Berilah penilaian terhadap PENERAPAN hygiene dan sanitasi makanan berdasarkan ruang lingkupnya

Apa yang dimaksud dengan hygiene? Pengertian Hygiene adalah suatu upaya atau tindakan untuk menjaga/ meningkatkan kebersihan dan kesehatan dengan melakukan pemeliharaan dini terhadap semua individu dan faktor lingkungan yang mempengaruhinya. Tujuannya adalah agar setiap individu tidak terkena kuman penyebab penyakit (Depkes RI, 1994).

Perbedaan Hygiene dan Sanitation

Pada dasarnya hygiene dan sanitation merupakan dua hal yang tidak bisa dipisahkan satu dengan yang lainnya. Namun, keduanya memiliki perbedaan, yaitu:

1. Hygiene adalah kegiatan menjaga kesehatan dari penyakit yang menitik beratkan kepada “objek” itu sendiri (manusia). Kegiatannya misalnya mencuci tangan, memasak air/makanan, proses pengolahan produk, dan lain-lain.

2. Sanitation adalah kegiatan menjaga kesehatan dari penyakit yang menitik beratkan kepada ‘lingkungan” yang ada di sekitar objek (manusia). Kegiatannya misalnya menjaga kebersihan ruangan, sirkulasi udara ruangan, pengelolaan sampah, penanganan vektor penyakit, dan lain-lain.

Jadi, pengertian hygiene atau higienis adalah upaya pencegahan/ preventif untuk menjaga kesehatan manusia yang kegiatannya fokus pada usaha kesehatan individu. Sedangkan pengertian sanitation adalah upaya pencegahan/ preventif untuk menjaga kesehatan yang kegiatannya fokus pada lingkungan manusia.

Baca juga: Pengertian Sanitasi

Pengertian Hygiene Menurut Para Ahli

Agar lebih memahami apa arti hygiene, maka kita bisa merujuk kepada pendapat beberapa ahli. Berikut ini adalah arti kata hygiene menurut para ahli:

1. Brownell

Menurut Brownell pengertian hygiene adalah cara manusia untuk menjaga dan memelihara kesehatannya.

2. Gosh

Menurut Gosh arti hygiene adalah suatu ilmu di bidang kesehatan yang meliputi semua faktor yang mendorong terwujudnya kehidupan yang sehat, baik individu maupun masyarakat.

3. Prescott

Menurut Prescott pengertian hygiene dibagi ke dalam dua aspek, yaitu menyangkut individu (Personal Hygiene) dan menyangkut lingkungan (Environment).

4. Shadily

Menurut Shadily, hygiene adalah suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang kesehatan. Hygiene erat hubungannya dengan perorangan, makanan dan minuman karena merupakan syarat untuk mencapai derajat kesehatan.

4. DEPKES RI

Menurut Depkes RI (tahun 2004) pengertian Hygiene adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi kebersihan individu, misalnya mencuci tangan untuk kebersihan tangan, mencuci piring untuk melindungi kebersihan piring, membuang bagian makanan yang rusak untuk melindungi keutuhan makanan secara keseluruhan. Sedang dalam Depkes RI (1994) hygiene lebih kepada upaya penyehatan diri.

5. UU No. 2 Tahun 1996

Menurut UU No. 2 Tahun 1996 pengertian hygiene adalah semua usaha untuk memelihara, melindungi, dan meningkatkan derajat kesehatan badan, jiwa, baik untuk umum maupun perorangan yang bertujuan memberikan dasar-dasar kelanjutan hidup yang sehat, serta meningkatkan kesehatan dalam perikemanusiaan.

Baca juga: Pengertian Kebugaran Jasmani

Ruang Lingkung Hygiene

Mengacu pada arti hygiene yang dijelaskan di atas, berikut ini adalah beberapa hal yang masuk ke dalam ruang lingkup hygiene,

  1. Personal Hygiene atau kebersihan perorangan adalah suatu usaha untuk memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis.
  2. Hygiene Makanan dan Minuman adalah suatu usaha untuk menjaga dan memelihara kebersihan makanan dan minuman yang dikonsumsi oleh manusia.

Manfaat Hygiene

Seperti yang telah dijelaskan pada pengertian Hygiene di atas, berikut ini adalah beberapa manfaat hygiene secara umum:

  • Memastikan tempat beraktivitas bersih
  • Melindungi setiap individu dari faktor lingkungan yang dapat merusak kesehatan fisik dan mental
  • Tindakan pencegahan terhadap penyakit menular.
  • Tindakan pencegahan terhadap kecelakaan kerja.

Contoh Tindakan Hygiene

Tindakan hygiene dan sanitation seharusnya dimulai dari diri sendiri. Kebiasaan yang baik menjaga kebersihan dan kesehatan akan berdampak besar bagi lingkungan kita. Jadi, dalam hal ini personal hygiene punya peranan yang sangat penting.

1. Contoh Hygiene

Berikut ini adalah contoh tindakan personal hygiene:

  • Mencuci tangan hingga bersih setiap kali akan makan.
  • Mandi dan menggosok gigi secara teratur untuk menjaga kebersihan tubuh.
  • Menjaga kebersihan bahan makanan dan juga makanan yang telah diolah.
  • Menjaga kebersihan semua peralatan memasak dan wadah makanan.

Baca juga: Pengertian Limbah

Demikianlah penjelasan singkat mengenai pengertian hygiene dan sanitation, ruang lingkup hygiene, serta contoh tindakannya. Semoga artikel ini bermanfaat dan menambah wawasan kamu.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Penilaian Fisik, Hygiene, Sanitasi dan Pengelolaan Lingkungan Tabel 5 menunjukkan hasil penilaian fisik,hygiene,sanitasi dan pengelolaan lingkungan pada kedua tempat pembuat A besengek tempe koro benguk di desa Bumirejo. Tabel 5. Hasil Penilaian Fisik, Hygiene, Sanitasi dan Pengelolaan Lingkungan No Bagian Skor Fisik, Hygiene,Sanitasi dan Pengelolaan Lingkungan Standart Skor Kelayakan Pembuat A Pembuat B A. Fisik, Hygiene dan Sanitasi 1. Lokasi, Bangunan dan 0,4 2,10 6 Fasilitas 2. Pencahayaan 0,4 0,2 1 (100 lux) 3. Penghawaan 0,25 0,5 1 4. Air Bersih 8 6,4 8 5. Air Kotor 0,5 0,5 1 6. Fasilitas Cuci Tangan 0,6 1,2 3 7. Pembuangan Sampah 0,4 0,4 2 8. Ruang Pengolahan 1 1,5 2 9. Karyawan 5,4 5,4 11 10. Bahan Baku Makanan 4 5 5 11. Perlindungan Makanan 1 1 9 12. Peralatan Makan dan Masak 5,5 6 14 Presentase Skor 42 % 44% B. Pengelolaan Lingkungan 13. Air Bersih 245 295 400 14. Pemeliharan dan 40 40 400 Perawatan Gedung 15. Sampah dan Air Limbah 50 50 800 Presentase Skor 20 % 25% Jumlah Skor 42% +20% = 62% 44%+ 25%= 69% >70% 40

Berdasarkan tabel 5 hasil penilaian fisik, hygiene, sanitasi dan pengelolaan lingkungan tempat pembuat besengek tempe koro benguk di Desa Bumirejo, diperoleh rerata sebesar 63%. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 715/MENKES/SK/V/2003 pembuat A dan B tergolong kepada jasa boga A2, dengan persyaratan minimal skor penilaian untuk fisik, hygiene, sanitasi dan penggolahan lingkungan adalah 70%. Kedua pembuat besengek tempe koro benguk yang memenuhi standart minimal hanya pembuat B yaitu 70%. 2. Hasil Pengukuran Mutu Produk Besengek Tempe Koro Benguk a. Kualitas Fisik Pengujian kualitas fisik telah dilakukan di Kampus Universitas Negeri Yogyakarta. 1). Organoleptik biji benguk Tabel 5. menunjukkan tentang kualitas biji benguk berdasarkan kuantitas jumlah biji benguk yang rusak dan utuh pada sample biji yang diambil pada kedua pembuat besengek tempe koro benguk, kontaminan yang mungkin ditemukan. Proses pengujian dilakukan oleh lima orang panelis yang terdiri dari mahasiswa. 41

Tabel 6. Kualitas organoleptik biji benguk No Kualitas biji benguk Persentase % Pembuat A Pembuat B 1. Biji benguk yang rusak 34% 22,2% berwarna hitam, tidak utuh 2. Biji benguk yang utuh berwarna putih, utuh 66% 77,8% 3. Kontaminan yang Serangga ditemukan Jamur, rumput kering Rata-rata biji benguk yang rusak 14,5 % Rata-rata biji benguk yang utuh 71,9% Kualitas Kurang Baik Cukup Baik Tabel 6 dapat diketahui bahwa kualitas organoleptik dari bahan baku rata-rata 71,9% baik. Kualitas biji benguk dari pembuat A lebih rendah dengan nilai presentase 66%, dan adanya kontaminan berupa serangga sehingga dikatakan kualitasnya buruk karena dibawah angka 70%. Menurut Buckle (1987: 344). Biji yang disimpan berangsur-angsur nampak suram dan berbau apek. Biji yang terserang mengandung potongan-potongan serangga dan biji-bijian, kotoran binatang mengerat atau binatang sendiri itu mungkin tampak. Pembuat B memiliki nilai kualitas organoleptik biji benguk yang paling tinggi dengan nilai presentase 77,8% dengan kontaminan berupa jamur dan rumput kering. Menurut Buckle (1987: 344). Kapang merupakan penyebab kerusakan yang besar dalam penyimpanan biji-bijian dan merupakan perusak nomor dua 42

sesudah serangga. Kadar air dalam biji yang disimpan selalu jauh dibawah kadar yang diperlukan untuk pertumbuhan bakteri. Kapang yang sering terdapat pada biji yang disimpan adalah dari genus Aspergillus dan Penicillium. Masalah yang ditimbulkan oleh pertumbuhan mikroorganisme dalam biji yang disimpan antara lain: perubahan warna biji seluruhnya, bau dan cita rasa yang kurang baik, terjadinya metabolit beracun khususnya pembentukan aflatoksin. Berkurangnya nilai gizi, kualitas organoleptik pembuat B tergolong cukup baik karena diatas 70%, meskipun ada cemaran berupa jamur 2). Organoleptik Tempe Koro Benguk Tabel 7 menunjukkan hasil uji organoleptik berupa warna, rasa, bau dan tekstur pada tempe koro benguk di dua pembuat besengek tempe koro benguk berdasarkan penginderaan dari lima panelis, terdiri atas mahasiswa dengan indera yang normal dan dalam keadaan sehat. 43

Tabel 7. Kualitas Organoleptik Tempe Koro Benguk No. Karakteristik Pembuat A Pembuat B 1. Warna Putih keabu-abuan Putih keabu-abuan 2. Rasa Gurih khas tempe Rasa sedikit benguk asam/tengik 4. Bau Bau khas tempe Bau khas tempe benguk benguk, namun sedikit asam 5. Tekstur Homogen dan Homogen dan kompak Kompak namun sedikit lunak dan berair. Kualitas Baik Buruk Kualitas organoleptik berdasarkan tabel 6 menunjukkan bahwa kualitas paling baik dan sesuai dengan kualitas tempe benguk pada umumnya adalah pada Pembuat A. Menurut Corputty (1997: 109) Kualitas tekstur tempe Bersih, padat dan terlihat bijinya yang utuh, hampir penuh sehingga agak keras, dan seluruh permukaan ditumbuhi jamur tempe. Bau rasa dan warna menurut (SNI 01-3144 2009) sesuai/khas dengan tempe pada umumnya. Kualitas organoleptik paling rendah adalah pada Pembuat B karena rasa tempe benguk dan baunya yang sedikit asam. 3). Organoleptik Besengek Tempe Koro Benguk Tabel 8 menunjukkan kualitas organoleptik berupa warna, rasa, bau dan tekstur dari besengek tempe koro benguk pada dua pembuat. Pengujian organoleptik dilakukan oleh lima orang panelis, terdiri dari mahasiswa dengan indera yang normal dan dalam keadaan sehat. 44

Tabel 8. Kualitas Organoleptik Besengek Tempe Koro Benguk No. Karakteristik Pembuat A Pembuat B 1. Warna Putih keabu-abuan Putih keabu-abuan 2. Rasa Gurih khas Rasa gurih khas besengek tempe besengek tempe 4. Bau Bau khas besengek tempe Bau khas besengek tempe 5. Tekstur Homogen, lunak Homogen dan dan kompak Kompak Kualitas Baik Baik Berdasarkan tabel 8 diketahui bahwa Pembuat A dan Pembuat B memiliki kualitas organoleptik besengek tempe koro benguk yang sama dan sesuai dengan kualitas besengek koro benguk pada umumnya. Menurut Pujimulyani, (2009: 9), kualitas organoleptik dari mempunyai rasa gurih. Kenampakan sengek hitam keputihputihan yaitu banyak mengandung santan kanil. 4). Air Bersih bersumber dari air sumur. Tabel 9 menunjukkan tentang kualitas fisik dari air sumur pembuat A dan pembuat B. Pengujian fisik meliputi warna, rasa dan bau dan dilakukan dengan cara menggunakan penginderaan. Tempat pengujian dilakukan di laboratorium riset Universitas Negeri Yogyakarta, pengujinya adalah penulis sendiri. 45

Tabel 9. Kualitas fisik air bersih No. Karakteristik Pembuat A Pembuat B 1. Rasa Tidak berasa Tidak berasa 2. Bau Tidak berbau Tidak berbau Kualitas Sesuai standar Sesuai standart Berdasarkan tabel 9 menunjukkan bahwa pembuat A dan pembuat B kualitas air bersih yang berasal dari sumur keduanya sama dan sesuai dengan standart PERMENKES No :492/MENKES/PER/IX/2010, yakni rasa tidak berasa dan bau tidak berbau. b. Kualitas Kimia Kualitas kimia terdiri atas pengukuran ph pada biji benguk, tempe koro benguk, besengek tempe koro benguk dan air bersih. Pengujian bahan tambahan pangan berupa Mono Natrium Glutamat berdasarkan Cahyadi (2012: 110) garam mononatrium/sodium glutamat (MSG), Garam dapur (NaCl), Ragi dan Abu gosok (Karbon). Pengukuran ph dilakukan dengan menggunakan ph stik. Tempat pengukuran ph dilakukan di Laboratorium Riset Universitas Negeri Yogyakarta. Pengukuran bahan tambahan pangan mengunakan timbangan analitik. Tempat pengukuran dilakukan pada tempat pembuat A dan pembuat Pereng. Tabel 9 46

menunjukkan hasil uji ph dan hasil uji bahan tambahan pangan pada dua pembuat. Tabel 10. Hasil Pengukuran ph dan Bahan Tambahan Pangan Bahan Pembuat A Pembuat B ph BTP (g) Jmlh Keterang an p H B TP Air Sumur 8 - - 8 - Biji Benguk 6 - - 6 - Tempe 7 - - 6 - Besengek 7 - - 7 - Monosodium glutamat Garam Dapur (NaCl + ) 30-90 ppm - 8 BPOM RI. MD. 27811200 1008-268 SNI. : 01-3556- 1994 Jml h Keteran gan - 12 BPOM RI. MD. 278112 001008-34 3 SNI. : 01-3556- 1994 Abu Dapur - 111 Bekas pembakar an Ragi 2 Lemb ar Laru Hibiscus tiliaceus - 50 0 1/8 Lem bar Bekas pembak aran Laru Musica parasid iana Berdasarkan tabel 10 diatas ph air bersih pada pembuat A dan pembuat pereng sesuai dengan standart PERMENKES No :492/MENKES/PER/IX/2010, yaitu 6-9. ph biji benguk pada pembuat A dan pembuat B adalah 6. Menurut Desrosier (2008: 325) kebanyakan bahan pangan segar alami bersifat asam rentang 47

ph untuk sayuran adalah 4,6 6,5. Kadar HCN biji koro benguk 0,34%, Hasil uji ph tempe koro benguk pada pembuat A dan pembuat B tidak sama yakni 6. Hasil ph besengek tempe koro benguk pada pembuat A dan B sama yakni 7. Menurut Puji Mulyani setelah diolah menjadi tempe benguk kadar HCN pada yaitu 0,03%. setelah diolah menjadi besengek tidak terdeteksi, sehingga aman untuk dikonsumsi. Bahan tambahan pangan pada pembuat A lebih sedikit karena bahan baku biji benguk yang diolah 10 kg. Pembuat B bahan baku biji benguk yang diolah 12 kg. Pengunaan Monosodium Glutamat Menurut Permenkes RI NO. 722/Menkes/Per/IX/88 tentang bahan penyedap rasa dan aroma yang diperbolehkan batas maksimum penggunaan Monosodium Glutamat adalah 0-120 mg/ Kg Berat Badan sehingga penggunaan Monosodium Glutamat pada kedua pembuat A dan pembuat B masih sesuai standart, selain itu Monosodium Glutamat memiliki nomor SNI. 01-3556-1994 dan garam dapur (NaCl + ) sudah memiliki ijin BPOM RI.MD. 278112001008. Abu dapur yang digunakan juga berbeda pada pembuat A abu gosok yang digunakan 111 g sedangkan pembuat pereng 500 g. Menurut Haryoto (2010: 26), 1 kg biji benguk membutuhkan sekitar 2,5 liter air yang dibubuhi 10 sendok makan abu dapur. Abu dapur 48

berfungsi membantu menyerap bau langu dan racun, serta mempermudah pengupasan kulit ari. Perebusan berlangsung sekitar 30 menit terhitung sejak air mendidih atau kulit ari biji benguk sudah mudah dilepas. Jumlah dan Jenis laru yang digunakan juga tidak sama yaitu pada pembuat A menggunakan laru dari pohon waru, pada pembuat B menggunakan daun pisang yang bekas digunakan untuk membungkus tempe koro benguk. Menurut Haryoto (2010: 20). Ragi tempe merupakan bahan pembantu utama dalam proses pembuatan tempe, yakni pada saat melakukan peragian. Laru daun disebut usar, warnanya putih dan umumnya melekat pada daun jati atau waru. Laru daun dijual dalam bentuk lembaran. Setiap 1 kg biji benguk membutuhkan sekitar 2 atau 3 lembar daun usar. Penggunaan laru daun untuk peragian tempe ada dua cara. Pertama, daun usar diusap-usapkan pada biji benguk yang telah siap diragi. Kedua bagian daun yang mengandung laru dipotong terlebih dahulu, kemudian potongan tersebut diremas-remas sampai hancur dan dicampurkan kedalam biji benguk. Laru daun ini mudah diperoleh, tetapi tiap daun jumlah larunya tidak sama sehingga takarannya sulit dipastikan c. Kualitas Mikrobiologis Pengujian Mikrobiologis meliputi pengujian Angka Paling Mungkin (APM) bakteri E.coli pada biji koro benguk, tempe koro 49

benguk, besengek tempe koro benguk dan air sumur dengan pengulangan masing-masing 3 kali. Tempat pengujian biologi dilakukan di Balai Laboratorium Kesehatan Yogyakarta. Pengambilan sample biji koro benguk, tempat koro benguk dan besengek tempe koro dengan menggunakan botol bekas selai yang steril. Pengambilan sampel air bersih menggunakan botol khusus berwarna gelap yang steril dan pengambilan secara aseptik. Reaksi positif uji E. coli ditunjukkan dengan terbentuknya gas pada tabung Durham di media LTB setelah diinkubasi pada suhu 34ᴼ C selama 24 jam dan di media Escherichia coli Broth (ECB) setelah diinkubasi pada suhu 44,5ᴼC selama 24 jam. Tabung yang positif dihitung dan disesuaikan dengan indeks APM untuk berbagai kombinasi hasil positif dari 5 seri tabung pada pengenceran dan. Tabel 11 menunjukkan hasil pengujian Angka Paling Mungkin (APM) E.coli pada biji benguk, tempe koro benguk, besengek tempe koro benguk dan air sumur di pembuat A dan pembuat B dari rata-rata tiga pengulangan sampel. 50

Tabel 11. Hasil pengujian Angka Paling Mungkin (APM) E.coli pada biji benguk, tempe koro benguk, besengek tempe koro benguk dan air sumur. No Jenis Sampel E. coli Cfu/ gr Pembuat A Pembuat B 1. Biji Benguk 23 <3 Hasil Tidak sesuai Sesuai standart standart 2. Tempe Koro Benguk 1100 >1100 Tidak sesuai Tidak sesuai standart standart 3. Besengek Tempe <3 <3 Koro Benguk Sesuai standart Sesuai standart 4. Air sumur <1,8 240 3) Biji Benguk Berdasarkan hasil tabel 11, diketahui biji benguk yang digunakan sebagai bahan baku pada pembuat A telah mengandung E.coli sebanyak 23/gr sehingga hasil tersebut tidak sesuai dengan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor HK.00.06.1.52.4011. Hasil pembuat B diketahui biji benguk yang digunakan sebagai bahan baku tidak mengandung E.coli sehingga hasil tersebut sesuai dengan SNI. 51

2). Tempe Koro Benguk Tabel 11 menunjukkan hasil pengujian Angka Paling Mungkin (APM) E.coli pada tempe koro benguk di pembuat A dan pembuat B dari rata-rata tiga pengulangan sampel. Berdasarkan tabel 11 diketahui bahwa hasil pengujian APM E.coli, jenis sampel tempe koro benguk pada pembuat A dan Pembuat B keduanya tidak sesuai dengan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor HK.00.06.1.52.4011 karena melebihi <3/g. 3). Besengek Tempe Koro Benguk Berdasarkan pada tabel 11 diketahui bahwa hasil pengujian angka paling mungkin (APM) E. coli, jenis sampel besengek tempe koro benguk pada kedua pembuat A dan pembuat B hasilnya <3, sehingga sesuai dengan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor HK.00.06.1.52.4011 4). Air Bersih Berdasarkan tabel 11 diatas diketahui bahwa air sumur pada pembuat A hasil pengujian angka paling mungkin E. coli pada pengujian air sumur mengandung <1,8 E. coli / gr, sedangkan pada Pembuat B 240 E. coli / gr. 52

3. Kondisi Klimatis Berikut ini merupakan kondisi klimatis rata-rata pada tempat pengolahan di pembuat A dan pembuat B meliputi suhu, kelembapan dan intensitas cahaya yang diukur menggunakan alat Higrometer dan Luxmeter Tabel 12. Kondisi klimatis rata-rata pada tempat pengolahan di pembuat A dan pembuat B. No. Klimatis Pembuat A Pembuat B Standart 1. Suhu 33-36ᴼC 35-38ᴼC 25ᴼC 2. Kelembapan 84-88% 85-95% 80-90% 3. Intensitas Cahaya 3,6-10,87 lux (Gelap) 1,5-3,4 lux (Gelap) 100 lux Berdasarkan tabel 12 menunjukkan bahwa kondisi klimatis dari kedua tempat tersebut tidak jauh berbeda. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 715/MENKES/SK/V/2003 cahaya minimal 10 fc, suhu 25ᴼC dan kelembapan 80-90% 4. Cara Produksi Pangan yang Baik pada Pembuatan Besengek Tempe Koro Benguk Mengacu Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia No : HK. 00.05.5.1639. a. Penetapan Spesifikasi Bahan Baku. Jenis, jumlah, spesifikasi bahan baku dan bahan penolong untuk memproduksi besengek tempe koro benguk. 53

Tabel 13 menunjukkan jenis, jumlah dan spesifikasi bahan baku pada pembuatan besengek tempe koro benguk. Pada kedua pembuat A dan pembuat B. Tabel 13. Jenis,Jumlah, Spesifikasi Bahan Baku Pada Pembuat A dan Pembuat B No. Bahan Baku dan Bahan Pembuat A Pembuat B Tambahan Pangan Bahan Baku 1. Biji benguk (mucuna 10 kg 12 kg pruriens) 2. Kelapa 15 buah 18 Buah 3. Air Secukupnya Secukupnya Bahan Tambahan Pangan 4. Bawang Merah 31 butir 40 butir 5. Bawang Putih 36 butir 25 butir 6. Sunthi 5 ruas 7 ruas 7. Lengkuas 4 ruas 6 ruas 8. Daun salam 10 lembar 20 lembar 9. Abu gosok 111 500 10. Garam (Na Cl beriodium 30-80 ppm) 268 343 11. Laru 2 lembar 1/8 lembar daun Hibiscus Tileaceus Musca Parasidica 12. Monosodium Glutamat 8 g 12 g 54

b. Penetapan Cara Produksi yang Baku. 1) Skema pembuatan tempe koro benguk Gambar 2 menunjukkan proses pembuatan tempe koro benguk pada kedua Pembuat A dan Pembuat B Biji Benguk Pencucian I Perebusan I Kulit ari Pengupasan dan Penyoritran Benguk kupasan Perajangan Pencucian II Perendaman Perebusan II Pencucian III Penirisan dan pendinginan Peragian Pembongkaran Pembungkusan dan pemeramanan Tempe Benguk Gambar 2. Skema Proses Pembuatan Tempe Benguk 55

Gambar 3 menunjukkan skema proses pembuatan tempe benguk menjadi besengek tempe koro benguk pada pembuat A dan pembuat B Pembongkaran tempe benguk Penataan tempe benguk dalam panci Penataan lengkuas dan daun salam diatas lapisan tempe benguk Perebusan tempe benguk Pembuangan air rebusan Penambahan santan bening Pembuangan air rebusan Penambahan santan kental yang telah dicampur bumbu Perebusan Besengek Tempe Koro Benguk Gambar 3. Proses Pembuatan Besengek Tempe Koro Benguk 56

B. PEMBAHASAN 1. Penilaian Fisik, Hygiene, Sanitasi dan Pengelolaan Lingkungan Lembar penilaian fisik, hygiene, sanitasi dan pengelolaan lingkungan tempat pembuatan besengek tempe koro benguk terdiri dari 12 kriteria penilaian yaitu lokasi bangunan dan fisik, pencahayaan, penghawaan, fasilitas cuci tangan, ruang pengolahan makanan, karyawan, bahan makanan, perlindungan makanan, peralatan makan dan masak, air bersih, pemeliharaan dan perawatan bangunan, sampah dan air limbah. Masing-masing kriteria tersebut terdiri dari butir penilaian dengan spesifikasi bobot nilai. Hasil penelitian fisik, hygiene, sanitasi dan pengelolaan lingkungan pada pembuatan besengek tempe koro benguk di pembuat B lebih baik yakni 69%, lebih baik bila dibandingkan dengan pembuat A yakni sebesar 62%. Keduanya belum sesuai dengan standar keputusan menteri kesehatan yang membatasi minimal 70%. Berdasarkan lembar penilaian perbedaan terletak pada lokasi, bangunan dan fasilitas, fasilitas cuci tangan, air bersih, ruang pengolahan, bahan baku makanan, peralatan makan dan masak. Rincian hasil penilaian fisik, hygiene, sanitasi dan pengolahan lingkungan pembuatan besengek tempe koro benguk dari pembuat A dan pembuat B, adalah sebagai berikut: 57

a. Fisik, Bangunan dan Fasilitas. Kriteria ini memiliki 6 butir penilaian yakni Halaman tempat pembuatan besengek tempe koro benguk, konstruksi bangunan, lantai, dinding, bagian dinding, pintu dan jendela Hasil total penilaian pada butir penilaian ini mendapatkan penilaian 0,4. Hasil total penilaian pada pembuat A lebih besar yakni, 2,1. Rinciannya sebagai berikut: Kondisi Halaman pembuat B halamannya rapi, tidak bersih, kering, berjarak sedikitnya 500 meter dari sarang lalat. Tempat pembuangan sampah, serta tidak tercium bau busuk atau tidak sedap yang berasal dari sumber pencemaran. Kondisi tersebut tidak terdapat pada pembuat A, kondisi halaman pembuat A, sedikit rapi, basah dengan air menggenang karena terbuat dari tanah liat, tercium bau busuk atau tidak sedap dari tempat pemeliharaan sapi. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 715/MENKES/SK/V/2003 halaman tempat pengolahan seharusnya mempunyai papan nama perusahaan dan nomor Izin Usaha serta sertifikat layak hygiene dan sanitasi. Tidak terdapat tumpukan barang-barang yang menjadi sarang tikus. Jasaboga harus jauh minimal 500 meter, sebagai batas terbang lalat rumah. Konstruksi bangunan pembuat A tidak kuat karena merupakan bangunan semi permanent yang terbuat dari kayu, anyaman bambu, tidak aman karena pintunya tidak tertutup sehingga unggas bisa 58

masuk ke dalam ruangan pembuatan besengek tempe koro benguk, lantai yang terbuat dari tanah liat sehingga dimungkinkan muncul serangga dari dalam tanah, tidak terpelihara karena banyak ditemukan sawang, tidak cukup bersih dan tidak bebas dari barangbarang yang tidak berguna atau barang sisa. Kontruksi bangunan dapur pada Pembuat B, memiliki kontruksi bangunan yang sama yaitu semi permanent, sebagian besar terdiri dari anyaman bambu, lantai dari tanah atap genteng, tidak bersih karena banyak ditemukan sarang laba-laba, debu, lalat tetapi keadaannya lebih terpelihara dari pembuat A, bebas dari barang-barang tidak berguna atau barang sisa. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 715/MENKES/SK/V/2003 bangunan untuk jasa boga harus memenuhi persyaratan teknis kontruksi bangunan yang berlaku. Konstruksi selain kuat juga selalu dalam keadaan bersih secara fisik dan bebas dari barang-barang sisa atau bekas yang ditempatkan sembarangan. Kondisi lantai Pembuat A memiliki Lantai tidak rapat air, kering, tidak terpelihara dan tidak mudah dibersihkan karena terbuat dari tanah liat. Pembuat B, Lantainya tidak rapat air, keadaannya lebih terpelihara dari Pembuat A, dan tidak mudah dibersihkan. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik 59

Indonesia No. 715/MENKES/SK/V/2003. Permukaan lantai rapat air, tidak licin dan mudah dibersihkan. Pembuat A Dinding, langit-langit dan perlengkapannya dibuat dengan kurang baik, dan tidak terbebas dari debu terutama debu bekas karbon pembakaran. Pembuat B, Dinding, langit dan perlengkapannya dibuat dengan kurang baik, lebih terpelihara dari Pembuat A namun masih tergolong buruk, dan bebas dari debu dan karbon bekas pembakaran. Bagian dinding yang terkena percikan air. Pada Pembuat A dan Pereng keduanya sama, Bagian dinding yang kena percikan air tidak dilapisi bahan kedap air setinggi 2 (dua) meter Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 715/MENKES/SK/V/2003. Permukaan dinding sebelah dalam halus, kering / tidak menyerap air dan mudah dibersihkan. Permukaan dinding kena percikan air, maka setinggi 2 meter dari lantai dilapisi bahan kedap air yang permukaannya halus, tidak menahan debu dan berwarna terang. Langit-langit bidangnya harus menutup atap bangunan. Permukaan langit-langit tempat makanan dibuat, disimpan, diwadahi dan tempat cuci tangan dibuat dari bahan yang permukaannya rata mudah dibersihkan, tidak menyerap air dan berwarna terang, tinggi langit-langit tidak kurang 2,4 meter diatas lantai. 60

Pembuat A Pintu dan jendela tidak dibuat dengan baik dan kuat melainkan terbuat dari kayu, terdapat 4 pintu 1 pintu mengarah ke arah tempat pemeliharaan sapi, 1 pintu menuju kearah tempat pencucian dan kamar mandi, 1 pintu menuju ke arah tempat penggilingan kelapa dan 1 pintu mengarah ke dalam rumah utama. Pintu tidak dibuat menutup sendiri, membuka ke arah luar.pembuat B, Pintu dan jendela dibuat dengan kurang baik karena hanya terbuat dari kayu yang tipis. Pintu tidak dibuat menutup sendiri, membuka ke arah luar, mudah dibuka sehingga memungkinkan hewan peliharaan masuk ke dalam, tidak dipasang penangkap lalat dan bau-bauan. Pintu dapur yang berhubungan keluar membuka ke arah luar. Pintu di pembuat B memiliki dua pintu, pintu 1 akses masuk dari luar langsung masuk ke dalam ruangan dapur, sementara pintu yang lain menuju ke arah tempat pemeliharaan sapi, dan ayam. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 715/MENKES/SK/V/2003. Pintu- pintu pada bangunan yang dipergunakan untuk memasak harus membuka ke arah luar. Jendela, pintu dan lubang ventilasi dimana makanan diolah dilengkapi dengan kassa yang dipasang dan dibuka. Semua pintu di ruang tempat pengolahan makanan dibuat menutup sendiri atau dilengkapi peralatan anti lalat, seperti kassa, tirai, pintu tangkap dan lain-lain. 61

b. Pencahayaan Pencahayaan pada kedua pembuat A berdasarkan pengukuran intensitas cahaya hanya 3,6-10,87 lux, Pada pembuat B hanya 1,5-3,4 lux sehingga pencahayaan pada tempat pengolahan keduanya masih tergolong gelap. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 715/MENKES/SK/V/2003. Intensitas pencahayaan harus cukup untuk dapat melakukan pemeriksaan dan pembersihan serta melakukan pekerjaan-pekerjaan secara efektif. Di setiap ruangan tempat pengolahan makanan dan tempat mencuci tangan intensitasnya paling sedikitnya 10 fc (100 lux) pada titik 90 cm diatas lantai. Semua pencahayaan tidak boleh menimbulkan silau dan distribusinya sedemikian sehingga sejauh mungkin menghindari bayangan. c. Penghawaan Kondisi penghawaan pada pembuat A, terdiri atas pintu yang luasnya kurang dari 20% dari luas lantai, sedangkan pembuat B lebih baik karena terdiri atas pintu dan jendela yang luasnya minimum 20% dari luas lantai. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 715/MENKES/SK/V/2003. Bangunan atau ruangan tempat pengolahan makanan harus dilengkapi dengan ventilasi yang dapat menjaga keadaan nyaman. Ventilasi harus cukup (± 20% dari luas lantai). 62

d. Fasilitas cuci tangan Fasilitas cuci tangan, pada pembuat A tidak memiliki tempat cuci tangan, cuci tangan dilakukan pada saluran yang sama pada satu sumber air untuk mencuci baju, mencuci peralatan dapur dan mencuci tangan. Fasilitas cuci tangan pada pembuat B, jumlahnya hanya satu, namun mudah dibersihkan, nyaman digunakan, jauh dari dapur pengolahan besengek dan terang. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 715/MENKES/SK/V/2003. Tersedia tempat cuci tangan yang terpisah dengan tempat cuci peralatan maupun bahan makanan yang dilengkapi dengan air kran, saluran pembuangan tertutup, bak penampungan, sabun dan pengering. Jumlah tempat cuci tangan disesuaikan dengan banyaknya karyawan sebagai berikut: 1-10 orang : 1 buah. Tempat cuci tangan didekatkan dengan ruang kerja. e. Ruang pengolahan makanan Kondisi ruang pengolahan makanan pada pembuat A dan Pereng sama tersedia luas lantai yang cukup untuk pekerja pada bangunan yang terpisah dari tempat tidur atau tempat cuci pakaian. Perbedaannya terletak pada keadaan ruangan pada pembuat A tidak bersih dari barang yang tidak berguna, barang tersebut dibiarkan begitu saja pada lantai tempat ruang pengolahan. Pembuat A bebas dari barang tidak berguna dan barang yang tidak disimpan disamping tempat ruang pengolahan makanan tersebut. 63

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 715/MENKES/SK/V/2003. Luas ruang pengolahan makanan harus cukup untuk bekerja pada pekerjaannya dengan mudah dan efisien agar menghindari kemungkinan kontaminasi makanan dan memudahkan pembersihan. Luas lantai dapur sedikitnya 2 (dua) meter persegi untuk dua orang bekerja. Ruang pengolahan tidak boleh berhubungan langsung dengan jamban, peturasan dan kamar mandi. Kegiatan pengolahan dilengkapi sedikitnya meja kerja, lemari/tempat penyimpanan bahan dan makanan jadi yang terlindung dari gangguan tikus dan hewan lainnya. Golongan A2 ruangan harus terpisah dari bangunan untuk tempat tinggal. Tempat memasak harus terpisah secara jelas dengan tempat penyiapan makanan matang. Lemari penyimpanan harus tersedia dingin yang dapat mencapai suhu -5ᴼC dengan kapasitas khusus untuk melayani kegiatan sesuai dengan jenis makanan/ bahan makanan yang digunakan. Pembuangan asap dari dapur harus dilengkapi dengan alat pembuangan asap yang membantu mengeluarkan asap dari dapur sehingga tidak mengotori ruangan. Penyimpanan makanan untuk makanan yang cepat busuk. harus tersedia sedikitnya 1 (Satu) lemari penyimpanan dingin yang khusus dipergunakan untuk keperluan tersebut. Fasilitas ganti pakaian, bangunan harus dilengkapi dengan penyimpanan dan ganti pakaian yang cukup. Fasilitas ganti pakaian tersebut 64

ditempatkan sedemikian rupa sehingga mencegah kontaminasi terhadap makanan. f. Karyawan Kondisi karyawan di Pembuat A Semua karyawan tidak terbebas dari penyakit, seorang pekerja tanganya lecet satu orang memiliki penyakit infeksi saluran pernafasan atas ISPA (TBC) dan satu orang batuk kering. Tangan tidak selalu dicuci, tidak bersih, kuku dibiarkan panjang menghitam, bebas kosmetik dan perilaku yang tidak hygienis. Pakaian kerja tidak dalam keadaan bersih, tidak rapi bahkan salah satu pekerjanya tidak memakai baju, rambut diikat salah satu pekerjanya memakai penutup kepala, tidak bebas perhiasan cincin baik itu emas atau besi. Pembuat B juga sama, perbedaannya karyawannya terbebas dari penyakit.tangan tidak selalu dicuci, tidak bersih, kuku dibiarkan panjang menghitam, bebas kosmetik dan perilaku yang tidak hygienis. Pakaian kerja tidak dalam keadaan bersih, tidak rapi rambut diikat semua pekerjanya tidak memakai penutup kepala, tidak bebas perhiasan cincin baik itu emas atau besi. Karyawan pada kedua pembuat tersebut merupakan asli warga kecamatan lendah yang masih memiliki hubungan kekeluargaan, sebagian tinggal serumah dan sebagian tinggal di dekat tempat pembuatan besengek tempe koro benguk. Menurut data dinas kesehatan kabupaten kulon progo tahun 2015 tentang presentase 65

rumah tangga berperilaku hidup bersih dan sehat (Ber-PHBS) menurut kecamatan dan puskesmas lendah I sejumlah 23,67% dan puskesmas lendah II 51,34%. Keduanya masih dikatakan rendah, hal tersebut sesuai dengan hasil pengamatan di lapangan terkait dengan hygiene karyawan yang masih sangat rendah. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 715/MENKES/SK/V/2003. Memiliki sertifikat hygiene dan sanitasi makanan, berbadan sehat yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter. Tidak mengidap penyakit menular seperti thypus, tbc dan lain-lain atau pembawa kuman (Carrier). Setiap karyawan memiliki buku pemeriksaan kesehatan yang berlaku. Kesehatan karyawan, Karyawan yang bekerja diruang produksi harus memenuhi syarat: dalam keadaan sehat dan karyawan yang sakit dan belum dinyatakan sembuh tidak dapat bekerja di pengolahan pangan, karyawan yang menunjukkan gejala (Sakit kuning, hepatitis A, diare, sakit perut, muntah, demam, sakit tenggorokan, sakit kulit, keluhan telinga/keluar cairan, sakit mata/belekan) tidak diperbolehkan mengolah makanan. Kebersihan karyawan, Karyawan harus selalu menjaga kebersihan badan, menggunakan celemek, penutup kepala, sarung tangan, sepatu kerja, karyawan harus menutup luka sayatan, karyawan harus selalu mencuci tangan dengan sabun sebelum memulai kegiatan, sesudah menangani bahan mentah atau bahan/ alat yang kotor dan sesudah 66

keluar dari toilet/jamban.kebiasaan karyawan, karyawan tidak boleh bekerja sambil mengunyah, makan, minum, meludah, bersih, merokok, batuk kearah pangan tidak boleh menggunakan perhiasan (cincin, gelang, arloji, peniti, kalung).(umniyatie, dkk, 2015 : 57) g. Bahan makanan Bahan baku biji benguk pada pembuat A sumbernya tidak utuh dan sedikit rusak selama penyimpanan. Bahan yang terolah dalam wadah contohnya garam dapur dan Mono Sodium Glutamat kemasan asli, terdaftar, berlabel dan tidak kadaluarsa. Pembuat B sumbernya tidak utuh dan ada yang rusak tetapi kualitasnya lebih baik dari pada pembuat A. Bahan yang terolah dalam wadah contohnya garam dapur dan Mono Sodium Glutamat kemasan asli, terdaftar, berlabel dan tidak kadaluarsa. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 715/MENKES/SK/V/2003. Bahan yang akan diolah terutama daging, susu, telor, udang/ikan dan sayuran harus baik, segar, tidak rusak atau berubah bentuk, warna dan rasa, sebaiknya berasal dari agen resmi yang diawasi. Bahan terolah yang dikemas, bahan tambahan dan bahan penolong memenuhi persyaratan Keputusan Menteri Kesehatan yang berlaku. h. Perlindungan makanan Cara perlindungan makanan pada pembuat A dan pembuat B sama, penanganan makanan yang potensi berbahaya pada 67

pembuatan besengek adalah biji benguk karena mengandung asam glikosianogenik (HCN) dan santan yang berprotein tinggi pada suhu, cara dan waktu yang memadai pada proses pengolahan sesuai dengan standart teknologi pengolahan makanan. Namun tidak saat penyimpanan karena penyimpanan biji untuk jangka waktu lebih dari 1 minggu suhu 33-38ᴼC, kelembapan 84-95% dan persiapan biji benguk, peracikan bawang merah, bawang putih, garam, Mono Sodium Glutamat, abu gosok, laru, ketumbar,sunthi, daun salam dan peracikan pembuatan santan terkaitan dengan hygiene dan sanitasi dari karyawan tidak sesuai. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 715/MENKES/SK/V/2003. Semua cara pengolahan harus dilakukan dengan terlindung dari kontak langsung dengan tubuh. Perlindungan kontak langsung dengan makanan dilakukan dengan sarung tangan atau plastik sekali pakai, penjepit makanan dan sendok garpu. Melindungi pencemaran terhadap makanan digunakan celemek/apron, tutup rambut, sepatu dapur. Perilaku tenaga/karyawan selama bekerja, tidak merokok, tidak memakan atau mengunyah, tidak memakai perhiasan dan fasilitas yang bukan untuk keperluannya. Mencuci tangan sebelum bekerja dan setelah keluar dari kamar kecil. Selalu memakai pakaian kerja dan pelindung dengan benar. Kebiasaan memakai pakaian kerja yang bersih dan tidak dipakai di luar tempat jasa boga. Penyimpanan 68

bahan mentah biji yang digunakan untuk 1 minggu atau lebih dilakukan dalam suhu 25ᴼC. Ketebalan dari bahan padat tidak lebih dari 10 cm. Kelembapan penyimpanan 80-90%. Penyimpanan makanan jadi, terlindung dari debu, bahan kimia berbahaya, serangga dan hewan. Makanan cepat busuk disimpan dalam suhu panas 65,5ᴼC atau lebih atau disimpan dalam suhu dingin 4ᴼC. Cara penyimpanan makanan, tidak menempel pada lantai, dinding atau langit-langit dengan ketentuan sebagai berikut, jarak makanan dengan lantai 15 cm, jarak makanan dengan dinding 5 cm, dan jarak makanan dengan langit-langit 60 cm. Tidak tercampur antara makanan yang siap untuk dimakan dengan bahan makan mentah. i. Peralatan makan dan masak Perlindungan peralatan makan dan masak pada pembuat A yang sesuai dengan SSOP hanya pada penggunaanya saja, pada pembersihan, penyimpanan dan pemeliharaannya kurang. Alat makan dan masak sekali pakai tidak dipakai ulang. Proses pencucian hanya melalui tahap pencucian dan pembilasan. Bahan racun/ pestisida tidak disimpan sendiri tetapi dibiarkan di bawah tempat penyimpanan peralatan makan dan masak. Perlindungan terhadap serangga, tikus, hewan peliharaan dan hewan penggangu lainnya tidak ada, karena ditemukan banyak lalat berterbangan, semut, hewan peliharaan seperti ayam bebas masuk ke dalam ruang pengolahan, bebek, burung, lele dan sapi letak tempat 69

pemeliharaannya kurang dari 5 meter dari tempat pengolahan makanan. Perlindungan peralatan makan dan masak pada pembuat B yang sesuai dengan SSOP pada pemeriharaan dan penggunaannya saja. Namun pada pembersihan dan penyimpanannya kurang. Alat makan dan masak sekali pakai tidak dipakai ulang, proses pencucian hanya dilakukan pada tahap pencucian dan pembilasan. Bahan racun/ pestisida tidak disimpan sendiri tetapi diletakkan di bawah meja kerja dengan keadaan terbuka. Perlindungan terhadap serangga, tikus, hewan peliharaan dan pengganggu lainnya. Karena ditemukan tikus berlarian diatas tempat pengolahan, lalat beterbangan, semut, tempat pemeliharaan sapi dan ayam jaraknya kurang dari 5 meter. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 715/MENKES/SK/V/2003. Peralatan yang kontak dengan makanan permukaannya utuh, lapisan permukaan tidak terlarut dalam asam/basa atau garam-garam yang lazim dijumpai dalam makanan. Bila kontak dengan makanan. Tidak mengeluarkan logam berat beracun yang membahayakan yaitu, timah hitam (Pb), Arsenikum (As), Tembaga (Cu), Seng (Zn), Cadmium (Cd) dan Antimon (Stibium). Wadah yang digunakan harus menutup sempurna, kebersihannya ditentukan dengan angka kuman sebanyak-banyaknya 100/ permukaan dan tidak ada kuman E. coli 70

Berdasarkan Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia No : HK. 00.05.5.1639 hama (Tikus, serangga, dan lain-lain) merupakan pembawa cemaran biologis yang dapat menurunkan mutu dan keamanan pangan. Kegiatan pengendalian hama dilakukan untuk mengurangi kemungkinan masukknya hama ke ruang produksi yang akan mencemari pangan. Cara mencegah masuknya hama dengan cara lubang-lubang selokan yang memungkinkan masuknya hama harus selalu dalam keadaan tertutup. Hewan peliharaan seperti anjing, kucing, dan ayam tidak boleh berkeliaran di pekarangan IRT apalagi di ruang produksi. Bahan pangan tidak boleh tercecer karena dapat mengundang masuknya hama. IRT seharusnya memeriksa lingkungannya dari kemungkinan timbulnya sarang hama. Menurut Umniyatie.,dkk (2015: 54) bangunan atau tempat pengolahan bahan pangan harus bebas dari pencemaran, bebas dari sarang hama, khususnya serangga dan binatang pengerat. Tidak berada disekitar tempat pembuangan sampah baik sampah padat maupun sampah cair. Menurut Umniyatie.,dkk, (2015: 375) cara pembasmian lalat adalah dengan cara kebersihan lingkungan tempat pengolahan makanan harus bebas dari kotoran kuda, burung, manusia, sampah busuk, sampah basah dan tempat-tempat yang mengundang lalat hinggap. Lingkungan yang tidak memberikan suatu bentuk 71

kehidupan larva lalat yaitu keadaan yang kering, udara sejuk dan bersih. Suhu makanan yang tidak dapat digunakan larva untuk hidup, yaitu dengan suhu di atas 46ᴼC. Tempat-tempat aman lingkungan kerja yang bersih sehingga tidak memungkinkan kepompong lalat untuk hidup/hinggap. Pencegahan adanya bau yang dapat merangsang lalat dewasa datang, dengan cara menutup sampah/bagian yang bau dengan penutup plastik, yang langsung dibuang seperti sisa makanan, ikan, kepala udang, dan sebagainya. Menggunakan cahaya berwarna biru, sehingga lalat tidak betah hinggap pada cahaya seperti itu. Tempat/alat yang tidak disenangi lalat untuk beristirahat misalnya dinding vertikal yang bebas dari barang yang bergelantungan. Prosessing makanan terutama ikan, daging dan sayuran harus pada ruangan tertutup (diberi kasa) sehingga tidak dihinggapi oleh lalat. Cara pengendalian tikus pada prinsipnya untuk pengawasan tikus yang paling baik di suatu tempat adalah mencegah tikus agar tidak menyukai tinggal di tempat tersebut. Pencegahan agar tikus tidak menyukai tinggal di tempat tersebut dapat dilakukan upayaupaya sebagai berikut : Semua pintu masuk tempat penyimpanan makanan harus ditutup rapat dan dapat menutup dengan sendiri. Semua sisa makanan, sampah, harus dikelola dengan baik dan terbungkus rapi agar tidak berceceran di mana-mana. Sampah kemudian dibuang ke tempat sampah yang tertutup dengan 72

baik.tidak memberi kemungkinan tikus dapat bersarang, bersembunyi di dalam usaha jasaboga, rumah makan dan restoran ( Umniyatie.,dkk, 2015: 377) j. Air bersih Kondisi air bersih pada pembuat A sumber air bersih aman karena hanya mengandung E.coli sebesar <1,8/ml, mengalir lancar, memenuhi para meter fisik tidak berwarna, tidak berasa dan tidak berbau. Kondisi letak sumber air bersih dari septic tank <10 meter. Persyaratan kesehatan air bersih/ jernih. Kuantitas air bersih cukup untuk seluruh keperluan pembuatan besengek tempe koro benguk. Penampungan airnya tidak ada, air langsung diambil dari sumbernya. Kondisi air bersih pada pembuat B tidak aman karena mengandung bakteri E.coli 240/ml. Letak sumber air bersih dari septic tank <10 meter, persyaratan kesehatan air bersih/ jernih. Kuantitas air bersih cukup untuk seluruh keperluan pembuatan besengek tempe koro benguk. Penampungan air tidak ada langsung diambil dari sumbernya air kran. Salah satu pertimbangan penting dalam penentuan lokasi pabrik pengolahan bahan pangan adalah adanya sumber air yang secara kuantitatif cukup maupun secara kualitatif memenuhi syarat. Pabrik pengolahan pangan, air diperlukan untuk berbagai keperluan misalnya, pencucian, pengupasan umbi atau buah, penentuan kualitas bahan (Tenggelam atau mengambang), bahan baku proses, 73

medium pemanasan atau pendingin, pembentukan uap, sterilisasi, melarutkan dan mencuci bahan sisa, perlindungan terhadap kebakaran dan keperluan-keperluan lain (Sudarmadji, 2003: 57) Kualitas air untuk berbagai keperluan, ditentukan berdasarkan tiga faktor berikut : 1. Sifat fisik : warna, bau, rasa, kekeruhan 2. Sifat kimia yaitu : padatan dan gas yang terlarut, ph dan kesadahan. 3. Kandungan mikrobianya misal: algae, bakteri patogen, bakteri bukan patogen((sudarmadji, 2003: 58) Prosessing bahan makanan, air yang dipergunakan memerlukan persyaratan kebersihan yang tinggi, untuk keperluan pengolahan bahan makanan ini, persyaratan air dengan persyaratan air minim yaitu tidak mengandung mikrobia penyebab sakit perut atau penyakit lain (patogen), tanpa rasa atau bau yang tak dikehendaki dan tak berwarna (Sudarmadji, 2003: 58) k. Pemeliharaan dan perawatan gedung Pemeliharan dan perawatan gedung pengolahan besengek tempe koro benguk pada pembuat A dan B sama yaitu tidak tersedia unit pemelihara dan perawatan bangunan gedung atau menggunakan jasa pemeliharaan dan perawatan gedung yang bersertifikat karena skalanya produksi rumahan, pelaksanakan kebersihan gedung 74

sangat jarang dilakukan yakni lebih dari 1 minggu, perawatan gedung, meliputi perbaikan dan penggantian bangunan, bahan bangunan dan atau prasarana dan sarana hanya dilakukan jika ada keluhan, dan tidak pernah dilakukan pemeriksaan berkala pada kondisi gedung. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 715/MENKES/SK/V/2003. Penanggung jawab jasa boga harus memelihara semua bangunan dan fasilitas/ alat-alat dengan baik untuk menghindari kemungkinan terjadinya pencemaran terhadap makanan, akumulasi debu atau jasad renik, meningkatnya suhu, akumulasi sampah, berbiaknya serangga, tikus dan genangangenangan air. l. Air Kotor, Pembuangan, Sampah dan air limbah Kondisi Air kotor, Pembuangan, Sampah dan air limbah pada pembuat A dan B sama Lancar, tidak disemen dan tidak mengalir pada tempat pengolahan air limbah. Pada pembuangan sampah tidak ada tempat sampah sementara melainkan langsung dibuang di pekarangan rumah dengan lubang ditanah yang kemudian langsung dibakar tanpa melakukan proses pemilahan sampah organik dan non organik. Saluran pembuangan air limbah berupa selokan/tanah, tergenang. Penampungan pembuangan air limbah kotor tidak ada, tetapi penampungan air limbah mengalir di tanah sebelah tempat pengolahan dan tempat yang digunakan untuk memelihara bebek. 75

Kondisi sampa dan air limbah pada pembuat B ada penampungan tempat sampah sementara yang terbuat dari tenggok dan diletakkan di bawah wastafel tempat cuci. Tempatnya tidak disemua ruangan, terbuka. Saluran pembuangan air limbah selokan disemen, mengalir tidak ada penampungan air limbah tetapi langsung menuju saluran selokan dusun. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 715/MENKES/SK/V/2003. Tempat-tempat seperti kantong plastik/ kertas, bak sampah tertutup harus tersedia dalam jumlah yang cukup dna diletakkan sedekat mungkin dengan sumber produksi sampah, namun dapat menghindari kemungkinan tercemarnya makanan oleh sampah. 2. Kualitas Mutu Produk Besengek Tempe Koro Benguk a. Kualitas Fisik. 1) Warna Warna dapat diamati secara visual (langsung) ataupun diukur berdasarkan skala Platinum Kobalt (dinyatakan dengan satuan PtCo), dengan membandingkan warna sampel dengan warna standar (Hefni Effendi, 2003: 62). Hasil pengujian secara visual (Langsung) organoleptik pada biji benguk, tempe koro benguk dan besengek tempe koro benguk yang dilakukan oleh lima panelis adalah sebagai berikut 76

Biji benguk dibagi menjadi dua biji benguk yang berkualitas baik dan biji benguk yang telah mengalami kerusakan. Tabel 6 Biji benguk yang utuh memiliki warna putih mulus pada pembuat A 66% pada pada pembuat B 77,8% dan yang telah mengalami kerusakan berupa bercak hitam pada pembuat A berjumlah 34% pada pereng berjumlah 22,2%. Kontaminan yang ada pada biji benguk pembuat A adalah serangga dan pada pembuat B adalah kapang. Menurut Haryoto (2000: 8), warna luar biji benguk berwarna putih. Sedangkan yang telah mengalami kerusakan menurut Buckle, dkk. (2013: 344). Biji akan mengalami perubahan warna benih, menjadi berangsur-angsur nampak suram hal ini diduga disebabkan oleh Serangga dan kapang dari jenis Aspergillus niger. Biji yang terserang mengandung potongan-potongan serangga dan biji-bijian; kotoran binatang mengerat atau binatang itu sendiri mungkin tampak. Berdasarkan pengujian organoleptik dari warna diketahui bahwa kualitas bahan baku berupa biji benguk pada pembuat B termasuk cukup baik yakni 77,8% sedangkan pada pembuat A kurang baik 66%. Tempe koro benguk pada tabel 7 pembuat A dan pembuat B memiliki warna putih keabu-abuan tidak ada bercak hitam. Menurut Nur Hidayat, dkk. (2006: 356). Perubahan fisik 77

selama fermentasi adalah peningkatan jumlah hifa kapang yang menyelubungi kedelai, hifa ini berwarna putih. Berdasarkan pengujian warna tempe koro benguk sesuai dengan seharusnya. Besengek tempe koro benguk pada tabel 8 pembuat A dan pembuat B memiliki warna putih keabu-abuan tidak ada bercak kehitaman. Menurut Hardiman et.al,1977 dalam Pujimulyani, 2009: 9 kenampakan Besengek hitam keputih-putihan yaitu banyak mengandung santan kanil. Karena kelapa yang digunakan cukup banyak. Berdasarkan pengujian warna besengek tempe koro benguk sesuai dengan dengan seharusnya. 2) Bau Pengujian bau telah dilakukan oleh lima panelis yang telah ditentukan. Penentuan bau khas tempe koro benguk, bau khas besengek tempe koro benguk atau bau amonia/alkohol. Penentuan bau hanya dilakukan pada tempe koro benguk dan besengek tempe koro benguk. Tempe koro benguk pada tabel 7 pembuat A memiliki bau khas tempe koro benguk. Pembuat B memiliki bau khas tempe koro benguk tetapi dengan sedikit asam/pesing. Berdasarkan Adams dan Moss, 2008 dalam Soepandi, ( 2013: 263) sporulasi kapang Rhizopus oligosporus dapat 78

menyebabkan aroma menjadi aroma amonia. Menurut Sadikin Somaatmadja, dkk., (1985) dalam Fitriasari (2010: Xiii) setelah fermentasi berakhir, kapang pada tempe terus tumbuh sehingga menimbulkan perubahan-perubahan. Enzim-enzim yang dihasilkan kapang menguraikan protein menyebabkan perubahan aroma tempe sampai timbul bau ammonia (Pesing). Menurut SNI 01-3144-2009 seharusnya baunya khas normal tempe sehingga kualitas bau tempe koro benguk yang dihasilkan pembuat A lebih sesuai dengan SNI bila dibandingkan dengan pembuat B. Besengek tempe koro benguk pada tabel 8 pembuat A dan pembuat B keduanya memiliki bau khas besengek tempe koro benguk, yakni bau sedap dari santan dan keduanya sesuai dengan besengek tempe koro benguk pada umumnya. 3) Rasa Penentuan rasa telah dilakukan oleh lima orang panelis yang sudah ditentukan. Penentuan rasa khas tempe koro benguk, rasa khas besengek tempe koro benguk dan rasa asam/tengik. Penentuan rasa hanya dilakukan pada tempe koro benguk dan besengek tempe koro benguk. Tempe koro benguk pada tabel 7 pembuat A memiliki rasa yang khas tempe koro benguk. pembuat B memiliki rasa yang khas tempe koro benguk dengan sedikit asam. 79

Menurut SNI 01-3144-2009 seharusnya rasanya normal seperti tempe koro benguk pada umumnya. Menurut Haryoto, 2000: 13 tempe koro benguk memiliki rasa gurih dan khas. Rasa asam pada tempe koro benguk dimungkinkan karena setelah fermentasi berakhir, kapang pada tempe terus tumbuh sehingga menimbulkan perubahan rasa tempe koro benguk menjadi asam. Berdasarkan hal tersebut maka kualitas rasa tempe koro benguk pembuat A sesuai dengan standart yang ada sedangkan kualitas rasa tempe koro benguk pembuat B tidak sesuai dengan standart. 4) Tekstur Pengujian tekstur telah dilakukan oleh lima orang panelis yang telah ditentukan. Penentuan tekstur terdiri atas permukaan memiliki tektur yang homogen, kompak dan permukaan basah dan struktur tidak kompak. Pengujian tektur hanya dilakukan pada tempe koro benguk dan besengek tempe koro benguk. Tempe koro benguk pada tabel 7 pada pembuat A dan pembuat B memiliki tekstur permukaan yang homogen dan kompak namun tempe pembuat B sedikit lebih lunak dan berair. Berdasarkan Corputty, (1977: 109) syarat organoleptik tempe Bersih, padat dan terlihat bijinya terlihat utuh, hampir 80

penuh sehingga agak keras, dan seluruh permukaan ditumbuhi jamur tempe. Berdasarkan hal tersebut, diketahui bahwa tempe koro benguk yang memenuhi kualitas tekstur adalah pembuat A. Besengek tempe koro benguk pada tabel 8 pada pembuat A dan pembuat B memiliki tekstur permukaan yang sama yakni tekstur permukaan homogen dan kompak. Menurut Pujimulyani (2009: 9), kualitas organoleptik dari mempunyai rasa gurih. Kenampakan sengek nganggrung hitam keputihputihan yaitu banyak mengandung santan kanil. Berdasarkan kualitas tersebut dapat diketahui bahwa besengek tempe koro benguk pembuat A dan pembuat B memenuhi standart kualitas besengek tempe koro benguk pada umumnya. b. Kualitas Kimia. 1) ph Nilai ph merupakan indikasi konsentrasi ion hidrogen dalam suatu sistem yang dapat diekspresikan sebagai log [ ], yaitu logaritma negatif konsentrasi ion atau proton. Nilai ph berkisar antara 14 sampai 7 adalah ph netral, konsentrasi [ ] dapat berbeda dalam suatu sistem bergantung pada keberadaan jenis asam, beberapa asam kuat yang digunakan dalam pangan, seperti HCl dan dapat berdisosiasi atau memisahkan sepenuhnya. Asam lemah seperti asam asetat atau 81

asam laktat tetap dalam kesetimbangan dalam bentuk disosiasi atau tanpa disosiasi. Keasaman atau kebasaan lingkungan berpengaruh terhadap aktivitas dan stabilitas makromolekul seperti enzim, sehingga menghambat pertumbuhan dan metabolisme mikroorganisme. Nilai ph sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan viabilitas sel mikroba dan paling sedikit berpengaruh terhadap aspek respirasi sel mikroba dan paling sedikit berpengaruh terhadap aspek respirasi sel mikroba, yaitu berpengaruh terhadap fungsi enzim dan transport nutrisi ke dalam sel (Soepandi, 2014: 94) Pengukuran ph dilakukan secara manual yaitu dengan proses penumbukan pada biji benguk, tempe benguk dan besengek tempe koro benguk dengan alu dan lumpang porselen dan mencampurkan 5 ml aquadest. Pengukuran menggunakan ph stick pada tumbukan tersebut. Air bersih dilakukan dengan mencelupkan ke dalam air ph stick. Berdasarkan pengukuran ph air bersih pada tabel 10 pembuat A dan pembuat B hasilnya ph 8. Berdasarkan PERMENKES No :492/MENKES/PER/IX/2010. Syarat ph air 6-9. ph air pada pembuat A dan pembuat B memenuhi standart kualitas ph. 82

Biji benguk pada tabel 10 pembuat A dan pembuat B memiliki ph 6, berdasarkan Menurut Desrosier, 2008 :325 kebanyakan bahan pangan segar alami bersifat asam rentang ph untuk sayuran adalah 4,6 6,5. Sehingga dapat diketahui bahwa ph biji benguk pada pembuat A dan pembuat B memiliki kualitas yang sesuai standart, perlu diketahui pengujian ph dilakukan pada biji benguk yang utuh bukan yang rusak. Tempe koro benguk pada tabel 10 pembuat A dan pembuat B memiliki ph yang tidak sama yakni, 7 dan 6. Menurut Soepandi, (2014: 262). Tahap fermentasi ph naik menjadi sekitar 7. Berdasarkan hal tersebut yang memiliki kualitas ph tempe koro benguk yang sesuai adalah pembuat A sedangkan pembuat B tidak sesuai karena seperti yang telah dijelaskan pada kualitas mutu bau,rasa dan tekstur diketahui tempe benguk mengalami penurunan ph setelah fermentasi selesai dengan kata lain tempe koro benguk pembuat B overfermented. Besengek tempe koro benguk pada tabel 10 pembuat A dan pembuat B memiliki ph yang sama yakni 7. Menurut Soepandi, 2014: 262. Tahap fermentasi ph naik menjadi sekitar 7. Besengek tempe koro benguk memiliki ph yang 83

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA