Jelaskan indikator biologi adanya pencemaran air

KOMPAS.com - Air merupakan sumber daya alam terpenting di planet bumi sebab menjadi esensi dari semua kehidupan. Dua pertiga dari permukaan bumi merupakan air. Bahkan sekitar 60-70 persen dari komponen tubuh manusia terdiri dari air.

Air terdapat di mana-mana. Jumlah air di bumi tetap, air hanya berubah bentuk dan melalui perputaran yang disebut siklus air. Siklus air adalah proses alami yang berkelanjutan di alam.

Siklus air adalah pola di mana air di lautan, laut, danau dan lain-lain menguap dan berubah menjadi uap. Setelah melalui proses kondensasi dan presipitasi, air jatuh kembali ke bumi sebagai hujan termasuk salju.

Dari siklus tersebut, terdapat air bersih (potable water) yang dianggap cukup aman untuk konsumsi manusia dan hewan. Air bersih adalah air yang biasanya dimanfaatkan untuk minum, memasak, mencuci, irigasi tanaman dan lainnya.

Namun, terdapat permasalahan serius yang mengancam keberadaan air di bumi yaitu pencemaran air atau polusi air. Sebenarnya apa yang dimaksud pencemaran air, apa penyebab dan dampaknya?

Baca juga: Membran Penyaring dan Tanaman Air, Cara Tangani Pencemaran Air

Pencemaran air

Air rentan terhadap polusi. Air dikenal sebagai pelarut universal sebab mampu melarutkan lebih banyak zat daripada cairan lain di bumi. Itu sebabnya air sangat mudah tercemar.

Pencemaran air adalah pencemaran badan air (seperti lautan, laut, danau, sungai, air tanah dan lainnya) yang biasanya disebabkan oleh aktivitas manusia. Perubahan dalam sifat fisik, kimia atau biologis air akan memiliki konsekuensi yang merugikan bagi organisme hidup.

Menurut Encyclopaedia Britannica, polusi air adalah pelepasan zat ke dalam air tanah di bawah permukaan atau ke danau, aliran, sungai, muara dan lautan ke titik di mana zat mengganggu penggunaan air yang bermanfaat atau fungsi alami ekosistem.

Dikutip dari Natural Resources Defense Council, polusi air adalah ketika zat-zat berbahaya (bahan kimia atau mikroorganisme) mencemari aliran, sungai, danau, lautan atau badan air lainnya sehingga menurunkan kualitas air dan menjadi beracun bagi manusia dan lingkungan.

Pencemaran air mengakibatkan krisis air tawar, mengancam sumber-sumber air minum dan kebutuhan penting lainnya bagi manusia dan makhluk hidup lain.

Baca juga: Upaya Dinas Lingkungan Hidup Gresik Atasi Pencemaran Air Bengawan Solo

Sumber pencemaran air dapat dikategorikan menjadi dua jenis yaitu:

Sumber langsung adalah sumber pencemaran yang secara langsung melepaskan limbah dan produk sampingan berbahaya ke sumber air terdekat tanpa pengolahan. Contoh: limbah pabrik, fasilitas pengelolaan limbah, kilang dan lain-lain.

Sumber tidak langsung yaitu polutan atau bahan pencemar yang masuk ke badan air melalui air tanah, tanah, atau atmosfer seperti hujan asam.

Badan air dapat tercemar oleh berbagai macam zat, termasuk mikroorganisme patogen, limbah organik yang dapat membusuk, nutrisi tanaman, bahan kimia beracun, endapan, panas, minyak bumi dan zat radioaktif.

Beberapa polutan air yang paling sering ditemukan antara lain:

  • Limbah domestik (rumah tangga)
  • Limbah industri
  • Insektisida dan pestisida
  • Deterjen dan pupuk

Baca juga: Polusi Air dan Udara Sebabkan 1 dari 4 Anak Meninggal

Dampak pencemaran air

Polusi air dapat menimbulkan dampak negatif tidak hanya pada manusia tetapi juga pada lingkungannya. Terdapat beberapa dampak pencemaran air di antaranya:

  • Penyakit
  • Kerusakan ekosistem
  • Eutrifikasi
  • Gangguan rantai makanan

Berikut ini penjelasan mengenai akibat pencemaran air:

Pada manusia, minum atau mengonsumsi air yang tercemar akan berakibat buruk pada kesehatan. Air yang tercemar dapat menyebabkan penyakit seperti tifus, kolera, hepatitis dan berbagai penyakit lainnya.

Ekosistem sangat dinamis dan merespons perubahan lingkungan bahkan yang terkecil sekalipun. Polusi air dapat menyebabkan seluruh ekosistem rusak jika dibiarkan tidak terkendali.

Eutrifikasi adalah masuknya bahan kimia dalam badan air yang mendorong pertumbuhan alga (ganggang). Alga ini membentuk lapisan di atas kolam atau danau lalu mengurangi oksigen dalam badan air. Akibatnya, kehidupan perairan tersebut akan terdampak.

Polusi air menyebabkan dampak negatif pada rantai makanan. Gangguan pada rantai makanan terjadi ketika racun dan polutan dalam air dikonsumsi oleh hewan air (ikan, kerang, dan lainnya) yang kemudian dikonsumsi oleh manusia.

Baca juga: Pencemaran Air Bengawan Solo Mulai Berimbas ke Lamongan

Pencegahan pencemaran air

Cara terbaik untuk mencegah pencemaran air dalam skala besar adalah dengan mencoba dan mengurangi efek berbahaya.

Ada berbagai perubahan kecil yang bisa dilakukan manusia untuk melindungi diri dari kemungkinan kelangkaan pasokan air bersih di masa depan. Beberapa upaya yang bisa dilakukan untuk mencegah pencemaran air:

Pemborosan air adalah masalah utama di dunia dan manusia baru menyadari permasalahan ini. Perubahan kecil yang dilakukan manusia diyakini akan membuat perbedaan besar.

  • Pengolahan limbah yang lebih baik

Mengolah limbah sebelum membuangnya ke badan air membantu mengurangi polusi air dalam skala besar. Pertanian atau industri lain dapat menggunakan kembali air limbah ini dengan mengurangi kandungan racunnya.

  • Penggunaan produk ramah lingkungan

Penggunaan produk ramah lingkungan maksudnya dengan menggunakan produk mudah larut yang tidak terus menjadi polutan. Manusia dapat mengurangi jumlah polusi air yang disebabkan oleh rumah tangga dengan penggunaan produk ramah lingkungan.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Oleh: Hasan Sitorus. Perkembangan jum­lah penduduk yang dibarengi de­ngan pertumbuhan industri yang pesat dewasa ini telah me­nyebabkan meningkatkan volume limbah domestik dan limbah indutsri yang mema­suki lingkungan perairan.  Tercemarnya lingkungan perairan dapat dilihat dari indikator fisik, kimia mau­pun biologi yang sangat di­perlukan dalam upaya pe­ngendalian pencemaran per­airan.

Tidak dapat dipungki bah­wa lingkungan perairan ada­lah tem­pat yang paling ba­nyak menerima buangan dari aktivitas manusia maupun industri.  Di negara berkem­bang seperti Indonesia, pen­cemaran lingkungan perairan seperti sungai, danau dan laut dominan disebabkan limbah domestik, sedangkan di ne­ga­ra maju dominan dise­bab­kan limbah industri.

Oleh sebab itu pada ling­kungan perairan di negara berkem­bang, jenis limbah yang memasuki lingkungan perairan dominan mengan­dung limbah organik yang si­fatnya dapat terurai secara biologis di alam (biodegradable matter), namun menim­bulkan dampak negatif terha­dap kualitas air dan sistem kehidupan akuatik serta pe­menuhan kebutuhan air bagi manusia.

Terj­adinya pencemaran air tentunya dapat diamati atau diukur dari perubahan kuali­tas air secara fisik, kimiawi dan biologi.  Oleh sebab itu, indikator fisik, kimia dan biologi dapat digunakan un­tuk memperkirakan atau memberikan gambaran ting­kat pen­cemaran perairan, dan langkah-langkah yang diper­lu­kan dalam pengendalian pencemaran.

• Indikator Fisik

Perairan yang meng­alami pencemaran, beberapa parameter fisik yang dapat di­gunakan secara praktis untuk mengetahui tingkat pence­maran perairan adalah parameter kekeruhan (turbi­dity), bau (odors) dan warna (colours).

Perubahan sifat fisik air menjadi keruh atau sangat keruh dipas­tikan sudah terja­di pencemaran air akibat par­tikel tersuspensi atau terlarut dalam air. Perubahan keke­ruh­an air sangat mudah di­a­mati pada perairan sungai aki­bat aktivitas manusia di se­panjang daerah aliran su­ngai ataupun faktor hidro­me­teorologi.  Kekeruhan air yang tinggi jelas berpenga­ruh negatif terhadap kehi­dup­an biota perairan, dan ter­ganggunya penggunaan air untuk kebutuhan manusia.

Demikian juga timbulnya bau dari air khususnya bau telur busuk (belerang) meru­pakan indikator sudah terja­dinya pengu­raian bahan or­ga­nik dalam air dalam kon­disi anaerobik, karena sudah dihasilkan gas hidrogen sul­fida (H2S). 

Oleh sebab itu, bila kita me­lintas di sekitar lingkung­an perairan dan tercium bau belerang, sudah dapat dipas­ti­kan bahwa perairan ter­sebut telah mengalami pencemaran berat dan sudah ber­kembang mikroba pengurai tanpa ok­si­gen.

Parameter fisik lainnya yak­ni warna air juga dapat digunakan sebagai indikator pencemaran perairan.  Bila air berubah warna­nya menja­di merah, hijau atau kuning, sudah dapat dipastikan bah­­wa perairan sudah meng­alami pencemaran akibat lim­bah in­dustri yang mengan­dung zat warana atau akibat limbah domestik dan limbah pertanian yang mengandung limbah organik yang menye­babkan penyuburan yang berlebihan (Eutrophication), sehi­ngga terjadi ledakan po­pulasi fitoplankton jenis ter­tentu (blooming algae) yang menyebabkan perubahan war­na air.

Bila yang mengalami le­dak­an populasi (blooming) adalah jenis alga hijau (Chlo­rophyceae) maka warna air akan berubah men­jadi hijau, dan bila yang blooming ada­lah alga merah (Rhodophy­ceae) maka warna air menja­di merah seperti darah, dan bi­la yang blooming adalah alga keemasan (Chrysophy­ceae) maka warna air menja­di kuning.

Perubahan warna air aki­bat zat warna tidak berlang­sung laama ha­nya hitungan jam karena zat warna tersebut segera hanyut ke daerah hilir.  Berbeda dengan perubahan warna air akibat blooming al­gae, akan terjadi dalam be­berapa hari hingga populasi fitoplankton mati sesuai siklus hidupnya. 

• Indikator Kimia

Berbeda dengan indikator fisik dan biologi yang dapat diamati secara visual, maka indikator kimia harus  dila­ku­kan pengukuran. Para­me­ter kimia yang praktis digu­nakan untuk menentukan ter­cemar tidaknya atau berat ti­daknya tingkat pencemaran per­airan adalah tingkat ke­asaman air (pH), kadar oksi­gen terlarut (DO), dan beban bahan organik (BOD).

Tingkat keasaman (pH) air yang normal atau air ber­sih adalah sekitar 7, sehingga bila hasil pengukuran pH me­ter dibawah 7 (kondisi asam) atau di atas nilai 7 (kon­disi basa) berarti sudah terjadi pencemaran air akibat bahan-bahan kimia atau ga­ram yang merubah pH air. 

Perlu diperhatikan, air ta­war seperti massa air sungai dan danau lebih sensitif meng­alami perubahan pH di­banding air laut, karena mas­sa air tawar memiliki kapasi­tas penyangga yang ren­dah terhadap asam dan basa.  Bila pH sangat rendah misalnya 3 – 5 atau sangat besar 10 – 12 maka dapat dipastikan per­airan terse­but sudah meng­alami pencemaran berat aki­bat limbah kimia, dan perlu segera dilaporkan ke instansi terkait untuk pengendali­an­nya.

Demikian juga parameter kadar oksigen terlarut (Dissolved Oxygen/DO) juga sering digunakan untuk me­nentukan apakah per­airan su­dah tercemar berat atau tidak.  Bila kadar DO peraian su­dah lebih kecil dari  3 mg/l, maka dapat dipastikan perairan itu sudah tercemar berat oleh lim­bah organik.  Kadar DO < 3 mg/l merupakan kadar kritis terjadinya kematian massal ikan atau biota dalam perairan.  Kadar DO normal pa­da suhu 25 – 27 oC adalah 5 – 7 mg/l.

Parameter BOD (Biological Oxygen Demand) yang mengin­dikasikan beban ba­han organik dalam perairan juga dapat diguna­kan untuk menentukan level pencemar­an perairan.  Air bersih atau air tawar normal mempunyai BOD sebesar 0 – 7 mg/l, dan bi­la perairan mengalami pen­cemaran sedang maka kadar BOD berkisar 7 – 15 mg/l, dan pencemaran berat bila kadar BOD sudah lebih dari 15 mg/l. Nilai BOD dapat di­peroleh dengan mengguna­kan BOD meter dan hasilnya dapat dibandingkan dengan Baku Mutu Kualitas Air.

• Indikator Biologi

Kehadiran beberapa jenis  hewan makro dan mikro da­lam air dapat digunakan se­bagai bioindikator pencemar­an air.  Dite­mu­kannya Ca­cing Sutera (Tubifex), dan lin­tah di suatu perairan su­dah dapat dipastikan terjadi­nya pencemaran perairan dari limbah organik. 

Hewan makro air jenis Cacing Sutera menunjukkan perairan sudah tercemar berat limbah organik, sedangkan kehadiran Lintah dalam air menunjukkan terjadinya pen­cemaran air dalam level se­dang. Oleh sebab itu, dite­mu­kannya lintah di perairan Danau Toba sudah dapat di­pastikan bahwa Danau Toba sudah meng­alami pencemar­an limbah organik pada ting­kat sedang, yang kemung­kin­an besar berasal dari limbah domestik, limbah kegiatan per­ikanan, peternakan dan in­dustri pariwisata sekitar Danau Toba.

Oleh sebab itu, perlu per­hatian serius dari seluruh pe­mangku kepentingan (stakeholders) pengembangan ka­wasan Danau Toba sebagai destinasi wisata internasional untuk mengendalikan sum­ber limbah organik ke per­airan danau tersebut.

Selain hewan makro, jenis organisme mikro khususnya Coli­form juga dapat diguna­kan sebagai bioindikator pen­cemaran air akibat kotoran manusia dan hewan. Keha­dir­an bakteri Eschericia coli dalam air memastikan bahwa perairan itu sudah dimasuki tinja atau fekal manusia dan hewan.

Kehadiran mikroba ini se­lain dapat menimbulkan ber­bagai penyakit yang berhu­bungan dengan air, juga dapat memicu ber­kembangnya je­nis patogen lain dalam air yang berbahaya bagi manu­­sia. Oleh sebab itu, perlu ke­waspadaan bagi setiap ang­go­ta ma­syarakat bila sudah mengetahui adanya informa­si bioindikator ini dalam penggunaan air baik untuk kebutuhan MCK maupun untuk rekreasi.

(Penulis dosen tetap di Uni­versitas HKBP Nommen­sen Medan dan pemerhati masalah lingkungan).