Skip to content
Home » Artikel Pajak »
Pemerintah telah melakukan perubahan ketentuan perpajakan melalui Rancangan Undang-Undang Harmonisai Peraturan Pajak (RUU HPP) yang telah disetujui pada Sidang Paripurna DPR pada tanggal 7 Oktober 2021. Terdapat banyak perubahan ketentuan pajak dan salah satunya adalah tarif pajak orang pribadi yang baru. Tarif pajak orang pribadi yang baru memperbaharui ketentuan yang sebelumnya diatur pada pasal 17 UU PPh (Undang-Undang Pajak Penghasilan). Perubahan ini berdampak pada perubahan perhitungan PPh 21 Karyawan perusahaan. Berikut ini perubahan tarif pajak orang pribadi berdasarakan UU HPP yang memperbaharui Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh.
Pada Tabel diatas dapat dilihat bahwa terdapat ada perubahan ketentuan. Pertama, tariff PPh 21 UU HPP terdapat 5 lapisan dimana sebelumnya pada UU PPh hanya terdapat 4 lapisan. Pemerintah menambahkan lapisan ke-5 dengan tarif 35% dengan Penghasilan Kena Pajak dalam setahun diatas 5 Milyar Rupiah. Kedua, pada lapisan pertama atau ke-1 pemerintah memperbesar Penghasilan Kena Pajak dalam setahun dari 0 sampai dengan Rp.50 Juta Rupiah menjadi dari 0 sampai dengan Rp.60 Juta Rupiah. Akibat dari perubahan kedua, apabila sebelum UU HPP seorang karyawan dengan Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp.60 Jt setahun dikenakan 2 lapis tarif pajak yakni 5% dan 15%. Maka setelah UU HPP ini seorang karyawan dengan Penghasilan Kena Pajak sebesari Rp.60 Juta setahun hanya akan dikenakan 1 lapis Tarif pajak yakni 5%. Sehingga pajak yang harus dibayarkan menjadi lebih rendah. Berikut ini contoh perhitungan karyawan PPh 21 Karyawan berdasarkan Pasal 17 ayat (1) Huruf a UU PPh dan UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Pajak Pak Arsan seorang karyawan pada PT.XYZ menerima gaji dan tunjangan sebesar Rp.11.000.000,- setiap bulan dari perusahaan dengan status belum menikah dan tanpa tanggungan. Serta memiliki NPWP. Perhitungan PPh 21 berdasarkan UU PPh :
Perhitungan PPh 21 UU HPP :
Pada dua perhitungan pajak di atas dapat disimpulkan bahwa pajak terutang setahun Pak Arsan lebih kecil apabila menggunakan tarif pajak PPh 21 UU HPP dibandingkan dengan tarif pajak UU PPh. Penulis: Gerriva Costa PPh PASAL 21 (6)
UNTUK menghitung besaran PPh Pasal 21, digunakan tarif berlapis yang diatur dalam Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 (UU PPh). Tarif ini diterapkan atas penghasilan kena pajak dari pegawai tetap, penerima pensiun berkala yang dibayarkan secara bulanan dan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas yang dibayarkan secara bulanan. Berikut ini rincian tarif PPh Pasal 21 yang berlaku bagi wajib pajak (WP):
Adapun penerapan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh dapat dijabarkan dalam beberapa contoh di bawah. Namun sebelum memasuki contoh soal, perlu diinformasikan beberapa waktu lalu, tepatnya 22 Juni 2016 pemerintah telah menetapkan besaran PTKP yang baru melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 101/PMK.010/2016 (PMK 101/2016) tentang Penyesuaian Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak. Dalam PMK 101/2016 tersebut, besarnya PTKP per tahun adalah sebagai berikut:
Ketentuan ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkannya yaitu 27 Juni 2016. Dengan berlakunya ketentuan ini maka atas PPh Pasal 21 yang telah dibayarkan untuk periode Januari-Juni 2016, harus dilakukan penyesuaian melalui pembetulan surat pemberitahuan tahunan (SPT). Mengingat belum keluarnya ketentuan mengenai pedoman teknis penghitungan PPh Pasal 21 yang dituangkan dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak (PER), maka contoh-contoh soal yang akan disampaikan masih menggunakan penghasilan tidak kena pajak (PTKP) yang mengacu pada PMK 101/2016 dengan ketentuan mengenai pedoman teknis yang diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-16/PJ/2016 tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi. Penerapan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh dapat dijabarkan dalam beberapa contoh soal di bawah ini:
Bagi pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas yang memperoleh penghasilan berupa upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan, dan uang saku harian dan tidak dibayarkan secara bulanan maka tarif lapisan pertama Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh sebesar 5% diterapkan untuk:
Namun, apabila jumlah penghasilan kumulatif dalam satu bulan lebih dari Rp10,2 juta, tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh diterapkan atas penghasilan kena pajak yang disetahunkan. Berikut ini adalah beberapa contoh soal dari penjelasan di atas:
Bagi WP yang tidak mempunyai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) akan dikenakan tarif 20% lebih tinggi, sehingga jumlah PPh pasal 21 yang harus dipotong menjadi 120%. Ketentuan ini berlaku untuk pemotongan PPh Pasal 21 yang bersifat tidak final. Berikut ini contoh soal penjelasan tersebut:
Namun, dalam hal WP yang belum memiliki NPWP dan penghasilannya telah dipotong PPh Pasal 21 dengan tarif 20% lebih tinggi, kemudian mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP dalam tahun kalender yang bersangkutan, paling lama sebelum pemotongan PPh Pasal 21 masa pajak Desember, maka akan berlaku ketentuan lain. Adapun ketentuannya adalah selisih tarif sebesar 20% lebih tinggi atas PPh Pasal 21 yang telah dipotong akan menjadi pengurang bagi bulan selanjutnya setelah memiliki NPWP. Berikut ini adalah contoh soal dari uraian di atas:
Adapun, untuk contoh soal perhitungan PPh Pasal 21 dapat dilihat di bagian 7 atau terakhir dari materi PPh Pasal 21 ini. |