Hak-hak apa saja yang didapat karyawan jika terjadi kecelakaan kerja

Hak-hak apa saja yang didapat karyawan jika terjadi kecelakaan kerja

Setiap perusahaan memiliki tanggung jawab secara hukum atas setiap kecelakaan kerja yang terjadi di perusahaan. Secara normatif, pimpinan perusahaan yang bertanggung jawab untuk menyelenggarakan keselamatan kerja karyawan sebagai bentuk kewajiban perusahaan. Tanggung jawab tersebut bukan hanya mengenai kerugian yang timbul akibat kecelakaan, tetapi juga memastikan bahwa setiap karyawan yang mengalami cacat karena kecelakaan tidak langsung diputus hubungan kerjanya. Oleh karena itu, maka segala upaya perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja. Karena dampaknya sangat buruk bukan saja terhadap karyawan yang mengalami kecelakaan, tetapi juga berdampak pada perusahaan.

  1. Setiap perusahaan memiliki kewajiban untuk melaporkan setiap kecelakaan kerja atau penyakit akibat kerja yang menimpa karyawan kepada BPJS Ketenagakerjaan. Selain itu juga wajib dilaporkan pada dinas yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat. Pelaporan harus dilakukan tidak lebih dari 2 kali 24 jam sejak terjadinya kecelakaan sebagai laporan tapah I. Selanjutnya pihak perusahaan harus melaporkan kecelakaan atau penyakit akibat kerja yang menimpa karyawan kepada BPJS Ketenagakerjaan dan dinas terkait tidak lebih dari 2 kali 24 jam sejak karyawan dinyatakan sembuh, cacat, atau meninggal dunia sebagai laporan tahap II. Laporan tersebut harus berdasarkan surat keterangan dokter yang menerangkan bahwa:

    1. Keadaan Sementara Tidak Mampu Bekerja (STMB) karyawan yang bersangkutan telah berakhir. 2. Karyawan yang bersangkutan mengalami cacat total tetap, cacat sebagian anatomis, cacat sebagian fungsi.

    5. Karyawan yang bersangkutan meninggal dunia.

  2. Untuk mengajukan manfaat dari program Jaminan Kecelakaan Kerja, pihak perusahaan dapat menggunakan laporan tahap II kepada BPJS Ketenagakerjaan dengan dengan melampirkan persyaratan sebagai berikut:

    1. Fotokopi kartu peserta BPJS Ketenagakerjaan karyawan yang bersangkutan. 2. Fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) milik karyawan yang bersangkutan. 3. Surat keterangan dokter dari dokter yang memeriksa atau merawat dan/atau dokter penasehat. 4. Asli kuitansi biaya pengangkutan. 5. Asli kuitansi biaya pengobatan dan/atau perawatan yang dapat dimintakan penggantian kepada BPJS Ketenagakerjaan, apabila fasilitas pelayanan kesehatan yang digunakan belum bekerjasama dengan BPJS Ketenagakerjaan karena di lokasi tempat terjadinya kecelakaan tidak terdapat fasilitas pelayanan kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS Ketenagakerjaan.

    6. Dokumen pendukung lainnya jika diperlukan.

    Apabila persyaratan telah lengkap, maka BPJS Ketenagakerjaan akan menghitung dan membayarkan kepada pihak yang berhak menerima sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Berdasarkan Pasal 22 ayat (1) Permenaker Nomor 26 Tahun 2015, pihak perusahaan wajib membayarkan biaya pengangkutan karyawan yang mengalami kecelakaan terlebih dahulu. Kemudian perusahaan dapat meminta penggantian santunan berupa sejumlah uang yang telah dikeluarkan kepada BPJS Ketenagakerjaan pada saat pelaporan kecelakaan kerja tahap II. Berdasarkan pengajuan tersebut, pihak BPJS Ketenagakerjaan paling lambat 7 hari kerja akan melakukan verifikasi dan membayar penggantian biaya yang telah dikeluarkan oleh perusahaan. Hal ini berarti, pada dasarnya kompensasi atau manfaat JKK bagi karyawan yang mengalami kecelakaan kerja akan dibayarkan oleh BPJS Ketenagakerjaan

  3. Keselamatan kerja menjadi tanggung jawab perusahaan untuk mengatur dan memelihara ruangan, alat perkakas, di tempat dimana perusahaan menyuruh karyawan melakukan pekerjaan. Tanggung jawab keselamatan kerja oleh perusahaan bertujuan agar setiap karyawan dapat terlindung dari kecelakaan kerja dan bahaya yang mengancam badan, kehormatan serta harta bendanya. Hal ini merupakan hak yang harus didapatkan oleh setiap karyawan dalam menjalani pekerjaannya. Namun ternyata kesadaran pengusaha atau pemberi kerja di Indonesia untuk menjamin keselamatan karyawan masih rendah. Setelah mengetahui informasi di atas, maka Anda harus memastikan bahwa perusahaan Anda telah memiliki jaminan khusus terhadap keselamatan kerja karyawan. Jangan sampai karyawan mengalami kecelakaan kerja dan operasional perusahaan menjadi terganggu. Pastikan tim HR perusahaan memperhatikan bahwa SOP perusahaan telah berjalan lancar dan dipatuhi oleh setiap karyawan. Sehingga resiko terjadinya kesalahan dapat diminimalisir.

Setiap karyawan, berdasarkan Pasal 86 ayat (1) huruf a Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan memiliki hak untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan kerja. Hal ini meliputi upaya keselamatan dan kesehatan kerja dimaksudkan untuk memberikan jaminan keselamatan serta meningkatkan derajat kesehatan para karyawan. Jaminan keselamatan tersebut dapat dilakukan dengan cara pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja. Atau pengendalian bahaya di tempat kerja, promosi kesehatan, pengobatan dan rehabilitasi. Berdasarkan hak karyawan tersebut, berdasarkan Pasal 87 ayat (1) Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003, pihak perusahaan menerapkan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja yang terintegrasi dengan sistem manajemen perusahaan.

Untuk urusan penggajian, potongan PPh 21 karyawan, hingga pembayaran BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan karyawan, Sleekr akan menyelesaikan tugas administrasi tersebut secara mudah. Sleekr merupakan software HR yang dirancang khusus untuk menunjang keberhasilan manajemen HR di perusahaan Anda. Ajukan demo Sleekr untuk mengetahui secara lebih lengkap dan jelas mengenai fitur apa saja yang dapat Anda gunakan untuk perusahaan Anda.

Pada dasarnya, Undang-Undang Ketenagakerjaan sendiri merupakan aturan baku untuk kedua belah  pihak, baik pengusaha maupun karyawan, yang diterbitkan agar proses bisnis yang melibatkan keduanya berjalan seimbang. Tentu, dalam prakteknya, regulasi baku ini wajib jadi panduan utama terkait hak dan kewajiban masing-masing pihak. Undang-Undang ketenagakerjaan sendiri juga mengalami berbagai perubahan dan revisi sesuai dengan evaluasi yang terjadi di lapangan.

Seperti yang disebutkan sebelumnya bahwa regulasi ini mengatur hak dan kewajiban masing-masing pihak, pada artikel ini akan sedikit dibahas mengenai hak kedua belah pihak. Tentu, sebagai pemilik perusahaan atau bagian HR yang berurusan langsung dengan karyawan Anda perlu memahami dan mencermati regulasi ini. Selain sebagai pengetahuan dasar dalam berbisnis, regulasi ini juga penting untuk mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan.

Hak Karyawan Perusahaan dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan

Secara singkat, perusahaan memiliki hak yang tercantum dalam uraian Undang-Undang Ketenagakerjaan, yakni dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. Hak-hak tersebut antara lain adalah sebagai berikut. 1. Perusahaan berhak atas hasil dari pekerjaan karyawan. 2. Perusahaan berhak untuk memerintah/mengatur karyawan atau tenaga kerja dengan tujuan mencapai target.

3. Perusahaan berhak melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh/karyawan jika melanggar ketentuan yang telah disepakati sebelumnya.

Tiga hal di atas adalah sedikit kutipan mengenai hak yang dimiliki perusahaan atau pengusaha. Jelas, setiap poinnya memiliki penjabaran yang rinci jika dilihat pada regulasi baku yang tertulis.

Hak Karyawan Lainnya

Di sisi lain, karyawan atau pekerja juga memiliki hak yang dicantumkan dalam regulasi tersebut. Menurut Undang-Undang Ketenagakerjaan, karyawan setidaknya memiliki beberapa hak berikut ini.

1. Menjadi Anggota Serikat Tenaga Kerja

Dalam regulasi disebutkan bahwa setiap karyawan berhak menjadi anggota  atau membentuk serikat tenaga kerja. Setiap karyawan diperbolehkan untuk mengembangkan potensi kerja sesuai dengan minat dan bakat. Karyawan juga mendapatkan jaminan dari perusahaan dalam hal keselamatan, kesehatan, moral, kesusilaan serta perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat berdasarkan norma serta nilai keagamaan dan kemanusiaan.

Hak ini tercantum dalam UU Nomor 13 tahun 2003 Pasal 104, terkait serikat pekerja dan UU Nomor 21 tahun 2000 mengenai serikat pekerja.

2. Jaminan sosial dan Keselamatan Kesehatan Kerja (K3)

Karyawan juga berhak mendapatkan jaminan sosial yang berisi tentang kecelakaan kerja, kematian, hari tua hingga pemeliharaan kesehatan. Sekarang ini, implementasi hak karyawan bidang jaminan sosial dan K3 adalah berupa BPJS. Anda sebagai pemilik perusahaan atau pemberi kerja wajib mendaftarkan setiap karyawan sebagai anggota BPJS dalam rangka pemenuhan hak ini.

Hak karyawan yang satu ini tercantum dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 tahun 2003, UU Nomor 03 tahun 1992, UU Nomor 01 tahun 1970, Ketetapan Presiden Nomor 22 tahun 2993, Peraturan Pemerintah Nomor 14 tahun 1993 dan Peraturan Menteri Nomor 4 tahun 1993 dan Nomor 1 tahun 2998.

3. Menerima Upah yang Layak

Tercantum dalam Permen Nomor 1 tahun 1999 Pasal 1 Ayat 1, UU Nomor 13 tahun 2003, PP tahun 1981, Peraturan Menteri Nomor 01 tahun 1999 dan paling baru adalah Permenaker Nomor 1 tahun 2017.

4. Membuat Perjanjian Kerja atau PKB

Hak karyawan atau pekerja ini tercantum dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 tahun 2003 dan juga Undang-Undang Nomor 21 tahun 2000. Karyawan yang telah tergabung dalam serikat pekerja memiliki hak untuk membuat Perjanjian Kerja yang dilaksanakan berdasarkan proses musyawarah.

5. Hak Atas Perlindungan Keputusan PHK Tidak Adil

Hak ini tercantum dalam Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja Nomor SE 907/Men.PHI-PPHI/X/2004. Setiap karyawan berhak mendapat perlindungan dan bantuan dari Pemerintah melalui DInas Tenaga Kerja bilamana mengalami PHK secara tidak adil.

6. Hak Karyawan Perempuan seperti Libur PMS atau Cuti Hamil

Secara umum hak ini tercantum dalam UU Nomor 13 tahun 2003 Pasal 76 Ayat 2 yang menyatakan bahwa perusahaan atau pengusaha dilarang mempekerjakan perempuan hamil yang bisa berbahaya bagi kandungannya dan dirinya sendiri.

Selain poin tersebut, pada Pasal 82 Ayat 2 UU Nomor 13 tahun 2003 juga menyebutkan perihal hak cuti keguguran. Selanjutnya pada UU Nomor 3 tahun 1992 mengatur tentang hak biaya persalinan yang bisa didapat oleh karyawan. Pada Pasal 83 UU Nomor 13 tahun 2003 juga masih membicarakan mengenai hak karyawan perempuan yakni terkait hak menyusui. Terakhir adalah hak cuti menstruasi yang diatur dalam Pasal 81 UU Nomor 13 tahun 2003.

7. Pembatasan Waktu Kerja, Istirahat, Cuti dan Libur

Dalam UU Ketenagakerjaan Nomor 13 tahun 2003 Pasal 79, hak ini dicantumkan secara jelas. Perusahaan wajib memberi waktu istirahat dan cuti pada setiap karyawan. Secara jelas misalnya, terkait waktu istirahat, disebutkan bahwa karyawan memiliki hak untuk mendapatkan istirahat antara jam kerja minimal setangah jam setelah bekerja selama empat jam.

Dengan mengetahui hak setiap pihak, tentu bisa menentukan langkah strategis dan pengambilan keputusan yang melibatkan perusahaan dan karyawan di dalamnya. Seperti misalnya dalam pengaturan pemberian hak cuti dan libur, bisa merundingkan serta mendiskusikan hak karyawan berkenaan dengan cuti dan libur.

Semoga Bermanfaat …