Jumlah tanaman obat di Indonesia

RPPK

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS:
Tanaman Obat

Indonesia memiliki ketergantungan yang besar terhadap bahan baku dan obat konvensional impor senilai 160 juta USD/tahun, sehingga perlu disubstitusi oleh produk dalam negeri. Trend global back to nature menunjukkan pertumbuhan pesat, termasuk di Indonesia, sehingga jamu sebagai produk tanaman obat (TO) khas Indonesia memiliki arti strategis di bidang kesehatan, juga dalam Program Revitalisasi Pertanian yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.

Masalah yang dihadapi dalam pemanfaatan TO untuk pelayanan kesehatan formal, sebagai sumber devisa dan PDB di Indonesia adalah: (1) belum ada dukungan politik yang kuat dari pemerintah untuk menjadikan TO obat resmi dan salah satu sumber kesejahteraan rakyat; (2) belum ada program menyeluruh dan terpadu dari hulu hingga hilir untuk pengembangan dan pemanfaatan TO nasional ; (3) kurangnya koordinasi dan sinkronisasi program antar instansi pemerintah, swasta dan litbang, sehingga program yang ada menjadi kurang terarah, kurang efektif dan kurang efisien; (4) Undang-undang kesehatan yang ada belum kondusif bagi pemanfatan TO dalam pelayanan kesehatan formal.

Jumlah tanaman obat di Indonesia

Berdasarkan klaim khasiat, jumlah serapan oleh industri obat tradisional (IOT), jumlah petani dan tenaga yang terlibat, prospek pengembangan dan trend investasi ke depan, lima komoditas TO yang potensial untuk dikembangkan adalah temulawak, kunyit, kencur, jahe dan purwoceng. Keempat jenis tanaman rimpang-rimpangan tersebut paling banyak digunakan dalam produk jamu karena diklaim sebagai penyembuh berbagai penyakit (degeneratif, penurunan imunitas, penurunan vitalitas). Purwoceng sangat potensial sebagai komplemen dan substitusi ginseng impor dalam rangka menghemat devisa negara.

Produk setengah jadi dari tanaman temulawak, kunyit, kencur dan jahe adalah simplisia, pati, minyak, ekstrak. Produk industrinya adalah makanan/minuman, kosmetika, sirup, instan, bedak, tablet dan kapsul. Produk setengah jadi purwoceng adalah simplisia dan ekstrak, produk industri dalam bentuk jamu seduh, minuman kesehatan, pil atau tablet/kapsul.

Pengolahan dan diversifikasi produk primer (rimpang) menjadi produk sekunder (simplisia) memiliki nilai tambah sebesar 7 15 kali, sedangkan dari rimpang menjadi ekstrak sebesar 80 280 kali. Potensi purwoceng sebagai afrodisiak tercermin dari begitu maraknya bisnis produk sejenis dewasa ini. Pasar yang menyerap produk agribisnis hulu dan hilir TO adalah 1.023 perusahaan industri obat tradisional (IOT) yang terdiri dari 118 IOT (aset > Rp. 600 juta) dan 905 IKOT (industri kecil obat tradisional, aset < Rp. 600 juta) . Daya serap IKOT/IOT dan industri farmasi rata-rata sebesar 63%, ekspor 14%, dan konsumsi rumah tangga 23%. Laju pertumbuhan IOT 6,40%/tahun sedangkan IKOT (1,8%/tahun).

Dalam waktu enam tahun (2005-2010) diperkirakan akan terjadi kekurangan suplai bahan baku dari keempat komoditas tersebut, terutama jahe, sehingga terbuka peluang untuk intensifikasi dan/atau ekstensifikasi seluas 10 15% dari areal yang tersedia saat ini.

Investasi yang dibutuhkan untuk sektor hulu meliputi perbenihan, penyediaan lahan dan budidaya. Kebutuhan benih (per hektar per tahun) untuk temulawak Rp. 20,95 juta (B/C rasio 3,34), kencur Rp. 26,40 juta (B/C rasio 4,24), kunyit Rp. 22,26 juta (B/C rasio 2,70), jahe Rp. 31,13 juta (B/C rasio 2,89) dan purwoceng Rp. 94,00 (B/C rasio 3,09). Kebutuhan investasi agribisnis hilir (pembuatan simplisia) untuk temulawak mencapai Rp. 178,92 milyar, kunyit Rp. 151,098 milyar, kencur Rp. 721,975 milyar, jahe Rp. 1.119 milyar dan purwoceng Rp. 35,366 milyar. Nilai investasi untuk produksi ekstrak temulawak mencapai Rp. 345,857 milyar, kunyit Rp. 448,436 milyar, kencur Rp. 1.364,72 milyar, jahe Rp. 10.091,18 milyar serta purwoceng Rp. 194,277 milyar. Nilai investasi produk turunan temulawak tahun 2005-2010, mencapai Rp. 380,902 milyar, kunyit Rp. 657,282 milyar, kencur Rp. 2.791,11 milyar, jahe Rp. 913,868 milyar dan purwoceng Rp. 108,532.

Program yang dibutuhkan untuk pengembangan TO unggulan tersebut adalah: (1) Penetapan wilayah pengembangan berdasarkan potensi, kesesuaian lahan dan agroklimat, sumberdaya manusia dan potensi serapan pasar; (2) Peningkatan produksi, mutu dan daya saing melalui: (a) penggunaan varietas unggul yang ditanam di tempat yang sesuai dengan penerapan praktek pertanian yang baik (GAP, Good Agricultural Practices) yang didasarkan atas SOP (Standard Operational Procedures) untuk masing-masing komoditas, (b) Panen dan pengolahan produk sesuai dengan GMP (Good Manufacturing Practices); (3) Peningkatan kompetensi sumberdaya manusia melalui: (a) pendidikan dan pelatihan SDM yang terlibat dalam penyediaan bahan baku obat dan sistem pelayanan kesehatan, (b) demplot teknologi produksi bahan tanaman; (4) Pengembangan infrastruktur dan kelembagaan melalui: (a) pembangunan sarana dan prasarana penunjang transportasi, telekomunikasi ke daerah sentra produksi TO, (b) pengembangan kemitraan antara petani dengan industri dan pemerintah; (5) Peningkatan pelayanan informasi, promosi dan pemasaran melalui: (a) pengembangan website, publikasi di media masa dan forum-forum terkait, (b) pembentukan jejaring kerja dan sistem informasi pasar; (6) Penyusunan kebijakan perpajakan dan insentif investasi yang kondusif di sub sistem hulu sampai hilir dalam agribisnis dan agroindustri berbasis TO melalui: (a) deregulasi peraturan yang tidak sesuai, (b) menciptakan lingkungan usaha agribisnis dan agroindustri yang kondusif; (7) Pembentukan data base TO yang valid sebagai acuan dalam perencanaan program nasional pengembangan tanaman obat.

e-file Buku : Bagian A [pdf, 182 kb] || Bagian B [pdf,1.621 kb] || Bagian C [pdf, 173 kb]



Ringkasan Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis:
Bidang Masalah : investasi | kesesuaian lahan | mekanisasi pertanian | pascapanen
Tanaman Pangan : jagung | kedelai | padi
Hortikultura : anggrek | bawang merah | jeruk | pisang
Perkebunan : cengkeh | kakao | karet | kelapa | kelapa sawit | tanaman obat | tebu
Peternakan : kambing domba | sapi | unggas

Revitalisasi Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan :
Tentang RPPK | Pencangan RPPK | e-file RPPK

Keterangan lebih lanjut hubungi