Jelaskan kebijakan Muhammadiyah dalam kehidupan berbangsa dan bernegara brainly

Oleh : M. Daud  Yahya*

Pada dasarnya normatif Islam itu sendiri punya watak wasathiyah, moderasi. Alquran menyebut ummatan wasathan (tengah, adil, pilihan. Lihat tafsir QS Al-Baqarah  143). Dalam hadits disebutkan  “Sebaik-baik perkara adalah yang tengah-tengah (HR.Al-Baihaqi).

Dalam perjalanan sejarah cara beragama Islam, cukup banyak cara pemahaman dan pengamalannya, sehingga timbul berbagai varian. Secara  umum mengerucut pada 3 pemahaman besar,  yakni radikal, moderat, liberal.

Moderasi beragama merupakan jalan tengah pemahaman  dan pengamalan  antara tatharruf tasyaddud (ekstrim keras radikal, ekstrim kanan) dan tatharruf tasahhul (ekstrim meremehkan, esktrim kiri),  antara ifrath (terlalu berlebihan) dan tafrith (terlalu berkekurangan), antara ekstrim eksklusif kebenaran tunggal dan ekstrim semua benar, antara ekstrim lahiriah dan ekstrim batiniah, antara ekstrim  absolutisme  dan ekstrim relativisme, antara ektsrim tekstual yang terlalu kaku dan ekstrim kontekstual yang terlalu lentur.

Secara umum  moderasi beragama ini  ini dipakai dalam konteks aqidah, syariat, akhlak tasawuf. Ada dikenal jabariyah dan qadariyah, ada khawarij dan mu’tazilah, ada  wujudiyah muwahhid dan wujudiyah mulhid, ada ahlus sunnah waljamaah dan lain-lain.  Dalam konteks kebangsaan moderasi beragama terkait penguatan konsensus ideologi Pancasila yang bukan negara agama dan bukan negara sekuler tapi bebas melaksanakan ajaran agama masing-masing dalam kehidupan berbangsa yang pluralistik.

Indikator moderasi beragama secara umum yakni  tawasuth (pertengahan), tasamuh (toleran), tawazun (seimbang), i’tidal (konsisten,  tegas dan  berlaku adil). Selain itu dikenal pula indikator syura (musyawarah), musawah (egaliter), ishlah (reformasi), aulawiyah (mendahulukan yang prioritas),  tathawwur wal ibtikar (dinamis dan inovativ), tahadhdhur (berkeadaban). Dikenal pula indikator khairiyah/afdhaliyah (pilihan terbaik dengan mengambil kebaikan yang ada di  2 ektrim, ats-tsawabit wal mutaghayyirat (ada    yang tetap dan ada  yang berubah), at-ta’aqquli wat ta’abbudi (ada yang rasional/tidak kaku dan ada yang menerima apa adanya), al-muhafadzhah ‘alal qadiimish shaalih wal akhdzu bil jadiidil ashlah (memelihara/meningkatkan nllai-nilai lama yang masih relevan dan mengambil/mengupayakan nilai-nilai baru yang lebih relevan).

MODERASI BERAGAMA DALAM KONTEKS  LOKALITAS

Dalam beberapa kasus ada pemahaman yang menolak kearifan lokal secara mutlak. Dianggap bid’ah tidak ada contohnya dalam ajaran agama. Ada pula yang menerima kearifan lokal secara mutlak. Dalam konteks moderasi beragama dikenal ‘urf ghairu syar’i, yakni tradisi yang bertentangan dengan syari’at Islam. Dikenal pula istilah ‘urf syar’i,  yakni tradisi yang tidak bertentangan dengan syari’at  Islam.  Dalam konteks moderasi beragama, tradisi lokal yang bertentangan dengan ajaran Islam maka tidak boleh dipakai. Sementara tradisi  lokal yang tidak bertentangan dengan ajaran Islam bisa dipakai, al-aadah muhakkamah (adat istiadat bisa dijadikan acuan hukum fikih), mengakomodasi lokalitas budaya, pribumisasi Islam. Ada istilah fikih lokal, fikih berbasis lokal.

Mengaca pada strategi dakwah walisongo dahulu dilakukan dengan cara damai bukan dengan cara kekerasan. Strategi dakwah walisongo dilakukan dengan pendekatan kultural.

Zaman sekarang banyak aspek lokalitas yang menjadi bahan penting  penelitian untuk diekspos ke level nasional dan global.

MODERASI BERAGAMA DALAM KONTEKS KEBANGSAAN

Pada saat penyusunan ideologi bangsa, ada kompromi  cantik  antara nasionalisme dan Islamisme. Maka diambillah jalan tengah yakni ideologi Pancasila,  yang bukan negara agama dan bukan negara sekuler, tapi semua pemeluk agama bebas melaksanakan ajarannya masing-masing. Pancasila dianggap sebagai hasil  kompromi darul mitsaq meminjam istilah NU atau  darul ‘ahdi  wasy syahadah  meminjam istilah Muhammadiyah atau nasionalisme tauhid meminjam istilah Soekarno.  Dikenal pula 4 pilar kebangsaan, yakni Pancasila, UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika, NKRI. Agama-agama berfungsi  menjadi sumber nilai, sumber moral  yang secara subtansi integral  mewarnai    kehidupan berbangsa dan bernegara, negara bersama. Pada dasarnya semua agama mengajarkan nllai-nilai kerukunan, menolak ujaran intoleransi. Begitupun watak budaya  bangsa Indonesia adalah ramah, suka bergotong royong.

Zaman sekarang dengan alam demokrasi, kebebasan berbicara, masuknya aliran trans nasional,  keterbukaan informasi misal media sosial. Semua orang seakan bebas berbicara di ruang publik (public space), seakan orang bebas menshare (public share), sehingga terjadi “perang” informasi yang berwujud pada opini publik (public opinion) bahkan post truth.

Pada dasarnya masing-masing aliran dan kelompoknya  sudah punya website sendiri-sendiri termasuk kelompok moderat, tapi keadaan menjadi tidak berimbang ketika ada hoaks yang mengadu domba, fitnah, ujaran provokasi, ujaran kebencian, mudah mengkafirkan/menyesatkan orang.  Supaya kembali seimbang  perlu check and recheck,  mengkritisi  sumber dan kontennya, saring sebelum sharing. Boleh juga menambah lagi aspek konten moderat.

MODERASI BERAGAMA DALAM KONTEKS PERADABAN KEMANUSIAAN GLOBAL

Seringkali terjadi seseorang manusia dibenci karena faktor etnis, agama, gender dan lain-lain. Yang sering dilupakan bahwa sisi seseorang sebagai sama-sama sebagai manusia yang seyogyanya saling menghormati sering terlupakan, terdinding oleh baju etnis, agama, gender   dan lain-lain. Padahal dalam ajaran Islam,  manusia sesuatu yang sangat dimuliakan, wa laqad karramnaa banii  aadam.

Secara bersamaan tentu kita tak bisa mentolerir kasus LGBT atas dasar HAM karena bisa merendahkan derajat manusia yang justru dalam agama sangat dimuliakan itu. Berbagai prilaku menyimpang layak dijauhi dengan berbagai pendekatan,   sehingga seseorang bisa kembali menjadi manusia yang sangat dimuliakan itu atau juga  bisa menyelamatkan manusia yang lain dari ketularan prilaku menyimpang tadi.

Dalam moderasi beragama terkait globalisasi maka kita bisa menerima yang sesuai dengan agama dan budaya bangsa dan menolak  atau memfilter secara bijak cara pandang, sistem nilai yang tidak sesuai dengan agama dan budaya bangsa, sambil berdakwah.

Manusia adalah makhluk sosial, suka hidup bersama  dan suka bekerjasama dalam keragaman. Suka saling  tolong menolong, saling membantu, saling memberi manfaat antara satu dengan yang lain. Manusia pada dasarnya bersaudara. Kata ukhuwwah terkait dengan makna saudara kandung. Ada istilah ukhuwwah Islamiyyah, ukhuwwah wathaniyyah, ukhuwwah insaniyyah.

STRATEGI PENDIDIKAN ISLAM

Strategi penguatan moderasi beragama lintas fakultas/prodi melalui integrasi ilmu,  yakni integrasi ilmu umum (ayat kauniyah) dengan ilmu agama (ayat qauliyah) dan integrasi ilmu agama (ayat qauliyah) dengan ilmu umum (ayat  kauniyah) seperti  ilmu  umum  tentang  kearifan lokal, kebangsaan, dunia global dan sebagainya. Melalui Pendidikan Kewarganegaraan dan   4 pilar kebangsaan.  Mata kuliah khusus moderasi beragama atau minimal disisipkan dalam mata kuliah relevan. Melalui hidden curriculum seperti etika berbicara dan berbahasa dan  pendidikan multikultural serta pendidikan karakter Islami.

Adapun  untuk guru agama selain mengusai integrasi ilmu, pendidikan kewarganegaraan dan 4 pilar kebangsaan, mata kuliah khusus moderasi beragama atau disisipkan mata kuliah yang relevan, hidden curriculum seperti etika berbicara dan berbahasa dan pendidikan multikultural serta  pendidikan karakter Islami, juga dituntut menguasai Perbandingan Madzhab dan Perbandingan Agama, Metode Studi Islam, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam. Memakai model, pendekatan, metode, strategi-teknis untuk moderasi beragama misalnya pendekatan saintifik doktriner kontekstual.

Perlu penguatan Tri Pusat Pendidikan,  yakni pendidikan keluarga, pendidikan masyarakat, pendidikan formal.            Perlu Pusat Kajian Moderasi Beragama atau program disisipkan dengan Pusat Kajian yang relevan.   Kebijakan dan regulasi pemerintah untuk moderasi beragama. Perlu  komprehensif untuk mewujudkan arus utama moderasi beragama melalui sinergitas, kolaborasi  semua pihak, semua aspek pendekatan  keilmuan (mono disipliner, interdisipliner, multi disipliner, trans disipliner), semua  aspek sudut pandang sisi kehidupan baik ekonomi, sosial, politik, psikologi dan lain-lain.

Moderasi beragama mewujudkan Islam rahmat semesta. Dimana ajaran Islam seyogyanya menjadi rahmat dimanapun ia berada baik bagi diri sendiri, keluarga,  alam ghaib, flora-fauna, lingkungan, tingkat lokal, nasional maupun global sehingga  menjadi  khairu ummah, unggul dalam fastabiqul khairat. Diharapkan terwujud peradaban tinggi, berbudaya tinggi, keamanan,  toleransi, tanpa kekerasan, santun, perdamaian, hidup bersama dan bekerjasama dalam keragaman,  memberi keberkahan dan kebermanfaatan, keadilan, kemajuan,  sejahtera lahir batin, bahagia lahir batin,  seperti  bayang-bayang   gambaran perumpamaan  surga di akhirat kelak.

*Penulis adalah dosen pada Fakultas Tarbiyah dan Keguruan, Ketua Pusat Pengkajian dan Pengembangan Pendidikan Islam (Pusjibang-PI} FTK  UIN Antasari. Penulis buku Nilai-Nilai Pendidikan  Dalam Al-Qur’an.