Daerah di Jawa yang selama ini tidak banyak ditemukan fosil hominid adalah

Merdeka.com - Spesies manusia disebut Homo sapiens dan diperkirakan telah berevolusi sekitar 315.000 tahun yang lalu di Afrika. Untuk beberapa waktu, manusia modern dan manusia purba, spesies awal manusia lainnya yang tidak bertahan hidup, seringkali hidup di bumi di tempat yang sama.

Di Indonesia sendiri banyak ditemukan tulang belulang manusia purba yang menjadi bukti adanya jenis manusia lain selain Homo sapiens di Indonesia. Daerah yang selama ini banyak ditemukan fosil hominid yaitu Jawa Timur, meliputi Trinil, Ngandong, dan Mojokerto, serta Jawa Tengah, meliputi Sangiran dan Sambungmacan.

Berikut jenis manusia purba di Indonesia beserta ciri-cirinya yang dirangkum dari Liputan6:

2 dari 4 halaman

Daerah di Jawa yang selama ini tidak banyak ditemukan fosil hominid adalah

©2020 Merdeka.com

1. Meganthropus palaeojavanicus

Jenis manusia purba ini ditemukan pada sekitar tahun 1936 di kawasan Sangiran. Jenis manusia ini diperkirakan hidup sekitar satu hingga dua juta tahun yang lalu.

Meganthropus (mega:besar, antropo: manusia) atau manusia raksasa merupakan jenis manusia prasejarah paling primitif. Fosil dari jenis ini ditemukan oleh Von Koenigswald pada tahun 1936 dan 1941. Von Koeningswald menamakan fosil temuannya ini dengan sebutan Mengathropus palaeojavanicus (raksasa dari Jawa).

Ciri-ciri dari manusia purba ini memiliki tulang pipi yang tebal, otot rahang kuat, bentuk tubuh yang tegap, tulang kening yang menonjol, tak memiliki dagu serta memiliki bentuk kepala dengan tonjolan di belakang yang tajam.

2. Pithecanthropus erectus

Jenis manusia purba selanjutnya adalah Pithecanthropus erectus yang diperkirakan hidup di Indonesia pada satu hingga dua juta tahun yang lalu. Fosil pertamanya ditemukan pada fosil bagian geraham di daerah Lembah Bengawan Solo, daerah Trinil. Penemunya ialah Eugene Dubois tahun 1890.

Pithecanthropus erectus memiliki ciri – ciri tengkuk dan geraham (gigi) yang kuat, tubuhnya belum tegap sempurna, hidungnya tebal, dahinya lebih menonjol dan lebar, rata-rata tingginya 165 cm sampai 180 cm. Memiliki otak sekitar 750 cc hingga 1350 cc.

3. Pithecanthropus soloensis

Fosil manusia purba ini ditemukan di daerah Ngandong, Solo. Manusia purba ini diberi nama Pithecanthropus soloensis karena ditemukan di Solo. Ciri-ciri manusia purba ini yaitu memiliki tulang belakang menonjol, rahang bawah yang kuat, hidungnya lebar dan tulang pipi yang kuat serta menonjol.

Pithecanthropus soloeinsis memiliki perkiraan tinggi sekitar 165 hingga 180 cm. Jenis manusia purba ini adalah pemakan tumbuhan dan kerap juga berburu hewan untuk dijadikan santapan. Fosilnya ditemukan sekitar tahun 1931 hingga 1933 oleh Openorth dan Van Koenigswald.

3 dari 4 halaman

Daerah di Jawa yang selama ini tidak banyak ditemukan fosil hominid adalah
©2020 Merdeka.com

4. Pithecanthropus mojokertensis

Tak hanya di Solo, di daerah Mojokerto juga ditemukan fosil manusia purba. Van Koenigswald kembali menemukan fosil pada tahun 1939 di Mojokerto, Jawa Timur. Pertama kali ia menemukan fosil manusia purba yang diperkirakan masih berusia 6 tahun. Lalu tahun 1936, Widenreich menemukan fosil lagi di kota yang sama.

Ciri-ciri Pithecanthropus mojokertensis yaitu memiliki tulang tengkorak yang tebal, tingginya sekitar 165 sampai 180 cm, tak memiliki dagu dan memiliki badan tegap. Saat penemuan, fosil Pithecanthropus mojokertensis hancur saat sedang proses penggalian.

5. Homo floresiensis

Menggunakan sebutan ‘homo’ karena pada manusia purba ini telah memiliki kebiasaan yang hampir mirip dengan manusia modern saat ini. Mereka telah mengerti berbagai kegiatan dan disebut juga sebagai makhluk ekonomi.

Homo floresiensis ditemukan di Pulau Flores Nusa Tengara dan diperkirakan hidup 12 ribu tahun yang lalu. Jenis manusia purba ini telah mampu hidup berdampingan dengan jenis-jenis manusia purba lainnya.

Ciri-ciri manusia purba ini hanya memiliki tinggi badan satu meter, bentuk dahinya sempit dan tak menonjol, tulang rahangnya menonjol, volume otak 380 cc serta tengkorak kepalanya yang kecil.

4 dari 4 halaman

Daerah di Jawa yang selama ini tidak banyak ditemukan fosil hominid adalah
©2020 Merdeka.com

6. Homo wajakensis

Manusia purba Homo wajakensis hidup di zaman yang lebih modern dari sebelumnya. Hal ini dibuktikan dengan penemuan peralatan yang bersamaan dengan fosil ini. Eugene Dubois menemukan fosil Homo wajakensis di daerah Campur Darat Tulungagung Jawa Timur.

Ciri-cirinya ia memiliki bentuk wajah dan hidung datar dan lebar, tulang pipinya menonjol ke samping, letak hidung dan mulut sedikit jauh, tinggi 130 sampai 210 cm dan mampu berjalan tegap.

7. Homo soloensis

Selain Pitecanthropus (manusia kera), di Solo juga ditemukan fosil Homo soloensis. Dikategorikan ‘homo’ karena manusia purba ini tergolong lebih cerdas. Weidenrich dan Koenigswald menemukannya tahun 1931. Mereka diperkirakan hidup sekitar 300.000 sampai 900.000 tahun yang lalu.

Ciri-ciri manusia purba ini memiliki volume otak 1000cc hingga 1300 cc, tinggi badannya mencapai 130 hingga 210 cm, tubuhnya tegap dan memiliki struktur tulang wajah yang tidak mirip dengan manusia kera.

8. Homo sapiens

Jenis manusia purba ini adalah jenis manusia purba yang usianya paling muda ditemukan dan mendekati seperti manusia modern saat ini.

Ia telah mengenal kehidupan sosial dan berpikir cerdas. Bentuknya juga mirip dengan manusia seperti bentuk tengkuk yang sudah kecil, tulang wajah tidak menonjol, memiliki dagu dan tulang rahang yang tidak terlalu kuat dan volume otak antara 1000 sampai 1200 cc.

Daerah di Jawa yang selama ini tidak banyak ditemukan fosil hominid adalah

Daerah di Jawa yang selama ini tidak banyak ditemukan fosil hominid adalah
Lihat Foto

Mahandis Y. Thamrin/NGI

Fosil yang memperlihatkan gigi-geligi rahang atas dari Stegodon yang ditemukan di Desa Grogolan Wetan, Kabupaten Sragen. Kawasan tersebut merupakan bagian dari Situs Warisan Dunia UNESCO, Sangiran. Gajah purba ini diduga hidup 800 ribu tahun silam.

KOMPAS.com - Dalam melacak kehidupan manusia purba, Indonesia memegang peranan penting.

Sebanyak 60 persen fosil manusia purba ditemukan di Indonesia. Nah, di Indonesia, fosil manusia purba banyak ditemukan di daerah Sangiran, Jawa Tengah.

Sangiran bahkan dinobatkan sebagai salah satu warisan dunia oleh UNESCO.

Seperti apa sih peran Sangiran dalam penemuan manusia purba? Simak penjelasannya seperti dilansir dari UNESCO!

Awal penemuan situs Sangiran

Situs Sangiran berlokasi sekitar 15 kilometer ke utara Solo, Jawa Tengah, tepatnya di Sragen. Luas situs ini sekitar 5.600 hektar.

Baca juga: Museum Purbakala Sangiran, Tempat Belajar Evolusi Manusia

Nama Sangiran mendunia setelah penemuan fosil manusia purba dan beberapa artefak zaman prasejarah di tahun 1930-an.

Pada 1936-1941, GHR Von Koenigswald dan F Weidenreich melakukan penyelidikan di sepanjang Sungai Bengawan Solo dan berhasil menemukan fosil tengkorak manusia yang disebut Meganthropus Palaeojavanicus.

Dari penemuan itu disimpulkan bahwa manusia tertua bukan Pithecanthropus erectus yang ditemukan pada 1890 di Trinil, melainkan Meganthropus palaeojavanicus.

Keterangan gambar,

Tulang tengkorak yang ditemukan di Afsel ini diduga jenis baru hominid

Sisa-sisa fosil makhluk mirip manusia atau hominid ditemukan di Afrika Selatan. Fosil itu terdiri atas seorang perempuan dewasa dan seorang anak laki-laki, kemungkinan adalah ibu dan anaknya, berusia di bawah dua juta tahun.

Fosil hominid ini ditemukan di sebuah gua di Malapa tak jauh dari Johannesburg, Afrika Selatan. Dan para ilmuwan memberi nama temuan mereka ini Australophitecus sediba.

Para ilmuwan kepada jurnal Science mengatakan makhluk ini mengisi kekosongan antara hominid-hominid yang lebih tua dengan kelompok modern yang dikenal sebagai spesies Homo yang di dalamnya terdapat manusia.

"Fosil ini berada pada titik transisi dari seekor kera yang berjalan tegak menjadi manusia seperti kita," kata pimpinan peneliti Profesor Lee Berger dari Universitas Witwaterstrand kepada BBC News.

"Saya pikir semua orang mengetahui bahwa dalam periode antara 1,8 hingga 2 juta tahun lalu adalah masa-masa dimana sedikit sekali ditemukan fosil hominid," papar Berger.

Para ilmuwan menduga Australopithecines adalah nenek moyang langsung spesies Homo namun penemuan Australopithecus sediba dalam pohon keluarga manusia memunculkan kontroversi, karena sejumlah ilmuwan menduga temuan baru ini tak lain dan tak bukan adalah spesies Homo itu sendiri.

Fosil Malapa ini hidup tepat sebelum kemunculan spesies Homo. Memang di Afrika Timur juga ditemukan fosil yang juga diduga Homo dan berusia sedikit lebih tua dibanding temuan baru ini.

Keterangan gambar,

Prof Paul Dirks menunjukkan lokasi penemuan fosil hominid baru

Namun fosil Malapa ini memiliki perpaduan unik antara tampilan purba dan modern. Fosil ini memiliki gigi kecil, hidung mancung, tulang panggul modern dan ukuran kaki yang panjang hampir menyerupai kaki manusia modern.

Di sisi lain, fosil Malapa ini masih memiliki lengan panjang dan otak berukuran kecil sehingga mungkin fosil ini berusia lebih tua dibanding kelompok Australopithecine.

Fosil Malapa ini ditemukan di Situs Warisan Dunia Cradle of Humankind di mana di lokasi ini sudah ditemukan sebanyak sembilan jenis fosil selama beberapa tahun terakhir.

Fosil-fosil ini diambil dari sebuah lubang yang terdapat dalam sebuah bekas kompleks gua yang atapnya sudah runtuh akibat erosi selama jutaan tahun.

Tulang-tulang kedua hominid itu ditemukan terpisah satu meter antara satu dan lainnya. Posisi ini memunculkan dugaan keduanya mati pada saat bersamaan atau hampir bersamaan.

Profesor Berger mengatakan besar kemungkinan keduanya adalah ibu dan anaknya atau setidaknya mereka merupakan anggota kelompok yang sama.

Para ilmuwan berspekulasi, kedua makhkluk ini terjatuh ke dalam gua atau terjebak di dalam gua ini. Dan ada kemungkinan tubuh keduanya hanyut ke dalam sebuah sungai atau danau bawah tanah akibat terbawa banjir.

Tulang belulang keduanya ditemukan bersama sisa-sisa hewan seperti harimau purba, kijang, tikus dan kelinci. Fakta ini menunjukkan bahwa mereka semua tewas seketika dan terkubur dengan cepat.

"Kami berpikir ada semacam bencana yang terjadi saat itu dan menyebabkan mereka semua terjebak dan kemudian terkubur bersama-sama," kata anggota tim peneliti Profesor Paul Dirks dari Universitas James Cook, Quensland, Australia.

Perdebatan serius tentang pentingnya temuan ini muncul di kalangan komunitas ilmuwan.

Profesor Colin Groves dari Universitas Nasional Australia mengatakan hasil penelitiannya terhadap foslil hominid Malapa memberinya kesimpulan bahwa mereka adalah spesies Homo bukan Australopithecus.

"Faktanya, para penemu sendiri menunjukkan sejumlah kesamaan dengan spesies awal Homo, nampaknya ingin mengakui bahwa temuan mereka ini adalah sepises Homo dan hanya sebagian kecil darinya terkait dengan Australopithecus," tambah Groves.

"Namun, kini kita mengetahui bahwa Homo floresiensis (spesies Hobit Indonesia) memiliki kesamaan dengan temuan baru ini."

Penemuan Australophitecus sediba terjadi pada bulan Agustus 2008. Bagian pertama tulang belulang ini ditemukan anak laki-laki Profesor Berger yang berusia sembilan tahun, Matthew.

"Saya membalik-balik batu dan saya melihat sesuatu menyembul keluar, dan itu adalah sebuah tulang leher. Awalnya saya tidak tahu apa itu, saya berpikir itu adalah tulang antelop," kata Matthew kepada BBC News.

"Lalu saya memanggil ayah dan kemudian dia berteriak-teriak seperti saya telah melakukan kesalahan namun dia berkata saya sudah menemukan hominid," kenang Matthew.

Para ilmuwan mengatakan akan menggelar kompetisi bagi anak-anak untuk memberikan temuan ini sebuah nama untuk memudahkan masyarakat mengingat spesies ini.

Hal ini sudah dilakukan untuk fosil yang ditemukan di Ethiopia, Australophitecus afarensis yang berusia 3,2 juta tahun yang kini dikenal dengan nama Lucy.