Ilmu bantu sejarah yang mempelajari teknik penafsiran makna prasasti adalah


 Ilmu Sejarah dan Ilmu Bantu Sejarah

Makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas materi kuliah Pengantar Ilmu Sejarah yang diampu oleh bapak Maman Abdul Mali Sya’roni

Ilmu bantu sejarah yang mempelajari teknik penafsiran makna prasasti adalah

Disusun Oleh :

1.       Aminah.                                  NIM : (13120035)

2.       Nafi’ Rotus Sholikah.            NIM : (13120068)

3.       Siti Fatimah                            NIM : (13120109)

UIN SUNAN KALIJAGA

FAKULTAS ADAB DAN ILMU BUDAYA

JURUSAN SEJARAH DAN KEBUDAYAAN ISLAM

2013

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil ‘alamin.Allahumma sholli ‘ala sayyidina Muhammad wa ‘ala alihi wa ashabihi ajma’in.

Puji syukur marilah kita haturkan kepada Allah SWT yang senantiasa memberi rahmat kepada kita semua.

Shalawat serta salam senantiasa tercurah kepada  junjungan kita nabi besar Muhammad SAW.

Penulis menyusun makalah ini untuk memenuhi tugas mata kuliah PENGANTAR ILMU SEJARAH  yang diampu oleh bapak Maman Abdul Mali Sya’roni .Dalam menulis makalah ini, penyusun merasa banyak kekurangan dan kekhilafan dikarenakan penyusun masih dalam tahap belajar.

Akan tetapi, harapan penyusun semoga makalah ini benar-benar  bermanfaat bagi siapapun yang membacanya dan semoga kita memperoleh rida Allah SWT.

            Amin ya rabbal ‘alamin.

Yogyakarta, 7 September 2013

                                                                                               Penyusun

DAFTAR ISI

Kata Pengantar………………………………………………………………...…….i

Daftar Isi………………………………………………………………................... ii Pendahuluan

A.    Latar Belakang Masalah…………………………………………..…….1

B.     Rumusan Masalah…………………………………………….…….…..2

A.    Pengertian Ilmu Sejarah dan Ilmu bantu Sejarah………………………………………………………1

B.      apa saja konsep dalam ilmu sejarah……...……………………………2

C.     apa macam-macam dan fungsi Ilmu bantu Sejarah ….3

Penutup

A.    Kesimpulan……………………………………………………………..1

B.     Saran……………………………………………………………………2

        Daftar Pustaka………………………………………………………….iii

BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah

Pada materi ini, penulis akan membahas secara ringkas mengenai latar belakang yang menjadi dasar pemilihan topik makalah, perumusan masalah berdasarkan topik yang dibahas, ruang lingkup atau batasan masalah yang dibahas, tujuan penelitian untuk menunjukkan hal-hal yang ingin dicapai pada penelitian ini, manfaat penelitian untuk mengetahui hal-hal positif apa yang bisa didapat melalui penelitian ini, dan sistematika penyajian dari penelitian ini. Sejarah berasal dari bahasa Arab yaitu dari kata syajaratun, yang memiliki arti pohon kayu. Pengertian pohon kayu disini adalah adanya kejadian, perkembangan, dan suatu peristiwa yang membentuk suatu kontinuitas dari suatu kejadian. Di dalam ilmu sejarah sendiri memiliki arti yang cakupannya sangat luas karena sangat berhubungan dengan masyarakat di masa lalu. Oleh karena itu terdapat adanya ilmu bantu sejarah yang membantu dalam perkembangan ilmu sejarah itu sendiri. dalam perjalanan di dalm sejarah itu sendiri sejarawan memerlukan sejumlah ilmu-ilmu bantu yang relevan dengan fokus-fokus penelitiannya, yang mencakup sejak dari sejarah yang paling “purba” sampai kepada yang paling mutakhir. Buku introduction dari Langlois dan Seignobos, sejak tahap satu penelitian telah mewajibkan sejarawan untuk mengetahui dan menggunakan ilmu-ilmu Bantu ini. Ilmu bantu sejarah saling berkaitan dengan ilmu sejarah yang sesuai dengan kajian dan objek yang dibahasnya. Semakin luasnya perkembangan yang terdapat di dalam ilmu sejarah, ilmu bantu sejarah dapat membuat wawasan akan semakin luas tentang pengertian serta ruang lingkup sejarah itu sendiri. 

B.     Rumusan Masalah

Permasalahan yang kami angkat dalam makalah ini adalah :

1.      Apa pengertian dari Ilmu Sejarah dan Ilmu bantu Sejarah?

2.      Apa saja pandangan menurut para tokoh mengenai ilmu bantu sejarah?

3.    apakah macam-macam dan fungsi Ilmu bantu Sejarah?

BAB II

PEMBAHASAN

A.   Pengertian ilmu sejarah dan Ilmu bantu Sejarah.

Untuk mempelajari sejarah dengan sungguh-sungguh sesuai dengan ketentuan yang dituntut oleh dunia ilmu bukankah pekerjaan mudah, dan sederhana seperti menghafalkannya tatkala masih duduk di bangku sekolah dasar atau sekolah menengah. Untuk membaca sumber sejarah, apalagi yang memakai bermacam aksara, Pallawa Jawa Kuna, Batak Kuna, jawa Tengahan, Jawa Baru, Arab Pegon, Bali, Bugis, Cina dan lain-lain dengan bahasa yang berbeda-beda pula memerlukan piranti serta keahlian tersendiri. Belum lagi yang ada hubungannya dengan isi atau kandungan sumber sejarah yang berkaitan dengan berbagai segi kehidupan seperti masalah politik, ekonomi, sosial, budaya, ilmu pengetahuan, agama, birokrasi, pemerintahan, ataupun tokoh-tokoh pemegang peran. Sejarawan tidak dapat bersitegang untuk bekerja sendirian, dan hanya berkubang dalam ilmu sejarah semata. Sejarawan tidak dapat demikian saja mengabaikan hubungan dan bantuan dari ilmu-ilmu lainnya yang koheren dengan pokok studi atau pokok kajiannya. Dalam hal ini sejarawan tidak bekerja sendirian, dan sejumlah ilmu dapat memberikan bantuan atau bahkan ada yang sepenuhnya mengabdikan diri bagi kepentingan ilmu sejarah (seperti arkeologi), lazim disebut dengan istilah ilmu bantu sejarah (auxillary discipline). Jadi ilmu bantu sejarah ini menjadi suatu ilmu yang dapat membantu memhubungkan pokok-pokok studi yang ada di dalam ilmu sejarah.

B.   Pandangan para tokoh mengenai Ilmu bantu Sejarah

Mengenai ilmu apa saja yang termasuk sebagai ilmu bantu sejarah, di antara para ahli terdapat perbedaan konsep.
LOUIS GOTTSCHALK dalam mengerti sejarah terjemahan Nugroho Notosusanto (1981), menyebutkan filologi, epigrafi, palaeografi, hiraldik genealogi, brafiografi, dan kronologi sebagai ilmu bantu sejarah.
SIDI GAZALBA dalam pengantar Sejarah Sebagai Ilmu menyatakan bahwa ilmu purbakala, ilmu piagam, filologi, palaeografi, kronologi, senumismatik, dan genealogi menjadi ilmu bantu sejarah. Gazalba selanjutnya menambahkan bahwa ilmu sosial seperti etnografi, ekonomi, dan ilmu sosial lainnya juga dapat membantu sejarawan dalam tugasnya menyusun sejarah.
GILBERT J. GARRAGHAN, S.J. dalam A Guide to Historical Method berpendapat bahwa auxallary sciences (ilmu bantu sejarah) terdori dari : filsafat, biliografi, antropologi, linguistik, arkeologi, epigrafi, numismatik, dan genealogi.
HERU SOEKRADI K. Dalam dasar-dasar Metodologi Sejarah menempatkan filologi, arkeologi, numismatik, kronologi, epigrafi, dan genealogi sebagai “ilmu bantu sejarah”, atau ancillary diciplin. Ilmu-ilmu itu menurut Heru Soekradi sepenuhnya mengabdikan diri untuk sejarah. Adapun yang termasuk sebagai ilmu ilmu bantu sejarah ialah ilmu-ilmu sosial (auxillary disciplin). Menurut hemat penulis semua ilmu-ilmu yang dikemukakan oleh para ahli di atas tidak secara total menyediakan dirinya sebagai kepentingan ilmu sejarah, melainkan dalam batas-batas tertentu yang ada kaitannya dengan permasalahan sejarah, khususnya permasalahan sejarah yang telah dipersoalkan atau aktual dihadapi. Arkeologi bagian tidak terpisahkan dari sejarah kebudayaan. Sehubungan dengan hal di atas sebenarnya tidaklah relevan untuk membrikan batas secara hitam putih atau tegas terhadap mana yang dianggap sebagai ilmu dasar sebagian lagi sebagai ilmu bantu sejarah. Yang perlu mendapat perhatian adalah penguasaan dalam batas-batas tertentu terhadap konsep-konsep ilmu-ilmu bantu akan memberikan prespektik atau sudut pandang (visi) tertentu dari sejarawan terhadap pokok studi yang dihadapi. Yang dimaksud dalam konteks ini ialah derajad subyektivitas atau pandangan sejarawan akan ikut terpengaruhi oleh penguasaan di atas, subyektivitas itu berdasarkan dimensi tertentu dari ilmu bantu yang digunakan untuk memandang, mendekati pokok studi atau kajian. Pandangan seorang ahli ekonomi mungkin berbeda dengan pandangan mereka yang ahli sosiologi terhadap perang Diponegoro. Berbeda pila mereka yang ahli agama. Subyektivitas yang dihasilkan dikarenakan mereka melihat peristiwa sejarah sebagai fenomena sosial dari sudut keahlian yang berbeda. Subyektivtas yang demikian dalam studi sejarah analitis nampaknya sulit untuk dihindarkan. Subyektivitas yang disebabakan oleh faktor-faktor dimensional disebut subyektivitas dimensional. Bila ditinjau sejarawan menggunakan tinjauan atau pendekatan bersifat multi dimensi dengan sendirinya langkah ini akan mengurangi bahkan dapat menghapus subyektivitas dimensional, yang memandang suatu peristiwa hanya dari dimensi ilmu tertentu. Obyektivitas hasil tinjauan multi dimensi suadah barang tentu memiliki derajad lebih tinggi dibandingkan dengan obyektivitas yang dicapai dengan cara terdahulu.

C.   Macam-macam dan fungsi Ilmu bantu Sejarah.

a. Paleontologi 

Ilmu yang mengkaji bentuk-bentuk kehidupan purba yang pernah ada di muka bumi, terutama fosil-fosil disebut paleontologi. Adapun kata fosil berasal dari kata Yunani fissilis yang artinya apa yang digali atau dikeluarkan dari dalam tanah. Kajian paleontologi erat hubungannya dengan geologi, fisika, botani (tumbuh-tumbuhan), zoology (ilmu hewan). Bagi ilmu sejarah, paleontology merupakan periode prasejarah dalam arti luas, yakni ketika manusia dianggap belum ada dimuka bumi ini. Bantuannya bagi sejarah ialah kajian ini dapat menun jukkan sejara hipotesis pada lapisan geologi mana atau kira – kira kapan manusia mulai ada dalam evolusi geologi.

b. Paleoantropologi 

Kalau paleoantropologi merupakan ilmu yang mempelajari fosil – fosil binatang dan tumbuh-tumbuhan, maka paleontropogi adalah ilmu yang mempelajari manusia-manusia purba sehingga disebut juga antropologi ragawi. Obyek yang dipelajari ialah fosil-fosil manusia purba. Ilmu ini bertujuan merekontruksi asal-usul manusia, evolusinya, persebarannya, lingkungan cara hidup dan budayanya.

c. Arkeologi atau ilmu purbakala

Peninggalan purbakala atau peninggalan arkeologi merupakan warisan sejarah dalam bentuk visual. Warisan meliputi peninggalan dari zaman prasejarah (nirleka) dan zaman sejarah, yang terdapat baik di atas permukaan tanah  maupun terpendam di dalamnya. Benda-benda itu dikeluarkan lewat penggalian (excavasi).

Peninggalan dari periode pra sejarah yang terpenting diantaranya ialah, kapak-kapak, pra sejarah dalam berbagai perkembangannya dari chopper, peble, persegi, dan lonjong dapat memberikan pentunjuk tingkat kehidupan masyarakat dan perekonomiannya pada masa-masa paleolotikum (zaman batu tua), mesolitikum (zaman batu tengah), dan neolitikum (zaman batu muda).

Berdasarkan peninggalan seperti menhir, dolmen, sarcofagus, batu kubur, pundek berundak-undak, dapat pula diperkirakan bagaimana tingkatan kehidupan kerohanian dan kepercayannya. Dari zaman sejarah (Indonesia) peninggalan purbakala itu diantaranya meliputu peninggalan bersifat keagamaan seperti candi, stupa, patung, wihara, patirtan, gua-gua, pura, masjid, serta makam-makam. Peninggalan berupa alat-alat kehidupan sehari-hari seperti mata uang kuna, cermin, lampu (blencong), senjata, pintu-pintu gerbang, situs istana, sumur dan lain-lain. Dalam hal ini candi perlu mendapat perhatian khusus.

Peninggalan purbakala dalam bentuk candi merekam banyak data-data sejarah pada zamannya. Yang jelas ialah sebuh candi memberikan petunjuk tentang agama yang dikaitkan dengan pendiriannya, atau jenis agama tertentu yang dianut oleh dinasti aatu masyarakat pada periode tertentu. Candi yang melukiskan perkembangan bentuk arsitektur. Khusunya arsitektur bangunan suci dari zaman ke zaman. Relief candi dalam batas tertentu dapat dikatakan sebagai potret kehidupan sosial budaya pada zamannya. Potret kehidupan sosial budaya yang melingkungi saat pendiriannya. Misalkan saja pada relief pada candi Jago telah terlukis bagaimana tingkah laku wanita tatkala melihat pria yang sangat tampan : Arjuna. Jenis kesenian tertentu seperti tari gambyong (tayub) tampaknya telah ada pada masa pendirian candi Borobudur. Tari kuda lumping terlukis pada suatu bidang pada candi Prambanan. Bentuk kehidupan sosial lainnya seperti pasar yang terlukis pada candi Panataran tidak jauh dari gsmbaran pasar-pasar tradisional yang masih tersisa saat ini. Pada relief yang terlukis pada candi Sukun ternyata teknologi pandai besi (Jawa, besalen) yang tidak jauh berbeda denngan besalen pada masa kini yang menghadapi kepunahan. Dari relief yang tertera pada patirtan de belakang komplek candi Panataran dan patung dwarapala pada candi induk jelaslah bahwa fabel, seperti cerita serial kancil telah hidup dan dikenal luas di kalangan masyarakat pada masa itu. Tidak mustahil cerita yang sangat termasyhur di kalangan rakyat itu mempunyai fungsi edukatif. Demikian pila dengan bangunan joglo atau cungkup yang kemudian lazim digunakan pada komplek-komplek makam Islam telah terlukis pada relief candi Tigawangi dari masa kerajaan Majapahit. Tidak jarang terdapat hubungan erat antara epigrafi dan arkeologi. Hal ini terbukti dengan berbagai prasasti atau sumber tertulis tertentu seperti Pararaton Negarakertagama memberikan petunjuk atau bahkan berhubungan dengan pendiriannya. Cotoh lain misalnya : prasasti Canggal (732) dengan candi Gunung Wukir, prasasti Dinaya (760) dengan candi Bandut, prasasti Kalasan (778) dengan candi Kalasan, prasasti Karangtengah (842) dengan candi Borobudur. Dalam teks Pararaton juga disebut candi-candi di Jajago (Tumpang), candi Kidal. Candi Singosari, candi Jawi, candi Rimbi dan lain-lain.

Dari sudut perkembangan kebudayaan percandian Jawa Tengah mencermeninkan gaya bangunan tatkala pengaruh kebudayaan dan agama Hindu sedemikian kuat dalam periode sejarah Indonesia. Di  pihak lain bangunan percandian di Jawa Timur memberikan petunjuk makin menonjolnya unsur kebudayaan Indonesia asli (Javanisasi), sementara kebudayaan dan agama Hindu makin merosot. Tudak jarang relief suatu candi atau peninggalan purbakala juga melukiskan lingkungan sekitarnya khususnya lingkungan fauna, lingkungan alam seperti pohon pandan, siwalan (pada komplek Sendang Suwur), dan relief gunung atau perbukitan terlukis hampir disemua obyek kepurbakalaan Islam di pantai utara Jawa. Peninggalan purbakala sangat penting artinya bagi rekronstruksi sejarah kebudayaan, di samping juga untuk mengisi celah-celah yang tidak terekam oleh sumber-sumber tertulis.

Arkeologi adalah kajian ilmiah, mula-mula mengenai hasil artefak dan ekofak kebudayaan prasejarah dengan cara penggalian (ekskavasi) dan pemerian (deskripsi) sisa-sisa peninggalan prasejarah tersebut. Kemudian dikaji juga hasil-hasil kebudayaan atau peninggalan manusia setelah memasuki periode sejarah yang ditemukan melalui ekskavasi-ekskavasi di situs-situs arkeologi yaitu tempat-tempat yang dianggap menyimpan bukti-bukti arkeologis. Bukti-bukti arkeologi itu dapat dibagi atas tiga kelompok : 1. Artefak ialah semua benda yang dibuat oleh manusia dengan tujuan untuk dipergunakan bagi segala kepentingan manusia sendiri. Benda-benda ini dapat dipindah-pindahkan tanpa merusak bentuknya seperti tembikar, ujung panah, kampak batu, manik-manik, benda-benda dari logam. 2. Termasuk kedalam kelompok ini misalnya kota-kota lama, rumah atau gedung tua, makam, saluran irigasi, candi-candi, masjid-masjid lama. Benda-benda ini ditemukan melalui penggalian-penggalian karena sudah tertimbun tanah atau masih meninggalkan bekas-bekasnya berupa runtuhan-runtuhan dipermukaan tanah.

3. Ekofak yaitu objek alamiah yang tertimbun bersama-sama dengan artefakdan bekas-bekas pemukiman seperti sisa-sisa makanan kulit kerang, tulang-tulang binatang buruan, tanaman-tanaman budi-daya.

Temuan-temuan rakeologis ini penting sebagai ilmu bantu sejarah karena dari penelitian-penelitian ilmiah yang dilakukan dapat memberikan informasi tentang dimana, bilamana, bagaimana kebudayaan atau suatu peradaban yang tinggi bisa tumbuh, berkembang, dan akhirnya runtuh.

d. Paleografi

Paleografi merupakan ilmu yang mengkaji tentang tulisan-tulisan kuno, termasuk ilmu membaca, menentukan waktu (tanggal), dan menganalisis tulisan-tulisan kuno yang ditulis di atas papirus, tablet-tablet tanah liat, tembikar, kayu, perkamen (vellum), kertas, dan daun lontar.

e. Epigrafi 


Epigrafi berasal dari kata up (di atas), graphien (menulis,tulisan). Epigrafi adalah ilmu yang menyelidiki sejarah berdasarkan bahan-bahan tertulis, yaitu tilisan kuno. Karena itu ada yang menyamakan epigrafi dengan paleografi (ilmu tentang tulisan kuno). Tidak mengherankan bila epigrafi sering dihubungkan dengan tulisan-tulisan pada prasasti. Memnag penelitian terhadap prasasti sangat penting bagi studi sejarah Indonesia kuno, sejak zamannya Krom himgga sekarang tidak kurang dari 50% sebagai hasil rekonstruksi sejarah Indonesia kuna berdasarkan penelitian prasasti. Namun juga tidak semua prasasti dapat dimanfaatkan untuk keperluan itu.

Dibalik itu juga perlu diketahui bahwa betapapun urgensinya prasasti sebagai sejarah, tidak berarti prasasti merekam semua peristiwa pada zamannya. Prasasti hanya merekam beberapa aspek tertentu seperti soal-soal polotik, sosial, dan agama. Kehidupan masyarakat pada umunya seperti ekonomi, seni, budaya, dan lain-lain jarang atau sedikit sekali disinggung dalam prasasti. Karena bila ingin mengetahui gambaran sejarah secara menyeluruh masih diperlukan sumber lain seperti karya-karya sastra, peninggalan purbakala, berita-berita asing dan lain-lain. Pitono dalam hal ini menyarankan agar dapat mencapai pengetahuan sejarah yang bulat dan obyektif metode yang terbaik dalam metode komparatif. Sejarah lainnya Sarono Kartodirdjo, pelopor sejarawan sosial Indonesia menyarankan agar sejarawan dalam berusaha memperoleh pemahaman sejarah secara utuh menerapkan pendekatan yang dinamakannya pendekatan multi dimensional (multi dimention approach), atau social scientific approach. Yang dimaksud ini adalah untuk mencapai kebenaran sejarah yang obyektif, serta menyeluruh sejarawan harus mengalnalisanya dengan berbagai pendekatan ilmu sosial atau dimensi ilmu sosial secara terkait.

Tujuan utama epigrafi adalah pembacaan tulisan kuna tanpa kesalahan. Hai ini sangat ditekankan karena tulisan-tulisan kuna itu memang sukar dibaca oleh nernagai sebab. Sebab-sebab itu antara lain : (1) huruf-hurufnya rusak karena bahan prasastinya aus akibat usia ataupun karena tangan-tngan usil, (2) tiap-tiap periode bentuk hurufnya mengalami perkembangan, (3) huruf itu sendiri memang sudah tidak terpakai lagi. Lain pada itu epigrafi juga bertugas menentukan usia , asal tulisan, serta menentukan kesalahn-kesalahan yang menyelinap dalam teks kemudian membersihkannya. Belum lagi bila prasasti itu sebagai prasasti turunan (tinulad) yang tidak jarang menimbulkan kesulitan karena penyalinannya tidak cermat baik dalam aksara maupun dalam bahasa. Ilmuwan yang pertama kali mengangkat epigrafi sebagai ilmu bantu sejarah ialah Ludwing Troube. Di Eropa tulisan epigrafi memusatkan perhatiannya pada naskah atau teks-teks manuskrip Yunani dan pagam-piagam dari zaman pertengahan.

Berdasarkan bahannya prasasti ada yang dibuat dari batu (lingo prasasti, lingopala), tembaga (tamra), dan emas atau perak (swarna). Berdasarkan aksara yang dipakai atau prasasti yang ditulis dengan abjad Pallawa, sebagai prasasti yang tertua di Indonesia (pasasti Yupa dan Kutai) abjad Jawa Kuno (prasasti Dinaya), abjad Pra Nagari (prasasti Kalasan dan Kelurak). Huruf-huruf Pallawa, jawa kuno, jawa tengahan (madia), dan jawa baru merupakan perkemnagan huruf atau abjad Brahmi.

Ditinjau dari segi bahasanya terdapat prasasti yang memakai bahasa (1) Sankrit yaitu prasasti Kutai, (2) bahasa Melayu kuno (Sriwijaya), (3) bahasa Jawa kuna (prasasti zaman Jawa Tengahan dan Jawa Timur, (4) Bali kuna (prasasti di Bali s/d 1010 AD). Sejak itu sebagian prasasti di Bali ditulis dengan bahasa Jawa kuna, (5) Sunda kuna (prasasti raja Sri Jayabhupati Ik. 1030 dan prasasti Batutulis dari Sri Baduga Maharaja, Pajajaran).

Hasil epigrafi apa yang diperoleh dari pembacaan prasasti ??

Antara lain : (1) nama dan gelar raja, (2) nama dan gelar pejabat birokrasi, (3) nama dewa dan pendeta, (4) upacara ritual, (5) kronologi, (6) jenis hadiah/pemberian raja, (7) kutukan bagi para pelanggar.

Bagi epigrafis atau prasasti di anggap penting karena : (1) berfungsi sebagai maklumat resmi, (2) sebagai dokumen negara, (3) sebagai pengabdian suatu peristiwa penting, (4) dianggap sakral dan berkekuatan magis, (5) bukti sejarah di berbagai bidang dari para raj zaman dahulu, dan (7) sifatnya yang tahan lama karena dibuat dari bahan yang tidak mudah rusak.

Apakah prasasti merupakan sumber sejarah tanpa cacat?? Ternyata tidak. Betapapun otentiknya prasasti-prasasti tetap mamiliki kelemahan sebagai berikut. (1) Hanya memberitakan peristiwa resmi. (2) Pembuatannya sering mempunyai tendensi tertentu yaitu pemujaan terhadap raja (king worship : verheerlijking van de vorst). (3) Karena adanya unsur king worship tidak jarang prasasti kurang obyektif atau bersifat sepihak.

Prasasti terakhir dari sejarah Indonesia kuna ( di Jawa) ialah prasasti Jiu (1486). Demikian pila abjad Jawa kuna kemudian berkembang menjadi abjad Jawa tengahan, dan Jawa baru. Prasasti yang mengabdikan momentum perkembangan bahasa Jawa kuna ke bahasa Jawa tengahan (madia) ialah prasasti Biluluk Bertarikh 1366 M. Mulai saat itu bahasa Jawa madia terus berkembang terutama melalui sastra kidung dan macapat. Salah satu karya dari periode akhir abad XIV yang telah menggunakan bahasa Jawa madia ialah Serat Nawaruci. Obyek epigrafi pasca Majapahit ialah naskah teks yang tertulis dalam abjad dan bahasa Jawa tengahan. Misalnya naskah yang oleh B. Schrieke disebut sebagai Het Boek van Bonang, yang oleh G.W.J. Drewes diberi nama The Adminition of Sheh Bari. Beberapa inskripsi berabjad Arab juga menjadi obyek epigrafi Indonesia seperti inskripsi pada makam raja Malik al-Saleh (Samodra Pasai), Malik Ibrahim, dan inskripsi Fatimah Binti Maemun (di Gresik) Jawa Timur.

Berdasarkan perkembangan abjad dan bahasa Jawa kuna ke abjad dan bahasa Jawa tengahan masuk dan berkembang pula unsur kebudayaan Islam. Antara lain masuknya abjad dan bahas  Arab. Karya-karya historiografi tradisional di luar Jawa seperti Sejarah Melayu, Hikayat Raja-Raja Pasai, Hikayat Banjar, Hikayat Raja-Raja Kutai semuanya ditulis dengan aksara Arab yang khusus, yaitu Arab Pegon tetapi berbahasa Melayu. Naskah terkhir itu disamping menjadi obyek.

Epigrafi adalah pengetahuan mengenai cara membaca, menentukan tanggal atau waktu, dan menganalisis tulisan atau inskripsi kuno pada benda-benda yang dapat bertahan lama seperti batu, logam, atau gading. Inskripsi atau prasasti itu dimaksudkan untuk memberikan informasi, atau catatan mengenai kejadian-kejadian penting. Kajian atas inskripsi atau prasasti ini acap kali merupakan satu-satunya sumber informasi pertama atau pengetahuan kita tentang masa-masa awal sejarah. Dibalik itu juga perlu diketahui bahwa betapapun urgensinya prasasti sebagai sejarah, tidak berarti prasasti merekam semua peristiwa pada zamannya. Prasasti hanya merekam beberapa aspek tertentu seperti aspek-aspek politik, social, dan agama. Kehidupan masyarakat pada umumnya seperti ekonomi, seni, budaya, dan lain-lain jarang atau sedikit sekali disinggung dalam prasasti.

f. Ikonografi 

Ilmu tentang arca-arca atau patung-patung kuno dari zaman prasejarah dan/atau sejarah disebut epinografi. Arca-arca atau patung-patung ini dapat berdiri sendiri atau merupakan bagian dari bangunan-bangunan keagamaan seperti kuil, gereja, atau candi. Sejumblah besar patung telah dihasilkan oleh masing-masing peradaban kuno dunia seperti mesir. Araca dan patung yang ditemukan di Indonesia tersebut dari tanah liat, batu, dan logam (perunggu perak dan emas). Arca dan patung itu berasal dari zaman prasejarah maupun sejarah.dari zaman prasejarah patung-patung itu menggambarkan wujud nenek moyang seperti di pasemah. Dari zaman sejarah arca dan patung itu menggambarkan orang-orang penting, raja-raja atau ratu.

g. Filologi 

Filologi berasal dari kata yunani philologia yang berarti kegemaran berbincang-bincang. Perbincangan atau percakapan sebagai seni memperoleh perhatian khusus dari bangsa yunani. Makna itu kemudian berubah menjadi kata “cinta kepada kata” sebagai pengejahwatan pikiran.ternyata makna itu terus bergeser ke pengertian “perhatian terhadap sastra”. Filologi disebut juga ilmu yang mempelajari nanskah-naskah kuno. Naskah-naskah itu ditulis dalam bahasa-bahasa jawa kuno, sunda kuno, atau melayu. Batasan lain tentang makna filologi sebagai berikut : 1. Menurut kamus, istilah filologi adalah ilmu yang mempelajari kerokhanian suatu bangsa dengan kekhususannya atau menyelidiki kebudayaan berdasar bahasa dan kesustraannya.

2.  Menurut Woordenboek der Nederlandse taal, filologi berhubungan dengan bahasa dan sastra yunani dan romawi, kemudian meluas kepada bahasa dan sastra bangsa lainnya.

3. Menurut Webster New International Dictionary, filologi selain memiliki pengertian seperti telah dikemukakan, kemudian diperluas sebagai pengertian ilmu bahasa serta studi tentang kebudayaan bangsa yang beradab seperti terungkap dalam bahasa, sastra, dan agama mereka. Indonesia sebenarnya merupakan khasanah raksasa bagi studi filologi, karena naskah-naskah kunonya kebanyakan ditulis dan dibaca dengan huruf daerah. Isinya beranaka ragam mulai sastra, dalam arti terbatas sampai masalah agama, social dan sejarah.yang sangat penting bagi study sejarah ialah bahan mengenai bahasa daerah, yang secara keseluruhan dapat memberikan gambaran lebih jelas tentang kebudayaan Indonesia.

Pentingnya sastra bagi sarana penelitian filologi, karena sastra bukan hanya milik bersama masyarakat, bukan hanya diturunkan lewat generasik, namun sastra juga berfungsi sebagai media ekspresi ide-ide untuk jangka waktu yang lama, pembentuk norma bagi generasi sezaman maupun penerus. Sastra menampilkan gambaran kehidupan yang mencakup hubungan antara masyarakat dengan orang-orang dan peristiwa yang terjadi dalam batin manusia. 

Kegiatan filologi dimulai dari Eropa pada era renaisans dan humanisme. Pada era itu orang menggali kembali sastra klasik Yunani Romawi. Kegiatan yang semula bertujuan melakukan kritik teks untuk mengetahui kemurnian Firman Tuhan serta memahami kekeramatannya ternyata menumbuhkan kegiatan kritik teks untuk keperluan rekonstruksi naskah yang telah rusak. Filologi menelitinya lewat bahasa dan makna yang terkandung didalamnya, kemudian memperbaikinya. Kegiatan itu sebenarnya telah berkembang sejak abad III BC di perpustakaan dan museum Iskandaria, Mesir. Di waktu berikunya teks-teks yang telah dibetulkan kemudian disalin oleh para penyalin yang seringkali pekerjaannya tidak profesional, hingga menimbulkan kesalahan-kesalahan. Kesalahan – kesalahan itu dapat berupa kata-kata, kalimat, atau bagian-bagiannya. Ataupun ada halaman yang terlampaui dan tertukar dalam proses penyalinan.

Dengan ditemukannya teknologi cetak pada abad XV mutu perbaikan teks menjadi lebih baik, di samping kemungkinan musnahnya suatu naskah makin kecil. Dengan jalan demikian terjaminlah kelangsungan hidup teks-teks itu turun temurun. Lewat teks-teks klasik itu para ahli filologi berhasil menggali nilai-nilai hidup yang terkandung dalam kebudayaan lama.

Indonesia sebenarnya merupakan khasanah raksasa bagi studi filologi, karena naskahp-naskah kunonya kebanyakan ditulis dan dibaca dengan huruf daerah. Isinya beraneka ragam mulai sastra, dalam arti terbatas sampai masalah agama, sosial dan sejarah. Yang sangat penting bagi study sejarah ialah bahan mengenai bahasa daerah, yang secara keseluruhan dapat memberikan gambaran lebih jelas tentang kebudayaan Indonesia.

Naskah-naskah bahasa Melayu dan Jawa ditulis pada bahan kertas. Naskah berbahasa Jawa kuna aslinya ditulis di atas lontar. Di Jawa naskah lontar dapat dikatakan telah tidak ada orang yang menyimpan, tetapi di Bali dan Lombok masih banyak. Naskah Batak biasanya memakai kulit kayu atau rotan. Kecuali di Indonesia, sekitar 26 negara lain menyimpan naskah-naskah lama dari Indonesia seperti : Malaysia, Singapura, Brunai, Sri Lanka, Thailand, Mesir,  Amerika Serikat, Irlandia, Spanyol, Italia, Jerman Barat, Jerman timur, Hongaria, Belgia, dan Rusia.

Kegiatan Filologi di tanah air kita baru mulai abad XIX, dirintis oleh sarjana-sarjana Eropa tertutama Belanda. Diantara mereka itu : Geriche, Cohenstuart, J.L.A. Brandes untuk bahasa Jawa kuna, Klinkert untuk bahasa Melayu, Van Ronkel, Von Dewell, Van Hovell untuk syair-syair. Dari Inggris Thomas S. Raffles dan Crawfurd untuk penelitian bahasa dan naskah Melayu, Th. Pigeaud untuk bahasa Jawa kuna dan Tengahan, naskah-naskah Islam oleh Dewes dan B. Schrieke. Dari pihak  sarjana Indonesia perintisnya antara lain Hoesein Djajaningrat, Poebatjaraka, Prijohutomo, Tjan Tjoe Som yang kesemuanya telah almarhum


h. Genealogi 
Genealogi berasal dari kata dasar gene, yaitu plasma pembawa sifat-sifat keturunan. Genealogi berarti ilmu yang mempelajari masalah keturunan. Ia berarti juga saling bergantung dua hal, yaitu yang muda berasal dari yang tua. Misalnya tulisan Jawa berasal dari perkembangan (baca : keturunan) abjad Pallawa. Tulisan Pallawa berasal dari tulisan atau abjad Brahmi, dan lain-lain. Namun dalam konteks ini yang dimaksud genealogi ialah yang menyangkut hubungan keturunan individu.

Peletak dasar genealogi sebagai ilmu ialah J.Ch. Gatterr (1727-1799), kemudian Q. Lorerirensa menerapkan dalam penulisan ilmiah (1898). Dalam kenyataan sejarah genealogi sangat penting semenjak menusia memasuki zaman sejarah, khususnya menyangkut masalah tahta. Perhatikan misalnya prasati Yupa dari Muarakaman di Kutai. Prsasati itu dengan jelas memberitakan genealogi Mulawarman dengan leluhurnya : Kudungga. Prasati Canggal (732M) melukiskan genealogi Sanjaya dan leluhurnya. Prasati Gunung (910M) telah memberikan gambaran mata rantai genealogi Sanjaya sampai dengan Daksa. Demikian pula dalam Negarakertagama dan Pararaton diberitakan pula genealogi raja-raja yang memerintah Singasari dan Majapahit. Mengapa Genealogi menjadi demikian penting dalam studi sejarah kuna (juga di Indonesia), khususnya bagi kelangsungan suatu dinasti atau tahta kerajaan? Berbagai peristiwa sejarah yang besar menggoncangkan seperti huru hara, perang saudara, pemberontakan untuk mendirikan suatu dinasti baru, dan jatuhnya dinasti lama, salah satu penyebabnya adalah faktor keturunan atau genealogi.


i. Numismatik 
Numismatik atau ilmu mata uang, mengkaji sejarah perkembangan mata uang dari zaman purba sampai sekarang. Mata uang tertua berasal dari peninggalan bangsa Yunani sekitar 700 BC.Dilihat dari bahannya, mata uang ada yang dibuat dari bahan emas, perak, tembaga, aluminium dan kertas. Pada bangsa-bangsa yang masih primitive (masih tingkat prasejarah) tidak jarang mereka memakai benda-benda seperti kulit kerang sebagai alat penukar. Dewasa ini sebagian besar negara-negara di dunia, membuat mata uangnya dari bahan kertas.

Ditinjau dari nilai yang dikandungnya, mata uang memiliki dua nilai : intrinsik dan nominal. Nilai intrinsik ialah nilai berdasarkan bahan yang digunakan untuk membuat mata uang. Nilai nominal ialah nilai tukar dari suatu satuan mata uang sebagaimana tertera padanya. Sebagai contoh pada mata uang rupiah ada yang bernila nominal Rp.25,- Rp.100,- Rp.500,- Rp.1000,- Rp.5000,- dan Rp.10.000,-

Bagi kepentingan studi sejarah mata uang diantaranya memberikan data-data tentang tokoh-tokoh pahlawan dari negara yang bersangkutan, nilai tukar, nama pejabat yang berwenang, program tertentu dari suatu pemerintahan, seperti : Keluarga Berencana (KB), pelestarian lingkungan, peringatan peristiwa-peristiwa tertentu, pengaruh kebudayaan, dan lain-lain.

Dari konteks sejarah ekonomi manfaat numismatik sangat jelas, karena nilai suatu mata uang, dalam periode tertentu memberikan petunjuk bagaimana keadaan perekonomian negara yang bersangkutan. Dari segi sejarah kebudayaan, persebaran suatu mata uang juga memberikan gambaran sampai seberapa jauh pengaruh suatu negara atau bangsa terhadap perekonomian bangsa lain. Sebagai contoh pengaruh dalam alat pembayaran atau alat pertukaran internasional. Persebaran itu juga memberikan petunjuk bagaimana dan sampai sejauh mana luas pengaruh politik suatu negara terhadap perekonomian dunia atau internasional. Berdasarkan mata uang yang dikoleksi secara lengn kronologis dkap dapat pula dipakai sebagai bahan untuk merekonstruksi sejarah suatu negara atau suatu dinasti. Seperti dekemukakan, di atas mata uang memiliki bahan atau data-data sejarah yang diperlukan.


j. Ilmu keramik Keramik adalah nama umum untuk tembikar, cina (china) dan porselin. pengetahuan tentang keramik merupakan ilmu bantu dan kesenian yang penting. Hasil kajian tentang tentang benda-banda ini merupakan bahan penting untuk penyusunan sejarah, baik untuk periode prasejarah maupun periode sejarah.

Tembikar adalah sebutan umum untuk semua alat-alat dapur yang terbuat dari tanah liat yang dibakar, misalnya belangga, periuk, piring dan kendi. Kusus untuk keramik cina atau porselin yang ditemukan di Indonesia umumnya berasal dari daratan cina. Temuan-temuan keramik cina ini amat penting untuk sejarah hubungan antara cina,Indonesia, dan negeri-negeri lain di asia, afrika dan eropa.

BAB III

PENUTUP

A.    Kesimpulan

          Sejarah adalah ilmu pengetahuan dengan umumnya yang berhubungan dengan cerita bertarik sebagai hasil penafsiran kejadian-kejadian dalam masyarakat pada waktuyang telah lampau atau tanda-tanda lainnya (Muhammmad Yamin). Itu membuktikan bahwa sejarah merupakan suatu peristiwa yang harus dikaji dan dapat dibuktikan kebenaran faktanya menggunakan metode ilmiah. Oleh sebab itu sejarah terjadi di masa lalu, sejarawan membutuhkan ilmu untuk mengetahui masa lalu tersebut dengan berpedoman untuk membuktikan fakta-fakta yang dimiliki dengan bantu ilmu sejarah tersebut. Jadi pengertian dari ilmu sejarah tersebut adalah ilmu-ilmu yang dapat dijadikan sumber-sumber untuk sejarawan dalam penelitian dan penyusunan peristiwa sejarah tersebut dengan runtut dan memiliki kaitan dengan fakta dari sebuah peristiwa tersebut. ilmu bantu sejarah memiliki fungsi serta kegunaan yang sangat penting bagi sejarawan untuk mengkaji suatu peristiwa dengan periode atau topic yang dipilih dan menjadi alat untuk meganalisis suatu peristiwa sejarah secara kritis dan ilmiah. 

B.     Saran.

Sudah sepantasnya kita untuk mempelajari sejarah secara ilmiah dan kritis, karena di dalam ilmu sejarah sendiri sudah memiliki ilmu bantu yang membantu untuk membuat sejarah lebih menuju ke fakta dan baik dalam melihat sejarah dalam pandangan – pandangan ilmu lain.

DAFTAR PUSTAKA

AKADEMIK,POKJA.2005.Tauhid.Yogyakarta: Pokja Akademik UIN SUKA

Abidin, Muhammad Zainal. 2011. Macam-Macam Ilmu Bantu Sejarah., (Online), (http://www.masbied.com/search/macam-macam-ilmu-bantu-sejarah), diakses 19 September 2011 

Al – Muthahhiri. 2011. Ilmu Sejarah, (Online), (http://id.shvoong.com/humanities/history/2135529-ilmu-ilmu-bantu-sejarah/

), diakses 19 September 2011 Gazalba, Sidi, Pengantar Sejarah Sebagai Ilmu, Bhratara, Jakarta, 1981. Kartodirdjo, Sartono, Pendekatan Ilmu Sosial Dalam Metodologi Sejarah, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1993.

Luky, Dwi Kiki. 2011. Ilmu-ilmu Bantu Sejarah. From 

http://dwiluky.wordpress.com/2011/07/02/ilmu-ilmu-bantu-sejarah/, 19 September 2011

Kasdi Aminuddin, 2005. Memahami Sejarah, Surabaya, UNESA University Press.

[1](buku Tauhid, POKJA AKADEMIK, pokja akademik UIN SUKA 2005, hlm 78)

[2](http://taman-pengetahuan.blogspot.com)