Berapa jumlah ikan yang boleh ditangkap oleh nelayan Indonesia sesuai dengan aturan internasional sertakan hitungannya?

Liputan6.com, Jakarta - ‎Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyatakan potensi perikanan tangkap di perairan Indonesia saat ini mencapai 9,9 juta ton. Angka ini akan terus meningkat seiring dengan berkurangnya kapal asing pencuri ikan yang beredar di perairan Indonesia.

Direktur Pengolahan Sumber Daya Ikan‎ KKP Toni Ruchimat mengatakan, angka ini merupakan hasil survei yang dilakukan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan (Litbang) KKP. Angka 9,9 juta ton ini merupakan 50 persen dari biomass yang ada di laut Indonesia.

"Potensi ikan yang ada di perairan kita, di Litbang KKP telah melakukan survei. Potensi kita ini adalah ikan yang maksimal dapat dipanen. Ini 50 persen dari biomass di laut. Angka 9,9 juta ton per tahun ini sudah ada kenaikan dari tahun 2013," ujar dia di Kantor KKP, Jakarta, Rabu (16/11/2016).

Dari 9,9 juta ton tersebut, paling besar yaitu jenis ikan pelagis kecil yang mencapai 3,5 juta ton. Kemudian disusul oleh ikan pelagis besar sebanyak 2,4 juta ton, ikan demersal 2,3 juta ton, ikan karang 976 ribu ton, udang penaeid 326 ribu ton, cumi-cumi 197 ribu ton, rajungan 48 ribu ton, kepiting 44 ribu ton dan lobster 8.803 ton.

Meski punya potensi besar‎, lanjut Toni, tidak semuanya bisa ditangkap. Menurut dia, berdasarkan aturan internasional, perikanan yang boleh ditangkap hanya sekitar 80 persen. Hal ini untuk menjaga keberlangsungan ekosistem perikanan di laut.

"Jumlah tangkap yang dibolehkan (JTB), kita tidak mengambil 100 persen tapi 80 persen dari 9,9 juta ikan ton per tahun. Kaidah yang benar kita jangan melebihi jumlah tangkap yang dibolehkan. Kalau lebih kita harus melakukan berbagai hal," tandas dia.

‎Menurut Toni, potensi perikanan tangkap yang mencapai 9,9 juta ton ini tidak lepas dari adanya kebijakan-kebijakan KKP yang memberantas tindak pencurian ikan oleh kapal asing atau illegal, unreported and unregulated (IUU fishing) dan larangan transhipment di tengah laut.

"Sejak 2013 itu karena adanya illegal fishing itu perairan kita warnanya merah (potensi perikanan menurun), karena banyak ikan yang dicuri‎," tandas dia. (Dny/Gdn)

Berdasarkan aturan internasional, jumlah tangkapan ikan yang diperbolehkan (allowable catch) adalah 80% dari potensi lestari. Potensi lestari (maximum sustainable yield) sumber daya perikanan tangkap Indonesia diperkirakan sebesar 9,9 juta ton per tahun. Bagaimana upaya tepat untuk mengoptimalkan potensi tersebut tanpa mengganggu ekosistem? 

Balai Riset Perikanan Laut (BRPL) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengeluarkan hasil kajian survei 2016 tentang jumlah tangkapan ikan yang diperbolehkan sebesar 12,5 juta ton.

Merdeka.com - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) akan menerapkan kebijakan penangkapan ikan dengan kuota yang dibatasi untuk kapal penangkap ikan maupun nelayan di seluruh Indonesia. Aturan ini untuk menjaga produktivitas hasil laut.

"Model atau kebijakan yang akan kami terapkan ke depan ini adalah penangkapan yang terukur dengan kuota ikan yang dibatasi," kata Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono seperti ditulis Antara, Jumat (28/1).

Menurut dia, kebijakan pembatasan kuota penangkapan ikan penting ditempuh, karena pemerintah selalu dihadapkan pada 'illegal unregulatted fishing'. Akibatnya, penangkapan ikan dari dalam maupun luar yang tidak dilaporkan berapa yang diambil, tidak diregulasi dengan baik.

"Implementasi kesehatan laut salah satunya adalah produktivitas laut, hasil laut itu adalah sektor perikanan, sektor perikanan inilah yang menjadi rebutan seluruh umat manusia di dunia, termasuk Indonesia yang begitu sangat luar biasa," katanya.

Berdasarkan data yang diterima KKP dari Komisi Nasional Pengkajian Sumber Daya Ikan (Komnas Kajiskan), dari sebanyak 12,2 juta ton per tahun produksi ikan di Indonesia, yang diperbolehkan ditangkap sebesar 80 persen, atau kira-kira 9 juta ton ikan.

"Saya akan potong lagi hanya 5 juta ton, dengan demikian keberkesinambungan ekonomi laut itu bisa untuk generasi-generasi yang akan datang, itu yang akan kami terapkan," katanya.

2 dari 2 halaman

Menteri mengatakan, kontrak yang dilakukan adalah hanya boleh melakukan penangkapan ikan berdasarkan kuota. Begitu juga nelayan tradisional di wilayah pantai tersebut akan diberikan kuota tertentu sesuai dengan 'by name by address' atau nama dan alamat.

"Jadi kalau nelayan tradisional bukan dari wilayah sini misalnya, karena ini kan wilayah laut Pantai Parangtritis, ya dia nelayan lain tidak boleh ambil di sini, begitu sebaliknya," katanya.

"Akan kami awasi dengan satelit, akan kami awasi dengan radar, akan kami awasi dengan kapal yang patroli terus menerus selama 24 jam, supaya laut kita bersih," katanya. (mdk/idr)

Baca juga:
Pengadilan Tolak Permohonan Suntik Mati Nelayan di Lhokseumawe
28 Nelayan Aceh Pencuri Ikan di Thailand Dibebaskan
3 Hari Terombang-ambing, 2 Nelayan Pangkep Ditemukan Selamat di Perairan Selayar
Nelayan Minta Disuntik Mati, Ini Kata Pemkot Lhokseumawe
Budidaya Ikan di Waduk Dilarang, Nelayan Ajukan Suntik Mati ke Pengadilan Lhokseumawe

2. Harga sebuah merk obat “A" tidak mengalami perubahan setiap minggunya yaitu sebesar Rp 20.000/ butir . tetapi jumlah penawaran obat tersebut naik s … ebesar 120 butir/bln dari penawaran semula sebesar 150 butir/bln. Hitunglah :a. Koefisien elastisitasnya dengan cara perhitungan yang lengkap. Jawaban dalam bentuk desimal (pembulatan 2 angka dibelakang koma) b. Sifat penawarannya !

kegiatan ekonomi apa saja yang dapat dilakukan masyarakat di sekitar wilayah tersebut? Bantu Jawab Guys nanti ku follow ​

jelaskan alasan mengapa jalur malaka menjadi tempat yang strategis untuk berdagang oleh pedagang seluruh penjuru dunia saat itu?​

Jelaskan perbedaan kesehatan lingkungan dan teknik lingkungan !

JAWAB YAWSOAL:1.pasangan agama dan bangsa pembawa ajarannya ke Indonesia adalah?2.penyebab banyaknya suku bangsa di indonesia adalah?JAWAB YA KKA-!!​

Sebutkan semua organisani yang berada dibawah naungan ASEAN?TOLONG DIJAWAB YA KAK

Bagaimana kerja PLTA​

Contoh pekerjaan di bidang pertanian dan perkebunan.no report!!?​

jawab pertanyaan di atas​

dampak negatif globalisasi batik​

Jawaban:

1.Kontroversi jumlah sumber daya ikan (SDI) yang dirilis Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) pada 2016 lalu semakin ramai diperbincangkan di kalangan akademisi dan praktisi kelautan dan perikanan. Jumlah SDI sebanyak 12,5 juta ton ikan pada 2016, dinilai tidak masuk akal karena penetapannya diduga tidak melibatkan sejumlah instansi berwenang seperti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Komnas Pengkajian Stok Ikan (Kajiskan) dan Balai Riset Sumber Daya Manusia (BRSDM) Kelautan dan Perikanan.

Guru Besar Ilmu Perikanan dan Kelautan Institut Pertanian Bogor (IPB) Rokhmin Dahuri di Jakarta, belum lama ini mengungkapkan, jumlah stok ikan 12,5 juta adalah jumlah yang mengada-ada. Dia bahkan menyebut, jumlah tersebut adalah kebohongan yang sudah dilakukan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti.

“Kenapa disebut bohong? Karena data tersebut tidak dikonsultasikan lebih dahulu dengan lembaga berwenang untuk SDI,” ucap dia.

Menurut Rokhmin, ada sejumlah alasan kenapa data yang dirilis KKP tersebut diragukan. Pertama, saat SDI dirilis pertama kali pada 1981, saat itu penghitungan masih dilakukan di angka kisaran antara 6,5 sampai 16 juta ton per tahun. Angka tersebut bergantung pada luasan area dan jenis-jenis ikan yang disurvei.

Kemudian, kata Rokhmin, setelah dilakukan penghitungan, angka potensi produksi lestari atau maximum sustainable yield (MSY) akhirnya ditetapkan di angka 6,5 juta ton per tahun dan terus berlaku hingga 2013. Penetapannya dilakukan karena keterbatasan teknologi dan dana.

Setelah kemajuan teknologi berlangsung, Rokhmin menjelaskan, pada 2014 KKP kemudian menetapkan angka MSY menjadi 7,3 juta ton per tahun berdasarkan rekomendasi dari Kajiskan. Dan, pada awal 2016, angka MSY kembali melonjak menjadi 9,93 juta ton per tahun.

Menanggapi tuduhan tersebut, KKP pada awal pekan ini langsung membeberkan alasan munculnya angka SDI 12,5 juta ton per tahun. Menurut Kepala BRSDM KP Zulficar Mochtar, kajian menghitung estimasi potensi SDI dilaksanakan dengan menggandeng pihak yang memiliki kapasitas dan otoritas. Penghitungan itu dilakukan dengan menggunakan metoda koleksi data dan proses analisa sains yang bisa dipertanggungjawabkan.

“KKP memandang perlu untuk mengklarifikasi pandangan bahwa KKP melakukan kebohongan publik terhadap angka potensi SDI tahun 2015 dan kajian estimasi terbaru tahun 2016,” ujar dia saat memberikan bantahannya di Jakarta, awal minggu ini.

Zulficar menjelaskan, sebelum dirilis angka 12,5 juta ton per tahun, pada 2015 KKP lebih dulu merilis angka 9,9 juta ton melalui Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 47/2016 tentang Estimasi Potensi, Jumlah Tangkapan yang Diperbolehkan, dan Tingkat Pemanfaatan Sumber Daya Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia.

Setelah itu, kata Zulficar, KKP melakukan pembaruan data kembali karena wilayah perairan laut Indonesia sudah mengalami kelebihan potensi tangkap atau overfishing atau dengan kata lain stok ikan yang ada di laut sudah semakin menyusut (overfished). Selain overfishing, alasan dilakukan pembaruan, karena KKP ingin menjamin laju penangkapan yang berkelanjutan di wilayah penangkapan perikanan (WPP) RI.

“Maka pada tahun 2016 kembali dilakukan estimasi parameter, aplikasi model kajian, analisis kapasitas penangkapan, analisis risiko efek penangkapan, thematic mapping dengan melibatkan pakar dari Perguruan Tinggi, Komisi Nasional Pengkajian Stok Ikan, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, dan peneliti KKP,” jelas dia.

Untuk mendapatkan angka yang akurat, Zulficar menyebut, pencacahan data dilaksanakan di basis pendaratan ikan oleh enumerator, yang terdiri dari data jenis dan struktur stok sumber daya ikan, struktur armada, Catch Per Unit Effort, durasi waktu per trip armada penangkapan ikan, dan sistem penangkapan.

“Tak lupa, kita tempatkan observer di kapal penangkap yang mendata produktivitas atau kemampuan tangkap, jenis, ukuran dan komposisi hasil tangkapan, sebaran geografis area penangkapan, sistem penangkapan,” papar dia.

2.Penangkapan ikan berlebih adalah salah satu bentuk eksploitasi berlebihan terhadap populasi ikan hingga mencapai tingkat yang membahayakan. Hilangnya sumber daya alam, laju pertumbuhan populasi yang lambat, dan tingkat biomassa yang rendah merupakan hasil dari penangkapan ikan berlebih, dan hal tersebut telah dicontohkan dari perburuan sirip hiu yang belebihan dan mengganggu ekosistem laut secara keseluruhan.[1] Kemampuan usaha perikanan menuju kepulihan dari jatuhnya hasil tangkapan akibat hal ini tergantung pada kelentingan ekosistem ikan terhadap turunnya populasi. Perubahan komposisi spesies di dalam suatu ekosistem dapat terjadi pasca penangkapan ikan berlebih di mana energi pada ekosistem mengalir ke spesies yang tidak ditangkap.

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA