Kenapa ki disebut self indicator

Usia remaja selalu menyimpan banyak cerita. Pada masa ini individu seolah memiliki banyak problema yang rumit, masif, dan bergejolak. Masa transisi dari masa kanak-kanak menuju dewasa ini terkadang dapat dilalui dengan penuh makna dan tanpa hambatan. Namun tak sedikit pula yang melaluinya dengan penuh badai dan stress. Demi menemukan jati diri sebagai bekal kedewasaan, remaja seringkali terjebak dalam perilaku berlabel coba-coba.

Narkoba menjadi salah satu objek percobaan remaja dalam perjalanan mencari jati diri. Berdasarkan data dalam Indonesia Drugs Report 2020, diketahui bahwa usia pertama kali seseorang menggunakan narkoba adalah 17 – 19 tahun. Rentang usia ini merupakan usia remaja.  Mereka juga pertama kali ditawari narkoba oleh teman dan selalu mendapatkan narkoba dari teman. Narkoba dianggap sebagai alat interaksi sosial agar bisa diterima oleh teman sebaya atau perwujudan dari penentangan terhadap orang tua dalam rangka pencarian jati diri supaya dianggap dewasa.

Keberadaan teman sebaya sangat mempengaruhi perkembangan remaja. Jika remaja tak memiliki kendali diri yang kuat, maka akan sangat rentan dipengaruhi untuk melakukan hal negatif seperti penyalahgunaan narkoba. Kendali diri ini dapat disebut juga sebagai regulasi diri (self regulation). Beberapa penelitian telah mengungkap bahwa self regulation terkait dengan perilaku penyalahgunaan. Bahkan suatu penelitian menyimpulkan bahwa kemampuan self regulation pecandu narkoba lebih rendah dibandingkan dengan yang bebas dari ketergantungan narkoba.

Apa itu Self Regulation ?

Self regulation dapat diartikan sebagai kemampuan individu dalam mengelola pikiran, perasaan, dorongan, dan keinginan untuk mencapai tujuan tertentu di masa yang akan datang. Singkatnya self regulation adalah kemampuan mengontrol diri sendiri.  Adanya self regulation sangat membantu individu dalam mencapai tujuan dengan cara-cara yang terkendali dan juga diterima masyarakat umum. Individu yang memiliki self regulation yang tinggi mampu mengontrol tindakannya yang sesuai dengan norma masyarakat demi tercapainya tujuan.

Kemampuan ini termasuk dapat mengelola emosi saat sedang merasa stress, frustasi, bahagia, marah, bahkan malu. Orang yang memiliki self regulation juga dapat tetap tenang saat menghadapi situasi yang sangat menggembirakan atau menjengkelkan, fokus dalam menjalankan tugas atau dapat kembali fokus saat diberikan tugas baru, mengendalikan impuls, serta mengendalikan perilaku yang dapat diterima masayarakat. Kemampuan self regulation inilah yang membuat individu untuk melakukan sesuatu yang kadang berlawanan dengan yang dirasakannya.

Indikator self regulation dalam ketahanan diri remaja terhadap pengaruh narkoba adalah mampu mengontrol impuls dan emosi, mengontrol pengaruh lingkungan terhadap diri, menyadari pemikirannya sendiri, menyadari dan menggunakan sumber-sumber yang diperlukan, dan merasa memiliki kewajiban menyelesaikan tugas sekolah. Jika indikator ini terpenuhi dan ada dalam diri tiap remaja, maka dapat dikatakan remaja tersebut memiliki self regulation yang baik.

Apa manfaat Self Regulation ?

Self regulation dapat memberikan manfaat bagi diri anak dan remaja di antaranya adalah :

  • Dapat membantu anka dan remaja dalam belajar atau menyelesaikan tugas-tugas sekolah. Self regulation akan membuat mereka dapat duduk diam di kelas dan menyimak pelajaran.
  • Anak dan remaja akan berperilaku baik yang sesuai dengan norma sosial dan dapat diterima masyarakat. Self regulation membuat mereka mampu mengontrol impuls.
  • Mendapatkan teman karena self regulation menjadikan anak mau secara bergantian bermain dan membangun percakapan, berbagi permainan dan mengekspresikan emosi dengan cara yang dapat diterima lingkungannya.
  • Remaja dapat menjadi lebih mandiri. Self regulation menjadikan remaja mampu bertindak sesuai dengan kondisi lingkungan dan belajar bagaimana berperilaku baik di situasi yang baru tanpa bantuan dari orang tua.

Mulai kapan self regulation dapat ditanamkan pada anak ?

Self regulation mulai dapat ditanamkan pada anak sejak usia dini, bahkan dapat dimulai dari bayi dan terus berkembang sampai menginjak usia dewasa. Self regulation dapat terbentuk dari suatu hubungan keluarga yang hangat dan harmonis. Anak-anak belajar mengendalikan diri mereka dengan cara meniru apa yang dilakukan orang tua atau orang dewasa di sekitar mereka. Sejak masa anak-anak pula, individu dapat belajar tentang konsekuensi atau sebab akibat dari perilaku yang ditampilkannya.

Sebagai contoh, pada saat anak masih bayi, mereka kemungkinan akan mengisap jari mereka untuk mencari kenyamanan atau mengabaikan pengasuhnya jika mereka perlu istirahat atau merasa lelah. Kemudian pada anak balita, mereka dapat bersabar menunggu makanan datang atau diberi mainan. Tetapi mereka masih suka berebut mainan dengan temannya. Dan terkadang balita menjadi tantrum saat mereka tidak mampu membendung emosinya. Lalu saat anak menginjak usia pra sekolah, mereka mulai belajar tentang cara bagaimana bermain dengan teman sebayanya dan memahami apa yang diharapkan orang lain dari mereka, misalnya mereka akan diam saat orang tuanya berbicara di telepon dengan seseorang.

Pada usia sekolah, mereka dapat lebih baik lagi dalam mengontrol keinginan dan kebutuhan mereka. Mereka juga sudah mulai dapat melihat situasi dari sudut pandang orang lain dan kemungkinan dapat memberikan protes kepada temannya tanpa perdebatan atau perkelahian. Lalu saat usia remaja, self regulation makin berkembang ditandai dengan makin baiknya remaja dalam merencanakan dan menyelesaikan tugas-tugas sulit, mampu berperilaku sesuai dengan norma sosial, dan mampu mempertimbangkan dampak perilaku mereka terhadap orang lain.

Bagaimana cara menumbuhkan self regulation ?

Self regulation merupakan keterampilan sehingga dapat dipelajari dan dilatih. Jika kita menginginkan remaja atau anak kita memiliki self regulation yang baik maka kita harus mengajarkan kepadanya bahwa dirinya dapat memiliki kendali pada tiap hal dalam hidupnya. Kendali diri ini yang mampu menentukan akan jadi apa dirinya kelak di masa yang akan datang. Cara yang dapat dilakukan oleh orang tua untuk menumbuhkan self regulation pada anak adalah sebagai berikut :

  • Latih anak untuk mampu memahami dan mengelola emosinya sendiri.
  • Tenangkan anak saat mereka sedang beremosi tinggi atau menghadapi situasi yang tidak nyaman seperti saat berkelahi dengan temannya, marah, frustrasi, kesal, menangis, dan tantrum. Menenangkannya dapat dilakukan dengan cara merangkulnya, memeluknya, atau mendengarkan keluh kesahnya.
  • Peringatkan anak dengan tegas tentang perilaku yang harus dipatuhinya dalam suatu situasi tertentu. Misalnya saat akan berbelanja di toko barang pecah belah, kita bisa mengatakan kepadanya bahwa toko tersebut akan mengalami kerugian jika barang-barangnya banyak yang pecah. Jadi, ia boleh melihat tapi tak boleh menyentuh apapun di dalam toko. Lalu sebelum memasuki toko, kita dapat dengan tegas mengatakan lagi kepadanya, “Ingat, jangan sentuh apapun ya!”.
  • Sering mengajak anak berdiskusi atau melibatkan mereka dalam penyelesaian masalah dan bernegosiasi tentang situasi permasalahan yang rumit. Misalnya berdiskusi tentang pembagian tugas-tugas di rumah saat orang tua sangat sibuk dengan pekerjaan dan mengurus rumah.
  • Membiarkan anak memilih sendiri apa yang harus dilakukannya, pakaian atau tas atau sepatu apa yang mau dikenakannya, agar mereka terbiasa mandiri.
  • Berikan pujian kepada anak ketika mereka telah berhasil meregulasi diri mereka dalam menghadapi situasi yang sulit.
  • Menjadi contoh bagi anak dalam penerapan self regulation.

Demikianlah tentang self regulation dan bagaimana self regulation tersebut dapat ditumbuhkan dalam diri seorang remaja. Pada dasarnya self regulation bukanlah suatu bakat bawaan tetapi suatu kemampuan dan keterampilan yang dapat dilatih. Oleh karena itu, keterlibatan semua pihak yang dekat dengan anak seperti orang tua dan guru sangat diperlukan dalam pengembangan kemampuan self regulation pada remaja. Dengan adanya self regulation yang baik pada diri remaja, maka remaja akan memiliki kontrol diri terhadap perasaan, pikiran, dan perilakunya dalam menghadapi berbagai gejolak permasalahan di masa remaja.

Salah satu permasalahan yang sangat memprihatinkan adalah penyalahgunaan narkoba. Jika remaja tak dilatih sejak dini untuk mengembangkan self regulation, maka dikhawatirkan akan rentan menjadikan narkoba sebagai pelarian atau jalan pintas penyelesaian masalahnya. Jangan biarkan remaja, generasi penerus bangsa kita menjadi generasi yang rapuh, yang terbiasa dengan instan menghadapi permasalahan akibat pengaruh kemudahan teknologi. Latihlah mereka sejak dini agar menjadi generasi tangguh, generasi anti narkoba. (RP)

Ditulis oleh Ratna Puspitasari, S.Psi.

Penyuluh Narkoba Ahli Pertama BNNP Sumsel

Terkait

Disiplin yang baik mencerminkan besarnya rasa tanggung jawab seseorang terhadap tugas – tugas yang diberikan kepadanya. Hal ini mendorong gairah kerja, semangat kerja, dan terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan, dan masyarakat. Seorang manajer dikatakan efektif dalam kepemimpinannya, jika para bawahannya berdisiplin baik. Untuk memelihara dan meningkatkan kedisiplinan yang baik adalah hal yang sulit, karena banyak faktor yang mempengaruhinya. Peraturan sangat diperlukan untuk memberikan bimbingan dan penyuluhan bagi karyawan dalam menciptakan tata tertib yang baik di perusahaan. Dengan tata tertib yang baik, semangat kerja, moral kerja, efisiensi, dan efektivitas kerja karyawan akan meningkat. Hal ini akan mendukung tercapainya tujuan perusahaan, karyawan, dan masyarakat. Jelasnya perusahaan sulit mencapai tujuannya, jika karyawan tidak mematuhi peraturan – peraturan perusahaan tersebut. Kedisiplinan suatu perusahaan dikatakan baik, jika sebagian besar karyawan menaati peraturan – peraturan yang ada (Hasibuan, 2009:198).

Menurut Simamora (2004:234) disiplin adalah prosedur yang mengoreksi atau menghukum bawahan karena melanggar peraturan atau prosedur. Disiplin kerja adalah suatu alat yang digunakan para manajer untukberkomunikasi dengan karyawan agar mereka bersedia untuk mengubah suatu perilaku serta sebagai suatu upaya untuk meningkatkan kesadaran dan kesediaan seseorang menaati semua peraturan perusahaan dan norma-norma sosial yang berlaku.

Disiplin merupakan bentuk pelatihan yang menegakkan peraturan-peraturan perusahaan (Mathis dan Jackson, 2002:314). Disiplin kerja merupakan suatu sikap menghormati, menghargai, patuh, dan taat terhadap peraturanperaturan yang berlaku, baik yang tertulis maupun tidak tertulis serta sanggup menjelaskannya dan tidak mengelak untuk menerima sanksi-sanksinya. Dan menurut Handoko (2001:208) disiplin adalah kegiatan manajemen untuk menjalankan standar-standar organisasi. Ada dua tipe kegiatan pendisiplinan, yaitu preventif dan korektif.

1) Disiplin preventif

Disiplin preventif adalah kegiatan yang dilaksanakan untuk mendorong para karyawan agar mengikuti berbagai standar dan aturan, sehingga penyelewengan-penyelewengan dapat dicegah. Sasaran pokoknya adalah untuk mendorong disiplin diri di antara para karyawan. Dengan cara ini para karyawan menjaga kedisiplinan diri mereka bukan semata-mata karena dipaksa manajemen. Manajeman mempunyai tanggung-jawab untuk menciptakan suatu iklim disiplin preventip di mana berbagai standar diketahui dan dipahami. Di samping itu, manajemen hendaknya menetapkan standar-standar secara positif dan bukan secara negative. Mereka biasanya juga perlu mengetahui alasan-alasan yang melatarbelakangi suatu standar agar mereka dapat memahaminya (Handoko 2001:208).

2) Disiplin korektif

Disiplin Korektif adalah kegiatan yang diambil untuk menangani pelanggaran terhadap aturan-aturan dan mencoba untuk menghindari pelanggaran-pelanggaran lebih lanjut. Kegiatan korektif sering berupa suatu bentuk hukuman dan disebut tindakan pendisiplinan (disciplinary action). Sebagai contoh, tindakan pendisiplinan bias berupa peringatan atau skorsing. Sasaran-sasaran tindakan pendisiplinan hendaknya positip, bersifat mendidik dan mengoreksi, bukan tindakan negatip yang menjatuhkan karyawan yang berbuat salah. Maksud pendisiplinan adalah untuk memperbaiki kegiatan di waktu yang akan datang bukan menghukum kegiatan di masa lalu. Pendekatan negatif yang bersifat menghukum biasanya mempunyai berbagai pengaruh sampingan yang merugikan, seperti hubungan emosional terganggu, absensi meningkat, apati atau kelesuan, dan ketakutan pada penyelia (Handoko 2001:208).

Menurut Moekizat (2002) disiplin dapat timbul karena dua hal yaitu:

  1. Self imposed discipline, disiplin yang berasal dari diri sendiri. Disiplin yang berasal dari diri sesorang pada hakikatnya merupakan suatu tanggapan spontan terhadap pimpinan yang cakap dan merupakan semacam dorongan pada dirinya sendiri atau disebut motivasi.
  2. Command discipline, disiplin yang diperintahkan. Artinya, disiplin yang berasal dari suatu kekuasaan yang diakui dan menggunakan cara-cara “menakutkan” untuk memperoleh pelaksanaan melalui peraturan-peraturan atau budaya yang ada di dalam organisasi tersebut.

Indikator Disiplin Kerja

Salah satu aspek dari kekuatan sumber daya manusia dapat tercermin dalam sikap dan perilaku disiplin, karena disiplin memiliki dampak yang kuat pada suatu organisasi untuk mencapai keberhasilan dalam mengejar tujuan yang direncanakan. Segala macam kebijaksanaan tidak memiliki arti jika tidak didukung oleh administrator. Menurut Rival (2004 :444), disiplin kerja adalah alat yang digunakan oleh para manajer untuk berkomunikasi dengan karyawan sehingga mereka bersedia untuk mengubah perilaku serta upaya untuk meningkatkan kesadaran dan kesediaan seseorang untuk mematuhi semua perusahaan aturan dan norma-norma sosial yang berlaku.

Menurut Mangkunegara dan Octorent (2015) disiplin kerja dapat diukur dengan indikator sebagai berikut: 1) Ketepatan waktu datang ke tempat kerja. 2) Ketepatan jam pulang ke rumah. 3) Kepatuhan terhadap peraturan yang berlaku. 4) Penggunaan seragam kerja yang telah ditentukan. 5) Tanggung jawab dalam mengerjakan tugas.

6) Melaksanakan tugas-tugas kerja sampai selesai setiap harinya.