Selasa, 19 Juni 2012 - Dibaca 49745 kali Pemanfaatan energi matahari sebagai sumber energi alternatif untuk mengatasi krisis energi, khususnya minyak bumi, yang terjadi sejak tahun 1970-an mendapat perhatian yang cukup besar dari banyak negara di dunia. Di samping jumlahnya yang tidak terbatas, pemanfaatannya juga tidak menimbulkan polusi yang dapat merusak lingkungan. Cahaya atau sinar matahari dapat dikonversi menjadi listrik dengan menggunakan teknologi sel surya atau fotovoltaik. Potensi energi surya di Indonesia sangat besar yakni sekitar 4.8 KWh/m2 atau setara dengan 112.000 GWp, namun yang sudah dimanfaatkan baru sekitar 10 MWp. Saat ini pemerintah telah mengeluarkan roadmap pemanfaatan energi surya yang menargetkan kapasitas PLTS terpasang hingga tahun 2025 adalah sebesar 0.87 GW atau sekitar 50 MWp/tahun. Jumlah ini merupakan gambaran potensi pasar yang cukup besar dalam pengembangan energi surya di masa datang. Komponen utama sistem pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) dengan menggunakan teknologi fotovoltaik adalah sel surya. Saat ini terdapat banyak teknologi pembuatan sel surya. Sel surya konvensional yang sudah komersil saat ini menggunakan teknologi wafer silikon kristalin yang proses produksinya cukup kompleks dan mahal. Secara umum, pembuatan sel surya konvensional diawali dengan proses pemurnian silika untuk menghasilkan silika solar grade (ingot), dilanjutkan dengan pemotongan silika menjadi wafer silika. Selanjutnya wafer silika diproses menjadi sel surya, kemudian sel-sel surya disusun membentuk modul surya. Tahap terakhir adalah mengintegrasi modul surya dengan BOS (Balance of System) menjadi sistem PLTS. BOS adalah komponen pendukung yang digunakan dalam sistem PLTS seperti inverter, batere, sistem kontrol, dan lain-lain. Saat ini pengembangan PLTS di Indonesia telah mempunyai basis yang cukup kuat dari aspek kebijakan. Namun pada tahap implementasi, potensi yang ada belum dimanfaatkan secara optimal. Secara teknologi, industri photovoltaic (PV) di Indonesia baru mampu melakukan pada tahap hilir, yaitu memproduksi modul surya dan mengintegrasikannya menjadi PLTS, sementara sel suryanya masih impor. Padahal sel surya adalah komponen utama dan yang paling mahal dalam sistem PLTS. Harga yang masih tinggi menjadi isu penting dalam perkembangan industri sel surya. Berbagai teknologi pembuatan sel surya terus diteliti dan dikembangkan dalam rangka upaya penurunan harga produksi sel surya agar mampu bersaing dengan sumber energi lain. Mengingat rasio elektrifikasi di Indonesia baru mencapai 55-60% dan hampir seluruh daerah yang belum dialiri listrik adalah daerah pedesaan yang jauh dari pusat pembangkit listrik, maka PLTS yang dapat dibangun hampir di semua lokasi merupakan alternatif sangat tepat untuk dikembangkan. Dalam kurun waktu tahun 2005-2025, pemerintah telah merencanakan menyediakan 1 juta Solar Home System berkapasitas 50 Wp untuk masyarakat berpendapatan rendah serta 346,5 MWp PLTS hibrid untuk daerah terpencil. Hingga tahun 2025 pemerintah merencanakan akan ada sekitar 0,87 GW kapasitas PLTS terpasang. Dengan asumsi penguasaan pasar hingga 50%, pasar energi surya di Indonesia sudah cukup besar untuk menyerap keluaran dari suatu pabrik sel surya berkapasitas hingga 25 MWp per tahun. Hal ini tentu merupakan peluang besar bagi industri lokal untuk mengembangkan bisnisnya ke pabrikasi sel surya. (Sources : http://www.litbang.esdm.go.id) Bagikan Ini!
Seiring dengan pertumbuhan penduduk, pengembangan wilayah, dan pembangunan dari tahun ke tahun, kebutuhan akan pemenuhan energi listrik dan bahan bakar secara nasional pun semakin besar. Selama ini kebutuhan energi dunia dipenuhi oleh sumber daya tak terbarukan, seperti minyak bumi dan batubara. Namun, tidak selamanya energi tersebut dapat mencukupi seluruh kebutuhan dalam jangka panjang. Cadangan energi semakin lama semakin menipis dan proses produksinya membutuhkan waktu jutaan tahun. Menurut Sudiartono, Kepala Pusat Studi Energi (PSE) UGM, pemanfaatan sumber energi terbarukan menjadi solusi pemenuhan kebutuhan energi yang semakin lama semakin besar di masa mendatang. Sumber daya energi terbarukan memiliki keunggulan, yakni dapat diproduksi dalam waktu relatif tidak lama dibandingkan dengan sumber energi tak terbarukan. "Namun, sumber daya terbarukan selama ini belum dimanfaatkan secara optimal di Indonesia," tuturnya saat berbicara dengan wartawan di Ruang Multimedia UGM, Jumat (27/3). Sumber energi terbarukan, misalnya angin, air, dan matahari, merupakan penghasil energi yang belum banyak dimanfaatkan. Dijelaskan Sudiartono, sebenarnya di Indonesia telah banyak dibangun pembangkit listrik tenaga mikrohidro (PLTM), tetapi pada praktiknya tidak beroperasi secara optimal. Hal ini disebabkan tidak adanya transfer pengetahuan kepada masyarakat. "Keberhasilan operasionalisasi PLTM akan terwujud jika ada pengelolaan dari masyarakat setempat," tegas Sudiartono. Lebih lanjut dikatakannya, Indonesia memiliki sumber-sumber air yang berlimpah. Akan tetapi, belum banyak yang berpikir untuk memanfaatkannya. Pemanfaatan aliran sungai sebagai sumber pembangkit listrik belum dilakukan. "Selama ini baru air terjun yang dimanfaatkan sebagai pembangkit listrik. Padahal Indonesia memiliki banyak sungai besar yang bisa memproduksi energi yang besar meskipun alirannya berjalan lambat, " jelasnya. Sudiartono menuturkan tidak akan terjadi pembelian listrik dari Malaysia untuk digunakan di daerah pedalaman Kalimantan jika sungai telah dimanfaatkan sebagai pembangkit listrik. Hal inilah yang menjadi tantangan bagi UGM dan perguruan tinggi lainnya untuk mengembangkan pemanfaatan sumber energi terbarukan. Pengembangan PLTM kuncinya berada pada generator maupun turbin. Yang menjadi kendala sampai saat ini adalah Indonesia belum dapat memproduksi generator ataupun turbin air, juga belum mampu memproduksi bahan bakar selain premium. "Penguasaan teknologi, khususnya teknologi energi, harus dikuasai terlebih dahulu jika tidak ingin selamanya tergantung pada produk-produk teknologi energi dari negara maju. Tanpa adanya penguasaan teknologi eksplorasi dan eksploitasi serta pengelolaan sumber daya energi, maka kedaulatan energi tidak akan tercapai," terang Sudiartono. Terkait dengan ancaman krisis energi bahan bakar yang akan dialami Indonesia sekitar 20-30 tahun mendatang, Drs. Budi Eka Nurcahyo, M.S. (Wakil Kepala PSE UGM) mengimbau untuk mengurangi ketergantungan terhadap pemakaian minyak bumi. Pengembangan bahan bakar nabati, misalnya bioetanol, menjadi salah satu alternatif solusi untuk mencegah krisis energi di masa datang. "Kebutuhan akan minyak bumi di Indonesia mencapai 1.300.000 barel/hari, sementara cadangan yang dimiliki hanya sebesar 900.000 barel/hari. Jadi, setiap harinya kita nombok sekitar 400.000 barel untuk pemenuhan kebutuhan minyak bumi. Melalui pengembangan energi alternatif, salah satunya bioetanol, dari energi nabati, bisa meminimalisir kemungkinan terjadinya krisis energi di masa datang," ujar Budi. Ditambahkannya, membicarakan energi tidak hanya terkait dengan penggunaan energi saja. Namun, berhubungan pula dengan perilaku dan kebiasaan manusia dalam menggunakan energi. "Kebiasaan manusia inilah yang menjadi pokok perhatian dalam pemanfaatan energi," kata Budi menutup perbincangan. (Humas UGM/Ika) Energi baru adalah energi yang dikembangkan dari bahan-bahan yang dapat diperbarui secara cepat dan efek yang dihasilkan tidak merusak lingkungan. Indonesia sebagai negara yang besar, mempunyai banyak sekali sumber-sumber energi alternatif yang belum dimanfaatkan secara maksimal. Apa saja yang termasuk energi baru dan terbarukan yang ada di Indonesia? Yuk kita pelajari! Sampai saat ini, Indonesia masih mengandalkan bahan bakar dari fosil sebagai sumber tenaga utama, baik untuk kendaraan, industri, pembangkit listrik, atau lainnya. Energi fosil memang tersedia banyak, tetapi, jika digunakan terus menerus energi tersebut akan habis. Selain itu energi fosil menghasilkan zat-zat buangan yang dapat merusak lingkungan misalnya karbon dioksida. Kondisi geografis Indonesia sangat memungkinkan untuk pengembangan energi baru dan terbarukan, pemerintah juga telah mengembangkan beberapa pembangkit listrik energi baru dan terbarukan di beberapa tempat, beberapa contoh dari energi baru dan terbarukan beserta pembangkit listriknya adalah berikut ini. 1. Tenaga Surya/Matahari Indonesia adalah negara tropis, dimana matahari selalu bersinar secara terus menerus sepanjang tahun tanpa terganggu musim, hal ini menjadikan Indonesia memiliki potensi tenaga matahari yang besar untuk dimanfaatkan sebagai sumber tenaga utama. Panel surya, pengubah tenaga matahari menjadi listrik (sumber: properti.kompas.com)Secara tradisional masyarakat Indonesia di daerah pesisir telah memanfaatkan energi matahari untuk mengeringkan ikan dan menguapkan air laut untuk membuat garam. Panas yang dihasilkan matahari dapat disimpan untuk digunakan sebagai tenaga listrik melalui bantuan panel surya. Peresmian PLTS Karangasem oleh Bpk. Jero Wacik (sumber: antara/liputan6.com)Indonesia pada tahun 2013 telah membangun Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) percontohan di Karangasem, Bali. PLTS ini memiliki kapasitas sebesar 1 MW, memang kecil karena baru percontohan dan percobaan, tetapi dalam beberapa tahun kedepannya, energi ini seharusnya bisa dioptimalkan untuk kesejahteraan rakyat. Baca juga: Potensi dan Persebaran Beberapa Bahan Industri di Indonesia 2. Tenaga Air Selain menjadi sumber kehidupan, air juga dapat dijadikan sumber tenaga untuk menunjang kehidupan. Indonesia juga memiliki potensi yang besar untuk mengembangkan energi dari tenaga air. Sebenarnya Indonesia sudah memiliki beberapa PLTA (Pembangkit Listrik Tenaga Air), beberapa bahkan sudah ada sejak zaman kolonial, tetapi memang, pemanfaatannya belum maksimal. PLTA memanfaatkan tenaga aliran air untuk memutar turbin, turbin yang berputar akan menghasilkan listrik. Contoh PLTMH (sumber: merdeka.com)Ada beberapa cara yang dapat dilakukan, yaitu dengan membendung langsung aliran sungai atau membuat bendungan di hulu sungai, selain itu PLTA juga dapat dikecilkan skalanya menjadi PLTMH (tenaga mikro hidro), dengan memanfaatkan aliran sungai kecil yang deras sehingga dapat menyalurkan listrik ke tempat-tempat terpencil (selain itu biaya pembangunannya juga lebih murah). 3. Tenaga Panas Bumi Definisi panas bumi dalam UU No.27 Tahun 2003 adalah sumber energi panas yang terkandung di dalam air panas, uap air dan batuan bersama mineral ikutan dan gas lainnya yang secara genetik semuanya tidak dapat dipisahkan dalam suatu sistem panas bumi dan untuk pemanfaatannya diperlukan proses penambangan. Pembangkit listrik tenaga panas bumi di Islandia (sumber: vox.com)Eksplorasi sumber energi panas bumi di Indonesia sudah dimulai sejak tahun 1918 di daerah Kawah Kamojang, Jawa Barat. Berdasarkan survei diketahui bahwa di Indonesia terdapat 256 lokasi panas bumi, yaitu di sepanjang jalur vulkanik mulai dari Sumatera bagian barat hingga Pulau jawa, Bali dan Nusa Tenggara kemudian berbelok ke utara melalui Maluku dan Sulawesi. Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi/Geothermal (sumber: funkidslive.com)Potensi energi panas bumi di Indonesia diperkirakan sebesar 40% dari potensi panas bumi dunia. Namun potensi panas bumi di Indonesia yang baru dimanfaatkan hanya sekitar 4%. Pemanfaatan panas bumi sebagai energi alternatif diharapkan dapat terus dikembangkan agar bangsa Indonesia tidak terus bergantung dengan energi minyak dan gas yang keberadaan cadangannya semakin menipis. 4. Tenaga Angin Angin merupakan salah satu bentuk energi yang terdapat di alam dan dapat dimanfaatkan untuk pemberdayaan energi alternatif. Beberapa wilayah di Indonesia memiliki potensi sebagai ladang angin, diantaranya Jawa bagian selatan, Sulawesi dan Nusa Tenggara Timur. Turbin angin yang berjejer rapih (sumber: machinedesign.com)Pemanfaatan energi angin menjadi energi mekanik menggunakan kincir angin biasanya dimanfaatkan untuk menggerakkan pompa ke saluran irigasi. Pemanfaatan energi angin menjadi energi listrik menggunakan turbin angin dan ini biasa disebut dengan pembangkit listrik tenaga angin. Proyek PLTB Sidrap, di Sulawesi Selatan (sumber: sidrapnews.com)Pembangkit listrik tenaga angin juga dikenal dengan pembangkit listrik tenaga bayu (PLTB) pertama yang dikembangkan di Indonesia terdapat di beberapa wilayah di Indonesia, khususnya di wilayah timur yang belum tersentuh oleh listrik. Nah jika ada yang kalian ingin tanyakan Squad, kalian bisa langsung aja tanya-tanya di Ruanglesonline, di sana kalian bisa bertanya mata pelajaran apa saja pada tutor dari Ruangguru yang pastinya ahli, asyik, dan ramah-ramah :) oh iya, kalian juga bisa nanya PR yang sulit juga lho di sana, yuk coba!
|