Jelaskan faktor yang mengakibatkan presiden soeharto bertahan lama dalam memegang jabatan presiden

Merdeka.com - Orde baru merupakan salah satu masa dimana kejayaan era pemerintahan presiden Soeharto dalam memimpin negara Indonesia dengan cara menggantikan orde lama yaitu masa pemerintahan Ir. Soekarno.

Orde baru merupakan sebuah sebutan yang diberikan kepada masa pemerintahan PresidenRepublik Indonesia yang ke 2 atau Rezim Soeharto.

Kala itu Soeharto menggantikan kedudukan Soekarno sebagai Presiden pertama Republik Indonesia. Peristiwa pemindahtanganan jabatan itu terjadi pada tahun 1966.

Orde baru sendiri sebenarnya memiliki pengertian yaitu sebutan untuk masa pemerintahan Soeharto di Indonesia selama lebih dari 30 tahun lamanya.

Masa Orde Baru (ORBA) ini dimulai semenjak tahun 1966 menggantikan orde lama yang merujuk pada era pemerintahan Presiden Soekarno. Yang mana lengser semenjak mencuat peristiwa G 30 SPKI.

Orde baru sendiri juga dapat didefinisikan sebagai suatu penataan kembali kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara Indonesia dengan berlandaskan dasar negara indonesia yaitu Pancasila dan UUD 1945. Hal ini dilakukan karena terdapat adanya ancaman Ideologi Pancasila yaitu dengan adanya pemberontakan G30SPKI.

Menurut sejarah, pada saat itu Partai Komunis Indonesia (PKI) menyebarkan paham komunisme di Indonesia dan telah mengancam keberlangsungan Ideologi Pancasila.

Awal dari lahirnya orde baru sendiri adalah ketika Presiden Soekarno menyerahkan mandatnya kepada Jendral Soeharto melalui Surat Perintah Sebelas Maret (SUPERSEMAR).

Untuk mengetahui secara rinci, berikut ini kami telah rangkum 4 tujuan orde baru serta kelebihan dan kekurangannya, yang dilansir dari theinsidemag.com

2 dari 4 halaman

Sebelum kita mengetahui apa sebenarnya tujuan dari orde baru sendiri, ada baiknya kita juga mengetahui sebenarnya apa latar belakang dibentuknya orde baru sendiri. Orde baru sendiri terbentuk karena dipengaruhi beberapa peristiwa bersejarah di Indonesia antara lain :

  • Terjadinya Peristiwa G30S PKI

Peristiwa G30S PKI atau Gerakan 30 September PKI merupakan sebuah gerakan yang diprakarsai oleh Partai Komunis Indonesia. Peristiwa ini menyebabkan ketidakstabilan dan ketidaktertiban di Indonesia.Keadaan Indonesia kala itu menjadi semrawut tidak karuan. Banyak terjadi pembunuhan, penculikan dan lain sebagainya.Akhirnya memicu munculnya demo besar-besaran yang dilakukan oleh mahasiswa agar membubarkan Partai Komunis Indonesia beserta organisasi-organisasi yang dibawahinya.Masa demo menuntut agar tokoh-tokoh PKI agar segera diadili atas tindakan kerusuhan yang dilakukan oleh PKI.Akibat peristiwa tersebut, akhirnya Presiden Soekarno selaku Presiden pertama Indonesia membuat Surat Perintah Sebelas Maret 1966 atau yang lebih dikenal dengan nama SUPERSEMAR.

Surat tersebut ditujukan kepada Letjen Soeharto untuk mengatasi segala permasalahan atau mengendalikan negara yang sedang mengalami kekacauan.

  • Terbentuknya Front Pancasila

Front Pancasila merupakan sebuah gabungan atau kesatuan dari beberapa organisasi seperti KAMI, KASI, KAPPI dan Lain sebagainya yang bertujuan untuk mengajukan TRITURA (Tiga Tuntutan Rakyat).
Organisasi ini terbentuk pada tanggal 10 Januari 1966 di depan gedung DPR-GR. Front Pancasila juga dikenal dengan nama Angkatan 66.

  • Melemahnya Wibawa Soekarno

Presiden pertama Republik Indonesia memiliki pesona dan wibawa yang sempurna pada masa kepemimpinannya. Hingga pada akhirnya mampu menghalau para penjajah untuk pergi meninggalkan tanah Indonesia.Namun sayangnya, akibat kekacauan negara yang tidak terkendali Presiden pertama sekaligus proklamator Indonesia ini mengalami penurunan wibawa yang dimiliki.Wibawa Soekarno sebagai pemimpin Bangsa Indonesia semakin memburuk dan menurun, lantaran gagal dalam melakukan beberapa hal, diantaranya adalah sebagai berikut:1. Gagalnya Sidang Paripurna KabinetSidang paripurna yang seharusnya dihadiri oleh seluruh anggota wakil rakyat gagal dilaksanakan.Sidang ini memiliki tujuan untuk mencari solusi terhadap masalah-masalah yang sedang dihadapi oleh bangsa Indonesia kala itu. Namun sayangnya, usaha tersebut tidak berhasil.2. Gagal Mengadili Tokoh-Tokoh PKISalah satu dari tiga tuntutan rakyat adalah untuk mengadili para tokoh yang terlibat dalam peristiwa G30S PKI.

Salah satu upaya yang dilakukan oleh Presiden Soekarno adalah membentuk Mahkamah Militer Luar Biasa. Namun sayangnya upaya tersebut gagal.

  • Tap MPRS No. XXXIII/1967 MPRS

Dalam Tap MPRS No. XXXIII/1967 MPRS tersebut berisi tentang pencopotan jabatan Presiden kepada Soekarno sekaligus mengangkat Soeharto untuk menggantikan menjadi Presiden Republik Indonesia yang kedua.Pengangkatan tersebut terjadi pada tanggal 12 Maret 1967. Dan sejak saat itulah dimulainya masa Orde Baru oleh kepemimpinan Soeharto sebagai Presiden Republik Indonesia.

Keempat di atas lah merupakan point-point mengenai latar belakang lahirnya orde baru di Indonesia.

3 dari 4 halaman

Secara garis besar, pemerintahan masa orde baru memiliki beberapa tujuan pokok antara lain :1. Melakukan koreksi terhadap penyimpangan yang terjadi pada masa Orde Lama. Pengoreksian mencangkup dari keseluruhan tanpa terkecuali.2. Penataan Kembali seluruh Aspek kehidupan rakyat bangsa dan negara Indonesia.3. Menerapkan Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945 secara murni dan konsekuen.

4. Membangkitkan kembali kekuatan Bangsa Indonesia. Tujuan dari hal ini adalah mengembalikan stabilitas nasional serta mempercepat proses pembangunan terutama dalam sektor ekonomi.

4 dari 4 halaman

Berikut beberapa kelebihan dari dijalankannya pemerintahan Orde Baru :· Pada tahun 1966 terjadi peningkatan Gros Domestic produk perkapita Indonesia dari $70 menjadi $100.· Berhasil mencanangkan Program Keluarga Berencana (KB) yang sebelumnya tidak pernah ada.· Meningkatnya jumlah masyarakat yang bisa membaca dan menulis.· Angka pengangguran semakin menurun.· Kebutuhan rakyat akan pangan, sandang, dan papan cukup terpenuhi dengan baik.· Meningkatnya stabilitas dan keamanan negara Indonesia.· Mencanangkan program Wajib Belajar dan gerakan nasional orang tua asuh.· Mencanangkan dan menyukseskan Rencana Pembangunan Lima Tahun (REPELITA).

· Bekerjasama dengan pihak asing di bidang ekonomi dan menerima pinjaman dana dari Luar Negeri.

Selain itu, pemerintahan Orde Baru juga dianggap memiliki beberapa kekurangan antara lain :· Terjadi korupsi besar-besaran di semua lapisan masyarakat.· Pembangunan hanya terpusat di Ibu Kota sehingga terjadi kesenjangan yang cukup besar antara masyarakat kota dengan di desa.· Kekuasaan yang terus berkelanjutan tanpa adanya tanda-tanda akan mundur.· Masyarakat di berbagai daerah tidak puas, misalnya Papua dan Aceh. Tidak tersentuh pembangunan· Banyak terjadi pelanggaran HAM.· Terjadi pengekangan kebebasan pers dan berpendapat.

· Tingginya kesenjangan sosial di masyarakat.

Jelaskan faktor yang mengakibatkan presiden soeharto bertahan lama dalam memegang jabatan presiden

Mahasiswa menduduki Gedung MPR/DPR saat unjuk rasa menuntut Soeharto mundur sebagai Presiden RI, Jakarta, Mei 1998. TEMPO/Rully Kesuma

TEMPO.Co, Jakarta - Tanggal 21 Mei 1998 ditandai sebagai awal dimulainya era reformasi setelah perjalanan panjang rakyat Indonesia menuntut perubahan. Soeharto akhirnya mengundurkan diri dari jabatannya sebagai presiden setelah didesak rakyat Indonesia untuk menyudahi pemerintahannya yang dinilai otoriter dan tidak mampu mengatasi krisis moneter yang terjadi saat itu.

Krisis moneter inilah satu dari beberapa faktor yang melatarbelakangi runtuhnya kekuasaan Soeharto di era Orde Baru yang telah bertahan selama 32 tahun. Ekonomi jatuh dan kepercayaan rakyat Indonesia terhadap pemerintah hilang, demonstrasi besar-besaran terjadi di mana-mana dan kerusuhan akibat kecemburuan sosial pun tak dapat dielakkan.

Peristiwa rusuh yang identik dengan penjarahan dan perusakan toko dan rumah, serta beberapa kasus pelecehan seksual terhadap perempuan, peristiwa tersebut dikenang sebagai Peristiwa Kerusuhan Mei 1998 dan mendapat banyak kecaman dari berbagai negara.

Berikut ini kronologi berdirinya era Reformasi menggantikan era Orde Baru, dilansir dari berbagai sumber.

Pada 1 Mei 1998, Presiden Soeharto mengatakan reformasi baru dapat dilaksanakan pada 2003, pernyataan tersebut disampaikan melalui Menteri Dalam Negeri Hartono dan Menteri Penerangan Dachlan. Sehari kemudian, 2 Mei 1998, pernyataan yang mendapat respons keras dari sejumlah kalangan, termasuk mahasiswa saat itu, diralat oleh Presiden Soeharto, pihaknya kemudian menyatakan reformasi dapat dilakukan sejak saat itu, yakni 1998.

Di hari yang sama, Presiden Soeharto memangkas subsidi energi mengikuti saran dari International Monetery Fund atay IMF. Karuan saja keputusan tersebut menyulut aksi penolakan dari mahasiswa di beberapa wilayah di Indonesia. Sebab, akibat kebijakan tersebut harga Bahan Bakar Minyak atau BBM naik dari Rp700 menjadi Rp1.200 per liternya.

Pada 3 Mei 1998, Presiden Soeharto mengundang pimpinan DPR, partai politik, dan partai Golongan Karya atau Golkar. Meskipun pertemuan tersebut tidak lazim, Presiden Soeharto berdalih acara tersebut merupakan pertemuan silaturahmi dan konsultasi setelah sidang umum MPR. Pertemuan dilakukan di kantor Presiden Soeharto di Bina Graha, Kompleks Istana Merdeka selama 90 menit.

Hasil pertemuan itu disampaikan Menteri Dalam Negeri Hartono dan Menteri Penerangan Alwi Dachlan. Hartono mengatakan, dalam pertemuan tersebut Soeharto menyampaikan keinginannya supaya DPR menggunakan hak inisiatif, untuk itu Soeharto meminta DPR untuk menyiapkan perangkat sesuai dengan aspirasi masyarakat untuk mereformasi sejumlah rambu-rambu politik.

Naiknya harga BBM di tengah ekonomi masyarakat sedang terpuruk memicu demonstrasi besar-besaran di sejumlah kota di Indonesia, pada 4 Mei 1998 Mahasiswa di Medan, Bandung serta Yogyakarta melakukan aksi demonstrasi yang berubah menjadi kerusuhan saat para demonstran bentrok dengan aparat keamanan. Demonstrasi besar-besaran masih berlanjut hingga 5 Mei 1998 di Medan, demonstrasi ini juga berujung kerusuhan.

Pada 9 Mei 1998, Soeharto menghadiri pertemuan Konferensi Tingkat Tinggi atau KTT G-15 di Kairo, Mesir, sekaligus kali terakhir lawatan Soeharto ke luar negeri sebagai presiden. Kemudian pada 12 Mei 1998, bertepatan dengan hari Selasa pukul 16.30 WIB, ribuan mahasiswa Universitas Trisakti melakukan aksi damai untuk menyampaikan aspirasi ke DPR/MPR. Namun aksi pawai tersebut dihadang oleh aparat keamanan.

Peristiwa tersebut berujung pada penembakan aparat keamanan terhadap demonstran yang mengakibatkan empat orang mahasiswa Trisakti tewas. Mereka adalah Hafidin Royan, Elang Mulia Lesmana, Hery Hartanto, dan Hendryawan, keempat mahasiswa ini dikenang sebagai pahlawan reformasi dan peristiwa tersebut dinamai Tragedi Trisakti.

Sehari setelah peristiwa berdarah tersebut, sejumlah mahasiswa dari berbagai Universitas di Jakarta, Bogor, Bekasi, dan Tangerang mendatangi Kampus Universitas Trisakti untuk menyampaikan duka cita. Namun, secara tiba-tiba menjelang tengah hari sekelompok masa datang dari Jalan Daan Mogot menuju Kampus Universitas Trisakti dan bentrok dengan aparat keamanan. Peristiwa tersebut terjadi di bawah jembatan layang Grogol, Jakarta Barat. Hari itu disebut juga dengan Hari Rabu Kelabu 13 Mei 1998, yang menyebabkan Jakarta jadi kota berdarah.

Peristiwa Kerusuhan Mei 1998 semakin menjadi pada 14 Mei 1998, penjarahan dan perusakan toko dan rumah etnis Tionghoa terjadi di sejumlah kota di Indonesia. Bahkan penjarahan juga terjadi di sejumlah pusat perbelanjaan di Jakarta dan sekitarnya, di antaranya Supermarket Hero, Superindo, Makro, Goro dan Ramayana serta Borobudur. Selain dijarah dan dirusak, beberapa toko tersebut dibakar oleh massa yang mengamuk.

Sekitar 288 orang tewas dan 101 mengalami luka-luka akibat peristiwa itu, data tersebut dicatat oleh Palang Merah Indonesia. Kerugian DKI Jakarta akibat kerusuhan tersebut diperkirakan mencapai Rp2.5 triliun dengan perincian sebanyak 4.939 bangunan rusak, 21 di antaranya merupakan bangunan milik pemerintah. Informasi tersebut disampaikan oleh Gubernur DKI Jakarta saat itu, Sutiyoso. Di hari yang sama, Soeharto yang tengah berada di Mesir, mengatakan di depan masyarakat Indonesia di Kairo, dirinya bersedia mengundurkan diri apabila rakyat Indonesia memang benar-benar menginginkan hal tersebut.

Pada 15 Mei 1998, Soeharto balik ke Indonesia, setibanya di Jakarta ia memanggil Wakil Presiden B.J. Habibie, Wiranto, Kepala Staf Angkatan, Pangdam Jaya Sjafrie Sjamsoeddin untuk mengevaluasi situasi. Selama di Kairo, Soeharto mendapatkan informasi terkait perkembangan situasi kerusuhan dari putri sulungnya, Siti Hardiyanti Rukmana. Dalam pertemuan bersama Wakil Presiden dan sejumlah pejabat tersebut, Soeharto membantah bahwa dirinya telah mengatakan bersedia mengundurkan diri.

Suasana Jakarta semakin mencekam, 16 Mei 1998, warga asing secara massal kembali ke negara mereka dan berusaha secepat mungkin meninggalkan Jakarta, menyebabkan Bandara penuh sesak. Soeharto kembali memanggil Wiranto bersama KSAD Jenderal Subagyo dan Menteri Sekretaris Negara Saadillah Mursyid. Soeharto menginstruksikan kepada mereka untuk membentuk Komando Pemulihan Keamanan dan Ketertiban atau Kopkamtib.

Kemudian pada 18 Mei 1998, ribuan mahasiswa dan delegasi mendatangi gedung DPR/MPR untuk menyampaikan aspirasi agar Soeharto mundur dari jabatan presiden, mereka menyebut diri sebagai delegasi Gerakan Reformasi Nasional. Di depan massa, Ketua DPR/MPR Harmoko didampingi sejumlah wakilnya mengadakan siaran pers. Dalam siaran pers tersebut, Harmoko menyampaikan bahwa dirinya dan juga jajaran DPR lainnya juga menghendaki serta menyarankan agar Presiden Soeharto mengundurkan diri.

Mendengar kabar tersebut, 19 Mei 1998, Soeharto kemudian memanggil sejumlah tokoh Islam yang terdiri dari sembilan orang. Di antaranya yaitu Nurcholis Madjid, Abdurachman Wahid, Malik Fajar, dan KH Ali Yafie. Dalam pertemuan tersebut berlangsung selama dua jam lebih, para tokoh agama ini menyampaikan bahwa rakyat Indonesia tetap menginginkan Soeharto mundur dari jabatan presiden. Namun Soeharto tetap kukuh bahwa dirinya tetap bisa mengatasi keadaan saat itu, ia menolak mundur dan mengusulkan pembentukan Komite Reformasi.

Sehari sebelum mundurnya Soeharto, 20 Mei 1998, malam hari Soeharto menerima surat hasil keputusan dari 14 Menteri Koordinator Kabinet Pembangunan VII yang menyatakan sikap tidak bersedia menjabat sebagai menteri dalam kabinet mendatang yakni Kabinet Reformasi maupun reshuffle Kabinet Reformasi. Soeharto merasa terpukul dan ditinggalkan oleh orang-orang kepercayaannya. Malam itu, setelah berdiskusi dengan sejumlah pejabat, di antaranya Wiranto, akhirnya Soeharto bersedia melengserkan jabatannya kepada Wakil Presiden B.J. Habibie dan akan diumumkan keesokan harinya.

Kamis, 21 Mei 1998, di Istana Merdeka, tepat pukul 09.05, Soeharto mengumumkan mundur dari jabatan presiden dan digantikan B.J. Habibie sebagai presiden ketiga RI. Dengan begitu, dimulainya era reformasi.

HENDRIK KHOIRUL MUHID

Baca: 23 Tahun Reformasi: detik-detik Menentukan Presiden Soeharto Lengser