Kapan kerjasama asean dalam bidang iptek asean cost mulai dilaksanakan


Siaran Pers Kemenristekdikti

Nomor : 117/SP/HM/BKKP/VI/2019

Nusa Dua – Pemerintah melalui Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) mengadakan the 76th Meeting of the ASEAN Committee on Science, Technology and Innovation (COSTI-76) and other Related Meetings selama lima hari kerja dari Senin, 24 Juni hingga Jumat, 28 Juni 2019 di Inaya Putri Bali Hotel, Nusa Dua, Bali.

Indonesia didorong harus memiliki pendekatan strategis dalam ASEAN Economic Community yang memiliki blueprint yang mengedepankan kerja sama, pendekatan bersama, dan transfer teknologi di antara negara anggota ASEAN juga dalam tingkat regional dan internasional. Hal tersebut disampaikan Sekretaris Jenderal Kemenristekdikti Ainun Na’im (yang juga menjabat sebagai Ketua ASEAN COSTI Indonesia) pada saat Opening Ceremony ASEAN COSTI ke-76.

“Kami sadari ekonomi global dalam persilangan penting dengan peningkatan ketidakpastian dan tantangan. Dalam hal ini kita menguatkan komitmen untuk menyatukan kemitraan ekonomi,” ungkap Ainun.

Selain itu yang harus digarisbawahi adalah perlunya pendekatan yang lebih holistik untuk mempersiapkan ASEAN menghadapi tantangan yang dibawa oleh Revolusi Industri Keempat.

“Kami mengakui pentingnya mengikuti kemajuan teknologi dan ekonomi digital untuk kepentingan pertumbuhan dan perkembangan kawasan di Revolusi Industri Keempat ini,” tambah Ainun.

Kemenristekdikti melihat masih ada pekerjaan yang perlu dijalankan pada pengembangan ASEAN Digital Integration Framework Action Plan (DIFAP) 2015-2025, ASEAN Innovation Roadmap 2019-2025, ASEAN Declaration on Industrial Transformation to Industry 4.0, Guideline on Skilled Labour/Professional Services Development in Response to the Fourth Industrial Revolution, serta Pedoman Pengembangan Tenaga Kerja Terampil atau Pengembangan Layanan Profesional sebagai Respons terhadap Revolusi Industri Keempat, dan inisiatif terkait dengan digitalisasi usaha kecil menengah di ASEAN.

Sebagai tuan rumah, kita akan menginisiasi dan responsif terhadap tantangan Revolusi Industri 4.0 serta output dari acara ini juga adalah untuk mengevaluasi kegiatan yang sudah ada dan memberikan rekomendasi-rekomendasi yang ada di subkomite-komite.

Pada kesempatan yang sama ASEAN COSTI Chair Rowena Cristina L. Guevara menyampaikan bahwa kita menyadari kebutuhan akan ASEAN yang mampu memaksimalkan kesempatan dari Revolusi Industri Keempat dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi regional sekaligus membuat ekonomi yang terbuka dan berbasis modal.

“Ketika kita berbicara tentang revolusi, terkadang konotasinya negatif, tapi dalam hal ini, revolusi bermakna positif. Revolusi Industri Keempat mendukung banyak teknologi seperti yang kita ketahui tentang Internet of Things, ekonomi digital, automasi robotik, Artificial Inteligence, namun beberapa orang takut akan Revolusi Industri Keempat karena dalam laporan International Labour Organization menyebutkan kita akan kehilangan 49% tenaga kerja di bidang manufaktur yang digantikan oleh robot dan automasi,” tutur Rowena.

Menurut Rowena yang harus kita lakukan adalah mengkomunikasikan sains, teknologi, dan inovasi. Sebagai COSTI kita harus memastikan seluruh Komunitas (Ekonomi ASEAN) untuk mengetahui bahwa sains, teknologi, dan inovasi adalah kunci Revolusi Industri Keempat. Selain itu Rowena percaya bahwa di acara ini kita memiliki ilmuwan, peneliti, dan insinyur yang paham tentang teknologi Revolusi Industri Keempat, namun masih belum bekerjasama.

Rowena menganggap bahwa media merupakan salah satu alat yang sangat penting untuk mengkomunikasikan iptek dan inovasi kepada masyarakat. Selain itu dia juga mengatakan bahwa di ASEAN kita harus pandai dan pintar menguasai iptek dan inovasi.

“Di ASEAN kita merupakan generasi muda, tetapi kita sebenarnya justru beruntung karena menjadi generasi muda dari pertumbukan ekonomi ini dan kita bisa belajar dari negara lain yang lebih maju untuk mengembangkannya,” ujar Rowena.

Kita sangat membutuhkan media untuk mengkomunikasikan hasil-hasil dari komite iptek dan inovasi di ASEAN, supaya masyarakat diluar ASEAN seluruh dunia tahu bahwa kita telah bekerja dengan baik untuk mengembangkan negara masing-masing.

Dalam ASEAN COSTI ke-76 ini Indonesia memiliki agenda untuk mendorong ASEAN memasukkan Revolusi Industri 4.0 ke dalam berbagai program ASEAN terkait sains dan teknologi, selain itu Indonesia juga akan mendorong Program Public Private Partnership (kerja sama antara pemerintah, masyarakat, dan swasta) di antara negara anggota ASEAN. Salah satu caranya dengan dengan menyelenggarakan Workshop ASEAN Public Private People Partnership pada Selasa, 25 Juni 2019 dalam rangkaian ASEAN COSTI ke-76 di Bali ini.

“Pada komite ini, prioritasnya selain ke Revolusi Industri Keempat itu juga membicarakan keikutsertaan dari private companies ke dalam (program inovasi ASEAN) ini. Selama ini kesannya COSTI ini sains dan teknologi saja, tapi sentuhan dari triple helix of innovative program (kerja sama pemerintah, industri, dan akademisi) masih jauh. Mereka pada dasarnya saintis, tapi saintis itu bukan hanya menghasilkan paper, tapi juga harus berguna, bisa aplikasi juga,” ungkap Kepala Biro Kerja Sama dan Komunikasi Publik Kemenristekdikti Nada D.S. Marsudi yang menjadi Kepala Delegasi Indonesia untuk ASEAN COSTI ke-76.

Terkait kebijakan untuk Revolusi Industri Keempat, Indonesia menyarankan untuk dibuatkan satu subkomite khusus untuk mendorong implementasi teknologi terkait Revolusi Industri 4.0.

“Indonesia akan menyarankan, perlu ada interaksi yang lebih erat antara subkomite masing-masing terutama dalam menghadapi revolusi industri 4.0. Misalnya pada Subcommittee on Food Science and Technology dan Subcommittee on Marine Science and Technology. Sekarang sudah ada artificial intelligence untuk diaplikasikan dalam subkomite masing-masing,” ungkap Nada Marsudi.

Sebelum rangkaian rapat komite ini diselenggarakan di Bali, ASEAN COSTI ke-75 diselenggarakan di Cebu, Filipina pada 15 – 19 Oktober 2018. Sebelum ASEAN COSTI ke-75 di Filipina tersebut, komite ini hanya disebut sebagai ASEAN Committee on Science and Technology (ASEAN COST).

Sepuluh negara ASEAN hadir dalam rangkaian ASEAN COSTI ke-76 ini, Indonesia mengirimkan tujuh delegasi dengan Kepala Biro Kerja Sama dan Komunikasi Publik Kemenristekdikti Nada D.S. Marsudi menjadi Kepala Delegasi Indonesia untuk ASEAN COSTI ke-76, Kepala PUSPIPTEK Sri Setiawati, Direktur Lembaga Biologi Molekuler Eijkman Amin Soebandrio, Assistant Professor at the Department of Electrical EngineeringFaculty of Engineering Universitas Indonesia Chairul Hudaya, dan Analis Kebijakan Rencana Kontinjensi Ekonomi, Kedeputian bidang Politik dan Strategi Setjen Dewan Ketahanan Nasional (Wantannas) Arwin Datumaya Wahyudi Sumari. Turut hadir juga sebaga mitra wicara (dialogue partners) 12 anggota delegasi dari Jepang, tujuh anggota delegasi dari Korea Selatan, tiga anggota delegasi dari Amerika Serikat, dan lima anggota delegasi dari Uni Eropa.

Kerjasama Negara-negara ASEAN di bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi akan didorong untuk peningkatan  produk inovasi untuk mendukung pertumbuhan ekonomi ASEAN. Oleh karena itu program-program kerjasama Iptek ASEAN yang ditetapkan dalam  ASEAN Plan of Action on Science and Technology (APAST) akan  bertransformasi  menjadi ASEAN Plan of Action on Science, Technology and Innovation (APASTI) yang akan di-implementasikan dalam tahun 2015 – 2020. Demikian disampaikan Prof. Ainun Na’im, Sekretaris Jenderal Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi sekaligus  sebagai National ASEAN COST (Committee on Science and Technology) Chair yang baru, pada acara pembekalan kepada peserta ASEAN-US Science and Technology Fellows 2015 yang dilaksanakan di kantor Sekretariat ASEAN Jakarta, 5 Mei 2015.

Prof. Ainun Na’im yang memberikan presentasi dengan judul ‘Vision and Priorities of S&T Cooperation in ASEAN’ lebih lanjut mengungkapan bahwa untuk mendukung inovasi, maka kemitraan antara pemerintah dan dunia swasta (public-private partnership) sangat diperlukan untuk mendukung sosialisasi dan komersialisasi produk-produk riset yang dihasilkan perguruan tinggi dan lembaga – lembaga penelitian. ASEAN dengan penduduk lebih dari 600 juta orang akan menjadi pangsa pasar yang besar  bagi produk-produk  inovasi ASEAN. Dalam kesempatan tersebut, Prof. Ainun Na’im juga memaparkan Visi Komite Iptek ASEAN 2015-2020 yakni “A Science, Technology and Innovation-enabled ASEAN which is innovative, competitive, vibrant, sustainable and economically integrated”.

ASEAN-US Science and Technology  Fellows adalah program magang bagi peneliti/akademisi dari kalangan luar pemerintahan untuk bekerja melakukan kajian di lembaga pemerintah  yang menangani kebijakan di bidang riset dan Iptek di negara masing-masing. Program ini disponsori oleh Pemerintah Amerika Serikat melalui US Mission to ASEAN bekerja sama dengan Komite Iptek ASEAN (ASEAN Committee on Science and Technology). Kriteria calon adalah  seorang peneliti atau akademisi muda di bawah umur 45 tahun  dengan latar belakang pendidikan diutamakan yang bergelar Dr. (PhD) dalam salah satu bidang  biodiversity, energy security, dan  fisheries & coastal management. Untuk peserta tahun 2015 telah terpilih sebanyak 14 orang akademisi/peneliti dari Negara-negara ASEAN, dan 3 orang diantaranya berasal dari Indonesia, yakni Dr.  Wiratni Budhijanto (UGM) yang akan melakukan kajian di bidang energy serta  Dr. Vanny Narita (BPPT), dan  Dr. Akhmad Rizali (Univ. Brawijaya) yang akan melakukan kajian di bidang biodiversity. Ketiga akademisi/peneliti tersebut akan melakukan kajian selama 1 (satu) tahun,  mulai bulan Mei 2015 sampai dengan bulan April 2016 dan selama melakukan kajian mereka akan ditempatkan di Kemenristekdikti dengan supervisor Dr. Ophirtus Sumule dan Dr. Wihatmoko Waskitoaji, serta pejabat terkait lainnya.

Program ASEAN-US Science and Technology  Fellows tahun 2015 secara resmi dibuka oleh Duta Besar Amerika Serikat untuk ASEAN, HE. Nina Hachigian dan wakil dari ASEAN Mr. Larry Maramis, Director Cross-Sectoral Cooperation, ASEAN Secretariat pada hari Senin, 4 Mei 2015. Acara pembukaan juga turut dihadiri pejabat Kemenristekdikti sebagai ketua Komite Iptek ASEAN tahun 2014-2015 yakni Sekjen Kemenristekdikti, Prof. Ainun Na’im, Deputi Bidang Jaringan Iptek, Agus R. Hoetman, Staf Ahli Bidang Teknologi Pertahanan, Teguh Raharjo, Asdep Jaringan Iptek Internasional, Nada Marsudi, dan Kabid Perkembangan Jaringan Iptek Internasional, Ruben Silitonga.  (ad5/3-rs/humasristek)