihak untuk tidak melakukan penafsiran tunggal terhadap Pancasila. Pancasila, dikatakan Isnaeni adalah milik segenap bangsa, bukan milik sebagian golongan, apalagi orang per orang.

"Urutan Pancasila sudah disusun secara sistematis dan saling terkait. Tidak dapat dinyatakan terlalu jauh atau terlalu dekat," ucap Isnaeni.

"Jadi, memang tidak boleh ada penafsiran tunggal terhadap Pancasila. Tidak boleh merasa Pancasila itu milik dia. Pancasila itu milik seluruh komponen bangsa," tambahnya.

(ydp)

(amr)