Berapa lama sapi birahi setelah melahirkan

Peningkatan populasi menjadi satu kunci sukses program swasembada daging sapi. Salah satu trik mempercepat tingkat kelahiran dengan mengatur waktu kawin, sehingga tersedia anakan sapi setiap tahun.

Selama ini peternak sapi selalu mengeluhkan harga bibit sapi dan bakalan yang mahal untuk usaha penggemukan. Di beberapa daerah sentra pada tahun 2015, harga bakalan sapi hidup mencapai Rp 40-50 ribu/kg berat hidup. Sedangkan bibit sapi dengan berat 200-300 kg dibanderol lebih tinggi yakni Rp 50-60 ribu/kg berat hidup.

Harga yang tinggi ini karena pasokan bibit dan bakalan yang langka di pasar hewan. Apalagi pasar hewan di dalam negeri mengandalkan peternak kecil yang umumnya hanya mempunyai indukan satu sampai dua ekor. Penjualan bibit/bakalan sapi tergantung kebutuhan peternak.

“Masalah reproduksi ternak khususnya indukan seperti kawin berulang, panjangnya jarak beranak dan rendahnya kebuntingan induk jadi penghambat tersendiri bagi pengembangan usaha pembibitan sapi,” kata peneliti reproduksi sapi dari Loka Penelitian Sapi Potong, Badan Penelitian Pertanian (Balitbangtan), Lukman Affandhy, beberapa waktu lalu.

Serupa dengan hewan mamalia lainnya, sapi perlu waktu bunting selama 9 bulan untuk bisa menghasilkan bibit/bakalan. Namun justru sering terjadi adalah setelah melahirkan, sapi betina indukan tidak kembali dikawinkan. Ada yang malah langsung menjualnya atau menyembelihnya meski masih berusia produktif.

Padahal sapi potong bisa dikawinkan kembali dalam waktu 2-3 bulan setelah beranak. Dengan demikian, sapi dapat bunting lagi dalam waktu 3-4 bulan pasca beranak. Sayangnya di peternak, sering terjadi kasus infertilitas berupa ketidakmampuan birahi setelah beranak. Akibatnya, sapi terlambat kawin dan rentang beranaknya menjadi lebih dari 18 bulan. Rentang yang panjang ini menyebabkan angka kelahiran sapi potong masih rendah yakni sebesar 18,4% dan mortalitas sebesar 2,0%.

Untuk berlangganan Tabloid Sinar Tani Edisi Cetak SMS / Telepon ke 081317575066

oleh Disnakkeswan Prov.NTB · 23 Juni 2020

Bagi seorang peternak sapi terutama breeder, mendapatkan keuntungan dari lahirnya anakan pedet merupakan suatu tujuan. Dalam prakteknya tujuan tersebut dapat dicapai dengan melakukan dan memastikan optimalisasi fertilitas ternak yang dimiliki yakni dengan melakukan deteksi birahi secara akurat, sebab deteksi birahi yang jelek merupakan alasan utama tertundanya kebuntingan pada sapi. Bagi peternak yang sudah lama bergelut di dunia ternak sapi, pasti sudah hafal dengan karakteristik dan perubahan tingkah laku pada sapi birahi, namun untuk peternak pemula sering kali mengalami kesulitan untuk mengenali tanda-tanda birahi pada ternak sapinya. Berikut kami coba rangkum dalam artikel ini. Tanda-tanda birahi biasanya dapat bervariasi antar individu sapi dalam satu kelompok. Manifestasinya cenderung lebih tampak pada sapi dara daripada sapi indukan. Namun tanda birahi yang paling bisa diandalkan pada sapi dara maupun indukan adalah sapi betina diam/tidak bergerak saat dinaiki oleh sapi yang lain. Betina yang tidak sedang megalami kondisi estrus biasanya cenderung tidak mau untuk dinaiki. Pada saat memasuki masa estrus, sapi akan cenderung gelisah dan terlihat menjilati dan mengendus bagian belakang sapi lain. Kadang-kadang juga terdapat tanda-tanda discharge (leleran) dari vulva yang berupa mucus transparant yang sangat elastis sehingga terlihat menggantung pada vulva. Pada vulva juga bisa terlihat bengkak dan memerah, serta suhunya juga mengalami kenaikan. Ekor sapi biasanya sedikit ditegakkan dan bulu di pangkal ekor terlihat lebih kusut dan kotor karena sapi pada satu kandang umbaran biasanya saling menaiki satu sama lain..

Pada hari kedua dari dimulainya estrus, sering kali terdapat leleran vulva berupa mucus berwarna putih kekuningan yang mengandung banyak sel leukosit neutrophil dari uterus, kadang-kadang namun tidak selalu, leleran juga disertai warna sedikit kemerahan yang berasal daerah karunkula di dalam uterus. Selama masa estrus, bagian epitel dari vagina mengalami penebalan akibat dari pertumbuhan dan pembelahan sel-sel yang berbentuk kubus di bagian permukaannya.

Pada saat estrus, di saluran reproduksi betina terdapat beberapa perubahan sesuai dengan periode estrus yang dibagi menjadi beberapa tahapan yakni: 1. Proestrus Pada periode proestrus maka uterus mengalami peningkatan suplai darah dan cairan mucus mulai terakumulasi di dalam lumen uterus 3 hari menjelang ovulasi. 2. Estrus Pada kondisi ini sel sel endometrium mengalami penebalan hingga 2,5 kali dari volume normalnya akibat dari pengaruh hormon estrogen. Di bagian ovarium terdapat folikel yang sudah matang yang akan bertahan selama 12 jam setelah tanda tanda perubahan perilaku sapi (menaiki sapi lain). 3. Metestrus Periode ini dimulai setelah terjadinya ovulasi, dan ovarium mulai membentuk Corpus Luteum (CL) yang masih berukuran kecil namun berisi cairan. 4. Diestrus

Selama masa diestrus, uterus berubah menjadi homogenous. Cairan di dalam uterus menjadi sedikit bahkan tidak ada. Korpus luteun juga menjadi lebih besar dan tidak mengandung cairan, dan hal ini juga menandakan berakhirnya satu siklus birahi pada saluran reproduksi betina.

Sumber :

Hopper, R. M., 2015. Bovine Reproduction. John Wiley and Son Inc. Missisipi.

Arthur’s Veterinary Reproduction and Obstetrics.2001. Elsevier Limited. ISBN: 9780702025563

(gambar) //veterinarysciencehub.com/estrous-cycle-different-stages-in-domestic-animals/ (dengan terjemahan sendiri)

#kementan #ditjenpkh #bbibsingosari #peternak #sapi#disnakkeswanntb

Pemeliharaan induk sapi potong harus dipandang sebagai sebuah usaha yang menguntungkan. Pemeliharaan induk sapi potong dalam jangka panjang bertujuan untuk menghasilkan pedet berkualitas dan memiliki harga jual yang tinggi. Sehubungan dengan hal tersebut, faktor reproduksi sangat penting diperhatikan. Efisiensi reproduksi memiliki peran yang besar dalam meningkatan keuntungan usaha pemeliharaan induk sapi potong. Mengatasi permasalahan reproduksi yang menjadi kendala efisiensi penting untuk diperhatikan. Salah satu ukuran efisiensi reproduksi adalah jarak beranak calving interval (CI). Idealnya seekor induk melahirkan anak satu kali dalam satu tahun atau CI = 12 bulan. Keterlambatan bunting pasca melahirkan selama 1 bulan berarti pemborosan biaya pemeliharaan 1 bulan. Jika taksiran biaya pemberian pakan dan perawatan seekor induk sapi dalam satu hari adalah Rp 10.000,- maka kerugian yang ditanggung akibat keterlambatan bunting tersebut adalah Rp. 300.000,- perbulan atau Rp. 3.650.000,- pertahun.

Faktor-faktor Penentu Jarak Beranak

Banyak faktor penyebab CI menjadi panjang, baik yang bersumber dari kekurangan pada induk betina pejantan atau pengelola. Penyebab CI menjadi panjang dalam prakteknya adalah karena terlambat kawin pasca melahirkan, kawin berulang dan kegagalan memelihara kebuntingan hingga lahir. Terlambat kawin pasca melahirkan dapat terjadi karena berahi yang tak kunjung datang, tidak mampu melihat tanda-tanda berahi dan tidak tersedia pejantan. Kasus kawin berulang terjadi disebabkan oleh kegagalan pembuahan dan kematian embrio dini. Berdasarkan hasil survei yang dilakukan BPTP Jambi terhadap kasus induk betina yang tidak menunjukkan gejala berahi, paling sering disebabkan oleh hipofungsi ovarium. Hipofungsi ovarium sebagian besar akibat kekurangan asupan nutrien, sehingga permasalahan ini juga berakar pada pengelolaan.
Berikut adalah beberapa hal yang harus dilakukan pengelola/peternak untuk dapat memperpendek CI.

1. Mengupayakan munculnya berahi normal pasca melahirkan

– Pemberian pakan berkualitas terutama 20 hari sebelum dan 30 hari sesudah melahirkan. – Penyapihan sementara pedet 48 jam setelah melahirkan. Hasil penelitian menunjukan bahwa pemisahan sementara pedet umur 2 hari selama 24 jam akan menggertak bekerjanya kembali hormon reproduksi.

– Penyuntikan hormon misalnya PGF2

2. Mengawinkan induk tepat waktu

– Kawin baru dapat dilakukan setelah lebih dari 50 hari setelah melahirkan, sehingga bila terjadi berahi sebelum itu induk jangan dikawinkan dahulu. – Tanda-tanda berahi berlangsung sekitar 18 jam, dan waktu optimal untuk mengawinkan adalah 9-24 jam setelah pertama kali tanda-tanda berahi muncul.

– Sapi betina yang berahi kelaminnya akan terlihat Abang/Merah, Abuh/Bengkak dan terasa Anget/Hangat serta bertingkah laku Bengak-bengok/Teriak-teriak melenguh

dan Cingkrak-cingkrik menaiki teman yang disebelahnya (walaupun sesama jenis). Awal munculnya tanda-tanda berahi dapat terjadi kapan saja, namun paling sering lewat tengah malam hingga pagi.

Tabel 1. Persentase waktu kejadian birahi pada sapi induk

Waktu birahi Gejala birahi (%)

06.00 – 12.00                22

12.00 – 18.00                10

18.00 – 24.00                25

24.00 – 06.00                43

Sumber: Selk (2000)

– Penentuan berahi atau kawin pada sapi yang dilepas bersama pejantan dapat di lakukan dengan penandaan berupa cat atau stiker khusus pada daerah punggung dekat pangkal ekor yang berarti apakah sapi tersebut sudah dinaiki oleh pejantan.

Gambar 1. Penentuan birahi pada sapi yang dilepas bersama pejantan

3. Memastikan terjadinya kebuntingan

Kemampuan untuk mendeteksi kebuntingan lebih dini mulai dari dua minggu setelah dikawinkan akan lebih menguntungkan karena kemungkinan penyebab dan cara mengatasinya lebih awal bisa diketahui. Hal ini dapat dilakukan menggunakan reagen uji kebuntingan ternak.

4. Mencatat aktivitas reproduksi

Pencatatan harus memuat antara lain tanggal melahirkan, kondisi kelahiran, tanggal berahi dan dikawinkan, pejantan yang digunakan, kelainan kebuntingan.

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA