KAMUS PAJAK
DALAM keadaan tertentu, otoritas pajak dapat menerbitkan surat ketetapan pajak untuk menyatakan besarnya pajak terutang menurut penghitungannya sendiri. Hasil penghitungan tersebut dapat saja berbeda dengan perhitungan wajib pajak. Adapun, surat ketetapan pajak yang dikeluarkan oleh otoritas pajak ada bermacam-macam. Dalam hal ini, tidak semua surat ketetapan pajak mengharuskan wajib pajak untuk menambah 'uang keluar'. Ada pula kondisi di mana wajib pajak justru dinyatakan lebih bayar sehingga berhak mendapat restitusi pajak. Dalam Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP), surat ketetapan pajak adalah surat ketetapan yang meliputi surat ketetapan pajak kurang bayar (SKPKB), surat ketetapan pajak kurang bayar tambahan (SKPKBT), surat ketetapan pajak nihil (SKPN), atau surat ketetapan pajak lebih bayar (SKPLB). Pada prinsipnya, sebagaimana diatur dalam Pasal 12 UU KUP, setiap wajib pajak wajib membayar pajak yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dengan tidak menggantungkan pada adanya surat ketetapan pajak. Sistem ini dikenal dengan sebutan self assessment, di mana wajib pajak sendiri yang menghitung, menyetor dan melaporkan pajak terutang dalam surat pemberitahuan (SPT) masa maupun SPT tahunan. Kendati demikian, UU KUP memberikan ruang bagi otoritas pajak untuk menguji laporan pajak tersebut. Pengujiannya disebut pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan yang diatur dalam Pasal 29 UU KUP. Hasil pemeriksaan tersebut berupa surat ketetapan pajak. Setelah diperiksa, wajib pajak bisa diwajibkan untuk membayar kekurangan pajak dengan terbitnya SKPKB atau mendapatkan kelebihan pembayaran pajak/restitusi dengan terbitnya SKPLB. Sementara SKPN terbit apabila pajak yang sudah dibayar wajib pajak sesuai dengan penghitungan pajak menurut pemeriksa. Adapun SKPKBT merupukan produk pemeriksaan ulang. SKPKBT menentukan utang tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan sebelumnya. Pemeriksaan ini hanya dapat dilakukan dalam hal ada data baru atau novum atau keterangan tertulis dari wajib pajak atas kehendak sendiri. SKPKB Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 183/PMK.03/2015 tentang Perubahan atas PMK No. 145/PMK.03/2012 tentang Tata Cara Penerbitan Surat Ketetapan Pajak dan Surat Tagihan Pajak, SKPKB diterbitkan dalam hal terdapat pajak yang tidak atau kurang dibayar berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap:
SKPKB juga dapat diterbitkan berdasarkan hasil pemeriksaan bukti permulaan (Bukper) terhadap wajib pajak yang melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13A UU KUP. SKPKBT SKPKBT terbit setelah ada SKPKB sebelumnya. Pemeriksaan dalam rangka menerbitkan SKPKBT disebut pemeriksaan ulang. PMK No.183/2015 mengatur bahwa pemeriksaan ulang dilakukan karena adanya:
SKPN Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak menerbitkan SKPN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17A ayat (1) UU KUP berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap SPT apabila jumlah kredit pajak atau jumlah pajak yang dibayar sama dengan jumlah pajak yang terutang, atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak atau tidak ada pembayaran pajak. SKPLB Berdasarkan PMK No. 183/2015, Ditjen Pajak berwenang menerbitkan SKPLB berdasarkan dua hal berikut:
SKPLB masih dapat diterbitkan apabila terdapat data baru, termasuk data yang semula belum terungkap, apabila ternyata pajak yang lebih dibayar jumlahnya lebih besar daripada kelebihan pembayaran pajak yang telah ditetapkan.*
Saat akan bayar pajak, pastikan jumlah yang dibayarkan sudah sesuai. Jika sampai kurang dari jumlah yang harus dibayarkan, maka Anda akan mendapatkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan. Namun, apa itu Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan?
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan adalah surat yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak kepada Wajib Pajak yang membayar pajak kurang dari jumlah yang harus dibayarkan. Mengutip dari Kementerian Keuangan, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan ini diatur dalam pasal 15 UU KUP. Berikut isi dari pasal 15 UU KUP:
Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan dalam Jangka waktu 5 tahun setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak, untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya suatu Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar yang ternyata telah ditetapkan lebih rendah atau pajak yang terutang dalam suatu Surat Ketetapan Pajak Nihil ditetapkan lebih rendah atau telah dilakukan pengembalian pajak yang tidak seharusnya seperti yang telah ditetapkan dalam Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan adalah koreksi atas surat ketetapan pajak sebelumnya. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan diterbitkan jika sudah pernah diterbitkan surat ketetapan pajak. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan tidak akan mungkin diterbitkan sebelum didahului dengan penerbitan surat ketetapan pajak. Baca Juga : Jenis PPN: Pajak Masukan dan Pajak Keluaran Penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan dilakukan dengan syarat adanya data baru termasuk data yang semula belum terungkap yang menjadi penyebab penambahan pajak yang terutang dalam surat ketetapan pajak sebelumnya. Yang dimaksud “data baru” adalah data atau keterangan mengenai segala sesuatu yang diperlukan untuk menghitung besarnya jumlah pajak yang terutang yang belum diberitahukan oleh Wajib Pajak pada waktu penetapan semula, baik dalam Surat Pemberitahuan dan lampiran-lampirannya maupun dalam pembukuan perusahaan yang diserahkan pada waktu pemeriksaan. Selain itu, yang termasuk dalam data baru adalah data yang semula belum terungkap, yaitu data yang: a. tidak diungkapkan oleh Wajib Pajak dalam Surat Pemberitahuan beserta lampirannya (termasuk laporan keuangan); dan/atau b. pada waktu pemeriksaan untuk penetapan semula Wajib Pajak tidak mengungkapkan data dan/atau memberikan keterangan lain secara benar, lengkap, dan terinci sehingga tidak memungkinkan aparatur pajak dapat menerapkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dengan benar dalam menghitung jumlah pajak yang terutang. Walaupun Wajib Pajak telah memberitahukan data dalam Surat Pemberitahuan atau mengungkapkannya pada waktu pemeriksaan, tetapi apabila memberitahukannya atau mengungkapkannya dengan cara sedemikian rupa sehingga membuat fiskus tidak mungkin menghitung besarnya jumlah pajak yang terutang secara benar sehingga jumlah pajak yang terutang ditetapkan kurang dari yang seharusnya, hal tersebut termasuk dalam pengertian data yang semula belum terungkap. Baca Juga : Pengertian Penghasilan Kena Pajak (PKP) dan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) Contoh: 1. Dalam Surat Pemberitahuan dan/atau laporan keuangan tertulis adanya biaya iklan Rp10.000.000,00, sedangkan sesungguhnya biaya tersebut terdiri atas Rp5.000.000,00 biaya iklan di media massa dan Rp5.000.000,00 sisanya adalah sumbangan atau hadiah yang tidak boleh dibebankan sebagai biaya. Apabila pada saat penetapan semula Wajib Pajak tidak mengungkapkan perincian tersebut sehingga aparatur pajak tidak melakukan koreksi atas pengeluaran berupa sumbangan atau hadiah sehingga pajak yang terutang tidak dapat dihitung secara benar, data mengenai pengeluaran berupa sumbangan atau hadiah tersebut tergolong data yang semula belum terungkap. 2. Dalam Surat Pemberitahuan dan/atau laporan keuangan disebutkan pengelompokan harta tetap yang disusutkan tanpa disertai dengan perincian harta pada setiap kelompok yang dimaksud, demikian pula pada saat pemeriksaan untuk penetapan semula Wajib Pajak tidak mengungkapkan perincian tersebut sehingga aparatur pajak tidak dapat meneliti kebenaran pengelompokan dimaksud, misalnya harta yang seharusnya termasuk dalam kelompok harta. berwujud bukan bangunan kelompok 3, tetapi dikelompokkan ke dalam kelompok 2. Akibatnya, atas kesalahan pengelompokan harta tersebut tidak dilakukan koreksi, sehingga pajak yang terutang tidak dapat dihitung secara benar. Apabila setelah itu diketahui adanya data yang menyatakan bahwa pengelompokan harta tersebut tidak benar, maka data tersebut termasuk data yang semula belum terungkap. 3. Pengusaha Kena Pajak melakukan pembelian sejumlah barang dari Pengusaha Kena Pajak lain dan atas pembelian tersebut oleh Pengusaha Kena Pajak penjual diterbitkan faktur pajak. Barang-barang tersebut sebagian digunakan untuk kegiatan yang mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usahanya, seperti pengeluaran untuk kegiatan produksi, distribusi, pemasaran, dan manajemen, dan sebagian lainnya tidak mempunyai hubungan langsung. Seluruh faktur pajak tersebut dikreditkan sebagai Pajak Masukan oleh Pengusaha Kena Pajak pembeli. Baca Juga : Penjelasan Lengkap Pajak Penghasilan PPh Pasal 21 Apabila pada saat penetapan semula Pengusaha Kena Pajak tidak mengungkapkan rincian penggunaan barang tersebut dengan benar sehingga tidak dilakukan koreksi atas pengkreditan Pajak Masukan tersebut oleh fiskus, sebagai akibatnya Pajak Pertambahan Nilai yang terutang tidak dapat dihitung secara benar. Apabila setelah itu diketahui adanya data atau keterangan tentang kesalahan mengkreditkan Pajak Masukan yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha dimaksud, data atau keterangan tersebut merupakan data yang semula belum terungkap. Setelah surat ketetapan pajak diterbitkan tapi ternyata masih ditemukan data baru termasuk data yang belum terungkap yang belum diperhitungkan sebagai dasar penetapan tersebut, atas pajak yang kurang dibayar ditagih dengan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan ditambah sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100% dari pajak yang kurang dibayar. |