BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Desa Desa adalah suatu kesatuan hukum dimana bertempat tinggal suatu masyarakat pemerintahan tersendiri (Soetardjo Kartohadikoesoemo, 1984). Desa merupakan perwujudan atau kesatuan goegrafi, sosial, ekonomi, politik dan kultur yang terdapat ditempat itu (suatu daerah), dalam hubungan dan pengaruhnya secara timbal balik dengan daerah lain. Menurut Paul H. Landis dalam Darsono (2005:20) memberi batasan-batasan sebagai berikut
Menurut Undang-undang No. 5 Tahun 1979 Tentang Pemerintah Daerah, desa adalah suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk sebagai kesatuan masyarakat hukum, yang mempunyai organisasi pemerintahan terendah, langsung di bawah camat dan berhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa desa ialah suatu wilayah yang merupakan satu kesatuan masyarakat hukum pada batas-batas wilayah yang mempunyai wewenang untuk mengatur danmengurus kepentingan masyarakat setempat yang dimana corak masyarakatnya ditandai dengan kebersamaan dan keramahtamahan. 2.2 Karakteristik Pedesaan Karakteristik masyarakat desa menurut Scott J.C. (1989) dalam Yudi (2010:4) menyatakan bahwa petani terutama di pedesaan pada dasarnya menginginkan kedamaian dan hubungan patron-klien paternalistik yang memberi jaminan dan keamanan social (social security). Petani jarang tampil mengambil suatu keputusan yang berisiko, karena petani akan memikirkan keamanan terlebih dahulu (safety first). Kondisi ini tidak dapat dipertahankan dengan masuknya pasar dan komersialisasi yang telah menggantikan hubunganpatron-klienmenjadi hubungan ekonomis (upah/majikan-buruh). Meskipun demikian, untuk mengatasi masalah ekonomi, daerah pedesaan telah menemukan sendiri berbagai mekanisme sosial ekonominya yang dikenal sebagai gotong-royong (social exchange). Gotong royong menjadi etos subsistensi yang melahirkan norma-norma moral, seperti adanya norma resiprokal atau timbal balik dalam menikmati bantual sosial. Secara umum, karakterisitik desa terbagi atas tiga, yaitu karakteristik fisik, karakteristik sosial, dan karakteristik ekonomi. 2.2.1 Karakteristik Fisik Secara garis besar, daerah pedesaan memiliki ciri fisik sebagai berikut
2.2.2 Karakteristik Sosial Corak kehidupan masyarakat di desa dapat dikatakan masih homogen dan pola interaksinya horizontal, banyak dipengaruhi oleh sistem kekeluargaan. Semua pasangan berinteraksi dianggap sebagai anggota keluarga. Serta hal yang sangat berperan dalam interaksi dan hubungan sosialnya adalah motif-motif sosial. Interaksi sosial selalu di-usahakan supaya kesatuan sosial (social unity) tidak terganggu, konflik atau pertentangan sosial sedapat mungkin dihindarkan jangan sampai terjadi. Prinsip kerukunan inilah yang menjiwai hubungan sosial pada masyarakat pedesaan. Kekuatan yang mempersatukan masyarakat pedesaan itu timbul karena adanya kesamaaan-kesamaan kemasyarakatan seperti kesamaan adat kebiasaan, kesamaan tujuan dan kesamaan pengalaman. 2.2.3 Karakteristik Ekonomi Pada masyarakat pedesaan mata pencaharian bersifat homogen yang berada di sektor ekonomi primer, yaitu bertumpu pada bidang pertanian. Kehidupan ekonomi terutama tergantung pada usaha pengelolaan tanah untuk keperluan pertanian, peternakan, dan termasuk juga perikanan darat. Jadi, kegiatan di desa adalah mengolah alam untuk memperoleh bahan-bahan mentah baik bahan kebutuhan pangan, sandang maupun lain-lainnya untuk memenuhi kebutuhan pokok manusia. 2.3 Unsur Unsur Desa Menurut Bintarto dalam Daldjoeni (2003:55), ada tiga unsur yang membentuk sistem yang bergerak secara berhubungan dan saling terkait, yaitu :
2.4 Ciri Ciri Desa Sudah banyak literatur menjelaskanbahwa ciri khas desa sebagai suatu komunitas pada masa lalu selalu dikaitkan dengan kebersahajaan (simplicity), keterbelakangan, tradisionalisme, subsistensi, dan keterisolasian (Rahardjo, 1999). Menurut Roucek dan Warren dalamShahab K (2007), secara umum ciri-ciri kehidupan masyarakat pedesaan dapat diidentifikasi sebagai berikut ; 1) Mempunyai sifat homogen dalam (matapencaharian, nilai-nilai dalam kebudayaan serta dalam sikap dan tingkah laku), 2) Kehidupan desa lebih menekankan anggota keluarga sebagai unit ekonomi yang berarti semua anggota keluarga turut bersama-sama memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga, 3) Faktor geografi sangat berpengaruh atas kehidupan yang ada. Misalnya, keterikatan anggota keluarga dengan tanah atau desa kelahirannya, 4) Hubungan sesama anggota masyarakat lebih intim dan awet dari pada kota, 5) Jumlah anak yang ada dalam keluarga inti lebih besar, dan 6) Hubungan lebih bercorakgemeinschaftdangesellschaft. Menurut dirjen Bangdes (pembangunan desa) dalam Daldjoeni (2003:60), ciri ciri wilayah desa antara lain;
2.5Tipologi Desa Menurut Soetardjo Kartohadikoesoemo (1984:18), tipologi desa terbagi atas 10 jenis yaitu : 1) Desa pertanian adalah desa yang dibentuk dari sekumpulan manusia yang pertama berupa masyarakat pertanian. Bersama sama mereka membuka hutan belukar dan masing masing atau secara bersamaan mereka mengolah tanah yang kosong untuk ditanami tu buh- tumbuhan yang dapat menghasilkan bahan bahan makanan. Maka dari itu, di daerah daerah yang subur tanahnya kemudian terdapat masyarakat yang besar dan tergabung dalam ikatan desa yang kuat dan banyak penduduknya. 2) Desa Perikanan dan Pelayaran adalah Desa yang dibentuk oleh orang orang penangkap ikan atau oleh orang-orang pelaut yang pekerjaannya mengangkut barang-barang dagangannya ke seberang lautan. Demikian juga halnya di tepian-tepian sungai besar. 3) Desa peternakan adalah desa yang merupakan desa dimana penduduknya mempunyai mata pencaharian sebagai peternak. 4) Desa pasar (dagang) adalah desa dimana orang-orang dari berbagai jurusan dapat bertemu satu dengan yang lain untuk menjual dan membeli barang-barang yang dihasikan masyarakat sehingga terjadilah pasar. Di dekat pasar tersebut semakin lama tumbuh suatu masyarakat dari orang-orang yang pekerjaannya membeli dan menjual barang-barang yang dibutuhkan di tempat lain. 5) Desa istirahat adalah suatu tempat dimana kendaraan yang berjalan dari jarak jauh biasa diberhentikan untuk memberi istirahat kepada hewan yang menarik kendaraan dan kepada orang-orang yang menjadi pengendara serta para penumpang. Dengan sendirinya maka di tempat itu berdirilah sebuah warung dimana orang dapat membeli makanan dan minuman. Lambat laun tidak saja makanan dan minuman, bahkan barang-barang akan dijual disitu. 6) Desa tambangan adalah desa dimana tukang-tukang perahu menyebrangkan kendaraan-keandaraan dan orang-orang dari satu seberang ke seberang lain. 7) Desa tempat keramat adalah desa yang tumbuh di dekat tempat yang dianggap keramat. Sebuah candi yang mendapat kunjungan dari masyarakat, makam yang dimuliakan, dan sebagainya, sering kali tumbuh masyarakat yang nantinya akan berkembang pula menjadi desa. 8) Desa tambakan,setelah ada orang yang menemukan bibit dari laut yang dapat dipelihara di daratan dan dalam air asin ternyata menjadi ikan yang lezat rasanya dan diberi nama ikan bandeng, maka di tepi laut orang membuat kolam dari air laut yang di beri nama tambak unutk memelihara ikan bandeng tersebut. Dengan demikian di pesisir tumbuh masyarakat-masyarakat tambakan dari orang-orang yang memelihara ikan bandeng 9) Desa sumber air adalah desa yang tumbuh di dekat suatu sumber air yang besar. 10) Desa pertambangan adalah desa yang tumbuh di dekat wilayaha yang menghasilkan hasil-hasil pertambangan. 2.6 Pola Pengelompokan Desa Menurut Daldjoeni (2003:60), ada beragam bentuk desa yang secara sederhana dikemukakan sebagai berikut
2. Bentuk desa yang terpusat (desa pegunungan). 3. Bentuk desa linier di dataran rendah. 4. Bentuk desa mengelilingi fasilitas tertentu 2.7 PolaPermukiman Desa Kondisi fisik lingkungan merupakan faktor penting dalam proses memukimi maupun produk yang berupa permukiman (Bockstael, 1996). Pola persebaran permukiman rural lebih banyak ditentukan oleh faktor fisik lingkungan dibandingkan pertimbangan-pertimbangan sosio-ekonomik semata (Knox,2004) (Hardie,1997). Karakteristik permukiman penduduk yang bercirikan bentuk memanjang dengan pola mengelompok (clustered), berkepadatan tinggi, dan proporsi bangunan permanen seimbang dengan bangunan non permanen, berhubungan dengan kondisi fisik lingkungan maupun kondisi sosial ekonomi penduduk. Terbentuknya pola persebaran permukiman tertentu dipengaruhi oleh faktor internal penghuni yang berkait erat dengan kondisi sosial ekonomi penduduk, serta faktor eksternal yang didominasi oleh faktor fisik lingkungan (Yunus, 1989)(Gustafson, 1998). Pada setiap lokasi geografis tertentu memiliki kondisi fisik lingkungan dan kondisi sosial ekonomi masyarakat yang berbeda-beda, sehingga determinan terbentuknya pola persebaran permukiman pada masing-masing tempat juga berbeda-beda (Fajita, 1982). Menurut Darsono Wisadirana (2004:45), pola permukiman berdasarkan tipologi masyarakat desa adalah sebagai berikut
2.8Penggunaan Lahan di Pedesaan Sebagian besar penduduk perdesaan mempunyai pencaharian di sektor pertanian. Oleh karena itu penggunaan lahan di daerah perdesaan sebagian besar dimanfaatkan untuk pertanian. Disamping itu juga dimanfaatkan untuk permukiman, peternakan, kehutanan, dan sosial. Bentuk penggunaan lahan pertanian yang ada di Indonesia dapat dibedakan menjadi pertanian rakyat, perkebunan, peternakan dan perikanan, serta kehutanan.
2.9Infrastruktur Menurut Grigg (1988) dalam Ufie Jusuf (2009), Infrastruktur merujuk pada sistem fisik yang menyediakan transportasi, pengairan, drainase, bangunan-bangunan gedung dan fasilitas publik yang lain yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia dalam lingkup sosial dan ekonomi. Sistem infrastruktur merupakan pendukung utama fungsi-fungsi sistem sosial dan ekonomi dalam kehidupan sehari-hari masyarakat. Sistem infrastruktur dapat didefinisikan sebagai fasilitas-fasilitas atau struktur-struktur dasar, peralatan-peralatan, instalasi-instalasi yang dibangun dan yang dibutuhkan untuk berfungsinya sistem sosial dan sistem ekonomi masyarakat (Grigg, 2000) dalam Ufie Jusuf (2009).Infrastruktur meliputi a) Jalan b) Drainase c) Jaringan air bersih 2.10 Desa Perbatasan Desa perbatasan adalah suatu desa atau wilayah desa yang berletak diantara 2 atau lebih wilayah administratif. Desa perbatasan umumnya memiliki konflik akibat kurangnya penegasan batas wilayah pada suatu wilayah administratif. Salah satu sebabnya adalah karena daerah menjadi memiliki kewenangan untuk mengelola sumber daya di wilayahnya. Daerah dituntut untuk berperan aktif dalam mengeksploitasi dan mengeksplorasi sumber daya di daerahnya. Kemampuan daerah dalam mengoptimalkan sumber daya yang ada menjadi penentu bagi daerah dalam menjalankan otonomi daerah. Oleh karena itu daerah-daerah menjadi terdorong untuk mengetahui secara pasti sampai sejauh mana wilayah kewenangannya, terutama yang memiliki potensi sumber daya yang mendukung Pendapatan Asli Daerah (PAD). 2.11 Desa tertinggal Suatu daerah dikategorikan sebagai daerah tertinggal, karena beberapa faktor penyebab, antara lain :
2.11.1 Kriteria penetapan daerah tertinggal Penetapan kriteria daerah tertinggal dilakukan dengan menggunakan pendekatan berdasarkan pada perhitungan 6 (enam) kriteria dasar yaitu : perekonomian masyarakat, sumberdaya manusia, prasarana (infrastruktur), kemampuan keuangan lokal (celah fiskal), aksesibilitas dan karakteristik daerah, serta berdasarkan kabupaten yang berada di daerah perbatasan antarnegara dan gugusan pulau-pulau kecil, daerah rawan bencana, dan daerah rawan konflik 2.11.2Strategi Strategi pembangunan daerah tertinggal disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi masing-masing daerah. Strategi dimaksud meliputi: 1) Pengembangan ekonomi lokal, strategi ini diarahkan untuk mengembangkan ekonomi daerah tertinggal dengan didasarkan pada pendayagunaan potensi sumberdaya lokal (sumberdaya manusia, sumberdaya kelembagaan, serta sumberdaya fisik) yang dimiliki masing-masing daerah, oleh pemerintah dan masyarakat, melalui pemerintah daerah maupun kelompok-kelompok kelembagaan berbasis masyarakat yang ada. 2) Pemberdayaan Masyarakat,strategi ini diarahkan untuk meningkatkan kemampuan masyarakat untuk berperan aktif dalam kegiatan sosial, budaya, ekonomi, dan politik 3) Perluasan Kesempatan, strategi ini diarahkan untuk membuka keterisolasian daerah tertinggal agar mempunyai keterkaitan dengan daerah maju 4) Peningkatan Kapasitas,strategi ini diarahkan untuk meningkatkan kapasitas kelembagaan dan sumberdaya manusia pemerintah dan masyarakat di daerah tertinggal. 5) Peningkatan Mitigasi, Rehabilitasi dan Peningkatan,strategi ini diarahkan untuk mengurangi resiko dan memulihkan dampak kerusakan yang diakibatkan oleh konflik dan bencana alam serta berbagai aspek dalam wilayah perbatasan. 2.12 Kajian Usaha Tani Menurut Mosher (1968) dalam artikel Kamaluddin usahatani adalah suatu tempat atau sebagian dari permukaan bumi di mana pertanian diselenggarakan seorang petani tertentu, apakah ia seorang pemilik, penyakap atau manajer yang digaji himpunan dari sumber-sumber alam yang terdapat pada tempat itu yang diperlukan untuk produksi pertanian seperti tanah dan air, perbaikan- perbaikan yang dilakukan atas tanah itu, sinar matahari, bangunan-bangunan yang didirikan di atas tanah itu dan sebagainya. Menurut Kadarsan (1993) dalam artikel kamaluddin, usahatani adalah suatu tempat dimana seseorang atau sekumpulan orang berusaha mengelola unsur-unsur produksi seperti alam, tenaga kerja, modal dan ketrampilan dengan tujuan berproduksi untuk menghasilkan sesuatu di lapangan pertanian. Dapat disimpulkan bahwa Ilmu usahatani adalah ilmu terapan yang membahas atau mempelajari bagaimana menggunakan sumberdaya secara efisien dan efektif pada suatu usaha pertanian agar diperoleh hasil maksimal. Sumber daya itu adalah lahan, tenaga kerja, modal dan manajemen. 2.12.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi usaha tani
2.11.2 Gambaran usahatani di Indonesia Di Indonesia, usahatani dikategorikan sebagai usahatani kecil karena mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
2.12.3 Ciri-ciri daerah pertumbuhan dan perkembangan usaha tani 1. Usaha pertanian atas dasar tujuan dan prinsip sosial ekonomi yang melekat padanya, usaha tani digolongkan menjadi 3 (tiga) golongan, yaitu: 2. Tingkat pertumbuhan usaha tani berdasarkan teknik atau alat pengelolaan tanah: 3. Berdasarkan kekuasaan badan-badan usaha tani dalam masyarkat atas besar kecilnya kekuasaan, maka usaha tani dapat kita golongkan sebagai berikut: 4. Tingkat pertumbuhan dan perkembangan usaha tani dapat dilihat dari 2.12.4 Klasifikasi usahatani a. Pola usahatani, terdapat dua macam pola usahatani, yaitu lahan basah atau sawah ,lahan kering. b. Bentuk usahatani, bentuk usahatani di bedakan atas penguasaan faktor produksi oleh petani, yaitu :
c. Tipe usahatani, tipe usahatani menunjukkan klasifikasi tanaman yang didasarkan pada macam dan cara penyusunan tanaman yang diusahakan. d. Struktur usahatani 2.13 Rencana spasial pedesaan Pembangunan pedesaan telah dilakukan secara luas, tetapi hasilnya dianggap belum memuaskan dilihat dari pelibatan peran serta masyarakat dan peningkatan kesejahteraan masyarakat pedesaan. Pembangunan pedesaan bersifat multi dimensional dan multi aspek, oleh karena itu perlu dilakukan analisis atau pembahasan yang lebih terarah dan dalam konteks serba keterkaitan dengan bidang atau sektor dan aspek di luar pedesaan (fisik dan non fisik, ekonomi dan non ekonomi, sosial-budaya, spasial, internal dan eksternal). Rencana pembangunan daerah harus disusun berdasarkan pada potensi yang dimiliki dan kondisi yang ada sekarang. Kondisi yang ada itu meliputi sumberdaya alam, sumberdaya manusia, sumberdaya modal, prasarana dan sarana pembangunan, teknologi, kelembagaan, aspirasi masyarakat setempat, dan lainnya. Karena dana anggaran pembangunan yang tersedia terbatas, sedangkan program pembangunan yang dibutuhkan relatif banyak, maka perlu dilakukan:
Penentuan program pembangunan oleh masyarakat yang bersangkutan merupakan bentuk perencanaan dari bawah, dan akar rumput bawah atau sering disebut sebagai bottom-up planning. Peningkatan partisipasi masyarakat merupakan salah satu bentuk pemberdayaan masyarakat (social empowering) secara nyata dan terarah. Wiayah pedesaan ditinjau dari wawasan perwilayahan merupakan bagian yang tidak terpisah dari keseluruhan system perwilayahan pembangunan. Perkembangan kota harus terintegrasi dengan perkembangan pedesaan oleh karena itu didalam perencanaan penataan ruang wilayah pedasaan ini perlu didasari oleh pengenalan potensi dan kendala pembangunan wilayah serta perlu mengacu kepada kebijaksanaan dasar pembangunan daerah. Suatu kebutuhan dasar untuk menunjang kehidupan dan penghidupan wilyah pedesaan secara sosial ekonomis dengan memperhatikan berbagai kendala yang dimilikinya. Hal-hal umum yang dapat berpengaruh dalam perencanaan desa diantaranya:
2.13.1 Ruang lingkup perencanaan penataan ruang desa. Menunurut modul studio perencanaan desa permukiman dapat diartikan sebagai suatu lingkungan desa-desa, diIndonesia memiliki tampilan yang beragam karena Indonesia memiliki keberagaman social budaya yang berpengaruh dalam pembentukan fisik sebuah desa. Keragaman tersebut juga akan berpengaruh terhadap pembentukan pola hidup warga desa. Secara umum pedesaan dicirikan dengan karakteristik sebagai berikut:
Menurut modul studio perencanaan desa ruang lingkup perencanaan penataan ruang desa dibagi menjadi 2 yaitu perencanaan mikro dan makro.
2.14Kebijakan yang Terkait Kebijakan yang terkait yaitu berdasarkan pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2005 Tentang Desa, Kebijakan Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur, dan Isu-Isu Strategis Revisi UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. a) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2005 Tentang Desa b) Kebijakan Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur c) Isu-Isu Strategis Revisi UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah d) RPJM Desa Sentonorejo |