Bukti audit yang berkompeten itu bukti yang bagaimana?

Penulis:      

  Didik Dwi Purnomo, S.E.

Bahan bukti didefinisikan sebagai informasi yang digunakan auditor untuk menentukan apakah informasi kuantitatif yang sedang diperiksa disajikan sesuai dengan kriteria yang ditetapkan. Kecukupan bukti audit lebih berkaitan dengan kuantitas bukti audit. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecukupan bukti audit adalah:

1.Materialitas. Auditor harus memberikan pendapat pendahuluan atas tingkat materialitas laporan keuangan. Karena tingkat materialitas dan kuantitas bukti audit memiliki hubungan terbalik, maka semakin rendah tingkat materialitas, semakin banyak kuantitas bukti yang diperlukan. Sebaliknya, jika tingkat materialitas tinggi, maka kuantitas bukti yang diperlukan pun akan semakin sedikit.

2.Risiko Audit. Risiko audit dengan jumlah bukti audit yang diperlukan memilki hubungan yang terbalik. Rendahnya resiko audit berarti tingkat kepastian yang diyakini auditor mengenai ketepatan pendapatnya adalah tinggi. Tingginya tingkat kepastian tersebut menuntut auditor untuk menghimpun bukti audit yang lebih banyak.

3.Faktor-faktor Ekonomi. Pelaksanaan audit menghadapi kendala waktu dan biaya ketika menghimpun bukti audit. Auditor memiliki keterbatasan sumber daya yang akan digunakan untuk memperoleh bukti yang diperlukan sebagai acuan dalam memberikan pendapat atas laporan keuangan entitas. Auditor harus memperhitungkan apabila setiap tambahan waktu dan biaya untuk mengumpulkan bukti audit memberikan manfaat terhadap kuantitas dan kualitas bukti yang dikumpulkan.

4.Ukuran dan Karakteristik Populasi. Ukuran populasi dan jumlah sampling bukti audit memiliki hubungan yang searah. Semakin besar populasi, semakin besar jumlah sampel bukti audit yang harus diambil dari populasi. Sebaiknya, semakin kecil ukuran populasi, semakin kecil pula jumlah sampel bukti audit yang diambil dari populasi. Karakteristik populasi berkaitan dengan homogenitas atau variabilitas unsur individu yang menjadi anggota populasi. Auditor memerlukan lebih banyak sampel bukti audit dan informasi yang lebih kuat atau mendukung tentang populasi yang bervariasi anggotanya daripada populasi yang seragam.

Jumlah diukur terutama dengan besar sampel yang dipilih auditor. Dua hal yang paling penting dalam menentukan kecukupan adalah perkiraan auditor atas terjadinya kekeliruan dan efektifitas struktur pengendalian intern.

Kompetensi mengacu kepada derajat dapat dipercayanya suatu bahan bukti, kalau dari bukti dianggap sangat kompeten, akan sangat membantu meyakinkan auditor bahwa laporan keuangan sajikan dengan wajar. Kompetensi bahan bukti hanya terkaitan dengan prosedur audit yang pilih. Kompetensi tidak dapat diperbaiki dengan memperbesar sampel, atau memilih pos yang lain dari populasi. Kompetensi atau reliabilitas bahan bukti yang berupa catatan akuntansi berkaitan erat dengan efektivitas pengendalian internal entitas. Semakin efektif pengendalian internal entitas, semakin kompeten catatan akuntansi yang dihasilkan. Kompetensi bukti audit yang berupa informasi penguat tergantung pada faktor berikut:

1.Relevansi Bukti. Bukti audit yang relevan adalah yang sesuai atau tepat jika digunakan untuk suatu maksud tertentu. Bukti yang relevan lebih kompeten daripada bukti yang tidak relevan.

2.Sumber Informasi Bukti. Sumber informasi sangat berpengaruh terhadap kompetensi bukti audit. Bukti yang diperoleh auditor secara langsung dari pihak luar entitas yang independen merupakan bukti yang paling tepat dipercaya. Bukti semacam ini memberikan tingkat keyakinan atas keandalan yang lebih besar daripada bukti yang diperoleh dari internal entitas.

3.Ketepatan Waktu. Kriteria ketepatan waktu berhubungan dengan tanggal pemakaian bukti audit. Ketepatan waktu sangat penting, terutama dalam melakukan verifikasi atas aktiva lancar, utang lancar, dan akun surplus-defisit terkait karena berkaitan dengan apakah cut off atau pisah batas telah dilakukan secara tepat. Bukti yang diperoleh mendekati tanggal neraca lebih kompeten dibanding bukti yang diperoleh jauh dari tanggal neraca.

4.Objektivitas. Bukti audit yang bersifat objektif lebih dapat dipercaya atau reliabel dan kompeten daripada bukti audit yang bersifat subjektif.

Penulis:      

  Okke Ananta, S.E.

Pajak merupakan iuran wajib atau pungutan yang dibayar oleh wajib pajak kepada pemerintah berdasarkan undang-undang dan hasilnya digunakan untuk membiayai pengeluaran umum pemerintah dengan tanpa balas jasa yang ditunjukan secara langsung. Berdasarkan sistem perpajakan yaitu self assessment system dimana wajib pajak diberi kepercayaan penuh untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan pajaknya sendiri, maka hakekatnya wajib pajak dalam pelaporan pajaknya memungkinkan masih dapat memanipulasi nilai perpajakannya.

Sebagai contoh dalam hal ini terkait sengketa pajak yang terjadi pada laporan keuangan PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) tahun 2008 yang ditetapkan kurang bayar pajak sebesar Rp500 miliar atas adanya koreksi nilai penjualan sebesar Rp1.5 triliun (Rp32.9 triliun menjadi Rp34.5 triliun).

Pengertian pemeriksaan pajak, sengketa pajak, dan bukti audit berkompeten?

Pemeriksaan pajak merupakan serangkaian pemeriksaan yang dilakukan untuk mengkaji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan sesuai dengan PER-07/PJ/2017 “Pedoman Pemeriksaan Lapangan Dalam Rangka Pemeriksaan Untuk Menguji Kepatuhan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan”.

Sengketa pajak merupakan sengketa antara wajib pajak dan pihak fiskus yang mengajukan banding atas timbulnya Surat Ketetapan Pajak. Surat ketetapan pajak adalah surat ketetapan yang meliputi Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN), atau Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB).

Bukti audit berkompeten merupakan bukti yang valid (bukti dapat diandalkan dalam mennyimpulkan fakta) dan relevan (bukti berkaitan dengan pos-pos yang diperiksa sebagaimana direncanakan dalam audit plan dan audit program.

Mengapa diperlukan hasil bukti audit yang kompeten dalam pemeriksaan pajak?

Direktur Jenderal Pajak dalam melakukan koreksi fiskal dan menerbitkan ketetapan pajak didasarkan dengan bukti yang kompeten dan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan sesuai dengan standar pemeriksaan yang tertuang dalam PER-23/PJ/2013. Tingkat validitas bukti yang kompeten dipengaruhi 3 (tiga) hal, yaitu:

    ·Independensi dan kualifikasi sumber diperolehnya bukti;

    ·Kondisi bukti diperoleh;

    ·Cara bukti diperoleh.

Pembuktian tersebut diperlukan bagi fiskus dalam menanggapi pengaduan banding wajib pajak di badan peradilan pajak atas diterbitkannya Surat Keputusan Keberatan oleh Direktur Jenderal Pajak dalam permohonan keberatan wajib pajak terkait Surat Ketetapan Pajak.

Bagaimana mendapatkan bukti audit yang berkompeten sebagai alat bukti dalam persidangan pengadilan?

Untuk memperoleh bukti audit yang berkompeten, Direktur Jenderal Pajak harus mengacu pada hard competency dan soft competency. Pada kategori hard competency, fiskus harus berkompetensi dalam bidang perpajakan, penerapan prinsip akuntansi, dan pemeriksaan serta memiliki pengetahuan umum tentang lingkungan dan proses bisnis wajib pajak. Sedangkan pada kategori soft competency, fiskus harus mempunyai keterampilan berkomunikasi secara jelas dan efektif, baik secara lisan maupun tulisan dan mampu menggunakan keterampilannya secara professional, cermat, seksama, obyektif, independen, serta selalu menjaga integritas.

Menurut Konrath (2002) bentuk bukti audit terbagi menjadi 6 (enam) yaitu:

    ·Bukti fisik à surat atau tulisan, keterangan ahli, keterangan para saksi, pengakuan para pihak, dan pengetahuan hakim;

    ·Bukti yang diperoleh dari hasil konfirmasi;

    ·Bukti dokumen;

    ·Bukti perhitungan matematis;

    ·Bukti analisa, dan

    ·Bukti wawancara.

Bagaimana cara pelaksanaan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan?

Sesuai dengan peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor Per-23/PJ/2013 tentang Standar Pemeriksaan bagian ketiga pasal 4 menjelaskan sebagai berikut:

    1.Pelaksanaan pemeriksaan harus menyiapkan pengumpulan dan mempelajari data wajib pajak, pemeriksaan audit plan, pemeriksaan audit program, serta mendapat pengawasan yang seksama;

    2.Pemeriksaan dilaksanakan dengan melakukan pengujian berdasarkan metode pemeriksaan dan teknik pemeriksaan sesuai dengan audit program yang telah disusun;

    3.Temuan hasil pemeriksaan harus didasarkan pada bukti kompeten yang cukup dan berdasarkan ketentuan perundang-undangan perpajakan;

    4.Pemeriksaan dilakukan oleh suatu tim pemeriksa pajak yang terdiri dari seorang supervisor, seorang ketua tim, dan seorang atau lebih anggota tim, dan dalam keadaan tertentu ketua tim dapat merangkap sebagai anggota tim;

    5.Tim pemeriksa pajak dapat dibantu oleh seorang atau lebih yang memiliki keahlian tertentu, baik yang berasal dari Direktorat Jenderal Pajak maupun yang berasal dari instansi luar yang telah ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak sebagai tenaga ahli, seperti penerjemah Bahasa, ahli di bidang teknologi informasi, dan pengacara;

    6.Apabila diperlukan, pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dapat dilakukan secara bersama-sama dengan tim pemeriksa dari instansi lain;

    7.Pemeriksaan dapat dilakukan di kantor Direktorat Jenderal Pajak, tempat tinggal atau tempat kedudukan wajib pajak, tempat kegiatan usaha atau pekerjaan bebas wajib pajak, dan/atau tempat lain yang dianggap perlu diperiksa oleh pemeriksa pajak;

    8.Pemeriksaan dilaksanakan pada jam kerja dan apabila apabila diperlukan dapat dilanjutkan diluar jam kerja;

    9.Pelaksanaan pemeriksaan didokumentasikan dalam bentuk KKP (Kertas Kerja Permanen).

Fiskus dalam melakukan koreksi atas kewajiban perpajakan atau SPT wajib pajak harus didasarkan pada bukti audit yang kompeten. Untuk dapat menghasilkan bukti audit yang kompeten, diperlukan kompetensi fiskus yang memadai baik hard competency dan soft competency. Fiskus yang kompeten akan dapat melakukan pelaksanaan pemeriksaan secara obyektif dan professional sesuai dengan standar yang berlaku. Bukti audit yang kompeten selain menjadi dasar koreksi yang akurat, akan berguna sebagai alat bukti dalam sengketa pajak.

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA