Berikut ini yang tidak termasuk dalam agresi militer adalah

Home Nasional Nasional Lainnya

ptj | CNN Indonesia

Kamis, 22 Jul 2021 13:10 WIB

Agresi Militer Belanda II adalah serangan yang dilancarkan Belanda pada 19 Desember 1948. Berikut tujuan dan kronologi Agresi Militer Belanda II.(Foto: Nationaal Museum van Wereldculturen/C.J. Taillie via Wikimedia Commons (CC BY-SA 3.0)

Jakarta, CNN Indonesia --

Pasca kemerdekaan Indonesia, Belanda kembali datang dan melancarkan sejumlah serangan. Serangan ini dinamakan Agresi Militer Belanda.

Terdapat dua kali serangan yang dilakukan terhadap Indonesia yakni Agresi Militer Belanda I atau Operatie Product dan Agresi Militer Belanda II atau Operatie Kraai alias Operasi Gagak.

Setelah gagal dengan agresi militer yang pertama pada 21 Juli - 5 Agustus 1947, Belanda kembali menyerang Indonesia setahun kemudian.


Agresi Militer Belanda II adalah serangan yang dilancarkan Belanda pada 19-20 Desember 1948. Operasi Gagak ini berawal dari serangan di Yogyakarta yang saat itu merupakan ibu kota dan pusat pemerintahan Indonesia. Serangan pun meluas ke sejumlah kota di Jawa dan Sumatera.

Tujuan Agresi Militer Belanda II adalah untuk melumpuhkan pusat pemerintahan Indonesia sehingga Belanda bisa menguasai Indonesia kembali.

Belanda ingin merebut kekayaan alam yang ada di Indonesia untuk menumbuhkan perekonomian negaranya yang hancur setelah kalah dalam Perang Dunia II.

Kronologi Agresi Militer Belanda II

Pada Agresi Militer Belanda II, Belanda menangkap sejumlah tokoh bangsa termasuk Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta. (Foto: AFP PHOTO)

Dalam Agresi Militer Belanda II, pasukan militer Belanda awalnya menyerang Pangkalan Udara Maguwo agar bisa masuk ke Yogyakarta. Belanda menggempur pangkalan udara itu secara tiba-tiba melalui serangan udara.

Setelah Pangkalan Udara Maguwo lumpuh, Belanda dengan cepat menguasai Yogyakarta. Pemimpin Indonesia saat itu, Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta ditangkap.

Belanda juga menangkap sejumlah tokoh seperti Sutan Sjahrir, Agus Salim, Mohammad Roem, dan AG Pringgodigdo. Mereka diterbangkan ke tempat pengasingan di Pulau Sumatera dan Pulau Bangka.

Pembentukan Pemerintahan Darurat di Bukittinggi

Pada Agresi Militer Belanda II, Indonesia membentuk Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) di Bukittinggi yang dipimpin oleh Syafruddin Prawiranegara. (Foto Jam Gadang di Bukittinggi: ANTARA FOTO/Iggoy el Fitra)


Sebelum ditangkap, Presiden Soekarno sempat membuat surat kuasa kepada Menteri Kemakmuran Syafruddin Prawiranegara untuk membuat pemerintahan darurat sementara.

Soekarno memberikan mandat kepada Syafruddin untuk membentuk Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) di Bukittinggi, Sumatera Barat. Peralihan pemerintahan ini bertujuan agar Republik Indonesia tidak berhenti dan terus menyusun strategi melawan Belanda.

Presiden Soekarno juga sudah membuat rencana cadangan seandainya Pemerintahan Darurat ini gagal menjalankan tugas pemerintahan.

Soekarno membuat surat kepada Duta Besar RI di New Delhi, India, Sudarsono, Menteri Keuangan AA Maramis dan staf Kedutaan RI LN Palar untuk membentuk Exile Government of Republic Indonesia di New Delhi, India. Exile Government adalah pemerintah resmi suatu negara yang karena alasan tertentu tidak dapat menggunakan kekuatan legalnya.

Namun, rencana ini tak jadi dilakukan karena PDRI berhasil membentuk pemerintahan sementara pada 22 Desember 1948. Sejak saat itu, tokoh-tokoh PDRI menjadi incaran Belanda.

Namun, PDRI tak gentar dan menyusun sejumlah perlawanan dengan membentuk lima wilayah pemerintahan militer di Sumatera yakni di Aceh, Tapanuli, Riau, Sumatera Barat, dan Sumatera Selatan. Perlawanan terhadap belanda juga dibantu berbagai laskar di Jawa.

Serangan Belanda yang terus digencarkan justru mendapat kecaman dari dunia internasional. PBB mendesak Belanda membebaskan pemimpin Indonesia dan kembali memenuhi Perjanjian Renville.

Belanda pun membebaskan Soekarno dan Hatta pada 6 Juli 1949. Pemerintahan pun kembali pulih pada 13 Juli 1949. Belanda dan Indonesia juga merundingkan perjanjian Roem Royen.

Itulah sejarah Agresi Militer Belanda II beserta kronologinya.

(imb/ptj)

Saksikan Video di Bawah Ini:

TOPIK TERKAIT

Selengkapnya

LAINNYA DARI DETIKNETWORK

Senin, 29 April 2019

QUOVADIS RANCANGAN UNDANG-UNDANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA NASIONAL UNTUK PERTAHANAN NEGARA

Oleh : Dra. Elita Tamami, M.Si

Pembina IV/a NIP. 196105311992032001

Analis Pertahanan Negara Madya Dit. Komcad

a. Pendahuluan

Eksistensi suatu bangsa sangat bergantung salah satunya dengan mempertahanan kedaulatan negara. Indonesia sebagai negara kepulauan dan maritime agar tetap eksis di dunia, harus dapat mempunyai pertahanan negara yang tangguh dan kuat.

Penyelenggaraan Pertahanan Negara dilakukan dengan usaha membangun dan membina kemampuan, daya tangkal negara dan bangsa dalam rangka menanggulangi setiap ancaman. Yang kesemuanya ini diselenggarakan melalui Sistem Pertahanan Semesta yang melibatkan seluruh warga negara, wilayah dan sumber daya nasional yang disiapkan secara dini oleh pemerintah dan diselenggarakan total, terpadu, terarah dan berlanjut untuk menegakkan kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan keselamatan segenap bangsa dari segala ancaman. Penyelenggaraan pertahanan negara dapat terwujudnya dari ada pengelolaan sistem pertahanan negara yang merupakan salah satu fungsi pemerintah bertujuan untuk melindungi kepentingan nasional dan mendukung kebijakan nasional di bidang pertahanan negara.

Untuk merealisasikan pengelolaan sistem pertahanan negara diperlukan adanya payung hukum khususnya yang berkaitan dengan pelibatan sumber daya nasional. Namun sayang sampai saat ini payung hukum tersebut masih berupa Rancangan Undang-Undang yakni Rancang Undang-Undang tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional untuk Pertahanan Negara. Hal ini mengakibatkan realisasi pengelolaan sumber daya nasional untuk kepentingan pertahanan negara menghadapi kendala.

b. Analis

Sebagian besar bangsa Indonesia belum memahami tentang pertahanan negara yang berlaku di Indonesia begitu pula dengan tahapan implementasinya. Disatu sisi Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 pasal 30 dinyatakan bahwa “Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pembelaan negara, sedangkan dalam Undang-Undang Nomoer 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara menyatakan bahwa Sistem Pertahanan Negara adalah sistem pertahanan yang melibatkan seluruh warga Negara, wilayah dan sumber daya nasional lainnya, serta dipersiapkan secara terpadu, terarah, dan berlanjut untuk menegakkan kedaulatan Negara, keutuhan wilayah, dan keselamatan segenap bangsa dari segala ancaman.

Ancaman berdasarkan Undang-Undang Nomer 3 tahun 2002 ada dua yaitu ancaman militer dan ancaman non militer, namun berdasarkan perkembangan lingkungan strategis dimana terdapat pergeseran konsep strategi perang dari konvensional menjadi non konvensional dengan lebih banyak menggunakan sarana teknologi dan informasi maka berdasarkan Kebijakan Umum Pertahanan Negara telah dikembangkan menjadi ancaman militer, ancaman hibrida dan nonmiliter. Pengertian dari ketiga jenis ancaman sebagai berikut:

  1. Ancaman militer merupakan ancaman yang menggunakan kekuatan senjata dan terorganisasi serta dinilai mempunyai kemampuan membahayakan kedaulatan Negara, keutuhan wilayah Negara dan keselamatan segenap bangsa. Ancaman militer tersebut dapat berupa ancaman militer agresi dan ancaman militer bukan agresi. Ancaman agresi menggunakan kekuatan bersenjata oleh negara lain untuk melakukan pendudukan sehingga mengancam kedaulatan Negara, keutuhan wilayah, dan keselamatan segenap bangsa. Ancaman militer bukan agresi merupakan ancaman yang dapat menggunakan senjata atau tidak, dilakukan oleh pihak asing atau warga Negara sendiri dan dapat mempengaruhi kemampuan membahayakan kedaulatan Negara, keutuhan wilayah Negara dan keselamatan segenap bangsa (seperti pelanggaran wilayah, pemberontakan bersenjata, ancaman terhadap obyek vital nasional, spionase, terorisme, ancaman dilaut atau di udara, serta konflik komunal).

  1. Ancaman nonmiliter merupakan ancaman yang menggunakan faktor-faktor non militer yang dinilai dapat membahayakan kedaulatan negara, keutuhan wilayah negara dan keselamatan segenap bangsa. Ancaman non militer dapat berasal dari luar negeri atau dapat bersumber dari dalam negeri. Ancaman nonmiliter digolongkan ke dalam ancaman yang berdemensi idiologi, politik, sosial budaya, keselamatan umum, teknologi dan legislasi.

  2. Ancaman hibrida adalah ancaman yang bersifat campuran atau perpaduan yang didalamnya terdapat ancaman militer dan ancaman nonmiliter, seperti ancaman konvensional, asismetrik dan cyberware, keterpaduan serangan antara persenjataan kimia, biologi radiologi , nuklir serta perang informasi.

Berdasarkan ancaman dari sisi pertahanan negara dalam menghadapinya tidak semata-mata dibebankan kepada TNI dan polisi saja, namun peran aktif seluruh warga negara Indonesi, baik mulai dari pejabat tinggi sampai dengan masyarakat biasa tanpa ada kecuali, termasuk pemberdayaan seluruh sumber daya nasional lainnya ( seperti sumber daya alam dan sumber daya buatan) serta sarana dan prasarana nasional yang selama ini dikelola hanya untuk memenuhi hajat hidup masyarakat atau digunakan untuk sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.

Kementerian/Lembaga serta pemerintah daerah telah banyak mengeluarkan perundang-undang yang berkaitan dengan pengelolaan sumber daya nasional, namun dari perundang-undangan tersebut sangat sedikit yang mengatur tentang pelibata sumber daya nasional untuk dapat digunakan sebagai komponen pertahanan Negara baik dalam menghadapi ancaman militer maupun ancaman nonmiliter. Sehingga apabila Negara dalam keadaan darurat seperti darurat militer atau perang) maka negara masih belum sepenuhnya mampu untuk mensinergikan dan mentransformasikan seluruh kekuatan dan kemampuan bangsa tersebut menjadi satu kesatuan yang utuh dalam kerangka komponen pertahanan negara (komponen Utama/TNI,komponen cadangan dan komponen pendukung).

Bila kita lihat kepada negara-negara lain di dunia (misal Amerika, Korea) pasti memiliki suatu strategi dan kebijakan pertahanan negaranya dalam menghadapi ancaman luar. Mereka akan menggunakan seluruh potensi kekuatan bangsa yang dikemas dalam kekuatan idiologi,politik, ekonomi, sosial budaya, teknologi serta kekuatan militernya. Sebagian besar Negara-negara di dunia pasti memiliki kekuatan nyata yang setiap saat siap siga untuk dikerahkan bersama-sama dengan kekuatan militernya. Kekuatan tersebut sering dikenal sebagai komponen cadangan, para militer, kekuatan cadangan yang direkrut baik melalui wajib militer atau secara sukarela. Ada beberapa negara yang memiliki kekuatan cadangan melebihi kekuatan militernya seperti: Korea Selatan, Korea Utara, Singapura, Rusia,Malaysia,Vietnam dan lain-lain.

Bagiamana dengan Indonesia sudahkah memiliki kekuatan cadangan atau kekuatan pendukung yang mampu digunakan untuk menghadapi ancaman militer maupun ancaman nonmiliter? Padahal menurut Undang-Undang Nomer 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara,pasal 6,7,8 dan 9 diamanatkan bahwa perlunya implementasi terhadap kebijakan yang mengatur suatu komponen pertahanan Negara dalam menghadapi ancaman militer dan ancaman nonmiliter.

Sampai saat ini Indonesia masih belum memiliki kekuatan nyata diluar TNI yang terorganisir dengan benar, melalui pendidikan dasar kemiliteran, serta terdoktrinasi mainset-nya kedalam pembinaan karakter bangsa untuk bela negara,sehingga sewaktu-waktu negara dalam keadaan darurat (baik itu dimasa perang atau dimasa damai) maka negara secara singkat akan mampu menggunakan seluruh sumber daya nasional tersebut untuk pertahanan negara. Untuk menyiapkan seluruh komponen pertahanan tersebut tidak mudah dan perlu waktu yang panjang, terutama bagaimana membangun karakter bangsa yang cinta tanah air sehingga dengan kesadaran penuh mereka bersedia menjadi bagian penting dalam upaya negara.

Oleh karena diperlukan adanya landasan hukum yang mengatur tentang penggunaan atau pengelolaaan Sumber Daya Nasional untuk Pertahanan Negara. Sejak tahun 2008 telah dirumuskan landasan hukum penggunaan komponen pertahanan negara diluar komponen utama dengan nomen klatur Rancangan Undang-Undang Komponen Cadangan Pertahanan Negara. Dalam perkembangan berikut landasan hukum tersebut disimplikasi menjadi Rancangan Undang-Undangan Pengelolaan Sumber Daya Nasional untuk Pertahanan Negara. Namun hingga saat ini belum dapat direalisasikan menjadi Undang-Undang. dimana pembahasannya masih ditingkat proglenas. Bila dihadapkan akan berakhirnya pemerintahan saat ini maka pembahasan Rancangan Undang-Undang Pengelolaan Sumber Daya Nasional untuk Pertahanan Negara masih menjadi PR bangsa Indonesia (pemerintah, Kementerian/Lembaga terkait dan stake holder) bersama.

Kesalahan terbesar suatu bangsa apabial mereka baru menyadari setelah semuanya terjadi. Jangan dilupakan, membangun karakter bangsa untuk bela negara serta mengelola sumber daya nasional untuk pertahanan negara dalam menghadapi ancaman militer maupun ancaman nonmiliter, diperlukan kebersamaan dan keterpaduan dalam pola pikir, pola sikap dan pola tindak untuk mampu mengintergrasikan seluruh potensi dan kekuatan bangsa ini dalam kerangka besar yaitu perangkat pertahanan negara secara utuh bukan bersifat parsial.

c. Kesimpulan

Dari uraian diatas disimpulkannya bahwa kebijakan pertahanan Negara terutama yang berupa payung hukum untuk pengelolaan sumber daya nasional merupakan suatu hal yang krusial dalam rangka menghadapi ancaman militer, ancaman nonmiliter dan ancaman hibrida.

Penataan dan pengelolaan, penggunaan,dan pembinaan, seluruh potensi sumber daya nasional melalui kebijakan atau regulasi yang mengatur pendayagunaan sumber daya nasional baik untuk kesejahteraan bangsa Indonesia maupun sekaligus sebagai kekuatan pertahanan negara merupakan hal strategis dan diperlukan sebagai komponen pertahanan negara.

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA