Berikan contoh cara dakwah yang dapat kita teladani dari Sunan Kalijaga

KOMPAS.com - Sunan Muria lahir sekitar tahun 1450 Masehi. Sewaktu dilahirkan, ia diberi nama Raden Said atau Raden Umar Syahid. Nama kecil dari Sunan Muria adalah Raden Prawoto.

Ia merupakan anak dari Sunan Kalijaga dengan Dewi Saroh, yang merupakan putri dari Maulana Ishaq. Sunan Muria masih bersaudara dengan Sunan Giri, karena Maulana Ishaq merupakan anak dari Sunan Kalijaga.

Sunan Muria memiliki istri bernama Dewi Sujinah, anak dari Sunan Ngudung. Dari hasil pernikahannya, Sunan Muria dan istrinya memiliki anak bernama Pangeran Santri, yang nantinya dijuluki sebagai Sunan Ngadilangu.

Mengutip dari Buku Mengenal Sembilan Wali (Wali Sanga) (2018) karya Susilarini, dijelaskan jika nama Sunan Muria lebih dikenal karena sesuai dengan daerah tempatnya berdakwah. Lokasinya di Gunung Muria, kira-kira jaraknya 18 kilometer dari Kota Kudus.

Dakwah Sunan Muria

Dalam menyebarkan agama Islam, Sunan Muria menggunakan metode kursus untuk menyampaikan dakwah. Kursus ini diselenggarakan bagi pedagang, pelaut, rakyat jelata dan nelayan.

Baca juga: Sunan Kalijaga, Berdakwah Lewat Wayang

Sunan Muria memberi pengajaran tentang cara bercocok tanam, berdagang, serta cara melaut. Tidak hanya itu, ia juga menggunakan gamelan sebagai sarana dakwahnya.

Caranya dengan memasukkan unsur islami ke dalam alunan musik gamelan. Hal ini semakin mempermudah penyebaran agama Islam, karena masyarakat semakin mengerti.

Sunan Muria juga dikenal sebagai pencipta Tembang Macapat, yakni Sinom dan Kinanti. Ia dikenal sebagai sosok yang memiliki kepribadian sakti serta kuat.

Tidak hanya itu, Sunan Muria juga sering jadi penengah konflik di Kesultanan Demak (1518-1530). Ia juga dikenal sebagai pribadi yang bisa menyelesaikan masalah yang rumit sekalipun.

Dalam Buku Sunan Muria (Raden Umar Said) karya Yoyok Rahayu Basuki, disebutkan jika gaya atau cara berdakwah Sunan Muria juga sangat mengedepankan kelembutan.

Berikan contoh cara dakwah yang dapat kita teladani dari Sunan Kalijaga

Berikan contoh cara dakwah yang dapat kita teladani dari Sunan Kalijaga
Lihat Foto

Sunan Kalijaga

KOMPAS.com - Sunan Kalijaga adalah salah satu wali songo (sembilan wali) yang merupakan penyebar agama Islam di tanah Jawa. Tahukah kamu kisah mengenai Sunan Kalijaga? 

Raden Mas Syahid merupakan nama kecil Sunan Kalijaga yang lahir pada 1450 Masehi di Tuban, Jawa Timur. Ia merupakan putra seorang Bupati Tuban bernama Tumenggung Wilatikta.

Sunan Kalijaga adalah murid dari Sunan Bonang. Dalam menyebarkan agama Islam, cara pendekatan yang dilakukan Sunan Kalijaga dengan memakai sarana kesenian dan kebudayaan.

Sebelum menjadi penyebar agama Islam, Raden Mas Syahid saat remaja sering melakukan tindakan kekerasan, berkelahi, hingga merampok.

Baca juga: Peran Walisongo dalam Penyebaran Islam di Tanah Jawa

Dalam buku Sunan Kalijaga, Mistik dan Makrifat (2013), karya Achmad Chodjim, Raden Mas Syahid membongkar gudang kadipaten dengan mengambil bahan makanan, dan membagi-bagikannya kepada orang-orang yang memerlukannya dengan cara diam-diam.

Saat diintai oleh penjaga keamanan kadipaten, Raden Mas Syahid tertangkap basah. Kemudian dibawa dan dihadapkan kepada ayahnya Adipati Tumenggung Wilatikta.

Tindakan yang dilakukan Raden Mas Syahid membuat ayahnya malu dan mengusirnya.

Namun, Sunan Kalijaga tetap melakukan tindakan tersebut. Hasil dibagi-bagikan ke masyarakat miskin.

Bertemu Sunan Bonang

Saat berada di hutan Jatiwangi, Raden Mas Syahid bertemu dengan Sunan Bonang dibegal dan merampas tongkatnya.

Saat menjalankan aksinya, Sunan Bonang menasehati dan membuat Raden Mas Syahid sadar. Akhirnya sadar dan belajar dari Sunan Bonang. Ia pun kemudian menjadi murid Sunan Bonang dan menjadi salah satu wali yang menyebarkan Islam di pulau Jawa. 

Baca juga: Sunan Gresik, Wali Pertama Penyebar Islam di Tanah Jawa

Wali Songo

Wali songo adalah  sembilan orang wali,  Mereka adalah Maulana Malik Ibrahim, Sunan Ampel, Sunan Giri, Sunan Bonang, Sunan Dradjad, Sunan Kalijaga, Sunan Kudus, Sunan Muria, serta Sunan Gunung Jati. Mereka ini adalah oenyebar agama islam di pulai Jawa yang sangat terkenal.

Para wali ini tidak hidup pada saat yang persis bersamaan,  namun di antaranya memiliki keterkaitan yang sangat erat.  Keterkaitan itu ada yang Sari ikatan darah atau keturunan dan juga hubungan murid-murid.  Kisah wali songo sangat di kagumi dan patun di tiru oleh generasi penerus bangsa saat ini.

Terutama dalam hal penyebaran agama islam di pulau Jawa,  banyak perilaku dan tindakan wali songo yang bisa kita teladani. Yang bisa kita gali informasinya untuk kita jadikan teladan yang juga sangat penting utuk di ketahui adalah mengenai strategi dakwah yang di lakukan para wali.  Berikut ini adalah strategi dakwah yang patur di teladani dari kisah wali songo.

  1. Lemah Lembut dan Toleransi

Strategi dakwah yang bisa kita teladani dari kisah wali songo yang pertama adalah menyampaikan dengan lemah lembut dan toleransi.  Dakwah adalah hal yang sangat sensitif yang berkenaan dengan hati san jiwa,  sehingga terikat dengan emosional seseorang.  Para wali songo pada kisahnya selalu menyampaikan dakwahnya dengan cara yang lemah lembut dan toleran terhadap budaya yang telah ada dan menjadi ciri khas.

Selanjutnya yang bisa kuta teladani dari kisah wali songo adalah menyampaikan dakwah dengan tidak mempersulit.  Dalam penyampaiannya,  para wali songo memang selalu mempermudah,  hal itu di karenakan agar proses penyampaian agar mudah dimengerti dan di oahami oleh masyarakat.

Yang ketiga yang juga patut untuk kuta teladani dari kisah wali songo adalah dalam menyampaikan dakwah harus bertanggung jawab.  Sebagai seorang dai memang di haruskan menyampaikan apa yang ia ketahui dan mengakui apa yang tidak ia pahami. Karena itulah dalam berdakwah di haruska bisa bertanggung jawab terhadap perkataannya sendiri.

Strategi dakwah yang di terapkan wali songo memang sangat patut untuk di teladani pada masa saat ini.  Meskipun masa yang berbeda dan tentunya juga dengan tantangan yang berbeda dan lebih beragam,  dengan menggunakan strategi dakwah tersebut akan mempermudah masyarakat dalam menerima informasi.

Oleh karena itu sebaiknya selalu memasukkan cara-cara yang di lakukan wali songo ketika menyampaikan sesuatu kepada orang lain.  Sehingga substansi dan nilai keagamaan bisa diterima baik dari sisi pengetahuan maupun sifatnya. Karena Islam adalah agama rahmatan lil alamin, tentu pendekatan yag digunakan juga tetap memperhatikan nilai-nilai keislaman.

Berita terbaru Ekonomi & Keuangan

Berita terbaru Pewarta Nusantara

  • The Asia Foundation
  • Filsuf
  • KLHK
  • Festival EFT
  • Budaya

Nilai yang perlu diteladani dari Walisongo:

1. keimanan dan ketakwaannya kepada Allah SWT 2. menguasai ilmu agama maupun ilmu pengetahuan lainnya

3. perjuangannya dalam rangka meninggikan nama Allah SWT 

Dengan demikian, keteladanan yang dapat kita pelajari dari Walisongo yaitu keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT.

Dakwah Wali Songo menjadi inspirasi syiar Islam hingga detik ini.

Sabtu , 09 Nov 2019, 10:25 WIB

Tangkapan Layar

Buku Atlas Wali Songo karya Agus Sunyoto.

Red: Karta Raharja Ucu

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Muhyiddin Penyebaran Islam di Nusantara tidak terlepas dari peran Wali Songo, sembilan tokoh penyebar Islam yang dakwahnya bisa memikat hati masyarakat Indonesia. Fakta sejarah menunjukkan bahwa setelah dakwah Islam dijalankan Wali Songo, Islam berkembang sangat pesat di kalangan pribumi.

Buku berjudul Atlas Wali Songo ini menyajikan berbagai strategi dakwah yang dilakukan Wali Songo dalam menyebarkan Islam di nusantara. Buku ini merupakan buku pertama yang mengungkap Wali Songo sebagai fakta sejarah. Karya Agus Sunyoto ini berusaha menjawab keraguan banyak orang mengenai kebenaran adanya Wali Songo di nusantara.

Dalam pengantaranya di buku ini, Prof KH Said Aqil Siraj mengatakan, para wali telah merumuskan strategi dakwah atau strategi kebudayaan secara lebih sistematis, terutama bagaimana menghadapi kebudayaan Jawa dan nusantara pada umumnya yang sudah sangat tua, kuat, dan mapan.Menurut dia, para wali memiliki metode dakwah yang sangat bijak. Mereka memperkenalkan Islam tidak serta merta, tidak ada cara instan, sehingga Wali Songo merumuskan strategi jangka panjang. Tidak masalah bagi mereka jika harus mengenalkan Islam pada anak-anak karena mereka merupakan masa depan bangsa.Kiai Said mengungkapkan, strategi para wali dalam mengembangkan ajaran Islam di bumi nusantara dimulai dengan beberapa langkah strategis. Pertama, tadrij [bertahap]. Misalnya, ketika pribumi meminum tuak atau makan daging babi, secara bertahap para wali akan meluruskan perilaku mereka tersebut sesuai dengan ajaran Islam.Kedua, adamul haraj [tidak menyakiti]. Menurut Kiai Said, dengan cara ini para wali membawa Islam tidak dengan mengusik tradisi mereka, bahkan tidak mengusik agama dan kepercayaan mereka, tapi memperkuatnya dengan cara yang Islami.Para wali sadar betul bahwa kenusantaraan yang multietnis, multibudaya, dan multibahasa ini bagi mereka adalah anugerah Allah yang tiada tara, kata Kiai Said. Ajaran dan strategi dakwah para Wali Songo tersebut bisa teladani dan dikembangkan oleh para pendakwah saat ini sesuai dengan konteks zaman. Buku ini merupakan sumber referensi yang penting untuk dibaca oleh para mubaligh, bahkan oleh para akademisi, budayawan, dan aktivis sosial.

Agus Sunyoto dalam buku ini menjelaskan, gerakan dakwah Wali Songo merujuk pada usaha-usaha penyampaian dakwah Islam melalui cara-cara damai, terutama melalui prinsip mawidzatul hasanah wa mujadalah billati hiya ahsan, yaitu metode penyampaian ajaran Islam melalui cara dan tutur bahasa yang baik. Pada masa itu, ajaran Islam dikemas oleh para ulama sebagai ajaran yang sederhana dan dikaitkan dengan pemahaman masyarakat setempat. Mereka mmebumikan Islam se suai adat budaya dan kepercayaan penduduk setempat lewat proses asimilasi dan sinkretisasi.

Menurut penulis, pelaksanaan dakwah dengan cara ini memang membutuhkan waktu lama, tetapi berlangsung secara damai. Menurut Thomas W Arnold dalam The Preaching of Islam, tumbuh dan berkembangnya agama Islam secara damai ini lebih banyak merupakan hasil usaha para mubaligh dibandingkan dengan hasil usaha para pemimpin negara.

  • resensi buku
  • atlas wali songo
  • wali songo

Jawaban:

1. Maulana Malik Ibrahim [Sunan Gresik]

Nilai yang harus diteladani : Pantang menyerah, cerdas, dan berani.

Sebagai wali pertama dalam wali songo Sunan Gresik memiliki semangat dakwah yang sangat besar khususnya dakwah di Pulau Jawa. Beliau dengan ikhlas menyebarluaskan agama islam baik secara langsung maupun melalu kesenian Jawa.

2. Raden Rahmat [Sunan Ampel]

Nilai teladan : Toleransi, saling menghargai, kasih sayang pada sesama.

Ketika Sunan Ampel berdakwah kepada Prabu Brawijaya. Meskipun akhirnya tidak memeluk agama Islam, Sunan Ampel mengajarkan falsafah Moh Limo [5M]. Yang dimaksud dengan Moh Limo adalah tidak mau melakukan lima perbuatan tercela. Saat itu beliau tetap menghargai keputusan dan terus menyebarkan dakwah islami

3. Raden Makhdum [Sunan Bonang]

Nilai keteladanan : Cerdas, berwibawa, ramah

Dakwahnya melalui kesenian sastra berbentuk suluk atau tembang tamsil, selain itu menciptakan tembang tombo ati yang sekarang masih dikenal. Gamelan Jawa merupakan salah satu budaya Hindu yang diberi nuansa berbeda serta pada pewayangan dimasukkan cerita Islami.

4. Raden Qasim [Sunan Drajat]

Nilai teladan : dermawan, jujur, pekerja keras

Kisah keteladanannya adalah cara dakwahnya yang menekankan keteladanan dalam hal perilaku yang terpuji, kedermawanan, kerja keras, dan peningkatan kemakmuran masyarakat. Sunan Drajat juga berdakwah melalui kesenian. Tembang Macapat Pangkur disebut sebagai ciptaannya.Namun, saat itu beliau tidak menekankan warga untuk langsung memeluk agama islam melainkan menarik perhatian melalui kesenian religius.

5. Ja’far Shadiq [Sunan Kudus]

Nilai keteladanan : Ksatria, ambisius, Idealis

Sunan Kudus berasal dari Al-Quds Yerussalem Palestina, putra dari Raden Usman Haji dengan Syarifah Ruhil. Cara Sunan Kudus mendekati masyarakat dengan memanfaatkan simbol Hindu-Budha, hal itu terlihat pada arsitektur masjid Kudus.

6. Raden Paku [Sunan Giri]

Nilai teladan : Tekun, disiplin, religius

Salah satu cara berdakwahnya adalah melalui pesantren Giri yang terus berkembang hingga menjadi sebuah Kerajaan kecil [Giri Kedaton].

7. Raden Sahid [Sunan Kalijaga]

Nilai teladan : Sabar, pekerja keras, ulet

Lahir tahun 1450 di Tuban dan wafat tahun 1550 di Demak. Metode dakwah yang digunakannya adalah pemahaman agama berbasis salaf yaitu kesenian dan kebudayaan. Contoh kesenian dan kebudayaan yang digunakan ialah seni ukir, wayang, gamelan, dan seni suara untuk menyebarkan agama Islam.

Beberapa lagu terkenal yang diciptakannya adalah Lir Ilir dan Gundul Pacul, metode tersebut terkesan efektif karena dapat mengambil hati masyarakat.

8. Raden Umar Said [Sunan Muria]

Nilai teladan : Lembut, Cerdas, religius

Dalam berdakwah, Sunan Muria menggunakan metode yang sama dengan ayahnya yaitu Sunan Kalijaga. Beliau menyampaikan kepada masyarakat melalui pendekatan kebudayaan dan kesenian tradisional Jawa.

9. Syarif Hidayatullah [Sunan Gunung Jati]

Nilai keteladanan : Cerdas, disiplin, ulet

Merupakan keturunan keraton Pajajaran melalui Nyai Rara Santang. Sunan Gunung Jati menjadikan Kota Cirebon sebagai pusat dakwah dan pemerintahannya, berhasil mengembangkan kekuasaan serta penyebaran Islam.

Dalam berdakwah beliau menganut kecenderungan Timur Tengah yang lugas serta mendekati masyarakat dengan membangun infrastruktur berupa jalan.

Video yang berhubungan