Kata simbolik yang bermakna kegembiraan untuk melengkapi larik puisi yang rumpang berikut ini adalah

Ilustrasi bulan (Foto: Pixabay)

Puisi Sitor Situmorang yang berjudul "Malam Lebaran" hanya berisi sebaris kalimat, yakni: Bulan di atas kuburan. Isinya memang amat pendek, tapi tafsirannya bisa begitu panjang. Bahkan sempat menimbulkan perdebatan.

Konon, Sitor membuat puisi itu ketika ia berkunjung ke rumah Pramoedya Ananta Toer pada malam Lebaran. Dalam perjalanan, Sitor melihat tembok putih yang membuatnya penasaran. Sitor kemudian menghampiri tembok putih itu, melongok ke atasnya dan melihat ada kuburan di baliknya. Bermain dengan kata, Sitor kemudian memunculkan sebuah objek lain di dalam puisinya itu, yakni bulan.

Pada kata "Lebaran", "kuburan", dan "bulan", terdapat rima yang sama, yakni akhiran -an.

Malam / Lebaran // Bulan / di atas / kuburan /

Huruf vokal terakhir dalam tiap penggalan suku kata di atas juga sama, yakni a.

Apa artinya? Puisi tersebut memiliki bunyi dan nada yang beraturan sehingga enak diucapkan maupun didengarkan. Kalau mau sedikit berintrepetasi, dan tentu hal ini sah-sah saja, kesamaan rima atau huruf vokal terakhir di atas merupakan simbol dari suatu hal yang sama. Apa? Misalnya saja manusia.

Semua manusia itu sama. Semua akan kembali ke kuburan. Jikapun tidak dikuburkan, misal dikremasi, dibakar, dibuang ke laut atau diawetkan dengan balsem, semua manusia tetap sama, pada akhirnya akan mati.

Hidup hanyalah menunda kekalahan, kata si binatang jalang. Tapi ini malam Lebaran, Bung, malam kemenangan, kata para saleh.

Jika puisi Sitor dikritisi, apa yang ia tulis sesungguhnya tak masuk akal. Namun bagaimanapun, puisi bukanlah berita yang harus masuk akal. Sitor boleh berimajinasi sebagaimana Danarto boleh menulis fiksi surealistik dan sufistik. Dalam puisi ini tidaklah masuk akal jika Sitor melihat bulan pada malam Lebaran. Pada malam 1 Syawal, bulan tak akan tampak kasat mata meski kau sudah menengok ke berbagai arah angin untuk melihat langit di atas kepalamu.

Cobalah buktikan sendiri. Sila dirimu keluar dari rumah atau bangunan atau dari kendaraan apa pun. Dongakkan kepalamu ke langit dan lihatlah tidak ada bulan di sana.

Bulan dalam puisi Sitor kemungkinan besar merupakan metafora dari hasil imajinasinya. Bulan melambangkan sesuatu yang terang, sedangkan kuburan melambangkan suatu yang gelap. Cukup mirip sebagaimana Lebaran menyimbolkan sesuatu yang terang, sementara malam menyimbolkan suatu yang gelap.

Gelap sebelum terang. Terang melintas di atas gelap.

Bisa jadi Sitor hanya ingin mengatakan selamat Lebaran dalam puisinya itu. Selamat menjumpai hari kemenangan. Namun, bisa jadi pula Sitor ingin mengutarakan bahwa dalam kehidupan ini selalu ada sesatu yang terang dan gelap. Putih dan hitam. Yin dan yang. Suka dan duka.

Dalam kemeriahan dan keceriaan Lebaran pasti ada saja orang-orang yang tengah merasa murung dan sendu. Tak mampu beli baju Lebaran atau bahkan sekadar untuk masak ketupat. Ada orang-orang yang masih harus menahan lapar kembali meski Ramadan telah usai.

Dalam tradisi Lebaran, banyak orang mudik dan bertemu keluarga. Tapi pasti ada saja orang-orang yang tak bisa bersua dengan orang-orang tercinta karena tuntutan tugas dan pekerjaan yang upahnya mungkin sungguh tak seberapa.

Ada pula yang tak mudik karena tak mampu membeli tiket kendaraan. Atau, ada pula yang tetap mudik meski dengan cara terpaksa menghabiskan seluruh uang hasil ia menabung selama setahun. Ada orang-orang yang menunggu Lebaran sebagai momen berkumpul lengkap dengan keluarga bahagia. Ada pula yang nestapa karena salah satu anggota keluarga mereka meninggal sesaat sebelum ataupun tepat saat Lebaran.

Begitulah kehidupan, senantiasa terisi dengan ironi dan kontradiksi. Tapi sekali lagi, kita boleh memilih sudut pandang: ada bulan di atas kuburan atau ada kuburan di bawah bulan?

Para saleh misalnya, boleh memilih bersikap sedih karena ditinggalkan Ramadan ataupun bahagia karena menyambut hari Lebaran. Itu hanyalah soal sudut pandang, tapi mempengaruhi pikiran sekaligus perasaan.

Kita bisa berpikir, dalam kemacetan dan keruwetan jalan, ada banyak orang yang akan segera dengan keluarga dan kampung halaman. Dalam kepenatan tugas saat liburan dan Lebaran, ada para pegawai yang mendapat bonus dan gaji untuk menghidupi atau menghadiahkan sesuatu untuk diri dan anak-istri. Dalam kejadian tak bisa mudik tahun ini yang menimpa sejumlah orang, ada kesempatan bagi mereka untuk menabung dan mudik pada tahun berikutnya.

Dan akhirnya, dalam berakhirnya bulan suci ini, ada hari kemenangan yang siap disii.

Selamat Lebaran. Selamat menyambut "Hari Kemenangan".