Dari sisi budaya apa yang ditorehkan Turki Usmani bagi peradaban Islam

Pada artikel ini, akan di bahas mengenai perkembangan Islam yang di capai Turki Utsmani, berikut penjelasan di capai pada masa Turki usmani. 

Kekuatan politik yang dimiliki Turki Usmani, membawa kekhalifahan ini memiliki kemajuan-kemajuan dalam bidang-bidang kehidupan lain. Meskipun ada juga yang berpendapat bahwa masa Turki Usmani adalah masa yang paling suram bagi perkembangan kebudayaan dan ilmu Pengetahuan.
Dari sisi budaya apa yang ditorehkan Turki Usmani bagi peradaban Islam
Turki Usmani
Perkembangan Turki Usmani yang patut dicatat antara lain:

1. Bidang Kemiliteran

Seorang tokoh yang menonjol dalam pengembangan militer kerajaan turki Usmani adalah Sultan Orkhan (13361359). Dia berhasil mengatasi kerusuhan yang terjadi dalam lembaga kemiliteran sekaligus mengadakan pembaharuan (Syalibi, 1977:645). Hal terpenting dari pembaharuan organisasi militer Usmani yang dilakukan Orkhan adalah pada sistem perekrutan anggota Turki, akan tetapi bangsa-bangsa non Turki dimasukkan sebagai anggota, juga anak-anak Kristen yang masih kecil diasramakan dan dibimbing dalam nuansa Islami untuk dididik menjadi prajurit. Program baru yang ditempuh Orkhan ini ternyata berhasil dengan terbentuknya kelompok militer tangguh dan profesional yang disebut Jennissaries. Tentara ini merupakan pasukan elit profesional yang dapat mengubah negara Usmani menjadi mesin perang yang sangat tangguh dan mendukung sekali dalam menaklukkan negeri-negeri non-Muslim (Mahmudunnaser, 1995:376) Dengan demikian dapat dipahami bahwa semula kerajaan Usmani hanya memiliki wilayah yang sangat kecil, tetapi dengan dukungan militer yang kuat, mereka mengembangkan sayap untuk memperluas wilayah kekuasaannya, baik di belahan Timur maupun di Barat, dan akhirnya dalam rentang waktu lebih kurang dua abad Turki Usmani berubah menjadi sebuah imperium yang ditakuti lawan.

2. Bidang Ekspansi

Secara Umum, proses perluasan wilayah kekuasaan Turki Usmani dapat dibagi menjadi dalam dua periode. Periode pertama, dimulai pada masa Sultan Usmani sampai dengan datangnya serangan tentara Mongol yang dipimpin oleh Timur Lenk. Periode kedua adalah periode pasca serangan Timur Lenk. Pada periode pertama, Turki Usmani berhasil menaklukkan beberapa daerah. Pada tahun 1326 M, Orkhan, pengganti ayahnya, Usman, berhasil merebut Bursa, sebuah kota penting diujung barat Anatolia. Penguasaan atas kota Bursa ini merupakan langkah dasar bagi Turki Usmani untuk meluaskan wilayahnya baik di Anatolia maupun Balkan. Pada masa berikutnya, Murad I (1360-1389), secara berturut-turut berhasil menaklukan daerah Gallipoli (1357 M), Edirne 1362 M), Slopia (1385 M), Salonik (1387 M). (Ensiklopedi Islam di Indonesia 1992:953). Prestasi lain yang berhasil diukir Murad I adalah mampu mengalahkan pasukan sekutu Kristen Eropa (Serbia, Bisynak, Bulgaria, Albania, dan Hongaria) dalam pertempuran dahsyat di Qaushah pada tahun 1389 M. Meskipun pasukan Usmani berhasil memenangkan pertempuran, namun Murad I (yang memimpin tentara Usmani) terpaksa menjadi korban, sehingga putranya Bayazid I (1389-1403 M) melanjutkan perjuangan. Pada tahun 1390 M, ia berhasil menguasai Ala’ Syahr, para penguasa wilayah ini sekaligus mengakhiri kekuasaan Byzantium di Asia kecil (Syalaby, 1977:514) Sukses besar menghancurkan pasukan Kristen semakin memicu semangat Bayazid I dan bala tentaranya untuk melanjutkan ekspansi ke Benua Eropa. Hal ini membuat kecemasan Eropa memuncak, sehingga mereka belakangan mengarahkan kembali pasukan salib. Pada tahun 1396 kekuatan Eropa yang dipimpin oleh para uskup gereja berhasil dikalahkan oleh pasukan Usmani. Pada tahun 1444, uskup gereja bersamaan dengan persekutuan militer yang digerakkan oleh raja Polandia, Hungaria, Naples, Transyilvania, Serbia, Vinecia dan Genoa melancarkan serangan pasukan Salib untuk yang kesekian kalinya. Serangan mereka dapat dipatahkan dalam peperangan di Varna. Kekalahan demi kekalahan Eropa ini menyebabkan tidak tersisanya kekuatan Eropa sehingga mereka tidak mampu menahan serangan pasukan muslim terhadap Konstantinopel di tahun 1453. Dengan keberhasilan penaklukan Konstantinopel ini, seluruh ambisi Ummat Islam untuk menundukkan imperium Romawi tercapailah sudah (Lapudus, 1993:306-307) Penaklukan Konstantinopel seperti yang telah diuraikan di atas merupakan reputasi besar Kerajaan Turki Usmani pada periode kedua. Pada periode ini tercatat empat sultan yang terkenal, yaitu: Sultan Muhammad I (1451-1481 M), Sultan Bayazid I (1481-1512 M), Sultan Salim I (1512-1520 M), dan Sultan Sulaiman I al Qanuni (1520-1566 M) (Depag RI, 1993:1270). Kendati pun keberhasilan ini tidak dapat dilepaskan dari situasi dan kondisi kekuasaan Byzantium yang merosot dibanding masa sebelumnya (Mahmudunnaser, 1981:201), akan tetapi peristiwa ini bukan saja menghabisi riwayat imperium Byzantium, namun juga membangkitkan kembali harapan kaum muslimin, mengembalikan kekuatan Ummat Islam sekaligus menempatkan bangsa Turki sebagai adikuasa. Peristiwa sejarah memunculkan gelar al Fatih untuk Sultan Muhammad II, akhirnya menumbuhkan dendam mendalam bagi Eropa terhadap Islam (Ibrahim, 1986:31) sekaligus membuktikan bahwa kekuatan Turki Usmani benar-benar tangguh. Di samping keunggulan taktik, strategi serta teknologi persenjataan, juga membuktikan adanya kepemimpinan militer yang brilian ditunjang semangat juang yang tinggi. Pada masa sultan Salim I (1512-1520 M) ekspansi lebih di arahkan ke Timur, dan secara berturut-turut berhasil menaklukan kerajaan Syafawi (Syi'ah) di Persia, menguasai Syiria dan tempat suci di tanah Hijaz serta merebut Mesir dari kekuasaan Mamalik. Ketika menaklukan Syiria dan Mesir ini Sultan Salim tidak saja menguasai pusat-pusat industri dan kerajinan, tetapi yang lebih penting ia juga memboyong para arsitek, teknisi dan tenaga ahli lainnya ke Turki Usmani (Hitti, 1970:693). Kemudian pada masa sultan Sulaiman I (1520-1566 M), pasukan Usmani berhasil menguasai Balgrado dan pulau Rhodes pada tahun 1522 M serta menduduki Apades pada tahun 1526 M, menaklukan Iraq dan daerah-daerah di wilayah Afrika Utara dan daerah-daerah Arab lainnya. Sehingga masa Sultan inilah Turki Usmani mencapai puncak kejayaannya, yang mana pada saat itu wilayah kekuasaan Turki Usmani meliputi : Asia Kecil, Armenia, Iraq, Hijaz, serta yaman di Asia; Mesir, Lybia, Tunisia serta Aljazair di Afrika dan Yunani, Bulgaria, Yugoslavia, Albania, Hongaria serta Rumania di Eropa (Harun, 1985:84)

3. Bidang Pemerintahan

Wilayah kekuasaan Turki Usmani yang sangat luas dibagi dalam beberapa provinsi, yang masing-masing dipimpin oleh sorang gubernur atau pasha. Setelah mengalami reorganisasi, pembagian provinsi yang lazim dikenal pada abad ke 16-17 adalah sebagai berikut; Di wilayah Iraq (sekarang) terdapat 4 provinsi, yaitu Bashra, Baghdad, Mosul, dan Shahrizur, 4 provinsi di wilayah Syria, yaitu Aleppo, Damaskus, Tripoli, dan Sidon, 2 provinsi di wilayah Arab bagian Barat, yaitu Hijaz dan Yaman; serta 4 provinsi di wilayah Afrika Utara, yaitu Mesir Tripoli, Tunis, dan Aljazair (Albert Hourani, 1993:31). Dalam mengelola wilayah yang luas ini, sultan-sultan Turki Usmani senantiasa bertindak tegas dan disiplin, sehingga para penulis Barat menuduh bahwa corak pemerintahan Usmani adalah pemerintahan militer (Depag RI, 1993:1270). Namun krisis ini tidak dapat dibantah dengan realitas nuansa kehidupan lainnya di sana, sehingga dapat disimpulkan bahwa corak pemerintahan Usmani merupakan gabungan dari system militer dan Syari’ah. Meskipun antara keduanya berada pada jalur yang berbeda, namun semuanya tidak dapat dipisahkan. Struktur pemerintahan terdiri atas Padishah (sultan) sebagai penguasa tertinggi, yang dibantu oleh Shadr al Azam dan Syaikh al Islam. Shadr al Azam bertugas sebagai kepala pemerintahan (perdana menteri), sedangkan Syaikh al Islam merupakan pilar ketiga dalam system pemerintahan Usmani. Mereka mempunyai prioritas untuk melembagakan syari’ah sebagai norma hukum, dan bijaksana Sultan tak berjalan tanpa legitimasi Syeikh al Islam. Sehingga antara Shadr al Azam dengan Syeikh al Islam harus senantiasa terjalin kerja sama yang harmonis. Selanjutnya di bawah Shadr al Azam ada pasha, yakni seorang Gubernur yang mengepalai Alawiyah yang bertugas membantu gubernur dalam menjalankan pemerintahan daerah (Syalaby, 1997:354-356). Kurangnya perhatian para sultan elit politik lainnya kepada dunia ilmu pengetahuan serta para cendekiawan dan intelektual. Kendatipun demikian katanya dengan peradaban Islam, Turki Usmani memiliki beberapa prestasi terutama dalam bentuk literatur dan arsitektur. Jika pada masa sebelumnya para pengarang Turki menulis dalam bahasa Persia, maka pada masa ini literatur dalam bahasa Turki mulai bermunculan. Di bidang arsitektur, Sultan-sultan Usmani banyak mendirikan masjid, sekolah agama, rumah sakit, makam, permandian umum dan bangunan-bangunan lain yang berkaitan dengan keagamaan (Hitti, 1997:715). Namun sedikit sekali melakukan pembangunan di sektor pertanian dan industri. (Syalaby, 1997247) Dalam bidang pemerintahan, Turki Usmani memiliki system yang sangat terorganisir. Dalam menjalankan pemerintahannya, Sultan dibantu oleh perdana menteri yang disebut Shadr ul Azam. Kemudian dalam kerjanya, perdana menteri dibantu dan membawahi suatu badan setingkat bupati yang disebut al Zanaziq atau Alawiyah.

4. Bidang Ilmu Pengetahuan dan Budaya

Bangsa Turki adalah bangsa yang mempunyai darah dan watak kemiliteran yang sangat kental. Orang-orang Turki tidak terlalu tertarik dengan bidang ilmiah. Namun walaupun demikian mereka memiliki keistimewaan dalam bidang arsitektur bangunan. Arsitektur Usmani memiliki keunikan yang berbeda dengan arsitektur lainnya. Hal ini dapat terlihat pada bangunan masjid al Muhammadi, masjid Jami’ Muhammad al Fatih, masjid Abu al Anshori yang hingga saat ini masih terlihat agung dan megah. Kemudian pada masa Sulaiman, banyak dibangun masjid, sekolah, rumah sakit, jembatan, saluran air, pemandian dsb. Badri Yatim mengutip, bahwa 235 buah dari bangunan tersebut dibangun dibawah koordinir Sinin, seorang arsitektur asal Anatolia.

5. Bidang Keagamaan

Dalam, bidang ini khususnya kreatifitas mereka dalam menulis kitab-kitab Islami memang tidak semarak masa-masa kekhalifahan sebelumnya. Para ulama pada umumnya memfokuskan para-syamh-an dan hasyiah dalam menulis kitab-kitab mereka. (Hasjmy, 1995:353). Dan hampir tidak dijumpai kreasi baru. Sehingga masa ini sering mendapat sebutan, azhr al syuruh wa al hawasi. Di samping itu, para penguasa sendiri cenderung bersikap pro terhadap satu mazhab tertentu dan menekan mazhab yang lainnya. Faktor-faktor tersebut merupakan pendukung bagi munculnya gejala jumud dan taklid. Pada masa ini juga tarekat berkembang pesat. Di antara tarekat tersebut adalah Bektsy dan Maullawi. Tarekat yang disebut pertama ini banyak yang mendapatkan dukungan dari kaum militer. Sedangkan yang disebut terakhir banyak mendapatkan dukungan dari para penguasa. Ada hal yang cukup unik dalam kehidupan kekhalifahan Turki Usmani, yaitu peran keagamaan yang sangat kuat dalam sistem sosial politik. Ulama mempunyai peran yang sangat kuat dalam menentukan keputusan dan kebijakan pemerintah. Tanpa adanya legitimasi dari Mufti keputusan tidak bisa berjalan. Oleh karena itulah pihak penguasa juga sangat terikat dengan syari’at Islam.

6. Faktor-Faktor Kemajuan 

Abu al Hasan Ali al Nadwi menuliskan bahwa beberapa faktor pendukung kemajuan yang dicapai Turki Usmani adalah: a. Mereka adalah bangsa yang dinamis, berpandangan luas dan mempunyai semangat juang yang tinggi. b. Mereka memiliki angkatan perang yang tangguh. Sejak awal mereka telah melengkapi angkatan perangnya dengan senjata, sehingga mereka mampu menciptakan stabilitas negara yang mapan bahkan juga dalam memperluas wilayah kekuasaannya. (Nadwi, 1998:212) Di samping angkatan perang yang tangguh, faktor penting bagi terciptanya stabilitas Turki Usmani adalah sumber perekonomian yang mapan dan berjalannya administrasi negara secara teratur. Daerah-daerah yang ditaklukkan oleh Turki Usmani umumnya adalah wilayah subur dan kaya. Hal ini memberikan peluang bagi masyarakat untuk menciptakan kemakmuran hidupnya dan memberikan kontribusi keuangan kepada negara. Ekonomi Turki Usmani juga diperoleh dari pajak (kharaj) yang dibayar oleh daerah-daerah taklukan. Bangsa Turki Usmani menempati wilayah yang strategis dalam pencaturan dunia. Mereka berada di jazirah Balkan, tempat yang tepat untuk mengawasi perkembangan di Asia dan Eropa. Pemindahan ibu kota kerajaan di Andilanopel ke Konstantinopel (Istambul) merupakan keputusan yang sangat tepat. Konstantinopel sebagai ibu kota berada di antara Laut Hitam dan Laut Putih (Tengah) yang langsung berhubungan dengan daratan Asia dan Eropa. Dari lokasi yang sangat strategis, baik dari segi militer maupun ekonomi itu, memudahkan pasukan Turki Usmani untuk menyerbu Barat (Eropa), ke Selatan masuk Afrika dan ke Timur ke Samudra Hindia (Nadwi, 1988:213).

Bahkan dijelaskan bahwa di antara faktor yang membuat terjadinya pembaharuan besar-besaran dalam tubuh organisasi militer oleh Orkhan dan Murad I tidak hanya dalam bentuk perombakan personil pimpinannya, tetapi juga perombakan dalam anggotanya. Seluruh pasukan militer Yennisseri berhasil mengubah negara Usmani yang baru lahir ini menjadi mesin perang yang paling tangguh dan memberikan dorongan yang besar sekali bagi penaklukan negeri-negeri non-muslim (Mahmudunnaser, 1995:376)

Itulah kemajuan yang pernah di capai Turki Usmani pada masa kejayaannya, semoga tulisan ini bermanfaat bagi pembaca. Terima kasih