Contoh keseimbangan tubuh dalam posisi diam adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Keseimbangan 2.1.1 Pengertian Keseimbangan Keseimbangan merupakan salah satu faktor yang dibutuhkan individu dalam melakukan gerak yang efektif dan efisiensi selain fleksibilitas (fleksibility), keoordinasi (coordination), kekuatan (power) dan daya tahan (endurance). Keseimbangan yang baik akan memungkinkan seseorang melakukan aktivitas atau gerak yang efektif dan efisien dengan risiko jatuh yang minimal. Dimana tubuh mampu mempertahankan posisinya dalam melawan gravitasi dan faktor eksternal lain, untuk mempertahankan pusat massa tubuh agar seimbang dengan bidang tumpu serta menstabilisasi bagian tubuh ketika bagian tubuh lain bergerak (Bowolaksono, 2013). Keseimbangan adalah kemampuan untuk mempertahankan equilibrium baik statis maupun dinamis ketika tubuh ditempatkan pada berbagai posisi (Delitto, 2003). Equilibrium adalah sebuah bagian penting dari pergerakan tubuh dalam menjaga tubuh tetap stabil sehingga manusia tidak jatuh walaupun tubuh berubah posisi. Statis equlibrium yaitu kemampuan tubuh untuk menjaga keseimbangan pada posisi diam seperti pada waktu berdiri dengan satu kaki atau berdiri di atas balance

board.

Dinamik

equilibrium

adalah

kemampuan

tubuh

untuk

mempertahankan posisi pada waktu bergerak. Keseimbangan bukanlah kualitas

9

10

yang terbatas, namun mendasari kapasitas kita untuk melakukan berbagai kegiatan yang merupakan bagian kehidupan sehari-hari (Huxham dkk, 2001). Keseimbangan

merupakan

integrasi

yang

kompleks

dari

sistem

somatosensorik (visual, vestibular, proprioceptive) dan motorik (musculoskeletal, otot, sendi jaringan lunak) yang keseluruhan kerjanya diatur oleh otak terhadap respon atau pengaruh internal dan eksternal tubuh. Bagian otak yang mengatur meliputi basal ganglia, cerebellum, dan area assosiasi (Batson, 2009). Keseimbangan adalah kemampuan untuk mempertahankan pusat gravitasi atas dasar dukungan, biasanya ketika dalam posisi tegak (Abrahamova dan Hlavacka, 2008). 2.1.2 Keseimbangan Dinamis Keseimbangan terbagi atas dua kelompok, yaitu : 1) Keseimbangan statis yang merupakan kemampuan untuk mempertahankan posisi tubuh dimana Center of Gravity (COG) tidak berubah atau menjaga kesetimbangan pada posisi tetap. Contoh keseimbangan statis saat berdiri dengan satu kaki menggunakan papan keseimbangan, dan 2) Keseimbangan dinamis adalah kemampuan untuk mempertahankan posisi tubuh dimana COG selalu berubah atau kemampuan untuk mempertahankan kesetimbangan ketika bergerak pada landasan yang bergerak (dynamic standing) yang akan menempatkan tubuh ke dalam kondisi yang tidak stabil, contoh keseimbangan dinamis yaitu saat berjalan atau bergerak dari satu tempat ke tempat lain (Delitto, 2003). Tubuh manusia memiliki semua komponen yang bisa membuatnya bergerak bebas dan berfungsi baik salah satunya komponen keseimbangan dan stabilisasi

11

dalam gerak dan fungsi. Namun saat ini banyak masyarakat yang sehat maupun yang sakit sering mengalami gangguan gerak dan fungsi. Keseimbangan dan stabilisasi dinamis sangat berhubungan dalam setiap gerakan salah satunya gerakan melompat, dimana dalam melompat ada beberapa unsur yang diperlukan yaitu kecepatan, kekuatan otot tungkai (power otot), keseimbangan dan stabilisasi dinamis. Manusia dan gerak yang tak terpisahkan menunjukkan betapa pentingnya peran keseimbangan dinamis pada tubuh manusia untuk mendukung aktivitas hariannya (Bowolaksono, 2013). 2.1.3 Fisiologi Keseimbangan Kemampuan tubuh untuk mempertahankan keseimbangan dan kestabilan postur oleh aktivitas motorik tidak dapat dipisahkan dari faktor lingkungan dan sistem regulasi yang berperan dalam pembentukan keseimbangan. Banyak komponen fisiologis dari tubuh manusia memungkinkan kita untuk melakukan reaksi keseimbangan. Beberapa jenis reseptor sensorik di seluruh kulit, otot, kapsul sendi dan ligamen memberikan tubuh kemampuan untuk mengenali perubahan lingkungan baik internal maupun eksternal pada setiap sendi dan akhirnya berpengaruh pada peningkatan keseimbangan. Bagian paling penting adalah proprioception yang bertugas menjaga keseimbangan (Brown dkk, 2006). Proprioception dihasilkan melalui respon secara simultan dari sistem visual, vestibular dan sensorimotor yang masing-masing memainkan peran penting dalam menjaga stabilitas postural. Informasi yang berguna untuk alat keseimbangan tubuh akan ditangkap oleh respetor vestibuler, visual dan propioseptik. Pusat integrasi alat keseimbangan tubuh pertama ada di inti

12

vertibularis yang menerima impuls aferen dari propioseptik, visual dan vestibuler. Cerebellum selain merupakan pusat integrasi kedua juga merupakan pusat komparasi informasi yang sedang berlangsung dengan informasi gerakan yang sudah lewat, oleh karena memori gerakan yang pernah dialami masa lalu diduga tersimpan di vestibuloserebeli. Selain cerebellum, informasi tentang gerakan juga tersimpan di pusat memori prefrontal korteks cerebri (Batson, 2009). Integrasi sensorik, motorik dan komponen pengolahan yang terlibat dalam mempertahankan

homeostasis

bersama

selama

tubuh

bergerak.

Sistem

sensorimotor mencakup informasi yang diterima melalui reseptor saraf yang terletak di ligamen, kapsul sendi, tulang rawan dan geometri tulang yang terlibat dalam struktur setiap sendi. Bagian yang bertanggung jawab untuk proprioception umumnya terletak di sendi, tendon, ligamen dan kapsul sendi sementara tekanan reseptor sensitif terletak di fasia dan kulit (Rieman dkk, 2002). Menurut Sherwood (2002) mekanisme fisiologi terjadinya keseimbangan dimulai ketika reseptor di mata menerima masukan penglihatan, reseptor di kulit menerima masukan kulit, reseptor di sendi dan otot menerima masukan proprioseptif dan reseptor di kanalis semikularis dan organ otolith (yaitu organ yang mengandung sel rambut dan sel penyangga yang ditutupi oleh suatu membran yang pada permukaannya tertanam kristal-kristal kalsium karbonat atau otolith) menerima masukan vestibular (Brown dkk, 2006). Seluruh masukan atau input sensoris yang diterima disalurkan ke nukleus vestibularis yang ada di batang otak, kemudian terjadi proses di cerebellum dan dari cerebellum informasi disalurkan kembali ke nukleus vestibularis. Terjadilah

13

output atau keluaran ke neuron motorik otot ekstremitas dan badan berupa pemeliharaan keseimbangan dan postur yang diinginkan. Keluaran ke neuron motorik otot mata eksternal berupa kontrol gerakan mata dan keluaran ke sistem saraf pusat (SSP) berupa persepsi gerakan dan orientasi. Mekanisme tersebut jika berlangsung dengan optimal akan menghasilkan keseimbangan yang optimal (Hanes DA dkk, 2006). INFORMASI SENSORI

Vestibular Equilibrium Kesadaran Rotasi Garis perpindahan

Visual penglihatan

Proprioseptif Sentuhan

INTEGRASI INFORMASI

Cerebellum berkoordin asi dan mengatur postur, gerak, dan keseimbang an Cortex cerebral berkontribu si penuh pada proses berpikir dan Batang otak mengingat Menggabungk an dan memisahkan informasi sensori

INFORMASI MOTORIK

KESEIMBANGAN

Refleks Vestibuloocular

Impuls Motorik Untuk mengontrol gerakan mata

KESEIMBANGAN

Impuls Motorik Untuk penyesuaian postur

Gambar 2.1 Proses Fisiologi Terjadinya Keseimbangan Sumber : Hanes DA dkk, 2006 Sistem indera yang bekerja secara bersamaan juga berperan menjaga keseimbangan tubuh, jika salah satu sistem mengalami gangguan maka akan terjadi gangguan keseimbangan pada tubuh (inbalance). Sistem indera yang

14

berperan mengatur/mengontrol keseimbangan seperti visual, vestibular dan somatosensoris (tactile dan proprioceptive) (Hanes DA dkk, 2006). 1. Sistem Vestibular Secara sederhana, sistem vestibular merupakan sebuah sistem yang bertanggungjawab terhadap orientasi tubuh dalam ruang, baik saat kita sedang duduk, berdiri, tidur dan lain sebagainya. Sistem vestibular berperan penting dalam keseimbangan, gerakan kepala dan gerak bola mata. Sistem vestibular meliputi organ-organ di telinga bagian dalam dan berhubungan dengan sistem visual dan pendengaran untuk merasakan arah dan kecepatan gerakan kepala. Gangguan fungsi vestibular dapat

menyebabkan vertigo atau gangguan

keseimbangan. Alergi makanan, dehidrasi dan trauma kepala atau leher dapat menyebabkan disfungsi vestibular. Melalui refleks vestibulo-occular, mereka mengontrol gerak mata terutama ketika melihat obyek yang bergerak. Kemudian pesan diteruskan melalui saraf kranialis VIII ke nukleus vestibular yang berlokasi di batang otak (brain stem). Beberapa stimulus tidak menuju langsung ke nukleus vestibular tetapi ke cerebellum, formatio retikularis, thalamus dan korteks serebri.

15

Gambar 2.2 Sistem Vestibular Sumber : Komala, 2014 Nukleus vestibular menerima masukan (input) dari reseptor labyrinth, formasi (gabungan reticular) dan cerebellum. Hasil dari nukleus vestibular menuju ke motor neuron melalui medula spinalis, terutama ke motor neuron yang menginervasi otot-otot proksimal, kumparan otot pada leher dan otot-otot punggung (otot-otot postural). Sistem vestibular bereaksi sangat cepat sehingga

membantu

mempertahankan

keseimbangan

tubuh

dengan

mengontrol otot-otot postural (Watson dkk, 2008). 2. Sistem Visual Mata adalah organ penglihatan yang mendeteksi cahaya. Mata melakukan hal sederhana yaitu mengetahui apakah lingkungan sekitarnya terang atau gelap. Mata yang lebih kompleks dipergunakan untuk memberikan pengertian visual. Visual memegang peran penting dalam sistem sensoris. Keseimbangan akan terus berkembang sesuai umur dan mata akan membantu agar tetap fokus pada titik utama untuk mempertahankan keseimbangan serta sebagai monitor tubuh selama melakukan gerak statik atau dinamik. Penglihatan merupakan sumber

16

utama informasi tentang lingkungan dan tempat kita berada, penglihatan memegang peran penting untuk mengidentifikasi dan mengatur jarak gerak sesuai lingkungan tempat kita berada. Penglihatan muncul ketika mata menerima sinar yang berasal dari obyek sesuai jarak pandang (Irfan, 2010). Dengan input visual, maka tubuh manusia dapat beradaptasi terhadap perubahan yang terjadi di lingkungan sehingga sistem visual langsung memberikan informasi ke otak, kemudian otak memberikan informasi agar sistem musculoskeletal (otot dan tulang) dapat bekerja secara sinergis untuk mempertahankan keseimbangan tubuh (Prasad dkk, 2011).

Gambar 2.3 Sistem Visual Sumber : Prasad And Galleta, 2011 Dengan informasi visual, maka tubuh dapat menyesuaikan atau bereaksi terhadap perubahan bidang pada lingkungan aktivitas sehingga memberikan kerja otot yang sinergis untuk mempertahankan keseimbangan tubuh (Irfan, 2010).

17

3. Sistem Somatosensoris Sistem Somatosensoris mempunyai beberapa neuron yang panjang dan saling berhubungan antara satu sama lain yang mana sistem somatosensori memiliki tiga neuron yang panjang yaitu : primer, sekunder dan tersier (pertama, kedua dan ketiga). a. Primer Neuron (pertama) memiliki badan sel pada dorsal root ganglion di dalam saraf spinal (area sensasi berada pada daerah kepala dan leher), dimana bagian ini akan menjadi suatu terminal dari ganglia saraf trigeminus atau ganglia dari saraf sensorik kranial lainnya. b. Second Neuron (kedua) dimana neuron ini berada di medulla spinalis dan brain stem dan memiliki sel tubuh yang baik. Akson neuron ini naik ke sisi berlawanan di medulla spinalis dan brain stem. Akson dari banyak neuron berhenti pada bagian thalamus (Ventral Posterior Nucleus atau VPN) dan yang lainnya pada sistem retikuler dan cerebellum. c. Third neuron (ketiga) dalam hal sentuhan dan rangsangan nyeri, neuron ketiga memiliki tubuh sel dalam VPN dari thalamus dan berakhir di gyrus postcentralis dari lobus parietal. Sistem somatosensori adalah sistem sensorik yang beragam yang terdiri dari reseptor dan pusat pengolahan untuk menghasilkan modalitas sensorik seperti sentuhan, temperatur, proprioception dan nociception (nyeri). Reseptor sensorik menutupi kulit dan epitel, otot rangka, tulang dan sendi, organ serta sistem kardiovaskular. Informasi propriosepsi disalurkan ke otak melalui kolumna dorsalis medula spinalis. Sebagian besar masukan (input)

18

proprioseptif menuju cerebellum, tetapi ada pula yang menuju ke korteks serebri melalui lemniskus medialis dan thalamus (Irfan, 2010). Kesadaran akan posisi berbagai bagian tubuh dalam ruang sebagian bergantung pada impuls yang datang dari alat indra dalam dan sekitar sendi. Alat indra tersebut adalah ujung-ujung saraf yang beradaptasi lambat di sinovial dan ligamentum. Impuls alat indra dari reseptor raba di kulit dan jaringan lain serta otot diproses di korteks menjadi kesadaran akan posisi tubuh dalam ruang (Irfan, 2010).

Gambar 2.4 Sistem Somatosensori Sumber : Jensen dan Eric, 2005

2.1.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keseimbangan Keseimbangan dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor-faktor yang berperan mempengaruhi keseimbangan tubuh manusia adalah : 1. Pusat gravitasi (Center of Gravity-COG) Center of gravity merupakan titik gravitasi yang terdapat pada semua benda baik benda hidup maupun mati, titik pusat gravitasi terdapat pada titik tengah

19

benda tersebut. Fungsi dari Center of gravity adalah untuk mendistribusikan massa benda secara merata, pada manusia beban tubuh selalu ditopang oleh titik ini sehingga tubuh dalam keadaan seimbang. Tetapi jika terjadi perubahan postur tubuh maka titik pusat gravitasi pun berubah dan akan menyebabkan gangguan keseimbangan (unstable). Titik pusat gravitasi selalu berpindah secara otomatis sesuai dengan arah atau perubahan berat. Jika center of gravity terletak di dalam dan tepat di tengah maka tubuh akan seimbang, jika berada diluar tubuh maka tubuh akan menjadi unstable. Pusat gravitasi adalah titik utama pada tubuh yang akan mendistribusikan massa tubuh secara merata. Bila tubuh selalu ditopang oleh titik ini, maka tubuh dalam keadaan seimbang. Titik berat tubuh manusia terletak kira-kira setinggi sepertiga bagian atas tulang sacrum, kalau tubuh dalam posisi berdiri tegak. Semakin rendah atau dekat letak titik berat ini terhadap bidang tumpu akan semakin mantap atau stabil posisi tubuh. Pada posisi berbaring titik berat tubuh akan rendah, yakni letaknya dekat bidang tumpuan, dibandingkan dalam posisi duduk, berdiri atau melompat ke atas, sehingga posisi tubuh berbaring akan lebih mantap dibandingkan dengan posisi duduk atau berdiri. Derajat stabilitas tubuh dipengaruhi oleh empat faktor yaitu : ketinggian dari titik pusat gravitasi dengan bidang tumpu, ukuran bidang tumpu, lokasi garis gravitasi dengan bidang tumpu, serta berat badan (Bishop dan Hay, 2009). 2. Garis gravitasi (Line of Gravity-LOG) Garis gravitasi (Line Of Gravity) adalah garis imajiner yang berada vertikal melalui pusat gravitasi. Garis ini adalah garis vertikal yang melalui titik pusat

20

bidang tumpuan. Garis ini sering disebut garis gaya gravitasi. Derajat stabilitas tubuh ditentukan oleh hubungan antara garis gravitasi, pusat gravitasi dengan base of support (bidang tumpu). Semakin dekat letak garis berat ini dengan titik pusat bidang tumpuan, apalagi melaluinya, akan semakin stabil posisi tubuh.

Gambar 2.5 Garis Gravitasi Sumber : Dhaenkpedro, 2009 Dalam posisi berdiri garis gravitasi tubuh ini akan melalui pusat graviatsi dan juga titik pusat bidang tumpuan, olah sebab itu posisi berdiri tegak lebih stabil dibandingkan dengan posisi badan yang condong ke depan, belakang atau samping. Letak garis gravitasi berubah-ubah sesuai dengan bergesernya titik berat ke arah depan, belakang atau samping. Bila tubuh bagian atas (kepala dan dada) menjulur ke depan, maka pusat gravitasi tubuh akan berpindah ke depan dan dengan sendirinya garis gravitasi juga akan bergeser ke depan. Oleh

21

sebab itu ada usaha dari tubuh untuk menggeser letak pusat gravitasi dan dengan sendirinya garis gravitasi tubuh akan bergeser ke belakang atau mendekati titik pusat bidang tumpuan, caranya dengan menarik bagian badan lainnya (tungkai atau lengan) ke belakang sehingga terjadi keseimbangan (Irfan, 2010). 3.

Bidang tumpu (Base of Support-BOS) Base of Support (BOS) merupakan bagian dari tubuh yang berhubungan dengan permukaan tumpu. Permukaan tumpu adalah dasar tempat bertumpu atau berpijak tubuh baik di lantai, tanah, balok, kursi, meja, tali atau tempat lainnya. Ketika garis gravitasi tepat berada di bidang tumpu, tubuh dalam keadaan seimbang. Stabilitas yang baik terbentuk dari luasnya area bidang tumpu.

Gambar 2.6 Bidang Tumpu (Base of Support-BOS) Sumber : Dhaenkpedro, 2009 Semakin besar bidang tumpu, semakin tinggi stabilitas. Misalnya berdiri dengan kedua kaki tubuh akan lebih stabil dibanding berdiri dengan satu kaki atau saat posisi berbaring tubuh dalam posisi stabil atau mantap dibandingkan

22

dengan posisi duduk atau berdiri. Sebab bidang tumpu hanya selebar pinggul/pantat dan tungkai (bersila) atau sebesar kedua telapak kaki saja. Jika berdiri, jalan atau lari maka bidang tumpunya kecil, hanya seluas telapak kaki. Apalagi bila sedang melompat, dalam posisi melayang jelas tidak ada bidang tumpuan sehingga keseimbangan tubuh akan goyang atau labil. Semakin luas dan dekat bidang tumpu dengan pusat gravitasi, maka stabilitas tubuh makin tinggi (Wen Chang Yi dkk, 2009). 4. Kekuatan otot (Muscle Strength) Kekuatan otot adalah kemampuan otot atau kelompok otot menghasilkan tegangan dan tenaga selama usaha maksimal baik secara dinamis maupun secara statis. Kekuatan otot dari kaki, lutut serta pinggul harus cukup kuat untuk mempertahankan keseimbangan tubuh saat adanya gaya dari luar. Kekuatan otot tersebut berhubungan langsung dengan kemampuan otot untuk melawan gaya gravitasi serta beban eksternal lainnya yang secara terus menerus mempengaruhi posisi tubuh. Kekuatan otot dihasilkan oleh kontraksi otot yang maksimal. Otot yang kuat merupakan otot yang dapat berkontraksi dan rileksasi dengan baik, jika otot kuat maka keseimbangan dan aktivitas sehari-hari dapat berjalan dengan baik seperti berjalan, lari, bekerja ke kantor dan lain sebagainya (Kuntarti, 2006).

23

Gambar 2.7 Kontraksi dan Relaksasi Otot Sumber : Kuntarti, 2006 5. Indeks Massa Tubuh (IMT) Tinggi badan dan berat badan seseorang mencerminkan proporsi tubuh orang yang bersangkutan. Keadaan ini berkaitan dengan keseimbangan dimana menurut Pate (1993), benda dengan masa yang lebih besar mempunyai keseimbangan yang lebih besar dari pada benda berukuran sama yang lebih ringan. Benda-benda yang berat lebih kuat menolak pengaruh gaya dari luar dari pada lawan yang lebih ringan. Terkait dengan tinggi dan pendek atau berat dan ringannya seseorang, letak titik berat yang mempengaruhi keseimbangan akan berbeda. Untuk mengetahui bentuk atau proporsi tubuh, dilakukan penghitungan indeks IMT yaitu melalui rumus berat badan dalam kilogram (kg) dibagi tinggi badan dalam meter kuadrat (m2). WHO (2004) menetapkan kriteria IMT Western Asia Pasifik yaitu sebagai berikut :

24

Tabel 2.1 Klasifikasi Indeks Massa Tubuh Western Asia Pasifik Sumber: WHO, 2004 Klasifikasi BMI(kg/m2) Underweight

<18,5

Normal

18,5 22,9

Overweight

23 24,9

Obese I

25- 29,9

Obese II

30,00

6. Jenis Kelamin Meski banyak sumber yang menyatakan bahwa jenis kelamin tidak berpengaruh pada keseimbangan, ada yang harus dipertimbangkan terkait pengaruh jenis kelamin pada keseimbangan. Perbedaan keseimbangan tubuh berdasarkan jenis kelamin antara pria dan wanita disebabkan oleh adanya perbedaan letak titik berat. Pada pria letaknya kira-kira 56% dari tinggi badannya sedangkan pada wanita letaknya kira-kira 55% dari tinggi badannya. Pada wanita letak titik beratnya rendah karena panggul dan paha wanita relatif lebih berat dan tungkainya pendek (Soedarminto, 1992). 7. Umur Letak titik berat tubuh berkaitan dengan pertambahan usia. Pada anak-anak letaknya lebih tinggi karena ukuran kepala anak relatif lebih besar dari kakinya yang lebih kecil. Keadaan ini akan berpengaruh pada keseimbangan tubuh, dimana semakin rendah letak titik berat terhadap bidang tumpu akan semakin mantap atau stabil posisi tubuh (Nala, 2011).

25

8. Aktivitas Fisik (Kebiasaan Olahraga) Menurut Kepala Pusat Promosi Kesehatan Kemenkes pada hasil RISKESDAS tahun 2013, gaya hidup bermalas-malasan dan aktivitas fisik yang kurang dapat menurunkan kemampuan tonus otot. Tonus otot sangat berperan dalam menjaga keseimbangan tubuh manusia. Aktivitas fisik yang tidak ada (kurang aktivitas fisik) merupakan faktor risiko independen untuk penyakit kronis dan secara keseluruhan diperkirakan menyebabkan kematian secara global (WHO, 2010). Hampir 50% dari orang dewasa muda dan remaja tidak melibatkan diri pada setiap jenis aktivitas fisik setiap hari. Data Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2007 memperlihatkan bahwa 48,2% penduduk Indonesia usia lebih dari 10 tahun kurang melakukan aktivitas fisik. Pada usia remaja yang berlangsung antara 12 sampai 23 tahun, remaja mengalami banyak perkembangan dari berbagai aspek khususnya perkembangan keseimbangan (Depkes RI, 2008).

2.2 Indeks Massa Tubuh (IMT) 2.2.1 Pengertian IMT IMT merupakan indikator untuk mengetahui status gizi tubuh.

IMT

merupakan suatu alternatif tindakan pengukuran lemak tubuh yang murah dan metode skrining berat badan yang mudah dilakukan. IMT tidak mengukur lemak tubuh secara langsung, tetapi penelitian menunjukkan bahwa IMT berkorelasi dengan pengukuran lemak tubuh secara langsung seperti underwater weighing dan dual energy x-ray absorbtiometry (Grummer-Strawn, 2009). IMT adalah cara

26

termudah untuk memperkirakan obesitas serta berkolerasi tinggi dengan massa lemak tubuh, selain itu juga penting untuk mengidentifikasi pasien obesitas yang mempunyai risiko komplikasi medis (Pudjiadi dkk, 2010). Keunggulan utama IMT yaitu menggambarkan lemak tubuh yang berlebihan, sederhana dan bisa digunakan dalam penelitian dengan populasi berskala besar serta pengukurannya hanya membutuhkan berat badan (BB) dan tinggi badan (TB), yang dapat dilakukan oleh seseorang dengan sedikit latihan. Keterbatasan IMT adalah tidak bisa membedakan berat yang berasal dari lemak dan berat dari otot atau tulang. Selain itu, IMT yang merupakan alat atau cara yang sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa tidak bisa digunakan untuk anak-anak, bayi baru lahir dan wanita hamil khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan. Namun dengan menggunakan IMT dapat diketahui apakah berat badan seseorang termasuk dalam kategori normal, kurus atau gemuk (Paramurthi, 2014). 2.2.2 Cara Menghitung IMT IMT atau yang juga disebut indeks Quatelet, pertama kali ditemukan oleh seorang ahli matematika Lambert Adolphe Jacques Quatelet. IMT adalah bentuk pengukuran komposisi tubuh yang paling umum dan sering digunakan sebagai petunjuk untuk menentukan kelebihan berat badan berdasarkan indeks Quatelet (berat badan dalam kilogram dibagi dengan kuadrat tinggi badan dalam meter). Cara menghitung IMT atau indeks Quatelet adalah sebagai berikut :

IMT

=

27

Dalam menentukan kriteria proporsi tubuh seseorang, IMT merupakan parameter yang paling banyak dipakai. Karena apabila dibandingkan dengan tabel tradisional yang membandingkan langsung tinggi badan dan berat badan, pengukuran dengan IMT berkorelasi kuat dengan jumlah lemak total dalam tubuh manusia yang menggambarkan berat seseorang. Selain itu, IMT juga bisa digunakan dalam menggambarkan secara kasar komposisi tubuh walaupun tidak disertai dengan nilai kontribusi berat dari lemak dan otot (Paramurthi, 2014). 2.2.3 Klasifikasi Indeks Massa Tubuh IMT diintrepetasikan menggunakan kategori status berat badan standar yang sama untuk semua umur bagi pria dan wanita yang berusia 18 tahun ke atas. Nilai dari IMT pada orang dewasa tidak bergantung pada umur maupun jenis kelamin. Klasifikasi IMT dapat dilakukan berdasarkan pengelompokan berbagai lembaga. Terdapat perbedaan kategori antara kriteria WHO (Tabel 1) dan kriteria Asia Pasifik (Tabel 2). Kriteria Asia Pasifik digunakan untuk orang-orang yang berada di daerah Asia, karena IMT orang Asia lebih kecil 2-3 kg/m2 dibandingkan dengan orang Afrika, Eropa, Amerika ataupun Australia (Ekky M, 2013).

Tabel 2.2 Klasifikasi Indeks Massa Tubuh Sumber : WHO, 2004 Klasifikasi BMI (kg/m2) Underweight

<18,5

Normal

18,50 24,99

Overweight

25,00 29,99

Obesitas

>30,00

28

Tabel 2.3 Klasifikasi Indeks Massa Tubuh Western Asia Pasifik Sumber : WHO, 2004 Klasifikasi BMI(kg/m2) Underweight

<18,5

Normal

18,5 22,9

Overweight

23 24,9

Obese I

25- 29,9

Obese II

30,00

Pengklasifikasian IMT yang ditetapkan WHO secara umum terbagi atas 4 kategori yaitu: underweight, normal, overweight dan obesitas. Klasifikasi ini juga diatur berdasarkan tempat dan kondisi individu di tempat tersebut. 1. Underweight IMT dikategorikan kurus atau underweight jika pembagian berat per kuadrat tinggi <18,5 kg/m2. Penyebabnya rata-rata dikarenakan konsumsi energi lebih rendah dari kebutuhan yang mengakibatkan sebagian cadangan energi tubuh dalam bentuk lemak akan digunakan. Kerugiannya jika seseorang masuk dalam kategori ini antara lain : penampilan cenderung kurang menarik, mudah letih, risiko sakit tinggi (beberapa risiko sakit yang dihadapi antara lain penyakit infeksi, depresi, anemia serta diare) dan wanita kurus yang hamil mempunyai risiko tinggi melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah. Individu yang kurus berisiko tinggi untuk kekurangan gizi. Berat badan dapat mempengaruhi pertumbuhan, perkembangan

dan dapat

menyebabkan

kemandulan atau menstruasi tertunda pada wanita. Hal ini juga dapat

29

menyebabkan kelelahan, lekas marah dan kurangnya konsentrasi, serta mempengaruhi kemampuan tubuh untuk melakukan thermoregulate sendiri. Karena respon imun menurun, individu underweight kurang tahan terhadap infeksi dan penyakit. Untuk mendapatkan berat yang diinginkan disarankan untuk makan teratur agar berat yang tepat dapat tercapai. Hal ini dapat dicapai dengan konsisten meningkatkan asupan makanan kalori padat, lebih sering makan dan minum cairan antara waktu makan ketimbang dengan makanan (Bonci, 2004). 2. Normal IMT masuk ketegori normal jika pembagian berat per kuadrat tinggi antara 1824,99 kg/m2. Kategori ini bisa diwujudkan dengan mengkonsumsi energi sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan tubuh, sehingga tidak terjadi penimbunan energi dalam bentuk lemak maupun penggunaan lemak sebagai sumber energi (Meutia, 2005). 3. Overweight Secara

ilmiah

kelebihan

berat

badan

(overweight)

terjadi

akibat

mengkonsumsi kalori lebih banyak dari yang diperlukan oleh tubuh. Penyebab terjadinya ketidakseimbangan antara asupan dan pembakaran kalori ini belum dapat dijelaskan secara pasti. Metabolisme energi di dalam tubuh manusia diatur oleh berbagai faktor, baik yang menyebabkan meningkatnya penyimpanan energi atau yang mendorong pemakaian energi (Meutia, 2005). Pemakaian energi tubuh diatur dalam keadaan seimbang. Bila energi yang masuk lebih besar dari energi yang keluar, maka kelebihan energi tersebut

30

akan disimpan dalam jaringan lemak. Peningkatan berlebihan jaringan lemak pada otot dan jaringan skeletal didefinisikan sebagai overweight (Dorland, 2002). Overweight dikatakan jika seseorang memiliki IMT 25,0029,99 kg/m2. Overweight adalah keadaan yang hampir mendekati obesitas, selain itu kondisi overweight juga sering disebut dengan kondisi pre-obese (WHO, 2010). 4. Obesitas Obesitas didefinisikan sebagai keadaan dimana adanya peningkatan yang sangat berlebihan pada massa jaringan adiposa (lemak). Obesitas menurut WHO adalah akumulasi lemak yang abnormal atau berlebihan yang berpeluang menimbulkan beberapa risiko kesehatan pada seseorang. Kondisi dimana lemak tubuh telah menumpuk sehingga menimbulkan efek buruk pada kesehatan (Nurmalina, 2011). Obesitas berpotensi menjadi faktor primer kasus degeneratif dan sindrom metabolik. Beberapa studi menunjukkan bahwa obesitas adalah faktor risiko yang paling tinggi untuk penyakit jantung, diabetes melitus, beberapa jenis kanker, tekanan darah tinggi, gangguan sendi dan tulang (degeneratif), gangguan fungsi ginjal, pada wanita dapat mengakibatkan gangguan haid (haid tidak teratur) dan faktor penyulit pada saat persalinan. Obesitas dianggap merupakan masalah hanya di negara berpenghasilan tinggi, tetapi sekarang jumlah pederita obesitas dan kegemukan semakin meningkat di negara berpenghasilan rendah dan menengah khususnya di perkotaan (World Health Organization, 2010).

31

2.2.4 Kekurangan dan Kelebihan IMT IMT merupakan salah satu parameter yang dapat dipercayai untuk mengukur lemak tubuh. Namun, IMT sendiri memiliki beberapa kekurangan atau keterbatasan dan kelebihan sebagai parameter pengukuran lemak tubuh. Kekurangan atau keterbatasan IMT saat diterapkan diantaranya adalah: 1. Pada kelompok bangsa : tidak cukup akurat karena harus dimodifikasi mengikuti kelompok bangsa tertentu. Sebagai contoh IMT yang melebihi 23,0 kg/m2 berada dalam kategori kelebihan berat badan dan IMT yang melebihi 27,5 kg/m2 berada dalam kategori obesitas pada kelompok bangsa seperti Cina, India, dan Melayu (Centre for Obesity Research and Education, 2007). IMT tidak membedakan antara gender, ras, atau etnis. Dua orang dengan IMT yang sama mungkin punya risiko kesehatan yang berbeda karena gender atau faktor genetik. Dari beberapa penelitian sebelumnya menyatakan bahwa standar cut off point untuk mendefinisikan obesitas berdasarkan IMT mungkin tidak menggambarkan risiko yang sama untuk konsekuensi kesehatan pada semua ras atau kelompok etnis (Koski, 2001). 2. Pada anak-anak : tidak akurat karena dengan seiring pertumbuhan dan perkembangan tubuh badan seseorang jumlah lemak tubuh akan berubah. Laki-laki dan perempuan jumlah lemak tubuhnya juga berbeda sesuai dengan pertumbuhan. Jadi, pada anak-anak dianjurkan pengukuran berat badan lewat nilai persentil yang dibedakan atas jenis kelamin dan usia (Koski, 2001). 3. Pada olahragawan : tidak cukup akurat terutama atlit binaraga yang berada pada kategori obesitas dalam IMT disebabkan oleh karena mereka punya

32

massa otot yang berlebihan walaupun presentase lemak tubuh mereka dalam kadar yang rendah. IMT tidak membedakan antara lemak dan otot. Karena otot lebih berat dibanding lemak, banyak atlit yang tubuhnya berotot dikelompokkan sebagai overweight, meski mereka punya persentase lemak tubuh yang kecil dan kondisi fisik yang prima (Koski, 2001). 4. Pada lansia : IMT cenderung untuk memperkirakan tingkat kegemukan yang terlalu rendah pada lansia karena massa otot dan tulang mereka sudah banyak berkurang dan digantikan dengan lemak, alasan serupa yang terjadi pada tingkat kegemukan di kalangan atlit (Koski, 2001). 5. IMT tidak membedakan tipe-tipe tubuh. Orang yang bertubuh besar menggunakan standar yang sama dengan orang yang bertubuh kecil (Koski, 2001). 6. Pengelompokan berat dalam IMT itu mutlak, sedangkan dalam banyak kasus resiko kesehatan akan berubah seiring perubahan IMT. Seseorang dengan IMT 24,9 kg/m2 dikelompokkan sebagai overweight, sementara orang yang punya IMT 25,1 kg/m2 dikelompokkan sebagai obesitas meski dalam realitanya risiko kesehatan mereka mungkin cukup mirip (WHO, 2004). 7. IMT tidak memperhitungkan penyakit atau obat-obatan yang mungkin menyebabkan water retention (Koski, 2001). 8. IMT adalah index comparative dan tidak mengukur jumlah lemak tubuh secara langsung. Metode lain memberikan pengukuran lemak tubuh secara langsung, namun meteode ini mahal dan membutuhkan peralatan khusus serta pelatihan untuk menggunakannya dengan benar. Beberapa contoh dari

33

pengukuran ini antara lain pengukuran ketebalan lipatan kulit, underwater (hydrostatic) weighing, bioelectrical impedance dan dual-energy x-ray absorptiometry (DXA). Mengkombinasikan antara BMI, lingkar pinggang, sejarah kesehatan kelurga dan analisa gaya hidup akan memberikan informasi yang cukup untuk menganalisa berbagai risiko kesehatan yang berhubungan dengan berat badan dengan biaya yang minimal (WHO, 2004). Kelebihan dari IMT antara lain adalah: 1. Lebih mudah untuk diukur, karena untuk mendapat nilai pengukuran hanya diperlukan data berat badan (BB) dan tinggi badan (TB) seseorang 2. Menggambarkan lemak tubuh yang berlebih 3. Sederhana dan mudah dikerjakan 4. Cocok untuk penelitian dengan populasi yang besar atau banyak 5. Hasil bacaan pengukuran tinggal dilihat pada tabel klasifikasi IMT seperti klasifikasi IMT yang telah ditetapkan WHO 6.

Biaya tidak mahal (Paramurthi, 2014).

2.2.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi IMT Perubahan berat badan seseorang terjadi karena ketidakseimbangan antara jumlah kalori yang dikonsumsi dengan kebutuhan tubuh. Jika makanan yang dimakan memberikan kalori lebih dari kebutuhan tubuh, maka kalori tersebut akan ditukar atau disimpan sebagai lemak, begitupun sebaliknya. Jika makanan yang dikonsumsi memberi kalori kurang dari kebutuhan tubuh, maka seseorang akan mudah kekukarangan berat badan. Pada kasus kelebihan berat badan, awalnya hanya ukuran sel-sel lemak yang akan meningkat. Tetapi apabila ukuran sel-sel

34

tersebut tidak bisa lagi mengalami peningkatan, maka sel-sel akan menjadi bertambah banyak. Apabila tubuh mengalami pengurangan berat badan, yang akan berkurang hanyalah ukuran sel-sel lemak, bukan jumlahnya yang berkurang yang mengakibatkan lemak akan mudah untuk terbentuk seperti semula. Ketidakseimbangan asupan kalori dan konsumsi bervariasi bagi tiap individu. Beberapa hal yang turut memainkan peranan dan berkontribusi adalah usia, jenis kelamin, genetik, psikososial, penyakit, aktivitas olahraga, kehamilan, obat, kekurangan enzim dan faktor lingkungan (Galletta, 2005). 1. Faktor genetik Obesitas cenderung berlaku dalam keluarga. Ini disebabkan oleh faktor genetik, pola makan keluarga dan kebiasaan atau gaya hidup. Walaupun begitu, mempunyai anggota keluarga yang obesitas tidak menjamin sesorang itu juga akan mengalami obesitas (Galletta, 2005). 2. Faktor emosional Saat mengalami perubahan pada emosinya, setiap orang mempunyai cara masing-masing dalam mengatasinya. Stres yang berlebihan pada sebagian orang bisa membuatnya berhenti makan karena kurangnya nafsu makan, mual atau sedang sibuk dengan kekhawatiran mereka. Sebagian lagi saat emosi akan mengkonsumsi makanan dalam jumlah yang banyak baik karena depresi, putus asa, marah, bosan dan banyak alasan lain yang tidak ada hubungannya dengan rasa lapar. Hal ini tidak berarti bahwa orang dengan kelebihan berat badan mengalami lebih banyak masalah emosional dari pada orang dengan berat badan normal. Hal ini hanya berarti bahwa perasaan seseorang

35

mempengaruhi kebiasaan makannya dan membuat seseorang makan terlalu banyak atau sedikit. Dalam kasus yang jarang terjadi, obesitas dapat digunakan sebagai mekanisme pertahanan akibat tekanan sosial yang dihadapi terutama pada seorang dewasa putri. Dalam kasus seperti ini ditambah dengan masalah emosional yang lain, intervensi psikologis mungkin menberikan manfaat (Galletta, 2005). 3. Faktor lingkungan Faktor lingkungan bisa dikatakan sebagai faktor yang paling memainkan peranan dalam gaya hidup seseorang. Kebiasaan makan dan aktivitas seseorang dipengaruhi oleh masyarakat sekitarnya. Makan terlalu banyak dan aktivitas yang pasif (tidak aktif) merupakan faktor risiko utama terjadinya obesitas (Galletta, 2005). 4. Faktor usia Semakin bertambah usia seseorang, secara fisiologis mereka akan cenderung kehilangan massa otot dan akan mudah mengalami akumulasi lemak tubuh khususnya pada usia tua. Kadar metabolisme juga akan menurun menyebabkan kebutuhan kalori yang diperlukan menjadi lebih rendah (Galletta, 2005). 5. Faktor jenis kelamin Secara rata-rata, laki-laki mempunyai massa otot yang lebih banyak dari wanita. Lelaki menggunakan kalori lebih banyak dari wanita bahkan saat istirahat karena otot membakar kalori lebih banyak dibanding tipe-tipe jaringan yang lain. Dengan demikian, perempuan lebih mudah bertambah

36

berat badan dibanding laki-laki dengan asupan kalori yang sama (Galletta, 2005). 6. Kehamilan Pada wanita yang sedang hamil atau mengandung, berat badannya akan cenderung bertambah 4-6 kg setelah kehamilan dibandingkan dengan berat badan sebelum kehamilan. Hal ini bisa terjadi pada setiap kehamilan dan kenaikan berat badan ini mungkin akan menyebabkan obesitas pada wanita (Galletta, 2005). 7. Penyakit Banyak penyakit yang dapat mengakibatkan penurunan berat badan sementara, misalnya saat seseorang menderita flu berat disertai dengan suhu tinggi dapat mengakibatkan penurunan berat badan, tapi mungkin berat badan akan kembali setelah seseorang sembuh kembali. Namun ada beberapa penyakit

yang

mempertahankan

menyebabkan berat

penderitanya

badannya

misalnya

sulit

memperoleh

hipertiroidisme,

dan

kanker,

tuberkolosis, diabetes dan HIV/AIDS (Galletta, 2005). 8. Obat Banyak obat-obatan yang baik untuk menekan nafsu makan atau benar-benar menyebabkan penurunan berat badan. Banyak pula obat-obat yang dikonsumsi karena menderita penyakit tertentu mempengaruhi pola makan seseorang, baik itu mengurangi atau menambah nafsu makan (Galletta, 2005).

37

9. Aktivitas olahraga Orang yang kurang dalam berolahraga dan diet perlu memahami bahwa seseorang dengan olahraga yang kurang memiliki peluang besar untuk mendapat masalah kesehatan, meskipun ada kemungkinan bagi seseorang yang melakukan olahraga yang berlebihan dari kapasitas atau kemapuannya untuk mengalami gangguan kesehatan (Galletta, 2005). 10. Kekurangan enzim Kekurangan enzim pencernaan atau asam lambung juga bisa menghambat pencernaan dan penyerapan makanan sehingga menyebabkan penurunan berat badan. Kondisi medis lainnya seperti penyakit celiac (alergi glutein) atau cystic fibrosis juga menyebabkan ketidakmampuan untuk menambah berat badan. Jika seseorang sulit untuk menaikkan berat badan atau tiba-tiba mengalami penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan, sangat penting untuk segera dikonsultasikan dengan dokter untuk diperiksa. Dokter akan melakukan tes untuk mengetahui tiroid yang terlalu aktif, keganasan TB, diabetes mellitus, HIV/AIDS, kekurangan enzim, penyakit celiac, cystic fibrosis dan kondisi fisik lain yang dapat menghambat kenaikan berat badan (Galletta, 2005). 2.2.6 Hubungan IMT dan Keseimbangan Dinamis Keterbatasan IMT tidak bisa membedakan berat seseorang yang berasal dari lemak, serta sistem muskuloskeletal (otot dan tulang). IMT juga tidak dapat melihat atau mengidentifikasi pendistribusian dari lemak tubuh. Kriteria IMT menurut WHO bagi orang Asia yaitu dengan standar nilai normal 18,5-22,9

38

kg/m2. Berdasarkan hasil penelitian ternyata IMT yang tinggi pada kriteria overweight 23-24.9 kg/m2 mempengaruhi tingkat keseimbangan seseorang. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Greve et al. (2007), didapatkan korelasi yang tinggi antara IMT dengan keseimbangan pada usia 20-40 tahun (WHO, 2004). Tinggi badan dan berat badan seseorang mencerminkan proporsi tubuh orang yang bersangkutan. Tinggi dan pendek atau berat dan ringannya seseorang akan membedakan letak titik berat yang mempengaruhi keseimbangan. Titik berat atau pusat gravitasi, garis gravitasi dan bidang tumpu yang berperan dalam keseimbangan dipengaruhi oleh posisi benda atau individu dimana letak ketiganya tentu akan berbeda ketika seseorang diam atau bergerak. Kelebihan berat badan ditandai dengan naiknya IMT, dimana jika IMT meningkat akan mempengaruhi tingkat keseimbangan tubuh seseorang dan akan menimbulkan risiko jatuh yang tinggi. Risiko jatuh yang besar tentu akan sangat berbahaya, terutama bagi manusia yang identik dengan bergerak dan berpindah dari satu tempat ke tempat lain yang membutuhkan peran keseimbangan dinamis tubuh dalam setiap gerakan dan perpindahan tersebut (Depkes RI, 2008).

2.3 Aktivitas Fisik 2.3.1 Pengertian Aktivitas Fisik Kehidupan seharihari di dunia ini tidak pernah terlepas dari berbagai bentuk aktivitas fisik, baik aktivitas yang membutuhkan energi yang banyak maupun yang sedikit. Bergerak atau aktivitas fisik adalah setiap gerakan tubuh

39

yang meningkatkan pengeluaran tenaga dan energi (pembakaran kalori). Menurut Badan Kesehatan Dunia, aktivitas fisik didefinisikan sebagai gerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot rangka yang memerlukan pengeluaran energi. Setiap aktivitas fisik juga meningkatkan metabolisme dalam tubuh kita, sehingga memperlancar peredaran darah (Karim, 2002). Aktivitas fisik didefinisikan sebagai setiap gerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot-otot skeletal dan menghasilkan peningkatan resting energy expenditure yang bermakna. Aktivitas fisik juga dapat didefinisikan sebagai suatu gerakan fisik yang menyebabkan terjadinya kontraksi otot (Utari, 2007). Aktivitas fisik dijadikan parameter tingkat kesehatan seseorang. Pemeliharaan dan peningkatan kondisi kesehatan mutlak diperlukan agar terlindungi dari dampak negatif penyakit-penyakit non-infeksi. Aktivitas fisik ini dapat dilihat pengaruhnya terhadap faktor-faktor seperti kondisi metabolik dan tingkat berat badan serta gangguan metabolisme (Vouri, 2004). Menurut Pusat Promosi Kesehatan Indonesia, aktivitas fisik adalah pergerakan anggota tubuh yang menyebabkan pengeluaran tenaga yang sangat penting bagi pemeliharaan kesehatan fisik dan mental, serta dapat mempertahankan kualitas hidup agar tetap sehat dan bugar sepanjang hari (Promkes, 2009). Inaktivitas fisik atau kurang aktivitas fisik merupakan faktor risiko penting pada banyak penyebab kematian, morbiditas kronis dan kecacatan (BRFS, 2001). Aktivitas fisik yang kurang juga merupakan masalah kesehatan dunia yang umum dan merupakan prioritas dunia kesehatan internasional. Seseorang yang menghabiskan sedikit waktunya untuk melakukan aktivitas fisik dalam sehari

40

dibanding dengan orang yang aktif, memiliki tingkat METs yang rendah dan memiliki lebih banyak lemak tubuh. Fakta disertai bukti yang jelas mengenai adanya hubungan inaktivitas fisik terhadap banyak peningkatan risiko penyakitpenyakit kronis termasuk penyakit jantung, stroke dan juga penyakit kanker (Roux dkk, 2008). Diantara beberapa hal tersebut ada faktor risiko yang mempengaruhi seperti obesitas, dyslipidemia, diabetes tipe 2 dan leukemia (Sakuta dan Suzuki, 2005). Aktivitas fisik dan latihan dapat mempengaruhi keseimbangan, postural stability dan lain-lain, yang ditunjukkan oleh gambar berikut : Efek Positif pada Stabilitas Postural atau Faktor Resiko Jatuh Keseimbangan

Kekuatan dan power Kemampuan fungsional Koordinasi Mobilitas Pola jalan Depresi Khawatir akan jatuh Aktivitas Fisik

Olahraga teratur Efek Negative pada Stabilitas Postural Kegiatan tidak aman Fatigue akut Perpindahan pusat gravitasi Lingkungan berisiko jatuh

Efek Negative Jatuh Kegiatan tidak aman Fatigue akut Perpindahan pusat gravitasi Lingkungan berisiko jatuh

Efek Positif Jatuh Cukup hanya dengan : - Menjahit, durasi, - frekuensi, intensitas Dan dengan bebrapa komponen dari: - Keseimbangan dan Tai Chi - Kekuatan dan power - Daya tahan - Mengurangi ketidaksimetrisan - Koordinasi - Fungsional/ kemampuan berjalan - Postural/ kemampuan transfer

Gambar 2.8 Pengaruh Aktivitas Fisik Dan Exercise Sumber : Skelton, 2001

41

Perlu dipahami bahwa aktivitas fisik (physical activity) berbeda dengan olahraga (exercise). Aktivitas fisik adalah pergerakan dari sistem muskuloskeletal yang menghasilkan energi, sedangkan olahraga (exercise) merupakan bagian dari aktivitas fisik namun melibatkan suatu program terstruktur (ada tipe, frekuensi, durasi dan intensitas tertentu) yang dirancang untuk meningkatkan kebugaran jasmani (Buchner, 2007). 2.3.2 Tipe-tipe Aktivitas Fisik Ada 3 tipe atau sifat aktivitas fisik yang dapat dan penting kita lakukan untuk mempertahankan kesehatan dan kebugaran tubuh, yaitu : 1. Ketahanan (endurance) Aktivitas fisik yang bersifat untuk ketahanan, dapat membantu jantung, paruparu, otot dan sistem sirkulasi darah tetap sehat dan membuat kita lebih bertenaga. Untuk mendapatkan ketahanan yang baik maka disarankan untuk melakukan aktivitas fisik yang dilakukan selama 30 menit (4-7 hari per minggu). Contoh beberapa kegiatan yang dapat dipilih seperti berjalan kaki, misalnya turun dari bus lebih awal menuju tempat kerja kira-kira menghabiskan 20 menit berjalan kaki dan saat pulang berhenti di halte yang menghabiskan 10 menit berjalan kaki menuju rumah, lari ringan, berenang, senam, bermain tenis, berkebun dan kerja di taman (Departemen Kesehatan RI, 2006). 2. Kelenturan (flexibility) Aktivitas fisik yang bersifat untuk kelenturan dapat membantu pergerakan menjadi lebih mudah, mempertahankan otot tubuh tetap lemas (lentur) dan

42

sendi berfungsi dengan baik. Untuk mendapatkan kelenturan maka disarankan untuk melakukan aktivitas fisik yang dilakukan selama 30 menit (4-7 hari per minggu). Contoh beberapa kegiatan yang dapat dipilih seperti peregangan yang dimulai dengan perlahan-lahan tanpa kekuatan atau sentakan, lakukan secara teratur selama 10-30 detik yang bisa dimulai dari tangan dan kaki, senam taichi, yoga, mencuci pakaian, mobil dan mengepel lantai (Pusat Promosi Kesehatan Departemen Kesehatan RI, 2006). 3. Kekuatan (strength) Aktivitas fisik yang bersifat untuk kekuatan dapat membantu kerja otot tubuh dalam menahan suatu beban yang diterima tubuh, tulang tetap kuat dan mempertahankan bentuk tubuh serta membantu meningkatkan pencegahan terhadap penyakit seperti osteoporosis. Untuk mendapatkan kelenturan maka disarankan untuk melakukan aktivitas fisik yang dilakukan selama 30 menit (2-4 hari per minggu). Contoh beberapa kegiatan yang dapat dipilih seperti push-up, naik turun tangga, angkat berat/beban, membawa belanjaan, mengikuti kelas senam terstruktur dan terukur (fitness) (Departemen Kesehatan RI, 2006). Menurut Brian (2011), ada beberapa aktivitas fisik yang dapat meningkatkan pengeluaran tenaga dan energi (pembakaran kalori), misalnya: 1. Tidur (1,2 cal/min) 2. Mandi (3,4 cal/min) 3. Berpakaian (3,4 cal/min) 4. Berjalan kaki (5,6-7 cal/min)

43

5. Berlari (10-25 cal/min) 6. Naik tangga (1,8 cal/min) 7. Turun tangga (7.5 cal/min) 8. Berkebun, menanam bunga (5,6 kkal/menit) 9. Menyetrika (4,2 kkal/menit) 10. Menyapu rumah (3,9 kkal/menit) 11. Membersihkan jendela (3,7 kkal/menit) 12. Mencuci baju (3,56 kkal/menit) 13. Mengemudi mobil (2,8 kkal/menit) 14. Lompat tali (10-15 cal/min) 15. Berenang (6-12,5 cal/min) 16. Mendaki gunung (10-15 cal/min) 2.3.3 Kategori Aktivitas Fisik Menurut Nurmalina (2011), aktivitas fisik dapat digolongkan menjadi tiga tingkatan yaitu sebagai berikut : 1. Kegiatan ringan adalah aktivitas fisik yang dapat membantu jantung, paruparu, otot dan sistem sirkulasi darah tetap sehat dan membuat tubuh lebih bertenaga. Kegiatan ini biasanya hanya memerlukan sedikit tenaga dan biasanya tidak menyebabkan perubahan dalam pernapasan atau ketahanan (endurance). Contoh : berjalan kaki, menyapu lantai, mencuci baju/piring, mencuci kendaraan, berdandan, duduk, les di sekolah, les di luar sekolah, mengasuh adik, nonton TV, aktivitas main play station, main komputer, belajar di rumah dan nongkrong (Nurmalina, 2011).

44

2. Kegiatan sedang adalah aktivitas fisik yang dapat meningkakan kelenturan dan membantu pergerakan menjadi lebih mudah, mempertahankan otot tubuh tetap lentur dan sendi berfungsi dengan baik. Kegiatan ini membutuhkan tenaga yang intens atau terus menerus dan gerakan otot yang berirama untuk kelenturan (flexibility). Contoh : peregangan, berlari kecil, tenis meja, berenang, bermain dengan hewan peliharaan, bersepeda, bermain musik dan jalan cepat (Nurmalina, 2011). 3. Kegiatan berat adalah aktivitas fisik untuk kekuatan yang dapat membantu kerja otot tubuh dalam menahan beban yang diterima sehingga tulang tetap kuat dan dapat mempertahankan bentuk tubuh dengan baik serta membantu meningkatkan pencegahan terhadap penyakit seperti osteoporosis. Biasanya berhubungan dengan olahraga dan membutuhkan kekuatan (strength) yang mengeluarkan keringat. Contoh : berlari, bermain sepak bola, push-up, angkat berat/beban, aerobik, bela diri (seperti karate, taekwondo, pencak silat) dan outbond (Nurmalina, 2011). 2.3.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Aktivitas Fisik Aktivitas fisik merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi tingkat kesehatan seseorang (Vouri, 2004). Beberapa faktor yang mempengaruhi aktivitas fisik adalah sebagai berikut : 1. Umur Aktivitas fisik remaja sampai dewasa terus meningkat sampai mencapai batas maksimal pada usia 25-30 tahun, kemudian akan terjadi penurunan kapasitas

45

fungsional dari seluruh tubuh, kira-kira sebesar 0,8-1% pertahun, tetapi bila rajin olahraga penurunan ini dapat dikurangi sampai separuhnya. 2. Jenis kelamin Sampai pubertas biasanya aktivitas fisik remaja laki-laki hampir sama dengan remaja perempuan, tapi setelah pubertas remaja laki-laki biasanya mempunyai nilai atau tingkat aktivitas fisik yang jauh lebih besar dari remaja perempuan. 3. Pola makan Makanan adalah salah satu faktor yang mempengaruhi aktivitas fisik karena bila jumlah makanan dan porsi makanan lebih banyak atau sedikit, maka tubuh akan merasa mudah lelah dan tidak ingin melakukan kegiatan seperti olahraga atau menjalankan aktivitas lainnya. Kandungan dari makanan yang berlemak juga banyak mempengaruhi tubuh dalam melakukan aktivitas seharihari

atau

berolahraga,

sebaiknya

makanan

yang

akan

dikonsumsi

dipertimbangkan kandungan gizinya agar tubuh tidak mengalami kelebihan energi yang tidak dapat dikeluarkan secara maksimal. 4. Penyakit atau kelainan pada tubuh Hal ini berpengaruh terhadap kapasitas jantung paru, postur tubuh, obesitas, hemoglobin atau sel darah dan serat otot. Bila terdapat kelainan pada tubuh seperti itu maka akan berpengaruhi terhadap aktivitas yang akan dilakukan. Seperti kekurangan sel darah merah, maka orang tersebut tidak diperbolehkan untuk melakukan olahraga yang berat. Obesitas juga menyebabkan kesulitan dalam melakukan aktivitas fisik (Karim, 2002).

46

2.3.5 Manfaat Aktivitas Fisik Aktivitas fisik sangat dibutuhkan manusia karena memberi banyak keuntungan terutama bagi remaja untuk manfaat jangka panjang, terutama dalam tahun-tahun atau masa-masa pertumbuhan sehingga pertumbuhan remaja dapat menjadi lebih optimal (Nurmalina, 2011). Beberapa keuntungan atau manfaat aktivitas fisik bagi kesehatan bila dilakukan secara teratur dan konsisten antara lain sebagai berikut : 1. Meningkatkan pengeluaran energi 2. Meningkatkan sirkulasi darah 3. Meningkatkan fungsi organ-organ vital seperti jantung dan paru-paru 4. Membantu menjaga otot dan sendi tetap sehat 5. Fleksibilitas otot meningkat dan tulang lebih kuat 6. Membantu meningkatkan mood atau suasana hati 7. Meningkatkan rasa percaya diri 8. Membantu menurunkan kecemasan, stres dan depresi sebagai faktor yang berkontribusi pada penambahan berat badan 9. Membantu untuk meningkatkan kualitas tidur 10. Terhindar dari penyakit kronik seperti penyakit jantung, stroke, osteoporosis, kanker, tekanan darah tinggi, kencing manis dan lain-lain Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa aktivitas fisik yang dilakukan secara teratur dan konsisten dapat meningkatkan kulitas kesehatan menjadi lebih baik (Vouri, 2004).

47

2.3.6 Pengukuran Tingkat Aktivitas Fisik Tingkat aktivitas fisik diukur dengan 2 variabel, yakni (1) Frekuensi yaitu berapa kali atau berapa jam seseorang bekerja dalam seminggu dan (2) Durasi yaitu berapa lama seseorang melakukan pekerjaan tiap minggunya. Berdasarkan penelitian yang dilakukan kriteria aktivitas fisik dibagi menjadi 3 bagian (IPAQ), yaitu : 1. Aktivitas fisik rendah Tidak ada aktivitas yang dilaporkan atau beberapa aktivitas dilaporkan tetapi tidak cukup untuk memenuhi kategori. 2. Aktivitas fisik sedang Memenuhi salah satu dari 3 kriteria berikut : a. 3 hari atau lebih intensitas aktivitas setidaknya 20 menit per hari b. 5 hari atau lebih aktivitas intensitas sedang dan atau berjalan setidaknya 30 menit per hari c. 5 hari atau lebih dari kombinasi berjalan, aktivitas intensitas sedang atau kuat intensitas mencapai minimal setidaknya 600 MET-menit/minggu 3. Aktivitas fisik berat Memenuhi salah satu dari 2 kriteria berikut : a. Aktivitas fisik setidaknya 3 hari intensitas kuat dan mengumpulkan minimal 1500 MET-menit/minggu b. 7 hari atau lebih dari kombinasi berjalan, aktivitas sedang atau intensitas berat mengumpulkan setidaknya 3000 MET-menit/minggu

48

Pengukuran tingkat aktivitas fisik menggunakan standar dari International Physical Activity Questionnaire (IPAQ). Dimana pengukuran ini menggunakan perhitungan akumulasi waktu dalam seminggu dengan kriteria data frekuensi beraktivitas fisik dalam seminggu terakhir untuk penduduk 10 tahun ke atas. Kegiatan aktivitas fisik dikategorikan cukup apabila kegiatan dilakukan terus menerus sekurangnya 10 menit dalam satu kegiatan tanpa henti dan secara kumulatif 150 menit selama lima hari dalam satu minggu. Selain frekuensi, dilakukan pula pengumpulan data intensitas, yaitu jumlah hari melakukan aktivitas berat, sedang dan berjalan. Perhitungan jumlah menit aktivitas fisik dalam seminggu mempertimbangkan pula jenis aktivitas yang dilakukan, di mana aktivitas diberi pembobotan, masing-masing untuk aktivitas berat empat kali, aktivitas sedang dua kali terhadap aktivitas ringan atau jalan santai (Bowolaksono, 2013). 2.3.7 Hubungan Aktivitas Fisik dengan Keseimbangan Dinamis Keseimbangan dinamis melibatkan berbagai gerakan di setiap segmen tubuh dengan didukung oleh sistem muskuloskeletal, titik gravitasi, garis gravitasi dan bidang tumpu. Perkembangan keseimbangan tubuh dipengaruhi oleh sistem informasi sensoris, respon otototot sensoris yang sinergis (postural muscle response synergies), kekuatan otot (muscle strenght), adaptive system, serta lingkup gerak sendi (Suhartono, 2005). Kemajuan teknologi sangat memudahkan manusia khususnya para remaja dalam mengakses berbagai informasi, berbagai fasilitas seperti jejaring sosial yang marak beredar pada media elektronik.

49

Kemudahan kemudahan yang didapat dalam keseharian memberikan dampak berupa terbatas dan kurangnya aktivitas fisik pada remaja (RISKESDAS, 2013). Remaja saat ini memiliki gaya hidup yang sedikit melibatkan aktivitas fisik sehingga mengalami ketidakoptimalan keseimbangan pada remaja. Aktivitas fisik yang tidak ada (kurangnya aktivitas fisik) merupakan faktor risiko independent suntuk penyakit kronis dan secara keseluruhan diperkirakan menyebabkan kematian secara global (WHO, 2010). Sebagian besar remaja lebih suka makan makanan ringan tinggi kadar lemak dan menghabiskan minimal 30 jam per minggu menonton televisi. Hampir 50% dari orang dewasa muda dan remaja tidak melibatkan diri pada setiap jenis aktivitas fisik setiap hari. Setiap manusia memiliki potensi gerak yang dapat dikembangkan sampai maksimal, tetapi dalam kenyataannya gerak yang tersedia bukanlah gerak maksimal melainkan gerak aktual yang belum tentu dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan manusia dalam beraktivitas. Menurut Kepala Pusat Promosi Kesehatan Kemenkes pada hasil RISKESDAS tahun 2013 juga menunjukkan bahwa gaya hidup bermalasmalasan dan aktivitas fisik yang kurang dapat melemahkan dan menurunkan kemampuan tonus otot. Tonus otot sangat berperan dalam menjaga keseimbangan tubuh manusia. Keseimbangan dinamis yang tidak optimal akan meningkatkan risiko cedera yang akan dialami ketika berjalan atau melakukan aktivitas lain terutama aktivitas yang berat (RISKESDAS, 2013).

50

2.4

Modified Bass Test of Dynamic Balance

2.4.1 Definisi Pengukuran keseimbangan dinamis dengan menggunakan Modified Bass Test of Dynamis Balance merupakan suatu tes yang dilakukan untuk mengukur kemampuan dalam melompat secara akurat dan menjaga keseimbangan selama dan sesudah gerakan (Nakhostin dkk, 2013).

Gambar 2.9 Skema Modified Bass Test Sumber: Nakhostin dkk, 2013

51

2.4.2 Prosedur Pelaksanaan Pengukuran keseimbangan dinamis dengan menggunakan Modified Bass Test of Dynamic Balance dilakukan dengan prosedur pelaksanaan tes sebagai berikut : 1. Peneliti menyiapkan ruang lantai yang memadai, meterline, stopwatch dan spidol atau selotip untuk menandai 2. Prosedur pengukuran yang dijelaskan di sini adalah Modified Bass Test of Dynamic Balance. Program ini dlakukan seperti yang terlihat pada skema Modified Bass Test. Sampel terlebih dahulu diberikan penjelasan sehingga paham tentang tes yang akan dilakukan 3. Posisi awal diam berdiri dengan satu kaki dimana kaki kanan sebagai tumpuan. Sampel kemudian melompat ke tanda nomor 1 dengan kaki kiri dan langsung dalam posisi diam atau statis (tidak bergerak selama 5 detik). Setelah itu sampel melompat ke tanda nomor 2 dengan kaki kanan dan langsung dalam posisi diam atau statis (tidak bergerak selama 5 detik) 4. Dengan cara yang sama, sampel melompat mengikuti tanda yang telah diberi nomor sesuai urutan sampai tanda nomor 10 5. Dari tanda nomor 1-10 pastikan setiap lompatan mendarat dengan satu kaki yang berlawanan. Dimulai dengan mendarat dengan kaki kiri di tanda pertama, selanjutnya kaki kanan di tanda kedua dan seterusnya sampai tanda kesepuluh dengan salah satu kaki bergantian 6. Sampel melompat menginjak tanda, telapak kaki harus menutup setiap tanda sehingga tanda tidak dapat dilihat

52

7. Jika sampel tidak dapat mempertahankan posisi statis, bergerak, goyang atau jatuh pada saat posisi diam statis tidak bergerak selama 5 detik, setelah 5 detik bahkan kurang dari 5 detik, maka dinyatakan terjadi penurunan keseimbangan dinamis atau tidak seimbang. Jika sampel mampu mempertahankan posisi statis selama 5 detik setelah lompatan dan mampu menyelesaikan lompatan sampai tanda nomor 10 maka dinyatakan seimbang (Nakhostin dkk, 2013).

Video

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA