Jelaskan 3 masalah kewarganegaraan dan jelaskan cara mengatasinya

Jakarta -

Setiap orang memiliki kewarganegaraan yang berbeda-beda. Secara singkat, status kewarganegaraan dikenal dengan beberapa istilah, seperti apatride atau bipatride.

Apa Itu Apatride dan Bipatride?

Apatride adalah istilah untuk orang-orang yang tidak memiliki kewarganegaraan. Sedangkan Bipatride adalah istilah untuk orang-orang yang memiliki kewarganegaraan ganda (dua).

Bahkan juga ada istilah multipatride atau yang lebih dikenal dengan orang yang memiliki kewarganegaraan banyak (lebih dari satu).

Penentuan kewarganegaraan sendiri berdasarkan dari dua asas, yaitu asas ius soli dan asas ius sanguinis. Ius sendiri berarti hukum atau dalil. Sedangkan Soli berasal dari Kota Solum yang artinya tanah. Sanguinis berasal dari kata sanguis yang berarti darah.

1. Asas ius soli adalah asas yang menyatakan bahwa kewarganegaraan seseorang ditentukan dari tempat di mana orang tersebut dilahirkan.

2. Asas ius sanguinis adalah asas yang menyatakan bahwa kewarganegaraan seseorang ditentukan berdasar keturunan dari orang tersebut.

Penentuan kewarganegaraan juga dapat didasarkan pada aspek perkawinan yang mencakup asas kesatuan hukum dan asas persamaan derajat.

a. Asas persamaan hukum didasarkan pandangan bahwa suami istri adalah suatu ikatan yang tidak terpecah sebagai inti dari masyarakat. Dengan asas ini diusahakan status kewarganegaraan suami dan istri adalah sama dan satu.

b. Asas persamaan derajat berasumsi bahwa suatu perkawinan tidak menyebabkan perubahan status kewarganegaraan suami dan istri. Keduanya memiliki hak yang sama untuk menentukan sendiri kewarganegaraannya.

  • Contoh Apatride dan Bipatride

Berikut adalah contoh Apatride dan Bipatride yang dikutip dari buku Pendidikan Kewarganegaraan karya Rosmawati:

Contoh munculnya apatride:

Seorang bayi lahir di negara A yang menganut asas ius sanguinis. Bayi tersebut adalah anak dari pasangan suami istri yang berkewarganegaraan B di mana B menganut asas ius soli. Dengan demikian si bayi akan menjadi apatride.

Ia tidak memperoleh kewarganegaraan A sebab ia bukan keturunan orang yang berkewarganegaraan A. Bayi itu juga tidak berkewarganegaraan B sebab ia lahir di luar wilayah negara B.

Contohnya munculnya bipatride:

Seseprang bayi lahir di negara C yang menganut asas ius soli. Bayi tersebut adalah anak dari pasangan suami istri yang berkewarganegaraan D di mana D menganut asas ius sanguinis. Dengan demikian si bayi menjadi bipatride.

Orang yang berstatus apatride atau bipatride dapat menimbulkan masalah dalam suatu negara. Orang Apatride akan mempersulit orang tersebut menjadi penduduk negara.

Ia dianggap sebagai orang asing yang hak dan kewajibannya terbatas dibanding warga negara atau penduduk.

Orang Bipatride dapat mengacaukan keadaan kependudukan di antara dua negara.

Demikianlah penjelasan mengenai apatride dan ipatride. Apakah detikers sudah memahaminya?

Simak Video "Warga Lokal di IKN Bakal Diberi Pelatihan, Apa Saja?"



(atj/pay)

         Negara memiliki wewenang untuk menentukan warga negara sesuai dengan asas yang dianut negara tersebut. Asas kewarganegaraan yang dianut oleh suatu negara mrpakan prinsip yang menjadi pedoman dalam menentukan kewarganegaraan pada negara tersebut. Perbedaan asas tiap-tiap negara disebabkan karena perbedaan latar belakang negara, cita-cita masa depan, letaknegara, dan kondisi perkembangan yang ada.

         Adapun yang dimaksud dengan kewarganegaraan ialah keanggotaan seseorang dalam kontrol satuan politik tertentu (secara khusus: negara) yang dengannya membawa hak untuk berpartisipasi dalam kegiatan politik.

         Seorang Warga Negara Indonesia (WNI) adalah orang yang diakui oleh UU sebagai warga negara Republik Indonesia. Kepada orang ini akan diberikan Kartu Tanda Penduduk, berdasarkan Kabupaten atau (khusus DKI Jakarta) Provinsi, tempat ia terdaftar sebagai penduduk/warga. Kepada orang ini akan diberikan nomor identitas yang unik (Nomor Induk Kependudukan, NIK) apabila ia telah berusia 17 tahun dan mencatatkan diri di kantor pemerintahan. Paspor diberikan oleh negara kepada warga negaranya sebagai bukti identitas yang bersangkutan dalam tata hukum internasional.   

Asas kewarganegaraan Indonesia berdasarkan UU No. 12 Tahun 2006 dibagi menjadi 4, antara lain ;   

1.     Asas Ius Soli   

asas yang menentukan kewarganegaraan seseorang berdasarkan negara tempat kelahiran.   

Contoh : seseorang yang dilahirkan di negara A maka ia akan menjadi warga negara A walaupun orangtuanya adalah warga negara B (dianut Oleh Inggris, Mesir, dan Amerika) 

2.   Asas Ius Sanguinis   

penentuan kewarganegaraan berdasarkan keturunan atau pertalian darah. Artinya penentuan kewarganegaraan seseorang berdasarkan kewarganegaraan orang tuanya, bukan berdasarkan negara tempat tinggalnya.   

Contoh : seseorang yang dilahirkan di negara A tetapi orang tuanya adalah warga negara B maka orang tersebut tetap menjadi warga negara B (dianut oleh Cina) 

3.  Asas Kewarganegaraan Tunggal 

asas yang menentukan satu kewarganegaraan bagi setiap orang.   

Contoh : seseorang tidak boleh mempunyai status kewarganegaraan lain apabila ia tetap ingin berkewarganegaraan Indonesia. 

4.   Asas Kewarganegaraan Ganda Terbatas 

Asas menentukan kewarganegaraan ganda bagi anak-anak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini. Undang-undang ini pada dasarnya tidak mengenal kewarganegaraan ganda (bipatride) ataupun tanpa kewarganegaraan (apatride). Kewarganegaraan ganda yang diberikan kepada anak dalam undang-undang ini merupakan suatu pengecualian. Namun ada suatu negara dalam menentukan kewarganegaraannya hanya menggunakan asas ius soli atau ius sanguinis saja, maka dapat mengakibatkan dua kemungkinan yang terjadi yaitu bipatride dan apatride. 

Contoh negara yang menerapkan asas ius soli adalah Amerika Serikat, sedangkan yang menerapkan asas ius sanguinis adalah Cina. Seorang warga negara Cina yang melahirkan anak di Amerika Serikat, menurut asas yang dianut oleh masing-masing negara tersebut memiliki dua kewarganegaraan yaitu warga negara Amerika Serikat dan warga negara Cina. Sebaliknya warga negara Amerika Serikat yang melahirkan seorang anak di Cina menurut asas tersebut tidak memiliki kewarganegaraan (apatride).

Masalah kewarganegaraan  

Karena penentuan kewarganegaraan yang berbeda-beda, hal ini dapat menimbulkan masalah kewarganegaraan, antara lain;   

1.     Apatride (tidak berkewarganegaraan)   

Dengan keadaan apatride ini mengakibatkan seseorang tidak akan mendapat perlindungan dari negara manapun juga.   

2.   Bipatride (berkewarganegaraan ganda)   

Dengan demikian mengakibatkan ketidakpastian status orang yang bersangkutan dan kerumitan administrasi tentang kewarganegaraan tersebut.   

3.  Multipatride (lebih dari 2 berkewarganegaraan) 

Maka dari itu permasalah diatas harus dihindarai dengan upaya-upaya sebagai berikut;

1. Memberikan kepastian hukum yang jelas akan status kewarganegaraannya.

2. Menjamin hak-hak perlindungan hukum yang pasti bagi seseorang dalam kehidupan bernegara.

Sistem yang sering digunakan untuk menentukan status kewarganegaraan adalah;  

Stelsel aktif 

Seseorang akan menjadi warga negara suatu negara dengan melakukan tindakan-tindakan hkum tertentu secara aktif. Dalam stelsel ini seorang wraga negara memiliki hak opsi, yaitu hak untuk memilih suatu kewarganegaraan. 

Stelsel pasif

Seseorang dengan sendirinya menjadi warga negara tanpa harus melakukan tindakan-tindakan hukum tertentu. Dalam stelsel ini seorang warga negara memiliki hak repudiasi, yaitu hak untuk menolak suatu kewarganegaraan.

Penyelesaian masalah kewarganegaraan menurut salah satu keputusan KMB dipergunakan stelsel aktif dengan hak opsi untuk penduduk Indonesia keturunan Eropa. Dan stelsel pasif dengan hak repudiasi untuk keturunan Timur Asing.

contoh yang dapat mengganggu kewarganegaraan antara lain :

 A. Perkawinan Campuran

Dalam perundang-undangan di Indonesia, perkawinan campuran didefinisikan dalam Undang-undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, pasal 57 : ”yang dimaksud dengan perkawinan campuran dalam Undang-undang ini ialah perkawinan antara dua orang yang di Indonesia tunduk pada hukum yang berlainan, karena perbedaan kewarganegaraan dan salah satu pihak berkewarganegaraan Indonesia”.

Selama hampir setengah abad pengaturan kewarganegaraan dalam perkawinan campuran antara warga negara indonesia dengan warga negara asing, mengacu pada UU Kewarganegaraan No.62 Tahun 1958. Seiring berjalannya waktu UU ini dinilai tidak sanggup lagi mengakomodir kepentingan para pihak dalam perkawinan campuran, terutama perlindungan untuk istri dan anak.

Menurut teori hukum perdata internasional, untuk menentukan status anak dan hubungan antara anak dan orang tua, perlu dilihat dahulu perkawinan orang tuanya sebagai persoalan pendahuluan, apakah perkawinan orang tuanya sah sehingga anak memiliki hubungan hukum dengan ayahnya, atau perkawinan tersebut tidak sah, sehingga anak dianggap sebagai anak luar nikah yang hanya memiliki hubungan hukum dengan ibunya.

Barulah pada 11 Juli 2006, DPR mengesahkan Undang-Undang Kewarganegaraan yang baru yang memperbolehkan dwi kewarganegaraan untuk memberikan pencerahan baru dalam mengatasi persoalan-persoalan yang lahir dari perkawinan campuran.

B. Permasalahan yang Timbul

Persoalan yang rentan dan sering timbul dalam perkawinan campuran adalah masalah kewarganegaraan anak.UU kewarganegaraan yang lama menganut prinsip kewarganegaraan tunggal, sehingga anak yang lahir dari perkawinan campuran hanya bisa memiliki satu kewarganegaraan, yang dalam UU tersebut ditentukan bahwa yang harus diikuti adalah kewarganegaraan ayahnya. Pengaturan ini menimbulkan persoalan apabila di kemudian hari perkawinan orang tua pecah, tentu ibu akan kesulitan mendapat pengasuhan anaknya yang warga negara asing.

Dengan lahirnya UU Kewarganegaraan yang baru, sangat menarik untuk dikaji bagaimana pengaruh lahirnya UU ini terhadap status hukum anak dari perkawinan campuran. Definisi anak dalam pasal 1 angka 1 UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak adalah :“Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan”.

Dalam hukum perdata, diketahui bahwa manusia memiliki status sebagai subjek hukum sejak ia dilahirkan. Pasal 2 KUHP memberi pengecualian bahwa anak yang masih dalam kandungan dapat menjadi subjek hukum apabila ada kepentingan yang menghendaki dan dilahirkan dalam keadaan hidup.Manusia sebagai subjek hukum berarti manusia memiliki hak dan kewajiban dalam lalu lintas hukum.Namun tidak berarti semua manusia cakap bertindak dalam lalu lintas hukum. Orang-orang yang tidak memiliki kewenangan atau kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum diwakili oleh orang lain.

Dengan demikian anak dapat dikategorikan sebagai subjek hukum yang tidak cakap melakukan perbuatan hukum.Seseorang yang tidak cakap karena belum dewasa diwakili oleh orang tua atau walinya dalam melakukan perbuatan hukum.Anak yang lahir dari perkawinan campuran memiliki kemungkinan bahwa ayah ibunya memiliki kewarganegaraan yang berbeda sehingga tunduk pada dua yurisdiksi hukum yang berbeda. Berdasarkan UU Kewarganegaraan yang lama, anak hanya mengikuti kewarganegaraan ayahnya, namun berdasarkan UU Kewarganegaraan yang baru anak akan memiliki dua kewarganegaraan. Menarik untuk dikaji karena dengan kewarganegaraan ganda tersebut, maka anak akan tunduk pada dua yurisdiksi hukum.

C. Kewarganegaraan Ganda

Bila dikaji dari segi hukum perdata internasional, kewarganegaraan ganda juga memiliki potensi masalah, misalnya dalam hal penentuan status personal yang didasarkan pada asas nasionalitas, maka seorang anak berarti akan tunduk pada ketentuan negara nasionalnya. Bila ketentuan antara hukum negara yang satu dengan yang lain tidak bertentangan maka tidak ada masalah, namun bagaimana bila ada pertentangan antara hukum negara yang satu dengan yang lain, lalu pengaturan status personal anak itu akan mengikuti kaidah negara yang mana. Lalu bagaimana bila ketentuan yang satu melanggar asas ketertiban umum pada ketentuan negara yang lain.

Sebagai contoh adalah dalam hal perkawinan, menurut hukum Indonesia, terdapat syarat materil dan formil yang perlu dipenuhi.Ketika seorang anak yang belum berusia 18 tahun hendak menikah maka harus memuhi kedua syarat tersebut.Syarat materil harus mengikuti hukum Indonesia sedangkan syarat formil mengikuti hukum tempat perkawinan dilangsungkan.Misalkan anak tersebut hendak menikahi pamannya sendiri (hubungan darah garis lurus ke atas), berdasarkan syarat materiil hukum Indonesia hal tersebut dilarang (pasal 8 UU No. 1 tahun 1974), namun berdasarkan hukum dari negara pemberi kewarganegaraan yang lain, hal tersebut diizinkan, lalu ketentuan mana yang harus diikutinya.

Dalam menentukan kewarganegaraan seseorang, dikenal dengan adanya asas kewarganegaraan berdasarkan kelahiran dan asas kewaraganegaraan berdasarkan perkawinan.Dalam penentuan kewarganegaraan didasarkan kepada sisi kelahiran dikenal dua asas yaitu asas ius soli dan ius sanguinis.Ius artinya hukum atau dalil.Soli berasal dari kata solum yang artinya negari atau tanah.Sanguinis berasal dari kata sanguis yang artinya darah.Asas Ius Soli; Asas yang menyatakan bahawa kewarganegaraan seseorang ditentukan dari tempat dimana orang tersebut dilahirkan.Asas Ius Sanguinis; Asas yang menyatakan bahwa kewarganegaraan sesorang ditentukan beradasarkan keturunan dari orang tersebut.

Selain dari sisi kelahiran, penentuan kewarganegaraan dapat didasarkan pada aspek perkawinan yang mencakupa asas kesatuan hukum dan asas persamaan derajat.Asas persamaan hukum didasarkan pandangan bahwa suami istri adalah suatu ikatan yang tidak terpecahkan sebagai inti dari masyarakat.Dalam menyelenggarakan kehidupan bersama, suami istri perlu mencerminkan suatu kesatuan yang bulat termasuk dalam masalah kewarganegaraan. Berdasarkan asas ini diusahakan ststus kewarganegaraan suami dan istri adalah sama dan satu.

Penentuan kewarganegaraan yang berbeda-beda oleh setiap negara dapat menciptakan problem kewarganegaraan bagi seorang warga.Secara ringkas problem kewarganegaraan adalah munculnya apatride dan bipatride.Appatride adalah istilah untuk orang-orang yang tidak memiliki kewarganegaraan.Bipatride adalah istilah untuk orang-orang yang memiliki kewarganegaraan ganda (rangkap dua).Bahkan dapat muncul multipatride yaitu istilah untuk orang-orang yang memiliki kewarganegaraan yang banyak (lebih dari 2).

D. Undang-Undang yang Mengartur Warga Negara

Adapun Undang-Undang yang mengatur tentang warga negara adalah Undang-Undang No.12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia.Pewarganegaraan adalah tatacara bagi orang asing untuk memperoleh kewarganegaraan Republik Indonesia melalui permohonan.Dalam Undang-Undang dinyatakan bahwa kewarganegaraan Republik Indonesia dapat juga diperoleh memalului pewarganegaraan.

Permohonan pewarganegaraan dapat diajukan oleh pemohon juika memenuhi persyaratan sebagai berikut: telah berusia 18 (delapan belas) tahun atau sudah kawin, pada waktu mengajukan permohonan sudah bertempat tinggal di wilayah negara Republik Indonesia paling singkat 5 (lima) tahun berturut-turut atau paling singkat 10 (sepuluh) tahun tidak berturut-turut, sehat jasmani dan rohani, dapat berbahasa Indonesia serta mengakui dasar negara Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, tidak pernah dijatuhi pidana karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 1 (satu) tahun, jika dengan memperoleh kewarganegaraan Indonesia, tidak menjadi kewarganegaraan ganda, mempunyai pekerjaan dan/atau berpenghasilan tetap, membayar uang pewarganegaraan ke Kas Negara.

E. Hilangnya Kewarganegaraan Indonesia

Hilangnya Kewarganegaraan Indonesia diantaranya; memperoleh kewarganegaraan lain atas kemauannya sendiri, tidak menolak atau melepaskan kewarganegaraan lain, sedangkan orang yang bersangkutan mendapat kesempatan untuk itu, dinyatakan hilang kewarganegaraan oleh Presiden atas permohonannya sendiri, yang bersangkutan sudah berusia 18 tahun atau sudah kawin, bertempat tinggal di luar negeri dan dengan dinyatakan hilang kewarganegaraan Republik Indonesia tidak menjadi tanpa kewarganegaraan, masuk dalam dinas tentara asing tanpa izin terlebih dahulu dari Presiden, secara sukarela masuk dalam dinas negara asing, yang jabatan dalam dinas semacam itu di Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undngan hanya dapat dijabat oleh warga negara Indonesia, secara sukarela mengangkat sumpah atau menyatakan janji setia kepada negara asing atau bagian dari negara asing tersebut, tidak diwajibkan tapi turut serta dalam pemilihan sesuatu yangbersifat ketatanegaraan untuk suatu negara asing, mempunyai paspor atau surat yang bersifat paspor dari negara asing atau surat yang dapat diartikan sebagai tanda kewarganegaraan yang masih berlaku dari negara lain atas namanya, bertempat tinggal diluar wilayah negara republic Indonesia selama 5 (lima tahun berturut-turut bukan dalam rangaka dinas negara, tanpa alas an yang sah dan dengan sngaja tidak menyatakan keinginannya untuk tetap menjadi Warga Negara Indonedia sebelum jangka waktu 5(liama) tahun itu berakhir dan setiap 5 (lima) tahun berikutnya yang bersangkutan tidak mengajukan pernytaaan ingin tetap menjadi warga Negara Indonesia kepada perwakilan RI yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal yang bersangkutan padahal perwakilan RI tersebut telah memberitahukan secara tertulis kepada yang bersangkutan tidak menjadi tanpa kewarganegaraan.

Sumber : 

http://www.anonymous-1997.net/2013/03/masalah-status-kewarganegaraan.html

http://mafajane.blogspot.com/2013/03/asas-kewarganegaraan.html