Cara apakah yang ditempuh oleh belanda untuk kembali menguasai wilayah ri

KOMPAS.com - Kedatangan Sekutu dan Belanda ke Indonesia terjadi setelah Sekutu memenangkan Perang Dunia II dan Jepang menyerah tanpa syarat pada Sekutu.

Kedatangan Sekutu dan Belanda

Dikutip dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI (Kemdikbud), Jepang menyerah tanpa syarat pada Sekutu dalam Perang Dunia II pada 15 Agustus 1945.

Artinya sebagai pemenang Perang Dunia II, Sekutu memiliki hak atas kekuasaan Jepang di berbagai wilayah yang pernah dikuasai Jepang.

Terutama wilayah yang sebelumnya jajahan negara-negara yang masuk kelompok Sekutu, termasuk Belanda yang pernah menguasai Indonesia.

Bagaimana kedatangan Sekutu ke Indonesia? Sekutu masuk ke Indonesia diboncengi Netherlands Indies Civil Administration (NICA) yang mewakili pemerintah Belanda.

Mereka masuk melalui beberapa pintu wilayah Indonesia. Terutama daerah yang merupakan pusat pemerintahan pendudukan Jepang seperti Jakarta, Semarang dan Surabaya.

Baca juga: Kondisi Awal Indonesia Merdeka

Latar belakang kedatangan Sekutu dan Belanda

Apa yang melatarbelakangi kedatangan Sekutu dan Belanda? Bagi Sekutu dan Belanda, Indonesia dalam masa kekosongan kekuasaan (vacuum of power).

Setelah Perang Dunia II, terjadi perundingan Belanda dan Inggris di London, Inggris yang menghasilkan Civil Affairs Agreement.

Isi Civil Affairs Agreement adalah tentang pengaturan penyerahan kembali Indonesia dari pihak Inggris kepada Belanda.

Khususnya yang menyangkut daerah Sumatera sebagai daerah yang berada di bawah pengawasan South East Asia Command (SEAC).

Baca juga: Latar Belakang Peristiwa Rengasdengklok

Cara apakah yang ditempuh oleh belanda untuk kembali menguasai wilayah ri
Wikiwand Pasukan NICA 1947.

Mengapa Sekutu dan Belanda datang ke Indonesia? Alasan Sekutu dan Belanda datang ke Indonesia karena:

  1. Belanda, yang masuk kelompok Sekutu, ingin kembali menjajah Indonesia
  2. Sebagai pemenang Perang Dunia II Sekutu bertanggung jawab atas wilayah-wilayah jajahan Jepang termasuk Indonesia

Belanda merasa bisa kembali berkuasa atas Indonesia seperti sebelum direbut Jepang. Artinya, Belanda ingin menjajah kembali Indonesia.

Bagi Sekutu, setelah selesai Perang Dunia II, maka wilayah-wilayah bekas jajahan Jepang adalah tanggung jawab Sekutu.

Sekutu memiliki tanggung jawab, yaitu:

  1. Pelucutan senjata tentara Jepang
  2. Melakukan normalisasi kondisi bekas jajahan Jepang
  3. Memulangkan tentara Jepang

Faktanya, rakyat Indonesia telah menyatakan proklamasi kemerdekaan negara Republik Indonesia pada 17 Agustus 1945.

Proklamasi dilakukan oleh Soekarno dan Moh Hatta atas nama rakyat Indonesia di Jl. Pegangsaan Timur No. 56 Jakarta.

Kondisi ini bertolak belakang dengan sudut pandang Belanda dan Sekutu. Terlebih Jepang, sebagai pihak yang kalah perang, diminta Sekutu agar tetap menjaga Indonesia dalam keadaan status quo.

Akibatnya terjadi pertentangan (konflik) antara Indonesia dengan Sekutu dan Belanda.

Rakyat Indonesia harus berhadapan dengan tiga pihak yaitu Jepang, tentara Inggris atas nama Sekutu dan NICA yang mewakili Belanda dengan membonceng Sekutu.

Cara apakah yang ditempuh oleh belanda untuk kembali menguasai wilayah ri

Cara apakah yang ditempuh oleh belanda untuk kembali menguasai wilayah ri

Cara apakah yang ditempuh oleh belanda untuk kembali menguasai wilayah ri

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Skip to content

Selepas Proklamasi Kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia belum sepenuhnya diakui dunia. Jalur diplomasi menjadi jalan yang dipilih untuk menggalang pengakuan dunia di tengah ancaman militer Belanda yang berencana merebut kembali Indonesia dengan memanfaatkan Sekutu sebagai pemenang Perang Dunia II.

Cara apakah yang ditempuh oleh belanda untuk kembali menguasai wilayah ri

IPPHOS Konferensi Meja Bundar (KMB) tanggal 23 Agustus 1949 antara lain memutuskan, sebagai imbalan penyerahan kedaulatan kepada Indonesia, pihak Belanda mendapat bayaran sejumlah Rp 4,5 miliar gulden dari pihak Indonesia. Lewat tulisannya di de [...]

This entry was posted in Paparan Topik and tagged Agresi Militer Belanda, Agresi Militer I, agresi militer II, Ahmad Soebardjo, BFO, Den Haag, Hari Kemerdekaan, Kabinet Hatta, Kabinet Sjahrir, kementerian luar negeri, Kemerdekaan RI, KII, KMB, KNIP, Konferensi Inter Indonesia, Konferensi Meja Bundar, KTN, Linggarjati, mempertahankan kemerdekaan, Mohammad Hatta, Negara Kesatuan Republik Indonesia, NKRI, PBB, Perjanjian Renville, Persetujuan Linggarjati, Perundingan Linggarjati, Perundingan Renville, proklamasi, Republik Indonesia Serikat, Roem-Royen, Schermerhorn, Sejarah Diplomasi, sekutu, Sutan Sjahrir, Van Mook.

error: Content is protected !!

Cara apakah yang ditempuh oleh belanda untuk kembali menguasai wilayah ri
Agresi Militer Belanda I
Operatie ProductBagian dari Revolusi Nasional Indonesia
Iring-iringan truk infanteri Belanda saat Operasi Produk, Aksi Polisionil Belanda yang pertama.
Tanggal21 Juli - 5 Agustus 1947
LokasiJawa, Sumatra
Hasil Pengambilalihan pusat ekonomi Sumatra dan pelabuhan Jawa oleh Belanda
Pihak terlibat
Cara apakah yang ditempuh oleh belanda untuk kembali menguasai wilayah ri
Republik Indonesia
Cara apakah yang ditempuh oleh belanda untuk kembali menguasai wilayah ri
Kerajaan BelandaTokoh dan pemimpin

Cara apakah yang ditempuh oleh belanda untuk kembali menguasai wilayah ri
Soedirman

Cara apakah yang ditempuh oleh belanda untuk kembali menguasai wilayah ri
Oerip Soemohardjo

Cara apakah yang ditempuh oleh belanda untuk kembali menguasai wilayah ri
Simon Hendrik Spoor

Cara apakah yang ditempuh oleh belanda untuk kembali menguasai wilayah ri
Alvin Spoor

Cara apakah yang ditempuh oleh belanda untuk kembali menguasai wilayah ri
Hubertus van MookKekuatan sekitar 500.000 200,000

"Operatie Product" (bahasa Indonesia: Operasi Produk) atau yang dikenal di Indonesia dengan nama Agresi Militer Belanda I adalah operasi militer Belanda di Jawa dan Sumatra terhadap Republik Indonesia yang dilaksanakan dari 21 Juli 1947 sampai 5 Agustus 1947. Operasi Produk merupakan istilah yang dibuat oleh Letnan Gubernur Jenderal Johannes van Mook yang menegaskan bahwa hasil Perundingan Linggarjati pada tanggal 25 Maret 1947 tidak berlaku lagi.[1] Operasi militer ini merupakan bagian dari Aksi Polisionil yang diberlakukan Belanda dalam rangka mempertahankan penafsiran Belanda atas Perundingan Linggarjati. Dari sudut pandang Republik Indonesia, operasi ini dianggap merupakan pelanggaran dari hasil Perundingan Linggarjati.

Latar Belakang Kejadian

Kemenangan Jepang dalam Perang Asia Timur Raya menyebabkan Belanda harus meninggalkan Indonesia pada tahun 1942. Setelah itu, Indonesia dijajah oleh Jepang hingga pada tanggal 17 Agustus 1945 Indonesia menyatakan Kemerdekaannya. Pada tanggal 23 Agustus 1945, [pasukan Sekutu] dan [NICA] mendarat di Sabang, Aceh. Mereka tiba di Jakarta pada 15 September 1945. Selain membantu Sekutu untuk melucuti tentara Jepang yang tersisa, NICA di bawah pimpinan van Mook atas perintah Kerajaan Belanda membawa kepentingan lain, yaitu menjalankan pidato Ratu Wilhelmina terkait konsepsi kenegaraan di Indonesia.Pidato pada tanggal 6 Desember 1942 melalui siaran radio menyebutkan bahwa di kemudian hari akan dibentuk sebuah persemakmuran antara Kerajaan Belanda dan Hindia (Indonesia) di bawah naungan Kerajaan Belanda.

Perjanjian resmi pertama yang dilakukan Belanda dan Indonesia setelah kemerdekaan adalah Perundingan Linggarjati. Van Mook bertindak langsung sebagai wakil Belanda, sedangkan Indonesia mengutus Soetan Sjahrir, Mohammad Roem, Susanto Tirtoprojo, dan A.K. Gani. Inggris sebagai pihak penengah diwakili oleh Lord Killearn. Namun, realisasi di lapangan tidak sepenuhnya berjalan mulus hingga Pada tanggal 15 Juli 1947, van Mook mengeluarkan ultimatum supaya RI menarik mundur pasukan sejauh 10 km dari garis demarkasi. Pimpinan RI menolak permintaan Belanda tersebut. Pada tanggal 20 Juli 1947, Van Mook menyatakan melalui siaran radio bahwa Belanda tidak terikat lagi pada hasil Perundingan Linggarjati. Kurang dari 24 jam setelah itu, Agresi Militer Belanda I pun dimulai.

Tujuan utama agresi Belanda adalah merebut daerah-daerah perkebunan yang kaya dan daerah yang memiliki sumber daya alam, terutama minyak. Namun sebagai kedok untuk dunia internasional, Belanda menamakan agresi militer ini sebagai Aksi Polisionil, dan menyatakan tindakan ini sebagai urusan dalam negeri. Pada saat itu jumlah tentara Belanda telah mencapai lebih dari 100.000 orang, dengan persenjataan yang modern, termasuk persenjataan berat yang dihibahkan oleh tentara Inggris dan tentara Australia.

Dimulainya operasi militer

Konferensi pers pada malam 20 Juli di istana, di mana Gubernur Jenderal Ilham Ard mengumumkan pada wartawan tentang dimulainya Aksi Polisionil Belanda pertama . Serangan di beberapa daerah, seperti di Jawa Timur, bahkan telah dilancarkan tentara Belanda sejak tanggal 21 Juli malam, sehingga dalam bukunya, J. A. Moor menulis agresi militer Belanda I dimulai tanggal 20 Juli 1947. Belanda berhasil menerobos ke daerah-daerah yang dikuasai oleh Republik Indonesia di Sumatra, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Fokus serangan tentara Belanda di tiga tempat, yaitu Sumatra Timur, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Di Sumatra Timur, sasaran mereka adalah daerah perkebunan tembakau, di Jawa Tengah mereka menguasai seluruh pantai utara, dan di Jawa Timur, sasaran utamanya adalah wilayah yang terdapat perkebunan tebu dan pabrik-pabrik gula.

Pada agresi militer pertama ini, Belanda juga mengerahkan kedua pasukan khusus, yaitu Korps Speciale Troepen (KST) di bawah Westerling yang kini berpangkat Kapten, dan Pasukan Para I (1e para compagnie) di bawah Kapten C. Sisselaar. Pasukan KST (pengembangan dari DST) yang sejak kembali dari Pembantaian Westerling di Sulawesi Selatan belum pernah beraksi lagi, kini ditugaskan tidak hanya di Jawa, melainkan dikirim juga ke Sumatra Barat.

Agresi tentara Belanda berhasil merebut daerah-daerah di wilayah Republik Indonesia yang sangat penting dan kaya seperti kota pelabuhan, perkebunan dan pertambangan.

Pada 29 Juli 1947, pesawat Dakota Republik dengan simbol Palang Merah di badan pesawat yang membawa obat-obatan dari Singapura, sumbangan Palang Merah Malaya ditembak jatuh oleh Belanda dan mengakibatkan tewasnya Komodor Muda Udara Mas Agustinus Adisucipto, Komodor Muda Udara dr. Abdulrahman Saleh dan Perwira Muda Udara I Adisumarno Wiryokusumo.

Campur tangan PBB

Pemerintah Republik Indonesia secara resmi mengadukan agresi militer yang dilakukan oleh Belanda ke PBB, karena agresi militer tersebut dinilai telah melanggar suatu perjanjian Internasional, yaitu Persetujuan Linggarjati. Belanda ternyata tidak memperhitungkan reaksi keras dari dunia internasional, termasuk Inggris, yang tidak lagi menyetujui penyelesaian secara militer. Atas permintaan India dan Australia, pada 31 Juli 1947 masalah agresi militer yang dilancarkan Belanda dimasukkan ke dalam agenda Dewan Keamanan PBB. PBB langsung merespons dengan mengeluarkan resolusi tertanggal 1 Agustus 1947 yang isinya menyerukan agar konflik bersenjata dihentikan. PBB mengakui eksistensi RI dengan menyebut nama “Indonesia”, bukan “Netherlands Indies” atau “Hindia Belanda” dalam setiap keputusan resminya.[1]

Sejak resolusi pertama, yaitu resolusi No. 27 tanggal 1 Augustus 1947, kemudian resolusi No. 30 dan 31 tanggal 25 Agustus 1947, resolusi No. 36 tanggal 1 November 1947, serta resolusi No. 67 tanggal 28 Januari 1949, Dewan Keamanan PBB selalu menyebutkan konflik antara Republik Indonesia dengan Belanda sebagai The Indonesian Question. Atas tekanan Dewan Keamanan PBB, pada tanggal 15 Agustus 1947 Pemerintah Belanda akhirnya menyatakan akan menerima resolusi Dewan Keamanan untuk menghentikan pertempuran.

Pada 17 Agustus 1947 Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Belanda menerima Resolusi Dewan Keamanan untuk melakukan gencatan senjata, dan pada 25 Agustus 1947 Dewan Keamanan membentuk suatu komite yang akan menjadi penengah konflik antara Indonesia dan Belanda. Komite ini awalnya hanyalah sebagai Committee of Good Offices for Indonesia (Komite Jasa Baik Untuk Indonesia), dan lebih dikenal sebagai Komisi Tiga Negara (KTN), karena beranggotakan tiga negara, yaitu Australia yang dipilih oleh Indonesia, Belgia yang dipilih oleh Belanda dan Amerika Serikat sebagai pihak yang netral. Australia diwakili oleh Richard C. Kirby, Belgia diwakili oleh Paul van Zeeland dan Amerika Serikat menunjuk Dr. Frank Graham.

Gencatan senjata akhirnya tercipta, akan tapi hanya untuk sementara. Belanda kembali mengingkari janji dalam perjanjian yang disepakati berikutnya dengan menggencarkan operasi militer yang lebih besar pada 19 Desember 1948. operasi militer tersebut dikenal dengan Agresi Militer Belanda II.[1]

Referensi

  1. ^ a b c "Agresi Militer I: Saat Belanda Mengingkari Perjanjian Linggarjati". Tirto.id. Diakses tanggal 2018-07-29. 

Lihat pula

Cara apakah yang ditempuh oleh belanda untuk kembali menguasai wilayah ri

  • Agresi Militer Belanda II
  • Aksi Polisionil

Diperoleh dari "https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Agresi_Militer_Belanda_I&oldid=21995267"