Jelaskan definisi hadits maudhu palsu kronologi dan tanda tandanya

Hadits maudhu’ ialah perkataan bohong dan mengada-ada yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW. Informasi ini disampaikan dengan mengatasnamakan Nabi biasanya untuk tujuan popularitas, mengajak orang berbuat baik, ingin dekat dengan penguasa, dan tujuan lainnya.Apapun motifnya, menyampaikan hadits palsu, apalagi membuatnya, tidak dibolehkan dalam Islam karena Rasulullah bersabda, “Barangsiapa yang berdusta atas namaku dengan sengaja, kelak posisinya di neraka,” (HR Ibnu Majah). Dalam riwayat lain disebutkan,  “Siapa yang menyampaikan informasi tentangku padahal dia mengetahui informasi itu bohong, maka dia termasuk pembohong,” (HR Muslim).

Mahmud Thahan dalam Taysiru Musthalahil Hadits menjelaskan dua cara pemalsu hadits beroperasi. Kedua cara tersebut adalah:

إما أن ينشء الوضاع الكلام من عنده، ثم يضع له إسنادا ويرويه وإما أن يأخذ كلاما لبعض الحكماء أو غيرهم ويضع له إسنادا

Artinya, “Adakalanya pemalsu hadits membuat redaksi hadits sendiri, kemudian memalsukan sanad dan meriwayatkannya. Terkadang dengan cara mengambil kata-kata bijak dari orang lain, kemudian membuat sanadnya.”Menurut Mahmud Thahan ada empat cara yang bisa digunakan untuk mengetahui hadits itu shahih atau bukan. Keempat cara tersebut adalah sebagai berikut:Pertama, pengakuan dari pemalsu hadits itu sendiri. Misalnya, Abu ‘Ismah Nuh bin Abu Maryam pernah mengaku bahwa ia permah memalsukan hadits terkait keutamaan berapa surat dalam Al-Qur’an. Hadits palsu ini ia sandarkan kepada sahabat Ibnu Abbas RA.Kedua, menelusuri tahun kelahiran orang yang meriwayatkan hadits dengan tahun wafat gurunya yang disebutkan dalam silsilah sanad. Kalau perawi hadits itu lahir setelah wafat gurunya, maka hadits tersebut bisa dikategorikan hadits palsu karena tidak mungkin keduanya bertemu.Ketiga, melihat ideologi perawi hadits. Sebagian perawi hadits ada yang fanatik dengan aliran teologi yang dianutnya. Misalnya, perawi hadits Rafidhah yang sangat fanatik dengan ideologinya, maka hadits-hadits yang disampaikannya terkait keutamaan ahlul bait perlu ditelusuri kebenarannya.Keempat, memahami kandungan matan hadits dan rasa bahasanya. Biasanya hadits palsu secara tata bahasa tidak bagus dan terkadang maknanya bertentangan dengan Al-Qur’an.

Demikianlah empat cara yang biasa digunakan dalam menulusuri keabsahan sebuah hadits. Apabila menemukan sebuah hadits yang tidak ditemukan dalam kitab hadits yang otoritatif, keempat cara tersebut bisa digunakan untuk membuktikan apakah hadits itu benar-benar dari Rasulullah atau tidak. Wallahu a’lam. (Hengki Ferdiansyah)

BAB I

PENDAHULUAN

Al-Quran sebagai sumber hukum Islam yang pokok banyak yang mengandung ayat-ayat yang bersifat mujmal, mutlak, dan ‘am. Oleh karenanya kehadiran hadis berfungsi untuk “tabyin wa taudhih” terhadap ayat-ayat tersebut. Ini menunjukkan hadis menduduki posisi yang sangat penting dalam literatur sumber hukum Islam.

Namun kesenjangan waktu antara sepeninggal Rasulullah SAW. dengan waktu pembukuan hadis (hampir 1 abad) merupakan kesempatan yang baik bagi orang-orang atau kelompok tertentu untuk memulai aksinya membuat dan mengatakan sesuatu yang kemudian dinisbatkan kepad Rasulullah SAW. dengan alasan yang dibuat-buat. Penisbatan sesuatu kepada Rasulullah SAW. seperti inilah yang selanjutnya dikenal dengan palsu atau Hadis Maudhu’.

Hadis Maudhu’ ini sebenarnya tidak layak untuk disebut sebagai sebuah hadis, karena ia sudah jelas bukan sebuah hadis yang bisa disandarkan pada Nabi SAW. Hadis maudhu’ ini berbeda dengan hadis dha’if. Hadis maudhu’ sudah ada kejelasan akan kepalsuannya sementara hadis dha’if belum jelas, hanya samar-samar. Tapi ada juga yang memasukkan pembahasan hadis maudhu’ ini ke dalam bahasan hadis dha’if.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam makalah ini adalah :

  1. Apa yang dimaksud dengan hadits maudhu’?
  2. Ala penyebab munculnya hadits maudhu’?
  3. Apa saja ciri-ciri hadits maudhu’?
  4. Bagaimana upaya penyelamatan hadits maudhu’?
  5. Bagaimana Status Hadis Maudhu dan Hukum Memalsukan?
  6. Bagaimana cara untuk mengetahui hadits maudhu’?
  7. Apa saja kitab-kitab referensi hadits maudhu’?
  8. Apa saja contoh-contoh hadits maudhu?

Tujuan pembahasan makalah ini adalah untuk :

  1. Untuk mengetahui pengertian hadits maudhu’
  2. Untuk memahami penyebab munculnya hadits maudhu’
  3. Untuk mengetahui ciri-ciri hadits maudhu’
  4. Untuk memahami upaya penyelamatan hadits maudhu’
  5. Untuk memahami Status Hadis Maudhu dan Hukum Memalsukan
  6. Untuk memahami cara untuk mengetahui hadits maudhu’
  7. Untuk mengetashui kitab-kitab referensi hadits maudhu’
  8. Untuk mengetahui contoh-contoh hadits maudhu

BAB II

PEMBAHASAN

  1. Pengertian hadist maudhu’

الَحَدِ يْثُ المَوْضُوْعُ هُوَا المُخْتَلَقُ المَصْنُوْعُ    ”Hadist Maudhu’ adalah Hadist yang diada-adakan dan dibuat-buat.”[1]

Al-Maudhu’ secara bahasa merupakan isim maf’ul dari,         wa-dha-‘a, ya-dha-‘u, wadh-‘an,kata yang mempunyai arti al-isqath (meletakkan tau memyimpan), Kata Al-Maudhu’ juga bermakna (al-iftira) meninggalkan, (wa al-ikhtilaq)mengada-ada dan membuat-buat.[2]

Sementara secara istilah ulama ahli hadits mendefinisikan hadits maudhu’  yakni hadits yang disandarkan kepada Rasulullah saw secara dibuat-buat dan dusta, padahal Beliau tidak mengatakan dan melakukannya, berbuat ataupun melakukannya.”

Sebagian mereka mengatakan bahwa yang dimaksud dengan hadits maudhu’ ialah hadits yang dibuat-buat”.

Dan ada juga yang mendefinisikan sebagai :

هُوَالُمخْتَلَعُ اَلمصْنُوْعُ الَمنْسُوْبُ اِلَى رَسُوْلِ الٌلَهِ صَلَىٌ الَلٌه عَلَيْهِ وَسَلَمَ زَوْرَاَ وَبُهْتَاناَ سَوَاءُ كَانَ ذَلِكَ عَمْدَا أَوْ خَطَأَ

Artinya:”Hadits yang diciptakan dan dibuat seseorang (pendusta) yang ciptaan ini yang dinisbatkan pada Rasulullah saw secara paksaan dan dusta, baik sengaja maupun tidak”.[3]

Hadist maudhu’ adalah hadist buatan dan palsu yang dinisbatkan seakan-akan berasal dari Nabi SAW. Hadist maudhu’ sering dimasukkan ke dalam jenis hadist dla’if yang disebabkan oleh tidak terpenuhinnya syarat ke adilan periwayat, Sementara ada sebagian ulama yang tidak memasukkan hadist maudhu’ kedalam jenis hadist dla’if tetap merupakan bagian tersendiri.

Pengertian hadist maudhu’ adalah hadist yang disandarkan kepada RasulullahSAW, dengan dusta dan tidak ada kaitanyang hakiki dengan Rasulullah.Bahkan, sebenarnya ia bukan hadist, hanya saja paraulma menamainny hadist mngingat adanya anggapan rawinya bahwa hal ituadalah hadist.[4]

Indikasi ke-maudhu’ an hadist yang berkaitan dengan sanad:

  1. Periwayatnya dikenal sebagai pendusta, dan tidak ada jalur lain yang periwayatnya tsiqoh meriwayatkan hadist itu.
  2. Periwayatnya mengakui sendiri membuat hadist tersebut.
  3. Ditemukan indikasi yang semakna dengan pengakuan memalsukan hadist seperti seorang periwayat yang meriwayatkan hadist dari orang yang dinyatakannya wafat sebelum ia sendiri lahir.

Dari beberapa definisi diatas dapat kita pahami bahwa, hadits maudhu’ adalah hadist yang bukan disandarkan kepada Rasulullah Saw, atau dengan kata lain Bukan hadist Rasul, akan tetapi suatu perkataan atau perbuatan seseorang atau pihak-pihak tertentu dengan suatu alasan kemudian dikatakan kepada Rasul. Padahal untuk kepentingan individu atau kelompok, bukan didasarkan kepada perkataan atau perbuatan dan takrir Rasulullah saw.

  1. Faktor-faktor Penyebab Munculnya Hadist Maudhu’

Berikut ini adalah beberapa penyebab munculnya hadits maudhu’ :

  1. Pertentangan Politik dalam Soal Pemilihan Khalifah

Pertentangan di antara umat islam timbul setelah terjadinya pembunuhan terhadap khalifah Utsman bin Affan oleh para pemberontak dan kekhalifahan digantikan oleh Ali bin Abi Thalib.

Umat islam pada masa itu terpecah-belah menjadi beberapa golongan, seperti golongan yang ingin menuntut bela terhadap kematian khalifah Utsman dan golongan yang mendukung kekhalifahan Sayyidina Ali (Syi’ah). Setelah perang Siffin, muncul pula beberapa golongan lainnya, seperti Khawarij dan golongan pendukung Muawiyyah.

Di antara golongan-golongan tersebut, untuk mendukung golongannya masing-masing, mereka membuat hadist palsu. Yang pertama dan yang paling banyak membuat hadist maudhu’ adalah dari golongan Syi’ah dan Rafidhah.

  1. Adanya Kesengajaan dari Pihak Lain untuk Merusak Ajaran Islam

Golongan ini adalah terdiri dari golongan Zindiq, Yahudi, Majusi, dan Nasrani yang senantiasa menyimpan dendam terhadap agama islam. Mereka tidak mampu untuk melawan kekuatan islam secara terbuka maka mereka mengambil jalan yang buruk ini. Mereka menciptakan sejumlah besar hadist maudhu’ dengan tujuan merusak ajaran islam.[5]

Faktor ini merupakan factor awal munculnya hadist maudhu’. Hal ini berdasarkan peristiwa Abdullah bin Saba’ yang mencoba memecah-belah umat Islam dengan mengaku kecintaannya kepada Ahli Bait. Sejarah mencatatbahwa ia adalah seorang Yahudi yang berpura-pura memeluk agama Islam. Oleh sebab itu, ia berani menciptakan hadist maudhu’ pada saat masih banyak sahabat ulama masih hidup.

Tokoh-tokoh terkenal yang membuat hadist maudhu’ dari kalangan orang zindiq ini, adalah:

  1. Abdul Karim bin Abi Al-Auja, telah membuat sekitar 4000 hadist maudhu’ tentang hukum halal-haram. Akhirnya, ia dihukum mati olen Muhammad bin Sulaiman, Walikota Bashrah.
  2. Muhammad bin Sa’id Al-Mashlub, yang akhirnya dibunuh oleh Abu Ja’far Al-Mashur.
  3. Bayan bin Sam’an Al-Mahdy, yang akhirnya dihukum mati oleh Khalid bin Abdillah.
  4. Membangkitkan Gairah Beribadah untuk Mendekatkan Diri Kepada Allah

Mereka membuat hadist-hadist palsu dengan tujuan menarik orang untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah, melalui amalan-amalan yang mereka ciptakan, atau dorongan-dorongan untuk meningkatkan amal, melalui hadist tarhib wa targhib (anjuran-anjuran untuk meninggalkan yang tidak baik dan untuk mengerjakan yang dipandangnya baik) dengan cara berlebihan.

  1. Menjilat Para Penguasa untuk Mencari Kedudukan atau Hadiah

Ulama-ulama membuat hadist palsu ini untuk membenarkan perbuatan-perbuatan para penguasa sehingga dari perbuatannya tersebut, mereka mendapat upah dengan diberi kedudukan atau harta. Sebab-sebab Pemalsuan Hadist dan kelompok-kelompok Pemalsuannya;[6]

  1. Sebab pemalsuan hadis yang pertama kali muncul adalah adanya prselisihan yang melanda kaum Muslimin yang bersumber pada fitnah dan kasus-kasus yang mengikutinya yakni umat Islam menjdi beberapa kelompok.
  2. Permusuhan terhadap Islam dan untuk menjelek-jelekkannya. Yaitu upaya yang ditempuh oleh orang-orang zindik, lebih-lebih oleh keturunan bangsa-bangsa yang terkalahkan oleh umat Islam.
  3. Upaya untuk memperoleh fasilitas duniawi, seperti pendekatan kepada pemerintah atau upaya mengumpulkan manusia ke dalam majelis, seperti yang dilakukan oleh para juru cerita dan para peminta-minta. Dampak negative kelompok ini sangat besar.

Kepalsuan yang terjadi pada hadis seorang rawi tanpa disengaja, seperti kesalahannya menyandarkan kepada Nabi SAW.

  1. Pemberantasan Hadis Palsu dan Media Terpenting untuk Memberantasnya

Para ulama mengambil langkah untuk memerangi pemalsu hadis dan menghindarkan bahaya para pemalsu. Untuk itu, mereka menggunakan berbagai metodologi yang cukup untuk kesimpulannya sebagai berikut: Meneliti karakteristik para rawi dengan mengamati tingkah laku dan riwayat mereka.

  1. Memberi peringatan keras kepada para pendusta dan mengungkap-ungkap kejelekan mereka, mengumumkan kedustaan mereka kepada para pemuka masyarakat.
  2. Pencarian sanad hadis, sehingga mereka tidak menerima hadis yang tidak bersanad, bahkan hadis yang demikian mereka anggap sebagai hadis yang batil.
  3. Menguji kebenaran hadis dengan membandingkannya dengan riwayat yang melalui jalur lain dan hadi-hadis yang telah diakui keberadaannya.
  4. Menetapkan pedoman-pedomanuntuk mengungkapkan hadis maudhu’.
  5. Menyusun kitab himpunan hadis-hadismaudhu’ untuk member penerangan dan peringatan kepada masyarakt tentang keberadaan hadis-hadis tersebut.

Para ulama hadits menentukan beberapa ciri-ciri untuk mengetahui ke maudlu-an sebuah hadits, diantarannya : [7]

  1. adanya pengakuan si pembuat hadits maudlu itu sendiri, pernah seorang ulama menanyakan suatu hadits kepada perawinya dan perawi tersebut mengakui bahwa ia memang menciptakan hadits tersebut untuk suatu keperluan.
  2. Adanya indikasi yang memperkuat, misalnya seorang rawi mengaku menerima satu hadits dari seorang tokoh, padahal ia belum pernah bertemu dengan tokoh tersebut, atau tokoh tersebut sudah meninggal sebelum perawi itu lahir.
  3. Adanya indikasi dari sisi tingkah laku sang perawi, misalnya diketahui bahwa ada tingkah laku yang menyimpang dari diri sang perawi.
  4. Adanya pertentang makna hadits dengan Alquran, atau dengan hadits mutawatir, atau dengan ijma’atau dengan akal sehat.
  1. Upaya Penyelamatan Hadis Maudhu’

Untuk menyelamatkan hadis Nabi SAW di tengah-tengah gencarnya pembuatan hadis palsu, ulama hadis menyusun berbagai kaidah penelitian hadis. Langkah-langkah yang ditempuh sebagai berikut :[8]

  1. Meneliti sistem penyandaran hadis.
  2. Memilih perawi-perawi hadis yang terpercaya.
  3. Studi kritik rawi, yang tampaknya lebih dikonsentrasikan pada sifat kejujuran atau kebohongannya.
  4. Menyusun kaidah-kaidah umum untuk meneliti hadis-hadis tersebut.
  5. Meningkatkan perlawatan mencari hadis.
  6. Mengambil tindakan kepada para pemalsu hadis.
  7. Menjelaskan tingkah laku rawi- rawinya.
  8. Membuat ketentuan- ketentuan untuk mengetahui ciri- ciri hadis maudhu’
  1. Status Hadis Maudhu dan Hukum Memalsukan/Meriwayatkanya

Para ulama berbeda pendapat dalam menentukan status hadis maudhu, apakah merupakan bagian dari hadis atau bukan. Dalam hal ini, terdapat dua pandangan yaitu: [9]

Kelompok pertama yang diwakili oleh Ibnu Shalah dan diikuti jumhur muhadditsin, berpendapat bahwa hadis maudhu merupakan bagian dari hadis dhaif yang paling jelek dan jahat.

Kelompok kedua diwakili oleh Ibnu Hajar Al-Asqalani, yang berpendapat bahwa hadis maudhu bukan termasuk hadis Nabi, baik berupa ucapan, perbuatan ataupun ketetapan.

Kemudian hukum dalam memalsukan dan meriwayatkan hadits maudhu’ adalah :

  1. Secara muthlaq, meriwayatkan hadis-hadis palsu itu hukumnya haram bagi mereka yang sudah jelas mengetahui bahwa hadis itu adalah palsu.
  2. Bagi mereka yang meriwayatkannya dengan tujuan untuk memberi tahu pada orang bahwa hadis ini adalah palsu, (menerangkan kepada mereka sesudah meriwayatkan atau membacakannya) maka tidak ada dosa atasnya.
  3. Mereka tidak tahu sama sekali kemudian meriwayatkannya atau mereka mengamalkan makna hadis tersebut karena tidak tahu, maka tidak ada dosa atasnya.
  1. Cara Mengetahui Hadist Maudhu’

Berikut ini adalah beberapa cara untuk mengetahui hadits maudhu’, yakni sebagai berikut :  [10]

  1. Pengakuan dari orang yang memalsukan hadits. Seperti pengakuan Abi ‘Ishmat Nuh bin Abi Maryam, yang digelari Nuh Al Jami’, bahwasanya ia telah memalsukan hadits atas Ibnu Abbas tentangkeutamaan-keutamaan Al Qur’an surat per surat. Dan seperti pengakuan Maisarah bin Abdi Rabbihi Al Farisi bahwa dia telah memalsukan hadits tentang keutamaan Ali sebanyak tujuh puluh hadits.
  2. Pernyataan yang diposisikan sama dengan pengakuan.Seperti seseorang menyampaikan hadits dari seorang syaikh, danhadits itu tidak diketahui kecuali dari syaikh tersebut. Ketika ditanya perawi tersebut, tentang tanggal kelahirannya, ternyata perawi dilahirkan sesudah kematian syaikh. Atau pada saat syaikh meninggal dia masih kecil dan tidak mendapatkan periwayatan.
  3. Adanya inidikasi perawi yang menunjukkan akan kepalsuannya. Misal perawi Rafidhah, haditsnya tentang keutamaan ahli bait. As Suyuthi berkata:”Dari indikasi perawi (maudhu’) adalah diaseorang Rafidhah dan haditsnya tentang keutamaan ahli bait. “Hamad bin Salamah berkata: “Menceritakan kepada syaikh mereka(Rafidhah), dengan berkata: “Bila kami berkumpul-kumpul,kemudian ada sesuatu yang kami anggap baik maka kami jadikansebagai hadits.”
  4. Adanya indikasi pada isi hadits, bertentangan dengan akal sehat, bertentangan dengan indra, berlawanan dengan ketetapan agama atau susunan lafadz lemah dan kacau, serta kemustahilan hadits tersebut bersumber dari Rasulullah.

Menurut Abu Bakar bin Ath Thayib:”Sesungguhnya bagian daripetunjuk maudhu’ adalah tidak masuk akal yang tidak bisa ditakwil disertai dengan tidak berdasar pada panca indra, atau menafikan Dalil-dalil Al Qur’an yang qath’I, sunah yang mutawatir dan ijma’. Adapun jika bertentangannya memungkinkan untuk dijamak, maka ia tidak (maudhu’).”

Ibnu Al Jauzi berkata:”Perkataan yang paling tepat berkenan dengan hadits maudhu’ adalah, apabila kamu melihat hadits yang menjelaskan akal, menyelisihi naql (dalil), atau yang membatalkan masalah ushul(akidah), ketahuilah sesungguhnya itu adalah maudhu’.”

Misalnya apa yang diriwayatkan Abdurahman bin Zaid bin Aslam dari bapaknya dari kakeknya secara marfu’,” Bahwa kapal Nabi Nuh thawaf mengelilingi ka’bah tujuh kali dan shalat dua rakaat di maqam Ibrahim.

  1. Kitab-kitab Referensi Hadits Palsu

Para ulama telah merupaya mengumpulkan hadits-hadits palsu supaya kaum muslimin selamat dari makar pembuatnya, di antara kitab-kitab tersebut yaitu: [11]

  1. Al Madhu’at, karangan Ibnu Al Jauzi.
  2. Al La’ali Al Mashnu’ah fi Al Ahadits Al Maudhu’ah, karaya As Suyuthi, ringkasan kitab diatas.
  3. Tanzihu Ay Syri’ah Al Marfu’ah ‘an Al Ahadits Asy Syani’ah Al Maudhu’ah karya Ibnu ‘Iraqi Al Kittani, ringkasan kedua kitab diatas.
  4. Silsilah Al Ahadits Ad Dha’ifah, karya Al Albani.
  1. Contoh-Contoh Hadits Maudhu’

Berikut ini  adalah beberapa contoh Hadits Maudhu’ bersama keterangannya, serta di mana perlu, akan kami sebutkan bagian dari sebab-sebabnya atau tanda-tandanya.

  1. اِذَا صَدَقَتِ الْمَحَبَّةُ سَقَطَتْ شُرُوْطُ الْأَدَبِ.

Artinya: Apabila rapat percintaan (antara seorang dengan yang lain), maka gugurlah syarat-syarat adab.

Keterangan:

  1. Perkataan ini, orang katakan hadits Nabi saw, padahal sebenarnya adalah itu ucapan seorang yang bernama Junaid.
  2. Karena ucapan tersebut bukan sabda Nabi saw, maka yang demikian dinamakan maudhu’, yakni Hadits yang dibuat-buat orang.
  3. اِنَّ اَلْقَمَرَ دَخَلَ فِي جَيْبِ ص وَخَرَجَ مِنْ كُمِّهِ.

Artinya: Sesungguhnya bulan pernah masuk dalam saku baju Nabi saw., dan keluar dari tangan   bajunya. [12]

Keterangan:

  1. Ucapan ini bukan sabda Nabi, tetapi orang katakan hadits Nabi saw. Jadi dinamakan dia maudhu’, palsu.
  2. Tukang-tukang cerita sering membawakan hadits itu waktu menceritakan perjalanan atau maulid Nabi, dengan maksud supaya orang tertarik mendengarkan ceritanya.
  3. Perasaan atau keyakinan kita mesti mendustakan isinya, karena tidak terbayang dalam fikiran, bahwa bulan yang begitu besar dapat masuk dalam saku baju Nabi yang tidak beda dengan saku-saku kita, dan keluar dari lubang tangan baju yang besarnya sudah kita maklum.
  4. الننَّظَرُ اِلَي الوَجْهِ اْلجمِيْلِ عِبَادَةٌ.

Artinya: Melihat wajah yang cantik itu, ‘ibadat.

Keterangan:

  1. Barangsiapa memperhatikan isi ucapan tersebut, tentu akan mengatakan, bahwa maksudnya itu untuk membangunkan syahwat manusia, sehingga orang mau mengerjakan perbuatan yang tidak senonoh, sedang salah satu daripada keutamaan manusia, ialah menjaga syahwatnya.
  2. Sabda Nabi tidak akan bertentangan dengan sifat keutamaan manusia, tetapi Hadits itu nyatanya berlawanan; teranglah bahwa itu bukan Hadits Rasulullah saw. Oleh sebab itu dia disebut hadits maudhu’.

BAB III

PENUTUP

Berdasarkan pembahasan pada bab II dapat pemaklah simpulkan bahwa Hadits maudhu’ adalah segala sesuatu yang tidak pernah keluar dari Nabi SAW baik dalam bentuk perkataan, perbuatan atau taqrir, tetapi disandarkan kepada beliau secara sengaja atau pun tidak sengaja.

Sebagian ulama mendefinisikan Hadits Maudlu’ adalah “Hadits yang dicipta dan dibuat oleh seseorang (pendusta) yang ciptaannya itu dikatakan sebagai kata-kata atau perilaku Rasulullah SAW, baik hal tersebut disengaja maupun tidak”.

Faktor-faktor yang melatarbelakangi hadits maudhu, yaitu: (1) Polemik politik, (2) kaum zindiq adalah golongan yang membenci islam, baik sebagai agama ataupun sebagai dasar pemerintahan. (3) Fanatik terhadap Bangsa, Suku, Negeri, Bahasa, dan Pimpinan. Mereka membuat hadits palsu karena didorong oleh sikap egois dan fanatik buta serta ingin menonjolkan seseorang, bangsa, kelompok atau yang lain.

Ada berbagai saran yang disampaikan oleh penulis, yaitu.

  1. Para pembaca disarankan agar memberikan kritik atas isi dan penulisan makalah.
  2. Di harapkan bagi para pembaca untuk menambah lagi literatur dari sumber rujukan lainnya agar pemahaman mengenai hadits maudhu’ dapat lebih mendalam

DAFTAR PUSTAKA

Nurrddin ’Itr, Ulum Al-Hadist, (Bandung, Remaja Resdakarya, 1994)

Munzier Suparta, Ilmu Hadist,(Jakarta, Rajawali Pers, 2010).

Abdul Majid Khon, Ulumul Hadist, (Jakarta, Amzah, 2009.)

Agus Solahudin, Ulumul Hadist. (Bandung: CV. Pustaka Setia)

Aan Supian. Ulumul Hadist. (Bogor, IPB Press, 2014)

Liza Santi. Hadist Maudhu’. (Online) sumber: http://lizasanti.blogspot.co.id diunggah pada 01/04/2012 pukul 3:20:00 AM dan diakses pada 06/10/2016 pukul 15.00 Wib

[1] Nurrddin ’Itr, Ulum Al-Hadist, (Bandung, Remaja Resdakarya, 1994) H. 68.

[2] Munzier Suparta, Ilmu Hadist,(Jakarta, Rajawali Pers, 2010). H. 176

[3] Abdul Majid Khon, Ulumul Hadist, (Jakarta, Amzah, 2009.) H.199

[4] Nurrddin ’Itr, Ulum Al-Hadist,  … H. 70

[5] Agus Solahudin, Ulumul Hadist. (Bandung: CV. Pustaka Setia) h. 172

[6] Nurrudin, Ulumul Hadis,  … h. 308

[7] Aan Supian. Ulumul Hadist. (Bogor, IPB Press, 2014) h. 82

[8] Liza Santi. Hadist Maudhu’. (Online) sumber: http://lizasanti.blogspot.co.id diunggah pada 01/04/2012 pukul 3:20:00 AM dan diakses pada 06/10/2016 pukul 15.00 Wib

[9] Liza Santi. Hadist Maudhu’. (Online) sumber: http://lizasanti.blogspot.co.id diunggah pada 01/04/2012 pukul 3:20:00 AM dan diakses pada 06/10/2016 pukul 15.00 Wib

[10] Nurrudin, Ulumul Hadis,  … h. 310

[11] Liza Santi. Hadist Maudhu’. (Online) sumber: http://lizasanti.blogspot.co.id diunggah pada 01/04/2012 pukul 3:20:00 AM dan diakses pada 06/10/2016 pukul 15.00 Wib

[12] Liza Santi. Hadist Maudhu’. (Online) sumber: http://lizasanti.blogspot.co.id diunggah pada 01/04/2012 pukul 3:20:00 AM dan diakses pada 06/10/2016 pukul 15.00 Wib