jelaskan kehidupan masyarakat indonesia pada masa penjajahan belanda

Secara historis, peraturan perundang-undangan di bidang HKI di Indonesia telah ada sejak tahun 1840-an. Pemerintah Kolonial Belanda memperkenalkan undang-undang pertama mengenai perlindungan HKI pada tahun 1844. Selanjutnya, Pemerintah Belanda mengundangkan UU Merek (1885), UU Paten (1910), dan UU Hak Cipta (1912). Indonesia yang pada waktu itu masih bernama Netherlands East-Indies telah menjadi anggota Paris Convention for the Protection of Industrial Property sejak tahun 1888 dan anggota Berne Convention for the Protection of Literary and Aristic Works sejak tahun 1914. Pada jaman pendudukan Jepang yaitu tahun 1942 s.d. 1945, semua peraturan perundang-undangan di bidang HKI tersebut tetap berlaku.Pada tanggal 17 Agustus 1945 bangsa Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya. Sebagaimana ditetapkan dalam ketentuan peralihan UUD 1945, seluruh peraturan perundang-undangan peninggalan kolonial Belanda tetap berlaku selama tidak bertentangan dengan UUD 1945. UU Hak Cipta dan UU peningggalan Belanda tetap berlaku, namun tidak demikian halnya dengan UU Paten yang dianggap bertentangan dengan pemerintah Indonesia. Sebagaimana ditetapkan dalam UU Paten peninggalan Belanda, permohonan paten dapat diajukan di kantor paten yang berada di Batavia ( sekarang Jakarta ), namun pemeriksaan atas permohonan paten tersebut harus dilakukan di Octrooiraad yang berada di Belanda.Pada tahun 1953 Menteri Kehakiman RI mengeluarkan pengumuman yang merupakan perangkat peraturan nasional pertama yang mengatur tentang paten, yaitu Pengumuman Menteri Kehakiman No. J.S. 5/41/4, yang mengatur tentang pengajuan semetara permintaan paten dalam negeri, dan Pengumuman Menteri Kehakiman No. J.G. 1/2/17 yang mengatur tentang pengajuan sementara permintaan paten luar negeri.Pada tanggal 11 Oktober 1961 pemerintah RI mengundangkan UU No. 21 tahun 1961 tentang Merek Perusahaan dan Merek Perniagaan (UU Merek 1961) untuk menggantikan UU Merek kolonial Belanda. UU Merek 1961 yang merupakan undang-undang Indonesia pertama di bidang HKI. Berdasarkan pasal 24, UU No. 21 Th. 1961, yang berbunyi "Undang-undang ini dapat disebut Undang-undang Merek 1961 dan mulai berlaku satu bulan setelah undang-undang ini diundangkan". Undang-undang tersebut mulai berlaku tanggal 11 November 1961. Penetapan UU Merek 1961 dimaksudkan untuk melindungi masyarakat dari barang-barang tiruan/bajakan. Saat ini, setiap tanggal 11 November yang merupakan tanggal berlakunya UU No. 21 tahun 1961 juga telah ditetapkan sebagai Hari KI Nasional.Pada tanggal 10 Mei1979 Indonesia meratifikasi Konvensi Paris [Paris Convention for the Protection of Industrial Property (Stockholm Revision 1967)] berdasarkan Keputusan Presiden No. 24 Tahun 1979. Partisipasi Indonesia dalam Konvensi Paris saat itu belum penuh karena Indonesia membuat pengecualian (reservasi) terhadap sejumlah ketentuan,yaitu Pasal 1 s.d. 12, dan Pasal 28 ayat (1).Pada tanggal 12 April 1982 Pemerintah mengesahkan UU No.6 tahun 1982 tentang Hak Cipta ( UU Hak Cipta 1982) untuk menggantikan UU Hak Cipta peninggalan Belanda. Pengesahan UU Hak Cipta 1982 dimaksudkan untuk mendorong dan melindungi penciptaan, penyebarluasan hasil kebudayaan di bidang karya ilmu, seni dan sastra serta mempercepat pertumbuhan kecerdasan kehidupan bangsa.Tahun 1986 dapat disebut sebagai awal era modern sistem HKI di tanah air. Pada tanggal 23 Juli 1986 Presiden RI membentuk sebuah tim khusus di bidang HKI melalui Keputusan No. 34/1986 (Tim ini lebih dikenal dengan sebutan Tim Keppres 34). Tugas utama Tim Keppres 34 adalah mencangkup penyusunan kebijakan nasional di bidang HKI, perancangan peraturan perundang-undangan di bidang HKI dan sosialisasi sistem HKI di kalangan instansi pemerintah terkait, aparat penegak hukum dan masyarakat luas. Tim Keppres 34 selanjutnya membuat sejumlah terobosan, antara lain dengan mengambil inisiatif baru dalam menangani perdebatan nasional tentang perlunya sistem paten di tanah air. Setelah Tim Keppres 34 merevisi kembali RUU Paten yang telah diselesaikan pada tahun 1982, akhirnya pada tahun 1989 Pemerintah mengesahkan UU Paten.Pada tanggal 19 September 1987 Pemerintah RI mengesahkan UU No. 7 tahun 1987 sebagai perubahan atas UU No. 12 tahun 1982 tentang Hak Cipta. Dalam penjelasan UU No. 7 tahun 1987 secara jelas dinyatakan bahwa perubahan atas UU No. 12 tahun 1982 dilakukan karena semakin meningkatnya pelanggaran hak cipta yang dapat membahayakan kehidupan sosial dan menghancurkan kreativitas masyarakat.Menyusuli pengesahan UU No. 7 tahun 1987 Pemerintah Indonesia menandatangani sejumlah kesepakatan bilateral di bidang hak cipta sebagai pelaksanaan dari UU tersebut.Pada tahun 1988 berdasarkan Keputusan Presiden No. 32 di tetapkan pembentukan Direktorat Jendral Hak Cipta, Paten dan Merek (DJ HCPM) untuk mengambil alih fungsi dan tugas Direktorat Paten dan Hak Cipta yang merupakan salah satu unit eselon II di lingkungan Direktorat Jendral Hukum dan Perundang-undangan, Departemen Kehakiman.Pada tanggal 13 Oktober 1989 Dewan Perwakilan Rakyat menyetujui RUU tentang Paten, yang selanjutnya disahkan menjadi UU No. 6 tahun 1989 (UU Paten 1989) oleh Presiden RI pada tanggal 1 November 1989. UU Paten 1989 mulai berlaku tanggal 1 Agustus 1991. Pengesahan UU Paten 1989 mengakhiri perdebatan panjang tentang seberapa pentingnya sistem paten dan manfaatnya bagi bangsa Indonesia. Sebagaimana dinyatakan dalam pertimbangan UU Paten 1989, perangkat hukum di bidang paten diperlukan untuk memberikan perlindungan hukum dan mewujudkan suatu iklim yang lebih baik bagi kegiatan penemuan teknologi. Hal ini disebabkan karena dalam pembangunan nasional secara umum dan khususnya di sektor indusri, teknologi memiliki peranan sangat penting. Pengesahan UU Paten 1989 juga dimaksudkan untuk menarik investasi asing dan mempermudah masuknya teknologi ke dalam negeri. Namun demikian, ditegaskan pula bahwa upaya untuk mengembangkan sistem KI, termasuk paten, di Indonesia tidaklah semata-mata karena tekanan dunia internasional, namun juga karena kebutuhan nasional untuk menciptakan suatu sistem perlindungan HKI yang efektif.Pada tanggal 28 Agustus 1992 Pemerintah RI mengesahkan UU No. 19 tahun 1992 tentang Merek (UU Merek 1992), yang mulai berlaku tanggal 1 April 1993. UU Merek 1992 menggantikan UU Merek 1961. Pada tanggal 15 April 1994 Pemerintah RI menandatangani Final Act Embodying the Result of the Uruguay Round of Multilateral Trade Negotiations, yang mencakup Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights(Persetujuan TRIPS).Tiga tahun kemudian, pada tahun 1997 Pemerintah RI merevisi perangkat peraturan perundang-undangan di bidang KI, yaitu UU Hak Cipta 1987 jo. UU No. 6 tahun 1982, UU Paten 1989, dan UU Merek 1992.Di penghujung tahun 2000, disahkan tiga UU baru di bidang KI, yaitu UU No. 30 tahun 2000 tentang Rahasia Dagang, UU No. 31 tahun 2000 tentang Desain Industri dan UU No 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu.Dalam upaya untuk menyelaraskan semua peraturan perundang-undangan di bidang KI dengan Persetujuan TRIPS, pada tahun 2001 Pemerintah Indonesia mengesahkan UU No. 14 tahun 2001 tentang Paten, dan UU No. 15 tahun 2001 tentang Merek. Kedua UU ini menggantikan UU yang lama di bidang terkait. Pada pertengahan tahun 2002 tentang Hak Cipta yang menggantikan UU yang lama dan berlaku efektif satu tahun sejak diundangkannya.


Catatan: Perubahan Nomenklatur Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia menjadi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia berdasarkan Keputusan Menteri Nomor M.HH-02.OT.01.01 Tahun 2011 tentang Penyesuaian Penggunaan Nama Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

SEJARAH DAN SISTEM HUKUM ADAT

A.    Sejarah dan Perkembangan Hukum Adat

Hukum adat sebagai salah satu gejala sosial, hidup, tumbuh, dan berkembang sesuai dengan perkembangan masyarakat. Dalam perkembangannya, hukum adat menjadi salah satu disiplin ilmu dalam bidang hukum. Penemuan dan perkembangan hukum adat pun selalu mendapatkan perhatian dari berbagai kalangan, terutama para praktisi dan pengamat hukum. Karena sifatnya yang dinamis, proses perkembangan hukum adat dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti iklim lingkungan serta sifat atau watak bangsa, kepercayaan magis dan animisme, terutama agama, dan kekuasaan pemerintahan atau karena pergaulan dengan orang luar.

Mengenai sejarah penemuan dan perkembangan hukum adat, van Vollenhoven dalam bukunya De Ontdekking van het Adatrecits (Penemuan Hukum Adat) melakukan analisis dan pembahasan dengan materi pertanyaan sederhana yaitu siapakah yang menemukan hukum adat? Apakah rakyat yang setiap hari secara langsung telah menghayati dan melaksanakannya, atau oleh orang luar? Setelah melalu berbagai penelitian dan analisis, pertanyaan tersebut dijawab sendiri oleh van Vollenhoven bahwa penemu hukum adat bukan rakyat yang setiap hari menghayati dan melaksanakannya tetap justru orang luar, karena merasa tertarik terhadap hukum adat yang unik, khusus bahkan istimewa. Mereka adalah para sarjana, ahli dan peminat lain yang berasal dari luar lingkungan suatu masyarakat adat. Keunikan atau keistimewaan hukum adat, menurut para ahli atau sarjana tersebut, antara lain bahwa hukum adat yang hidup, tumbuh, dan berkembang dihayati dan dilaksanakan oleh rakyat Indonesia merupakan sekumpulan peraturan yang wujudnya tidak tertulis di dalam peraturan, perundang undangan, namun dapat berfungsi mengatur tingkah laku, hidup bermasyarakat, dan menentukan serta mengikat karena mempunyai sanksi.

Sejarah penemuan dan perkembangan hukum adat yang ditulis oleh van Vollenhoven berisi tentang permulaan perhatian para ahli atau para sarjana barat terhadap hukum adat sampai ditemukan hingga proses perkembangannya sebagai salah satu disiplin ilmu hukum (rechtswetenschap) pada tahun 1928 Perkembangannya setelah tahun 1928 dilukiskan oleh Sukanto dalam bukunya Meninjau Hukum Adat indonesia. Buku tersebut merupakan reproduksi dari buku Penemuan hukum adat (De Outdekking van Het Adatrechts) dan perkembangannya sampai pecahnya Perang Dunia. Penyelidikan terhadap perkembangan hukum adat jauh lebih sukar daripada penyelidikan  perhatian terhadap hukum adat. Hal ini karena penyelidikan terhadap perkembangan hukum adat tidak hanya terwujud dengan lahirnya ilmu hukum adat, tetapi juga terwujud pelaksanaannya dalam sejarah politik hukum adat sejak zaman VOC, Pemerintah Hindia Belanda, hingga kemerdekaan Indonesia

B.     Sejarah Penemuan Hukum Adat

Sejarah penemuan dan perkembangan hukum adat dapat dibedakan dalam beberapa periode, yaitu pada zaman sebelum datangnya bangsa Barat, zaman VOC, zaman Hindia Timur, zaman pemerintah Hindia Belanda, dan zaman setelah Indonesia merdeka.

Dilihat dari segi wujud kebudayaan, hukum adat termasuk dalam kebudayaan yang berwujud sangat kompleks dari ide yang fungsinya untuk mengarahkan dan mengatur tingkah laku manusia dalam berkehidupan di masyarakat, sehingga hukum adat menjadi salah satu aspek kehidupan masyarakat dalam kebudayaan bangsa Indonesia. Untuk mengetahui "perjalanan" sejarah hukum adat di Indonesia, berikut ini akan kita telusuri perkembangannya sejak zaman sebelum pendudukan Belanda di bumi Nusantara.

1.      Zaman Sebelum VOC Datang ke Nusantara Zaman atau masa ini ditandai oleh kedudukan hukum adat sebagai hukum positif, yang berlaku sebagai hukum yang nyata dan ditata oleh rakyat di berbagai kerajaan yang hidup dan berkembang di beberapa kepulauan antara Samudra Pasifik dan Samudra Hindia.

Pada masa tersebut telah dikeluarkan peraturan-peraturan kerajaan atau kesultanan yang pernah berkuasa, antara lain: Kediri, Singosari, Mataram, Majapahit, Demak, Pajang, Mataram II, Pakubuwono, Mangkunegoro, Paku Alam, Tarumanagar Pajajaran, Jayakarta, Banten, Cirebon, Sriwijaya, Indragiri, Bulungan, Goa, Bone, Bolaang Mongondow, Talaud, Ternate Tidore, Kupang, Bima, Sumbawa, Endeh, Buleleng, Badung Gianyar, dan sebagainya, Pada masa itu, perhatian hukum adat Asahan, Serdang, Langkat, Deli, Aceh, Pontianak, Kutai, dari orang-orang Barat atau orang asing lain belum ada

Bukti-bukti bahwa sebelum bangsa asing masuk ke indonesia sudah ada hukum adat yang mengatur kehidupan di lingkungan istana, adalah sebagai berikut

1. Tahun 1000, pada zaman Hindu, Raja Dharmawangsa dari Jawa timur dalam kitab Civacasana

2. Tahun 1331-1364, Gajah Mada Patih Majapahit, membuat kitab yang disebut kitab Gajah Mada

3. Tahun 1413-1430, Kanaka Patih Majapahit, membuat kitab Adigama

4 Tahun 1350, di Bali ditemukan kitab hukum Kutaramanava

Di samping kitab-kitab hukum kuno tersebut, ada juga kitab-kitab yang, mengatur kehidupan masyarakat, yaitu sebagai berikut.

1. Tapanuli: Ruhut Parsaoran di Habatohan (Kehidupan Sosial di Tanah Batak), Patik Dotot Lthum ni Halak Balak ang dan Ketentuan-ketentuan Batak).

 2. Jambi : Undang undang Jambi

3. Palembang: Undang-undang Simbur Cahaya (Undang undang tentang tanah di dataran tinggi daerah Palembang)

4.Minangkabau: Undang-undang nan dua Puluh (undang-undang tentang hukum adat delik di Minangkabau)

5. Sulawesi dan pengangkatan laut bagi orang orang aran Wajo)

6.Bali: Awig-awig (Peraturan subak dan d desa (peraturan desa) yang ditulisdi dalam daun lontar.

Sebelum kedatangan VOC, penelitian tentang hukum belum dilakukan. Kemudian, karena ada kepentingan negara jajahannya (menggunakan politik opportunity), Heren (pejabat di negeri Belanda yang mengurus negara-negara  Belanda) mengeluarkan perintah kepada jenderal yang memimpin daerah jajahannya untuk menerapkan hukum Belanda di negara jajahan (Indonesia), tepatnya pada tanggal 1 Maret 1621. Akan tetapi, penerapan hukum Belanda tersebut baru dilaksanakan tahun 1625 pada pemerintahan De Carventer yang telah mengadakan penelitian dan menyimpulkan bahwa masih ada hukum adat Indonesia.

2.Zaman VOC tahun 1602-1800

Zaman ini ditandai dengan dimulainya perhatian  orang asing (Barat) terhadap hukum adat baik karena tugas jabatannya maupun kehendak pribadi untuk memahami keberadaan hukum adat Tulisan mereka mayoritas bersifat catatan perjalanan dan bersifat perseorangan, misalnya tentang adat istiadat Minahasa (1679) dan Francois  Valentin yang berjudulOdennieuw Oost Indien(1666-1727) ada juga berapa tulisan yang bersifat usaha kodifikasi hukum adat yang ditulis oleh para praktisi, yaitu:

a.      Kitab Hukum Mogharrae  (1750) yang memuat hukum pidana Islam yang terjadi di Landiaad Semarang

b.      Kitab Bosschenar lan Dirk oan Clootswijck, tentang hukum adat di Kerajaan Bone dan Goa (1755)

c.      Kitab Hukum PC Hasselaer yang berisi tentang hukum adat di Cirebon berjudul "Papakem Cirebon"

Beberapa tulisan hukum adat lain yang ditulis oleh penulis-penulis Barat menggambarkan perhatian mereka terhadap hukum adat. Pencatatan hukum adat oleh orang luar negeri di antaranya:

a. Robert Padtbrugge (1679), ia seorang gubernur Ternate yang mengeluarkan peraturan tentang adat istiadat Minahasa.

b. Francois Valetijn (1666-1727) yang menerbitkan suatu ensiklopedia tentang kesulitan-kesulitan hukum bagi

3. Zaman Penjajahan Belanda tahun 1800-1848

Periodisasi hukum adat pada masa penjajahan Belanda adalah sebagai berikut

a.      Zaman Daendels (1808-1817) Pada tahun 1808-1811 merupakan tahap awal periodesasi hukum adat pada masa penjajahan Belanda. Pada masa ini,Gubernurer Jenderal Belanda yang mengatur rakyat Indonesia adalah Daendels

   Daendels beranggapan bahwa hukum adat yang berlaku dalam masyarakat, meskipun mempunyai banyak kelemahan, perlu dipelihara. Intinya, hukum adat akan tetap ada, kecuali ika bertentangan dengan pemerintah. Karena derajatnya lebih rendah dari hukum Eropa, hukum adat tidak akan berpengaruh terhadap hukum Eropa dan hukum Eropa pun tidak akan mengalami perubahan karena adanya hukum adat.

b.      Zaman Ruffles (1811-1816) Dengan banyaknya pengaduan tentang berbagai kecurangan dalam bidang keuangan dan tindakan Daendels yang sewenang-wenang terhadap bangsa Indonesia, pemerintah kerajaan Belanda mengangkat Jendral Jan Willem Janssens scbagai pengganti Daendels, dan serah terimanya dilaksanakan pada tanggal 16 Mei 1811.

 Raffles merupakan salah seorang perintis penemuan hukum adat, bersama Ketika bertugas di pulau Pinang, Raffles tertarik oleh kekayaan Nusantara dan hukum adat serta lembaga-lembaga lainnya Pada zaman ini Gubernur Jenderal dari Inggris membentuk komisi Mackenzie atau panitia yang tugasnya mengkaji/ meneliti peraturan  yang ada di masyaraka untuk mengadakan perubahan-perubahan yang pasti -sama dengan Marsden dan Crawfurd. dalam membentuk komisi ini, pada tanggal 11 Februari 1814 dibuat te provincial court of Taa yang terdiri atas 173 pasal, tuk pemerintahan yang dipimpinnya. Setelah terkumpul 1 penelitian antaranya adalah sebagai berikut.

1) Residen menjabat sekaligus sebagai kepala hakim

 2) Susunan pengadilan terdiri atas:

      a) Residen's court:;

b) Bupati's courl;

       c) Diuision courl

3) Ada juga circuit of court atau pengadilan keliling

4) Native law dan unchain costum berlaku untuk Bupati's court dan untuk residen (orang Inggris) berlaku hukum Inggris

A.    Zaman Komisi Jenderal (1816-1819)

 Tahun 1816-1848 merupakan masa penting dalam hukum adat karena merupakan masa pulihnya kembali pemerintahan Kolonial Belanda di Indonesia, dan merupakan permulaan politik hukum dari Pemerintah Belanda yang ditujukan kepada bangsa Indonesia. Dalam reglement tahun 1819 ditentukan bahwa hukum adat pidana akan dinyatakan berlaku bagi golongan Bumiputera.

Adapun hukum materiel yang diterapkan oleh pengadilan- pengadilan diberlakukan asas hukum dari pihak tergugat. Ini berarti bahwa jika terjadi sengketa antara orang Bumiputera dan orang Eropa, dan yang menjadi tergugatnya adalah orang Bumiputera, pihak yang akan mengadili adalah Landrand yang akan memperlakukan hukum adat

Pada zaman ini tidak ada perubahan dalam perkembancan hukum adat dan tidak merusak tatanan yang sudah ada

B.     Zaman Van der Capellen (1824)

Pada zaman ini tidak ada perhatian terhadap hukum adat bahkan Van der Capellen merusak tatanan yang sudah ada

C.      Du Bush

Zaman iní sudah ada sedikit perhatian pada hukum yang diutamakan dalam hukum adat adalah hukum Indonesia asli.

4. Masa antara tahun 1848-1928

Tahun 1848 dianggap sebagai masa permulaan politik pemerintah Belanda terhadap hukum adat.Mereka yang ingin mengganti hukum adat  dengan suatu kodifikasi hukum yang berlaku bagi semua golongan rakyat (unifikasi) pada umumnya berpendapat:

1.      Hukum adat yang tidak tertulis akan menimbulkan ketidakpastian hukum;

2.      Penggunaan hukum adat yang berbeda-beda untuk golongan penduduk yang berlainan sifatnya dianggap akan menimbulkan kekacauan dalam asas-asas hukum selain itu, hukum adat dinilai lebih rendah daripada hukum Eropa sehingga harus diganti dengan hukum yang Ini lebih baik lagi.

a.       Van den Bosch

Pada zaman ini diberlakukan hukum waris menurut hukum Islam dan hak atas tanah diberlakukan hukum antara peraturan Bramein dan hukum Islam

b.      Zaman Chr. Baud

Pada zaman ini sudah banyak perhatian pada hukum adat misalnya tentang melindungi hak-hak ulayat.

Pada tahun 1918, putra-putra Indonesia membuat disertasi mengenai hukum adat di Balai Perguruan Tinggi di Belanda, antara lain:

1)     Kusumaatmadja tahun 1922 yang menulis tentang wakaf;

2)     Soebroto tahun 1925 yang menulis tentang sawah vervauding ( gadai sawah)

3)     Endabumi tahun 1925 yang menulis tentang Bataks grondenrecht (hukum lanah suku Batak),

4)     Soepomo tahun 1927 yang menulis tentang Vorstenlanis grondenrecht (hak tanah di kerajaan-kerajaan)

Adapun penyelidikan tentang hukum adat di Indonesia dilakukan oleh:

1) Djojdioeno/Tirtawinata, yang menulis tentang hukum

2) Soepomo, yang menulis tentang hukum adat Jawa barat

3) Hazairin, yang membuat disertasinya tentang “Redjang”

5. Sejarah Penggalian Hukum Adat

Adapun sejarah mulai digalinya hukum adat di Nusantara dilakukan oleh beberapa tokoh berikut.

a.Orang pertama yang melakukan penggalian hukum adat adalah Marsden, seorang berkebangsaan Inggris yang pernah menjadi pegawai pemerintahan Hindiar Inggris. Dalam bukunya The History of Sumatra (tahun 1783) disebut secara diskriptif tentang pemerintah, ada istiadat, dan hukum.

b.      Gubernur jendral Raffles, yang mendapatkan mempelajari hukum adat di daerah-daerah itu daerah yang penting artinya bagi penggalian bahasa Jawa, kesusastraan, kesenian, dan kebudayaan

c.       Grawfurd, yang melihat hukum agama hanya sebagian kecil dari hukum adat.

d.      Gubernur Jendral Jean Chrestien Baud, yang pada tahun 1829 mendapat kesempatan untuk melindungi hak desa atas tanah (hak ulayat)

e.      Wilken, pegawai Pemerintah Hindia Belanda merupakan orang pertama yang menempatkan hukum adal dalam tempatnya tersendiri di dalam lingkungan yang luas dari bahan yang ethnologis

f.       Liefrinck, juga memberi tempat tersendiri pada hukum adat, tetapi penyelidikannya terbatas pada masyarakat Bali dan Lombok.

g.      Snouck Hurgronje, seorang sarjana sastra yang menjadi politikus dan mendapat gelar doktor dalam bahasa Semit (Yahudi dan Arab). Selama tinggal di Indonesia ia berhasil menulis beberapa buku penting mengenai kebudayaan dan hukum adat yang berlaku di Sumatra, antara lain De Atjehers (1893 dan 1894) dan Het Gajo Land (tahun 1903).

 6. Sejarah Perkembangan Hukum Adat

Sebagian besar dari hukum adat tidak tertulis sehingga sukar bagi pemerintah Hindia Belanda untuk menentukan hukum yang berlaku bagi bangsa Indonesia asli. Di antara pembelahukum adat yang terkenal adalah Prof. Mr. Cornelis van Vollenhoven

Dalam karya tulis van Vollenhoven, terdapat tiga hal penting yang berhubungan dengan hukum adat, yaitu:

a.      keberhasilannya menghilangkan kesalahpahaman dalam adat melihat hukum adat, yang menganggap hukum identik dengan hukum agama (Islam);

b.       pembagian wilayah hukum adat Indonesia dalam 19 lingkungan hukum adat (adatrecht kringen);

c.      Gigih dalam membela hukum adat dari usaha pembentuk yang ingin mendesak dan menghilangkan hukum adat, dengan keyakinan bahwa hukum adat merupakan hukum hidup, yang menjiwai bangsa C. undang-undang Indonesia asli dan mempunyai sistem tersendiri.

Pembelaan yang dilakukan oleh van Vollenhoven adalah sebagai berikut

a. Sebelum ada usaha van Vollenhoven, sejak tahun 1855 pemerintah Belanda berulang-ulang ingin menghapuskan hukum adat bagi golongan bangsa Indonesia asli dan memberlakukan hukum yang berlaku bagi golongan Eropa. Pada tahun 1866, pemerintah Belanda bermaksud menghapuskan hak milik asli atas tanah dan menggantikannya dengan hak eigendom, tetapi usaha ini mendapat tantangan dari para sarjana Belanda, termasuk van Vollenhoven sehingga usaha tersebut gagal dan sebagai akibatnya terbentuklah "Agrarische Wet" (Undang- undang Agraria) pada tahun 1870.

b. Tahun 1904 ada rancangan untuk mengubah pasal 104 RR dengan tujuan memaksa golongan Bumiputera agar memakai hukum yang sama dengan hukum yang berlaku di negeri Belanda. Van Vollenhoven pada tahun 1905 menentang rencana ini dengan tulisannya yang berjudul "Geen juristenrecht voor ger Inlander" dalam majalah

“De XX Eeuw(abad ke-20). Hasilnya, lahirlah suatu undang-undang (Oudjaarswet 1906) yang menentukan bahwa hukum Eropa hanya akan diperlakukan terhadap hanya jika diperlukan karena masyarakat mereka. Selain itu, tetap berlaku  hukum adatnya.

c. Pada tahun 1913 Pemerintah Kolonial Belanda mengumumkan suatu Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Perdata (Burgerlikc Wethoek) untuk golongan Indonesia tetapi untuk kedua kalinya van Vollenhoven menentang usaha ini, sehingga rancangan undang-undang tersebut ditarik kembali oleh Pemerintah Belanda

d. Usaha Pemerintah Kolonial Belanda untuk menghapus hukum adat masih diteruskan pada tahun 1923, yaitu dengan keluarnya Rancangan KUH Perdata untuk kedua kalinya, tetapi hal itu pun ditentang oleh van Vollenhoven, sehingga rancangan tersebut ditarik kembali.

   Perkembangan selanjutnya, setelah Indonesia merdeka yang termaktub dalam Undang-undang Pokok Kehakiman semula UU No. 19 tahun 1964, kemudian diganti dengan UU No. 14 tahun 1970) disebutkan bahwa, "Segala putusan pengadilan selain harus memuat alasan-alasan dan dasar-dasar putusan itu, juga harus memuat pasal-pasal tertentu dari peraturan-peraturan yang bersangkutan atau sumber hukum on tidak tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili".

Selain itu, berlakunya hukum adat adalah ketentuan pasal 6 Undang-undang Pokok Agraria (UU No. 5 tahun 1960), yang menyatakan"Hukum agraria yang berlaku atas bumi, ruang angkasa adalah hukum adat, sepanjang tidak bertentangan dengankepentingan nasional dan negara,yang berdasarkan persatuan bangsa, dengan sosialisme Indonesia, serta dengan peraturan-peraturan yang tercantum dalam Undang-undang ini dan dengan peraturan perundangan lainnya, segala sesuatu dengan mengindahkan unsur-unsur yang berdasar pada hukum agama"

7. Sejarah Politik Hukum Adat

Hukum adat menjadi masalah politik hukum ketika pemerintah Hindia Belanda akan memberlakukan hukum Eropa atau hukum yang berlaku di Belanda menjadi hukum positif di Hindia Belanda (Indonesia) melalui asas konkordansi Masalah bagi pemerintah kolonial mengenai hukum adat, yaitu apakah hukum ini dapat digunakan bagi tujuan-tujuan Belanda dan kepentingan ekonominya, dan bagaimana hukum adat dapat dimasukkan dalam rangka politik Belanda? Kepentingan atau kehendak bangsa Indonesia tidak menjadi perhatian pemerintah kolonial.

Secara kronologis, usaha-usaha pemerintah kolonial Belanda dalam menentukan undang-undang untuk menetapkan nasib ataupun kedudukan hukum adat selanjutnya dalam sistem perundang-undangan di Indonesia, adalah sebagai berikut

a.      Mr. Wichers, Presiden Mahkamah Agung, ditugaskan untuk menyelidiki alasan hukum adat privat tidak dapat diganti dengan hukum kodifikasi Barat, namun rencana kodifikasi Wichers tersebut gagal

b.      Tahun 1870, Van der Putte, Menteri Jajahan Belanda mengusulkan penggunaan hukum tanah Eropa bagi penduduk desa di Indonesia untuk kepentingan agraris pengusaha Belanda. Usaha ini pun gagal.

c.      Pada tahun 1900, Cremer, Menteri Jajahan, menghendaki diadakan kodifikasi lokal untuk sebagian hukum adat dengan mendahulukan daerah-daerah yang penduduknya telah memeluk agama Kristen. Usaha ini belum terlaksana

d.      Kabinetkuyper pada tahun 1904 mengusulkan rencana undang-undang untuk menggantikan hukum adat dengan  hukum Eropa. Pemerintah Belanda menghendaki seluruh penduduk asli tunduk pada unifikasi hukum Barat. Usaha ini gagal sebab Parlemen Belanda menerima tidak amandemen Van ldsinga.

e.      Pada tahun 1914, pemerintah Belanda dengan menghiraukan amandemen Idsinga, mengumumkan rencana KUI Perdata bagi seluruh golongan penduduk di Indonesia, namun ditentang oleh Van Vollenhoven dan usaha ini pun gagal.

f.       Pada tahun 1923, Mr. Cowan, Direktur Departemen Justilie di Jakarta, membuat rencana baru KUH Perdata dalam tahun 1920, yang diumumkan Pemerintah Belanda sebagai rencana unifikasi dalam tahun 1923. Usaha ini gagal karena kritikan Van Vollenhoven. Pengganti yaitu Mr Rutgers akhirnya mengumumkan bahwa meneruskan pelaksanaan kitab undang-undang unifikasi itu tidak mungkin?

Peraturan adat istiadat ini pada hakikatnya sudah ada zaman kuno dan zaman Pra-Hindu. Adat hidup dalam masyarakat Pra-Hindu, menurut adat merupakan adat-adat Melayu Polinesia. Kemudian datang kultur Hindu, kultur Islam, dan kultur masing-masing memengaruhi kultur asli tersebut dengan demikian hukum adat yang ada yang kini hidup adalah hasil antara peraturan adat-istiadat zaman Pra-Hindu

dan peraturan hidup yang dibawa oleh kultur Hindu, kultur Islam, dan kultur Kristen.

Setelah terjadi akulturasi itu, hukum adat atau hukum pribumi atau "Inladsrecht" menurut Van Vallenhoven terdiri atas

Inlandsrecht (Hukum Adat alau Hukum Pribumi)

 Yang tidak ditulis (jus non scriptum)

Yang ditulis (jus scriptum)

Hukum Asli Penduduk

 Ketentuan Hukum Agama

Akan tetapi, karena sebagian besar masyarakat Indonesia menganut Islam, dominasi hukum atau syariat Islam lebih banyak diberlakukan, terutama dalam bidang perkawinan, kekeluargaan, dan warisan. Selain itu, di Indonesia juga berlaku sistem hukum adat yang diserap dalam perundang-undangan atau yurisprudensi, yang merupakan penerusan dari aturan setempat dari masyarakat dan budaya-budaya yang ada di wilayah Nusantara.

Dengan demikian, masyarakat Indonesia menyikapi keberadaan hukum adat dari praksis pelaksanaan dan penegakan hukum secara keseluruhan, dan pandangan yang berbeda-beda.


Page 2

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA