Dimana sisa peninggalan Kerajaan Mataram Kuno?

SLEMAN, suaramerdeka.com - Penggalian dilakukan Balai Arkeologi Daerah Istimewa Yogyakarta di area Dusun Bayen, Purwomartani, Kabupaten Sleman. Wilayah tersebut diduga  memiliki bangunan peninggalan kerajaan Mataram Kuno.

"Kami menduga terdapat situs bangunan pusat peradaban Mataram kuno di Dusun Bayen," kata Peneliti Pusat Kerajaan Mataram Kuno dan Lereng Timur Merapi Balai Arkeologi Yogyakarta, Baskoro Danu Cahyono, di Sleman, Rabu (19/9).

Dugaan tersebut didasarkan pada temuan batu-batu candi di sekitar rumah warga.

"Selain banyaknya batu candi, dugaan juga didasari atas lokasi yang berdekatan dengan situs candi lain. Di sebelah barat daya ada Candi Sambisari, sebelah timur laut ada Candi Kedulan. Termasuk di tenggara terdapat situs Duri dan barat laut ada situs Bromonilan," katanya.

Pengggalian yang dilakukan sejak Sabtu (15/9) sampai kemarin dilakukan di satu ladang jagung milik warga di area Dusun Bayen guna membuktikan dugaan tersebut.

"Penggalian kami rencanakan selama sepuluh hari," katanya.

Ia mengatakan penelitian dilakukan sesuai dengan konsep adanya pusat kerajaan, bahwa kerajaan dilingkari perairan dan gunung.

"Konsep itu di mana letak kerajaan di lingkari samudra (air) dan gunung. Posisi situs Bayen diapit dua sungai yaitu Sungai Opak dan Kuning. Sungai tersebut, merupakan representasi dari samudra. Untuk gunung, ada Gunung Merapi di sebelah utara dan pegunungan seribu di sebelah selatan," katanya.

Diduga adanya empat candi di sekitar situs Bayen mirip dengan perbatasan karena mengacu pada konsep kerajaan kuno, di mana candi yang mengelilingi sebuah kerajaan saling berlawanan arah.


Page 2


Page 3

SLEMAN, suaramerdeka.com - Penggalian dilakukan Balai Arkeologi Daerah Istimewa Yogyakarta di area Dusun Bayen, Purwomartani, Kabupaten Sleman. Wilayah tersebut diduga  memiliki bangunan peninggalan kerajaan Mataram Kuno.

"Kami menduga terdapat situs bangunan pusat peradaban Mataram kuno di Dusun Bayen," kata Peneliti Pusat Kerajaan Mataram Kuno dan Lereng Timur Merapi Balai Arkeologi Yogyakarta, Baskoro Danu Cahyono, di Sleman, Rabu (19/9).

Dugaan tersebut didasarkan pada temuan batu-batu candi di sekitar rumah warga.

"Selain banyaknya batu candi, dugaan juga didasari atas lokasi yang berdekatan dengan situs candi lain. Di sebelah barat daya ada Candi Sambisari, sebelah timur laut ada Candi Kedulan. Termasuk di tenggara terdapat situs Duri dan barat laut ada situs Bromonilan," katanya.

Pengggalian yang dilakukan sejak Sabtu (15/9) sampai kemarin dilakukan di satu ladang jagung milik warga di area Dusun Bayen guna membuktikan dugaan tersebut.

"Penggalian kami rencanakan selama sepuluh hari," katanya.

Ia mengatakan penelitian dilakukan sesuai dengan konsep adanya pusat kerajaan, bahwa kerajaan dilingkari perairan dan gunung.

"Konsep itu di mana letak kerajaan di lingkari samudra (air) dan gunung. Posisi situs Bayen diapit dua sungai yaitu Sungai Opak dan Kuning. Sungai tersebut, merupakan representasi dari samudra. Untuk gunung, ada Gunung Merapi di sebelah utara dan pegunungan seribu di sebelah selatan," katanya.

Diduga adanya empat candi di sekitar situs Bayen mirip dengan perbatasan karena mengacu pada konsep kerajaan kuno, di mana candi yang mengelilingi sebuah kerajaan saling berlawanan arah.

Yogyakarta -

Nama Kerajaan Mataram Kuno muncul pertama kali pada masa pemerintahan Sanjaya. Gelarnya Rakai Mataram yang artinya penguasa wilayah Mataram.

Nama Mataram masih dipakai sampai masa Raja Dharmawangsa Teguh, sebagaimana dalam Prasasti Wwahan dari 985 M. Kendati pusatnya sudah pindah ke Jawa Timur oleh Mpu Sindok. Dia membangun pusat kerajaan di Tamwlang sekaligus membangun wangsa yang baru, yaitu Isyana.

Pakar geoarkeologi Universitas Gadjah Mada (UGM) JSE Yuwono menjelaskan ada alasan dipindahkannya Mataram Kuno dari Jawa Tengah ke Jawa Timur. Memang, asusminya dikarenakan oleh bencana Merapi. Namun, menurutnya, bukan hanya disebabkan oleh bencana erupsi Gunung Merapi.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

"Jadi situs-situs Mataram Kuno ada ratusan sisa bangunan di DIY khususnya Prambanan terpendam lahar. Kemudian asumsinya karena bencana Merapi yang menurut geolog juga berdasar prasasti (terjadi) abad 10 M, kemudian (ada) perpindahan kerajaan ke Jawa Timur," kata Yuwono saat dihubungi wartawan, Selasa (28/7/2020).

"Tapi kalau saya melihatnya, setiap perkembangan wilayah dari Jawa Tengah ke Jawa Timur itu sebagai suatu perkembangan wilayah tapi ada faktor pendorong dan penarik," tambahnya.

Faktor pendorongnya itu salah satunya bencana. Namun yang menjadi pertanyaannya kenapa harus dipindahkan ke Jawa Timur. Padahal di Jawa Timur tidak kurang bencananya, gunung api juga banyak yang aktif.

"Berarti ada faktor penariknya, jadi di sini ada tekanan kemudian ada tempat lain memiliki daya tarik. Saya melihatnya daya tarik dari aspek perdagangan terutama hubungan dengan pesisir, Jawa Timur lebih memungkinkan. Kalau Jawa Tengah mentok di masyarakat agraris," urainya.

Dia melanjutkan, tuntutan untuk berkembang untuk sektor ekonomi di Jawa Timur lebih menjanjikan. Salah satu bukti, kata dia, kalau melihat ciri bangunan yang di Jateng dan Jatim itu bangunan bata di Jatim lebih berkembang.

"Seperti di Trowulan (Mojokerto) itu masif sekali penggunaan bata," bebernya.

Menurutnya, hal ini bukan hanya persoalan perkembangan ekonomi saja. Pasti ada daya dukungnya.

"Katakanlah kalau membuat bata itu bahannya sama, tapi kenapa Jatim lebih berkembang? Itu karena hubungan sosial kemudian aspek-aspek yang terkait dengan perekonomian lebih banyak berkembang," paparnya.

Oleh karena itu, dia melihat perpindahan itu bukan hanya masalah bencana. Sebab, jika melihat Merapi sebagai satu-satunya penyebab, orang tidak harus lari ke Jawa Timur. Sebab, di timur Merapi atau utara Merapi relatif aman.

"Jadi saya melihat bencana hanya salah satu faktor pendorong, di sisi lain ada faktor penariknya di Jawa Timur," tegasnya.

Dalam proses perpindahan kerajaan itu, ada peran Bengawan Solo sebagai jalur transportasi. Sebab, sungai itu mengalir dari Jawa Tengah hingga Jawa Timur.

"Dalam perpindahan itu saya melihat peran Bengawan Solo sangat besar karena satu-satunya urat nadi pedalaman yang menghubungkan Jawa Tengah ke Jawa Timur kalau zaman dulu ya sungai, sungai besar ya Bengawan Solo," ucapnya.

YOGYAKARTA - Penemuan sisa Kerajaan Mataram Kuno membuat heboh masyarakat di Kecamatan Pleret, Kabupaten Bantul, Yogyakarta. Diperkirakan, usia batu yang ditemukan di Dusun Demangan Gunungan, Desa Pleret pada Senin 2 Januari 2017 itu berusia 1600-an.

Penemuan bermula saat Umiyem (55) dan suaminya Ngajiyono (61), melakukan penggalian tanah sawah milik Yanto untuk pembuatan batu bata. Saat menggali sekira 50 cm, cangkulnya terantuk batu berwarna hitam. "Saya kaget saat di tengah sawah kok ada batunya," kata Tumiyem, Kamis (5/1/2017).

Ia lantas melakukan penggalian dan menemukan sebuah batu berukuran 39 x 47 cm dengan tinggi 26 cm yang menempel pada tatanan batu bata kuno berukuran 25 cm. Tidak sampai di situ, suaminya juga melakukan penggalian dan menemukan batu balok lainnya dengan panjang 80 cm dan tebal 23 cm yang berada tidak jauh dari lokasi yang pertama.

Ngadiyono menambahkan, beberapa bagian batu bata kuno ada yang patah karena terantuk kepala cangkul. Kemudian dirinya melaporkan penemuan batu tersebut kepada salah seorang warga. Lalu pada Selasa 3 Januari 2017, Ngadiyono melaporkan penemuan itu kepada pihak kepolisian. "Kemarin sudah tidak boleh digali sama pak polisi," imbuh dia.

Dikonfirmasi terpisah, Koordinator Museum Sejarah Purbakala Peret, Susanto, menjelaskan bahwa batu yang ditemukan berjenis andesit dan pada salah satu batu yang ditemukan memiliki takik atau lekukan pada sudutnya. Dua buah batu andesit warna hitam tersebut diperkirakan masih berada pada posisi bangunan semula. “Batu ini seperti masih menempel pada bangunan awal, seperti bekas reruntuhan bangunan," bebernya.

Dijelaskannya, jika melihat susunan batu bata kuno berukuran besar yang mirip dengan yang ditemukan di Masjid Kauman Pleret dan andesit tersebut sama jenisnya dengan batu andesit candi di wilayah Piyungan. Namun untuk memastikan hal itui perlu penelitian lebih lanjut.

Wilayah Pleret terdapat situs bekas Keraton Pleret peninggalan kerajaan Islam. Keraton ini diperkirakan ada pada 1646 hingga 1677. Hal itu lantaran Sunan Amangkurat Agung memilih pindah dari pada menetap di keraton yang dibangun oleh ayahnya yakni Sultan Agung. Literatur peta Keraton Pleret yang masih bisa dilihat adalah peta yang dibuat oleh orang Belanda, Rouffar pada 1889. Dalam peta tersebut, terdapat sketsa gambar keraton, bekas benteng yang mengelilinginya, sketsa lokasi Srimanganti, Balekambang, dan beberapa bangunan lainnya.

Keraton Pleret hancur setelah Pasukan Trunajaya menyerbu dan membakarnya pada 1676. Hingga kunjungan Rouffar pada 1889, yang tersisa hanyalah sebagian dari tembok keliling keraton dan deretan umpak atau alas tiang kayu. Bekas-bekas tembok hilang di abad 20-an karena dibangun pabrik gula di atasnya.

Baca Juga: Dukung Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan, Kabupaten Morowali Hibahkan Tanah ke KKP

(fzy)

Ilustrasi Candi Borobudur. Foto : Pixabay

Kerajaan Mataram atau Medang merupakan salah satu kerajaan besar Nusantara yang terletak di Bumi Mataram, Jawa Tengah. Berlokasi di daerah subur, kerajaan Mataram pun sukses bergerak dalam bidang agraris.

Kerajaan ini juga pernah di bawah pimpinan kekuasaan 3 wangsa, yakni Wangsa Sanjaya, Wangsa Syailendra dan Wangsa Isyana. Kerajaan Mataram runtuh setelah terjadi perpecahan dan perang saudara karena masalah ekonomi.

Hingga kini, Kerajaan Mataram telah meninggalkan beberapa peninggalan bersejarah berupa candi dan prasasti. Kebanyakan peninggalan tersebut ditemukan di wilayah Jawa Tengah. Nah, berikut ini beberapa peninggalan dari Kerajaan Mataram Kuno yang masih ada.

Prasasti Kedu atau Mantyasih merupakan peninggalan dari Wangsa Sanjaya. Prasasti yang ditemukan di Kampung Mateseh, Jawa Tengah ini memuat daftar silsilah raja-raja Mataram sebelum Raja Balitung.

Candi Mendut. Foto: Dok. Kemenpar

Prasasti peninggalan Wangsa Sanjaya ini ditemukan di kecamatan Kalasan, Sleman, Yogyakarta. Usianya sekitar 700 Saka atau 788 masehi. Prasasti Kalasan dituliskan dalam huruf Pranagari dan bahasa Sansekerta.

Prasasti berusia 792 masehi ini dinamakan sebagai Prasasti Abhayagiriwihara, yang artinya biara yang dibangun di bukit kedamaian. Prasasti ini menceritakan sejarah kekalahan Balaputradewa dalam peperangan dengan Pramordawardhani. Prasasti Ratu Boko ditemukan di Kecamatan Prambanan, Kabupaten Sleman, Yogyakarta.

Candi yang paling terkenal di kalangan turis ini terletak di Borobudur, Magelang, Jawa Tengah. Candi Borobudur didirikan pada masa wangsa Syailendra sekitar pada 800-an masehi. Monumen ini dibangun untuk memuliakan Buddha dan menjadi tempat ziarah.

Candi Mendut didirikan pada masa pemerintaan Raja Indra dari dinasti Syailendra di Kota Mungkid, Magelang, Jawa Tengah. Candi ini dihiasi dengan ukiran makhluk khayangan, yakni dewata gandarwa dan apsara atau bidadari, dua ekor kera dan seekor garuda.


Page 2