Barangkali tanpa disadari, setiap hari kita sudah rutin melakukan komunikasi persuasif. Sebenarnya apa sih makna komunikasi yang satu ini? Komunikasi persuasif dapat diartikan sebagai komunikasi yang ditujukan untuk mengubah dan memengaruhi seseorang agar sesuai dengan apa yang kita inginkan, baik dalam sikap, perilaku, atau kepercayaan. Sekilas tentang komunikasi persuasifPerlu diketahui, sebelum melakukan interaksi, setidaknya ada tiga sikap individu dan kelompok yang hendak dipengaruhi oleh komunikator. Pertama ialah kognitif, dimana sikap individu hanya ‘tahu’ sekelumit hal tentang objek yang hendak diperkenalkan. Misalnya, si A tahu jika buku bersampul putih itu bagus, meski ia tidak tahu seperti apa cerita lengkap dalam bukunya. Kedua, afektif. Individu di kategori ini akan cenderung suka atau mungkin tidak menyukai objek tersebut. Contoh, si B tahu jika cerita di buku bersampul putih itu bagus, tapi ia tidak suka dengan gambar di-cover depan buku itu. Terakhir ialah konitif, pada komponen ini individu atau kelompok sudah berani melakukan tindakan. Hal ini dapat dipetakan dalam sebuah peristiwa, contohnya si C tahu dan senang pada buku bersampul putih itu, tetapi ia tidak akan membeli buku tersebut karena harganya mahal. Tetapi, apabila menilik Burgon dan Huffner, dalam melakukan komunikasi persuasif, ada tiga pola interaksi, yakni asertif (tidak melukai dan menyinggung secara verbal maupun non-verbal), pasif (tidak ada feedback sehingga menjadi kurang efektif), dan agresi (dalam penyampaiannya dapat melukai audien, baik secara verbal atau non-verbal). Faktor-Faktor yang MemengaruhiSedikitnya ada empat faktor utama yang memengaruhi keberhasilan dalam melangsungkan komunikasi ini, diantaranya;
Namun dalam praktiknya, faktor-faktor tersebut kerap tumpang-tindih. Itulah sekilas tentang komunikasi persuasive dan juga faktor yang memengaruhinya. Kalau kamu, apakah pernah terhalang sala satu faktor di atas dalam melakukan persuasi? Mengenal Komunikasi Persuasif Komunikasi persuasif adalah komunikasi yang bertujuan untuk mengubah atau memengaruhi kepercayaan, sikap, dan perilaku seseorang sehingga bertindak sesuai dengan apa yang diharapkan oleh komunikator.[1] Komunikasi persuasif merupakan proses penyampaian pesan yang dimaksudkan untuk memperkuat, membentuk ataupun mengubah tanggapan seseorang. Atau lebih tepatnya berguna untuk mempengaruhi orang lain supaya sependapat dengan komunikator. Komunikasi persuasif sendiri indentik dengan komunikasi yang sifatnya membujuk orang lain tanpa adanya paksaan untuk sependapat dengan pembicara.[2] Pada umumnya, sikap-sikap individu/ kelompok yang hendak dipengaruhi ini terdiri dari tiga komponen, yaitu:
Kepercayaan/ pengetahuan seseorang tentang sesuatu dipercaya dapat memengaruhi sikap mereka dan pada akhirnya memengaruhi perilaku dan tindakan mereka terhadap sesuatu. Mengubah pengetahuan seseorang akan sesuatu dipercaya dapat mengubah perilaku mereka. Walaupun ada kaitan antara kognitif, afektif, dan konatif - keterkaitan ini tidak selalu berlaku lurus atau langsung.
Contoh:
"Budi tahu/ percaya (kognitif) bahwa mobil Mercedes-Benz itu mobil yang bagus. Budi juga senang (afektif) melihat bentuk mobil tersebut saat melenggang di jalan. Namun Budi tidak akan membeli mobil Mercedes-Benz (konatif), karena ia tidak punya uang." Berikut tujuan komunikasi persuasif[6]:
Banyak faktor yang menentukan keberhasilan/ ketidakberhasilan suatu pesan persuasif. Empat faktor utama adalah
Namun faktor-faktor ini tidak berjalan secara bertahap. Pada banyak kasus, faktor-faktor ini saling tumpang tindih. Terdapat enam prinsip persuasi yang efektif, sebagai berikut[6]:
Komunikasi persuasif tidak sama dengan propaganda. Menurut Prof. Richard L. Johannesen, Profesor Komunikasi dari Northen Illinois University,[7] untuk membatasi komunikasi persuasif agar tidak menjadi propaganda diperlukan seperangkat etika yang harus dipatuhi, yaitu:
|