Meganthropus Paleojavanicus adalah salah satu manusia purba tertua di Indonesia. Namanya berasal dari kata Mega yang berarti besar dan Anthropus yang berarti manusia, dan Paleo yang artinya tertua serta Javanicus yang berarti Jawa. Sehingga disimpulkan arti dari Meganthropus Paleojavanicus adalah manusia bertubuh besar paling tua di Pulau Jawa atau manusia raksasa dari Jawa yang diperkirakan hidup pada masa 1 – 2 juta tahun yang lalu pada masa Paleolithikum atau pada Zaman Batu Tua. Meganthropus Paleojavanicus ditemukan oleh Von Koenigswald pada tahun 1936 di Sangiran. Show Von Koenigswald adalah seorang peneliti berkebangsaan Belanda yang memang sedang melakukan penelitian di lembah Sungai Bengawan Solo sejak tahun 1934 – 1941. Ia menemukan fosil manusia purba bagian tempurung tengkorak dan rahang dengan bentuk tubuh lebih besar daripada manusia purba lainnya, namun karena penemuan fosil Meganthropus Paleojavanicus berjumlah sedikit maka masih sedikit sulit dipastikan bagaimana kedudukannya dalam proses evolusi dan hubungannya dengan Pithecantropus. Genus Meganthropus merupakan yang pertama kali dipublikasikan pada tahun 1950 dengan rentang dari Afrika ke Eurasia. Ciri–Ciri Meganthropus Paleojavanicus Meganthropus Paleojavanicus memiliki ciri – ciri yang berbeda dengan Pithecanthropus Erectus yang telah ditemukan sebelumnya. Berikut ini adalah Ciri–Ciri Meganthropus Paleojavanicus yang berhasil ditentukan para peneliti.
Fosil Meganthropus Paleojavanicus Lainnya Sampai pada tahun 2005, taksonomi dan filogeni dari spesimen meganthropus masih belum dapat dipastikan, walaupun kedekatannya dengan homo erectus dipertimbangkan oleh sebagian besar ahli paleoantropologis dalam beberapa hal. Indikasi dari ketidak pastian klasifikasinya terlihat dari sebutan Homo Palaeojavanicus dan Australopithecus Palaeojavanicus yang terkadang digunakan untuk menyebut Meganthropus Paleojavanicus. Beberapa penemuan fosil meganthropus juga disertai artefak mirip seperti yang digunakan oleh Homo Erectus. Itulah mengapa Meganthropus Paleojavanicus seringkali dihubungkan dengan spesies tersebut dan disebut sebagai Homo Erectus Paleojavanicus. Penemuan beberapa fosil yang dicurigai memiliki kaitan dengan Meganthropus Paleojavanicus juga tetap masih terjadi setelah itu, tetapi belum dapat diklasifikasikan secara jelas karena kurangnya bukti:
Von Koenigswald pertama kali menemukan potongan rahang besar sebagai penemuan fosil di Indonesia pada tahun 1941. Ia mengirimkan potongan rahang tersebut kepada Franz Weidenreich ketika ditangkap oleh Jepang pada perang dunia II. Weidenreich kemudian melanjutkan penelitian dan menamakan spesimen tersebut di tahun 1945. Ia menyatakan spesimen tersebut memiliki rahang terbesar yang pernah ia lihat. Rahang tersebut dikatakan sama besarnya dengan gorila tetapi bentuknya berbeda. Setelah dilakukan berbagai rekonstruksi dan penelitian, ditemukan adanya kemungkinan bahwa meganthropus berukuran lebih besar daripada gorila manapun yang kita ketahui.
Penemuan fosil ini berupa potongan tulang rahang lain yang dideskripsikan oleh Marks pada 1953. Ukuran dan bentuknya hampir sama dengan penemuan rahang bawah yang asli tetapi sudah mengalami kerusakan parah. Tim dari Indonesia dan Jepang baru – baru ini berhasil memperbaiki fosilnya, dan diketahui bahwa itu adalah tulang rahang dewasa, yang berukuran lebih kecil daripada homo erectus. Tetapi yang membingungkan, spesimen tersebut memiliki beberapa ciri unik yang sama dengan penemuan awal, dan ciri tersebut tidak ada pada homo erectus.
Penemuan fosil berupa potongan tulang rahang ini ditemukan pada 1979, memiliki beberapa kesamaan umum dengan temuan rahang bawah yang telah diungkap sebelumnya. Hubungan fosil ini dengan Meganthropus Paleojavanicus tampaknya menjadi hubungan yang paling lemah dari penemuan – penemuan tulang rahang sebelumnya. Fosil berupa tulang rahang dan ramus ditemukan oleh Sartono pada tahun 1993 dan usianya telah ditentukan antara sekitar 1,4 hingga 0,9 juta tahun lalu. Bagian ramus telah mengalami kerusakan yang buruk, tetapi bagian rahang bawahnya relatif tampak tidak mengalami kerusakan walaupun detail giginya telah hilang. Fosil ini berukuran agak lebih kecil tetapi bentuknya sangat mirip daripada Meganthropus A. Sartono, Tyler dan Krantz akhirnya menyepakati bahwa Meganthropus A dan D tampaknya merupakan contoh dari spesies yang sama, apapun itu.
Tyler memberi gambaran akan spesimen yang ditemukan ini sebagai hampir lengkap tetapi bagian tengkoraknya hancur dan berada di batas ukuran Meganthropus Paleojavanicus. Bagian luarnya diperkirakan berada pada batas ukuran homo erectus. Secara tidak biasa, spesimen ini memiliki dua bagian temporal ridge atau sagittal crest, yang hampir bertemu di bagian atas tengkorak dan juga memiliki bagian nuchal ridge yang menebal.
Penemuan fosil berupa potongan tengkorak ini pertama kali digambarkan oleh Sartono pada tahun 1982. Analisis yang dilakukan Tyler menghasilkan kesimpulan bahwa ukurannya ternyata berada di luar batas normal Homo Erectus. Tengkoraknya berbentuk lebih dalam, berkubah lebih rendah dan jauh lebih lebar dari spesimen manapun yang pernah ditemukan. Bagian sagittal crest dobel dengan kapasitas tengkorak sekitar 800 – 1000 cc. Rekonstruksi Sangiran 31 sejak dipresentasikan pada AAPA meeting di tahun 1993, telah diterima oleh banyak kalangan otoritas. Sejauh ini tidak ada homo erectus lain yang menunjukkan ciri – ciri ini. Ini adalah penemuan fosil lain yang memiliki sedikit kaitan yang lemah dengan Meganthropus Paleojavanicus. Penemuan ini diperkirakan adalah bagian posterior dari tengkorak hominid, yang memiliki ukuran 7 hingga 10 cm. Tyler pada 1996 menggambarkan penemuan sudut oksipital dari keseluruhan tengkorak yang diperkirakan sejauh 120 derajat. Menurut Tyler itu adalah rentang ukuran yang dimiliki homo erectus. Akan tetapi interpretasi Tyler masih dipertanyakan oleh para pihak berwenang yang ragu akan adanya hubungan tersebut.
=Kompas.com, Tempo.co, dan Kpu.go.id Menangkan 02 ?
Indonesia memiliki sejarah dan kebudayaan penting, termasuk di dunia arkeologi atau ilmu kepurbakalaan. Contohnya saja penemuan fosil manusia purba. Dari beberapa fosil manusia purba di Indonesia, Meganthropus Paleojavanicus diketahui merupakan fosil manusia purba tertua. Fosil Meganthropus Paleojavanicus ditemukan di daerah Sangiran, Jawa Tengah. Sekarang ini Sangiran menjadi situs arkeologi di pulau Jawa. Penemu fosil Meganthropus Paleojavanicus adalah G.H.R Von Koenigswald pada 1941 silam. Dalam buku ensiklopedia "Sejarah Lengkap Indonesia dari Era Klasik Sampai Kontemporer", disebutkan jenis manusia purba ini memiliki struktur tulang yang besar. G.H.R Von Koenigswald melakukan penelitian dari sungai Bengawan Solo dari tahun 1936-1941. Diperkirakan Manusia Raksasa Jawa ini berasal dari lapisan Pleistosen bawah. Meganthropus Paleojavanicus memiliki ciri badan tegap, rahang besar, dan kuat. Jenis manusia purba ini diperkirakan hidup di zaman Batu Tua (Pleothihikum). Waktu hidup diperkirakan 1 juta sampai 2 juta tahun yang lalu. Baca JugaPemberian nama Meganthropus Paleojavanicus berasal dari kata 'mega' artinya 'besar' dan anthropus artinya manusia. Sedangkan kata 'paleo' berarti tua, dan Javanicus berasal dari Jawa. Penemuan fosil tidak ditemukan dalam keadaan lengkap. Penemuan fosil yang ditemukan yaitu bagian tengkorak, rahang bawah, dan gigi-gigi yang lepas. Ciri Ciri Meganthropus Paleojavanicus
Jenis Manusia Purba LainSelain Meganthropus Paleojavanicus, ada beberapa fosil manusia purba lain yang ditemukan di Indonesia, yakni Pithecanthropus dan Homo Sapien. Berikut penjelasan lengkapnya: 1. PithecanthropusMengutip dari buku Buku Siswa Sejarah Peminatan SMA/MA Kelas 10, fosil Pithecanthropus berasal dari zaman Pleistosen bawah dan tengah. Mereka memiliki tulang raham, gigi geraham, dan badan tegap. Baca JugaCiri-ciri Pithecanthropus:
Ada 3 jenis Pithecanthropus yang ditemukan di Indonesia yaitu Pithecanthropus Mojokertensis, Pithecanthropus Robustus, dan Pithecanthropus Erectus.
Von Koenigswald menemukan fosil manusia purba ini di desa Perning Jawa Timur. Fosil yang ditemukan adalah fosil anak-anak yang berumur 5 tahun. Pithecanthropus Mojokertensis memiliki badan tegap, kening tepal, pipi yang kuat, dan muka yang menonjol ke arah depan. Weidenreich dan Von Koenigswald menemukan fosil manusia purba ini tahun 1939. Lokasi penemuan berada di Trinil, lembah Bengawan Solo. Eugene Dubois menemukan jenis manusia purba di desa Trinil, Ngawi, Jawa Timur. Pithecanthropus erectus memiliki volume otak mencapai 900 cc. Sedangkan otak manusia modern di atas 1.000 cc. Menurut teori Darwin, Pithecanthropus Erectus merupakan makhluk peralihan dari kera ke manusia. 2. Homo SapiensJenis manusia purba ini memiliki bentuk tubuh hampir sama dengan manusia biasa. Mereka memiliki sifat seperti manusia, hidup sederhana, dan mengembara. Ada 2 jenis Homo Sapiens yaitu Homo Soloensis dan Homo Wajakensis. Tahun 1889, Van Riestchoten menemukan Homo Wajakensis di desa Wajak, Tulungagung, Jawa Timur. Diperkirakan jenis manusia purba ini hidup sekitar 40.000-25.000 tahun sebelum masehi. Sedangkan Homo Soloensis ditemukan di Ngandong, Blora, di Sangiran, dan Sambung Macan. Penemu Homo Soloensis adalah Ter Haar, Oppenoorth, dan Von Koenigswald. Mereka melakukan ekspedisi dan penemuan tahun 1931-1933. Diperkirakan Homo Soloensis hidup sekitar 900.000-300.00 tahun yang lalu. Baca JugaCiri-ciri Homo Sapiens:
|