DINAS PERTANIAN KABUPATEN CILACAP BALAI PENYULUHAN KEAMATAN MAOS BAB. I. KEBUTUHAN AIR TANAMAN A. Kebutuhan Air Aktual Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 2006 Tentang Irigasi, Penggunaan air irigasi adalah kegiatan memanfaatkan air dari petak tersier untuk mengairi lahan pertanian pada saat diperlukan. Pemanfaatan memiliki arti memberi atau mengairi dimana didalamnya terkait jumlah dan cara pemberian.
Jumlah air yang digunakan pada lahan sawah merupakan kebutuhan air aktual, yaitu air yang digunakan untuk evaporasi, transpirasi, penggenangan dan perkolasi. Evapotranspirasi(ET) adalah adalah Jumlah air yang di transpirasikan dalam suatu waktu oleh tanaman hijau pendek, tanah terlindung sempurna, tanaman seragam tingginya dan tidak kekurangan air. Bagaimanana mengukur evapotranspirasi? Mengukur evapotranspirasi dapat dilakukan dengan menggunakan Lisimeter, Evaporimeter dan penggunaan rumus empiris contoh : Thornthwaite, Blaney-Cridle dan Penman Perkolasi adalah Perkolasi merupakan peristiwa meresapnya air kedalam tanah secara vertikal yang diakibatkan gaya gravitasi bumi. Besarnya perkolasi dipengaruhi antara lain oleh tekstur tanah, kedalaman muka air, tebal lapisan tanah atas periode pertumbuhan serta bercocok tanamnya.
Kebutuhan air aktual padi sawah secara sederhana dapat diukur dengan menggunakan skala miring pada petakan lisimeter 1. Skala miring dapat dibuat dari bahan kayu (reng) dan mistar plastik dengan skala 1 : 10 , artinya bahwa 10 cm pada mistar skala miring sama dengan ketinggian genangan air 1 cm. Pada petakan lisimeter selalu ada genangan air (sekitar 5 cm) agar pengamatan tiap hari dapat dilakukan yaitu dengan membaca perubahan air pada mistar pada setiap pagi hari. Untuk mencegah keretakan tanah pada pematang, maka pematang dilapis dengan plastik. Pada kondisi tanah yang datar, diperlukan sebuah petakan lisimeter untuk luasan 500 m2 dan pada tanah dengan kemiringan sekitar 5 % dibutuhkan 5 petakan lisimeter. ET aktual dapat diperoleh dari rumus: ET (potensial) x Koefisien Tanaman (kc). Nilai kc bervariasi dari 0,5 – 0,8. ET potensial dapat diduga dari : E x fp dimana E: evaporasi panci dan fp adalah faktor panci besarnya : 0,4 - 0,6. Data curah hujan diperoleh dari hasil pengukuran penakar hujan dari stasiun klimatologi.
Manfaat dari hasil pengukuran kebutuhan air aktual yaitu dapat ditentukannya jumlah kebutuhan air irigasi pada berbagai fase pertumbuhan tanaman ataupun berbasis periode waktu tertentu setelah dikurangi curah hujan efektif. Kebutuhan air irigasi (I) : ET + S & P – Che. Curah hujan efektif (Che) diasumsikan sama seperti curah hujan total pada musim kemarau sedangkan pada musim hujan besarnya curah hujan efektif yaitu 80 % dari curah hujan total. Kebutuhan air irigasi berbasis kedalaman air dengan satuan mm/hari dapat dinyatakan dengan basis aliran air dalam satu saluran (debet air) yaitu : bahwa 10 mm/hari = 0,116 lt/dt/ha atau 1 mm/hari = 0,0116 lt/dt/ha. Rata-rata kebutuhan air bervariasi menurut lokasi, jenis dan sifat fisik tanah dan klas drainase lahan atau kondisi hidrologi setempat. B. Kebutuhan Air Dalam Satu Siklus Pertumbuhan Tanaman Padi Ditinjau dari tahapan pertumbuhan tanaman atau satu siklus tumbuh budidaya padi, kebutuhan airnya adalah meliputi kebutuhan untuk pengolahan tanah, pembibitan, tanam sampai primordia, primordia sampai pembungaan, bunga 10 % s.d penuh, bunga penuh s.d pemasakan dan pemasakan s.d panen. Menurut Agus Andoko, 2002, memberikan pegangan atau acuan tentang kebutuhan air untuk tanaman padi sawah berdasarkan fase pertumbuhan yaitu sebagai berikut:
BAB. II. TEKNIK PENGGUNAAN AIR SISTEM BASAH KERING A. Konsep Hemat Air dalam Budidaya Padi Sawah Teknologi hemat air dapat diartikan sebagai upaya pemanfaatan air dari berbagai sumber terutama air gravitasi pada petak usahatani padi sawah agar terjamin produktivitas, efisien dan produksi yang meningkat secara berkelanjutan. Sasaran utama dalam konsep hemat air adalah produktivitas air ( perbandingan antara hasil gabah dengan konsumsi air total) yang lebih tinggi dari produktivitas air dengan pemberian secara kontinyu. Atas hal tersebut, ada 2 strategi yang ditempuh dalam perbaikan produktivitas air :
Peningkatan produksi gabah selain ditempuh melalui perbaikan teknologi dapat pula ditempuh melalui input air dan penurunan konsumsi air total dan reduksi evaporasi, perkolasi dan rembesan dipetakan usahatani.
Hal yang menjadi dasar pertimbangan dalam konsep hemat air adalah :
Aplikasi hemat air dalam budidaya padi sawah dapat ditempuh mulai tahapan persiapan lahan dan selama pertumbuhan tanaman bahkan pada fase menjelang panen. Teknik hemat air dapat dilakukan dengan cara perbaikan atau penyesuaian teknik budidaya dengan potensi sumber daya air setempat dan melalui inovasi cara pemberian air. Di dalam prakteknya teknik hemat air yang mudah dilaksanakan mencakup adalah:
Drainase permukaan adalah membuang kelebihan air akibat curah hujan atau irigasi yang berlebihan dengan tujuan agar tanaman lebih kuat (tidak mudah roboh), kondisi aerobik tanah terjaga dan mengatur pembentukan anakan. Drainase permukaan diperlukan pada daerah-daerah dengan topografi datar, bercurah hujan tinggi, dan dalam rangka pembentukan akar intensif, mengurangi kerebahan batang serta memperbaiki mineralisasi nitrogen dalam tanah. Kegiatan Drainase Permukaan Bentuk kegiatan Drainase permukaan yang efefktif adalah dengan pembuatan parit tengah (ukuran lebar 30 cm dan dalam : 30 cm) dengan jarak 1,5 meter sampai 2,0 meter tergantung tekstur tanah. Waktu pelaksanaan yaitu pada :
Drainase permukaan dilakukan saat tanaman umur 30-40 setelah tanam (sebelum tercapai anakan maksimal) selama 5 - 7 hari untuk menekan munculnya anakan yang tidak produktif, sehingga tingkat produksi gabah per malai, bobot individu gabah dan hasil meningkat. Teknik ini sesuai dilakukan terutama pada lahan sawah dengan kondisi drainase buruk. Teknik ini dapat dilakukan pada musim hujan maupun kemarau. Drainase permukaan juga penting dilakukan untuk menekan emisi gas metan (rumah kaca) dan juga mengurangi keracunan di daerah perakaran. B. Teknik Penggunaan Air Dengan Sistem Basah Kering Penggunaan air dengan system basah kering (AWD / Alternate Wetting and Drying) untuk tanaman padi sawah terbagi 2 (dua), yaitu Irigasi berselang (intermittent) dan irigasi tergenang (kontinyu).
Cara pemberian air secara terputus-putus ini biasa dikenal dengan Intermitten atau berselang. Dalam kontek upaya hemat air pertanian, beberapa cara pemberian secara terputus-putus ini adalah sebagai berikut: a. Pemberian Air secara Macak-Macak Pemberian air macak-macak ditujukan untuk mengurangi laju serapan air kedalam tanah, rembesan dan tekanan akibat perbedaan tinggi air sehingga kebutuhan air irigasi dapat dikurangi. Hasil penelitian Iwan Juliardi dan Ade Ruskandar, 2006 menunjukan bahwa kebutuhan air untuk padi sawah cukup 0,74 - 1,2 liter/det/ha atau 6,39 - 10,37 mm/hari/ha. b. Metode Gilir-Giring Cara pemberian pada metode gilir-giring ini, interval waktu pemberian air menjadi dasar dalam merancang sistem pergiliran air pada suatu wilayah tersier bila kondisi debit air di saluran sekunder berada di bawah normal. Batas kritis selang hari pengairan untuk tanaman padi Sawah adalah 4 hari dan di atas batas ini varietas unggul baru (VUB) padi sawah akan mengalami penurunan hasil. Dengan cara ini, areal sawah yang diairi pada musim kemarau menjadi 2 kali lebih luas. c. Cara Pengairan Berselang Pengairan berselang adalah cara pemberian air pada sawah digenangi dan dikeringkan secara berselang. Pengairan berselang tergantung jenis tanah dan pola pengairan. Pemberian airnya adalah sebagai berikut :
Tujuan dilaksanakannya cara pengairan berselang adalah :
Keunggulan pemberian Air secara berselang pada budidaya tanaman padi :
d. Pengairan Dengan Sistem Basah Kering (PBK) Pengairan Sistem Basah Kering pada dasarnya merupakan pengembangan dari cara Intermitten (terputus-putus), dengan melengkapi alat bantu sederhana berupa paralon atau bambu yang dibenamkan kedalam tanah. Metode basah kering ini, dikembangkan oleh IRRI bekerjasama dengan Balai Besar Padi yangi pada dasarnya mengatur pemberian air sesuai kebutuhan tanaman padi. Ditinjau dari penerapan konsep hemat air, cara PBK ini merupakan salah satu teknik penghematan dalam budidaya padi sawah yang mudah diterapkan melalui alternasi genangan air (flooded) dan non genangan air berdasarkan fase pertumbuhan tanaman. Bagaimana mengaplikasikan cara PBK untuk padi sawah ini, beberapa hal perlu disiapkan 1). Pembuatan Alat Ukur Ketinggian genangan Air. Bahan yang perlu disiapkan dapat berupa paralon berdiameter 4 “ (diameter 10 - 15 cm) dengan tebal 2 mm atau bahan metal yang anti karat, tetapi lebih praktis mudah dan banyak tersedia, gunakan paralon karena mudah dalam pembuatan lubangnya. Cara membuat
1) Aplikasi di lapangan
Jumlah tabung silinder yang dianggap mewakili untuk luasan 0,25 ha pada daerah datar adalah 1 buah ( 4 buah per ha) dan jika lahannya memiliki kemiringan 5 %, gunakan 2 alat untuk luas lahan yang sama berarti 8 buah per ha nya.
Tabung silinder dipasang pada jarak 50 - 75 cm dari pematang,dengan tahapan pemasangan adalah sebagai berikut : a). Tekan Paralon secara vertical ke bawah b). Gunakan Balok/papan serta Palu untuk memudahkan c). Cek jarak dari permukaan tanah 15 cm ( Tabung 35 cm) atau 20 cm (tabung 40 cm) d). Posisi Paralon setelah tertanam e). Keluarkan tanah dari dalam Paralon samapai kedalaman 20 cm f). Cek kembali kerataan dengan waterpas
Untuk mengetahui keadaan air di petak sawah maka dilakukan pengamatan terhadap alat dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
2) Manfaat Pengairan Dengan Sistem Basah Kering Manfaat Pengairan Berselang dengan Sistem Basah Kering
2. Pengairan Tergenang (Kontinyu) Penggenangan terus menerus adalah memberikan air langsung dari saluran tersier ke petakan melalui pintu-pintu air yang ada. Pengaruh penggenangan terus menerus. Pemberiaan air irigasi pada lahan sawah secara digenang terus menerus memberi pengaruh terhadap hal-hal sebagai berikut :
Kondisi tanpa genangan Sebaliknya jika pada kondisi tanpa genangan memberi pengaruh baik :
Dalam budidaya tanaman padi, terdapat pengaturan pemberian air secara tergenang. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan:
Pasokan N terjadi karena meningkatnya fiksasi N biologi yang dapat terjadi dalam air permukaan dan dalam tanah tereduksi, serta terjadinya akumulasi yang lebih cepat dari N anorganik karena adanya mineralisasi sumber N organik (Hardjowigeno dan Luthfi, 2005). Namun demikian penggenangan lahan dapat menyebabkan ketersediaan N yang rendah dalam tanah sawah yang tergenang air permanen atau semi permanen. Hal ini terjadi karena di bawah kondisi tersebut mineralisasi N tanah terhambat sehingga defisiensi N dapat terjadi sekalipun kandungan N tanah cukup tinggi. Penggenangan menyebabkan kerusakan jaringan perakaran akibat terbatasnya pasokan oksigen. Semakin tinggi air, semakin kecil oksigen terlarut. Dampaknya adalah bahwa akar padi tak mampu mengikat oksigen sehingga jaringan perakaran rusak. Pengaliran (antar petak) Terus Menerus Memberikan air dari saluran tersier ke petakan satu biasanya terletak paling atas, kemudian setelah penuh air dialirkan ke petakan berikutnya yang terletak di bawahnya. BAB. IV. PENUTUP Kesimpulan Berdasarkan uraian tentang kebutuhan air tanaman dan teknik pengairan padi sawah secara efisien, simpulan yang dapat dikemukakan adalah sebagai berikut :
Tindak Lanjut Setelah mempelajari materi bab demi bab tentunya Saudara sudah memahami tentang Penggunaan Air Dengan Sistem Basah Kering (AWD), bahkan telah melakukan praktek sehingga memahami kebutuhan air tanaman padi secara actual dan mengetahui kebutuhan air dalam siklus pertumbuhan tanaman padi dan dapat menggunakan konsep hemat air dalam budidaya padi sawah melalui tehnik pengairan dengan system basah kering. Apabila Saudara belum sepenuhnya memahami, cobalah pelajari kembali materi-materi di atas secara cermat bab demi bab. Guna lebih memantapkan pemahaman Saudara cobalah mencari materi pendukung baik melalui buku, referensi, artikel maupun internet. Selanjutnya saudara diharapkan mampu menyusun bahan ajar dan atau peta singkap dalam Diklat Teknis Agribisnis Padi Bagi Gapoktan dan Pemuda Tani DAFTAR PUSTAKA Badan Penelitian dan Pengembangan Pelatihan, BB Padi, 2008, Pelatihan TOT SL PTT Padi Nasional, Jakarta Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, 2009, Revolusi Hijau, Peran dan Dinamika Lembaga Riset Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, 2010, PTT Padi Lahan Sawah Pasang Surut. |