Bagaimanakah perilaku orang yang mengamalkan isi kandungan Quran Surat Al Jumu ah ayat 9 jelaskan?

al-Jumu'ah
Bagaimanakah perilaku orang yang mengamalkan isi kandungan Quran Surat Al Jumu ah ayat 9 jelaskan?
Berkas:Al-Jumu’a.png

Informasi
Arti Hari Jumat
Klasifikasi Madaniyah
Surah ke 62
Juz Juz 28
Statistik
Jumlah ruku' 2 ruku'
Jumlah ayat 11 ayat

Surah Al-Jumu’ah (bahasa Arab:الجمعة) adalah surah ke-62 dalam al-Qur'an. Surah ini tergolong surah Madaniyah yang terdiri atas 11 ayat. Dinamakan Al Jumu’ah yang bukan berarti hari jum’at, akan tetapi secara bahasa bermakna hari perkumpulan diambil dari perkataan Al-Jumu’ah (Jama`) yang terdapat pada ayat ke-9 surat ini. Al-Jumu'ah tidak menjelaskan secara langsung dalam bahwa suatu hari ibadah bagi kaum laki-laki diadakan di setiap pekan, meski banyak penafsiran aliran islam yang menerapkan ibadah semacam ini.

Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang.

  • Apapun yang berada di langit beserta yang berada di bumi memuja-muji Allah, Sang Raja, Yang Maha Kudus, Yang Maha Perkasa, Yang Maha Bijaksana; Dialah yang membangkitkan dalam kalangan ummi, seorang Rasul dari tengah-tengah kalangan tersebut yakni orang yang menyiarkan ayat-ayatNya kepada kalangan tersebut supaya memurnikan kalangan tersebut juga supaya ia mengajarkan Al-Kitab beserta Hikmah kepada kalangan tersebut; sebelum itu kalangan tersebut berada dalam kesesatan parah, demikian pula kepada golongan lain yang terasing dari kalangan tersebut; sungguh Dialah Yang Maha Perkasa, Maha Bijaksana; Demikianlah karunia Allah, Dia karuniakan untuk orang yang Dia perkenan; sungguh Allah memiliki karunia yang luar biasa. (Ayat: 1-4)
  • Perumpamaan orang-orang yang dipercayakan Taurat untuk mereka kemudian orang-orang itu tiada menerapkannya adalah serupa seekor keledai yang mengangkut kitab-kitab tebal, betapa buruk perumpamaan tentang kaum yang menolak ayat-ayat Allah. Dan Allah tidaklah membimbing golongan yang zalim. (Ayat: 5)
  • Katakanlah: "Wahai orang-orang yang menganut Yahudi, jika kalian mengklaim diri bahwa kalian merupakan kekasih-kekasih Allah dibanding umat manusia yang lain; maka segerakan kematian kalian apabila kalian adalah golongan yang benar!" orang-orang itu tiada akan menghendaki perkara itu sampai selamanya lantaran kejahatan yang telah mereka perbuat dengan tangan mereka sendiri;
    Sungguh Allah Maha Mengetahui tentang golongan yang zalim. (Ayat: 6-7)
  • Katakanlah: "Bahwasanya Maut yang hendak kalian hindari terhadapnya; maka Maut itu pasti menjumpai kalian; kemudian diri kalian akan dikembalikan kepada Yang Maha Mengetahui perkara yang ghaib maupun perkara yang tampak, lalu Dia jelaskan kepada kalian tentang hal-hal yang telah kalian perbuat" (Ayat:8)
  • Wahai orang-orang beriman, apabila diseru untuk shalat bersama-sama maka bergegaslah untuk mengingat Allah, serta hendaklah meninggalkan kesibukan, demikian itu merupakan lebih baik untuk kalian sekiranya kalian mengetahui,
    sewaktu shalat telah terselesaikan maka bertebaranlah kalian di muka bumi; serta carilah karunia Allah, maka hendaklah kalian sering mengingat Allah supaya kalian berhasil. (Ayat: 9-10)
  • Sementara apabila mereka melihat perniagaan atau kesenangan, mereka bersegera menghampiri hal demikian itu lalu mereka tinggalkan kamu seorang diri, maka katakanlah: "Apa yang di sisi Allah adalah yang terbaik dibanding kesenangan serta dibanding perniagaan, sebab Allah merupakan Pemberi rezeki terbaik." (Ayat: 11)

Maksudnya, apabila imam naik mimbar dan muazzin telah azan pada "hari jumu’ah", maka kaum muslimin wajib bersegera memenuhi panggilan muazzin itu dan meninggalkan semua pekerjaannya.

Tafsirnya, seruan Allah terhadap orang-orang beriman atau umat Islam yang telah memenuhi syarat-syarat sebagai mukalaf untuk untuk melaksanakan salat jumu’at umat Islam diwajibkan untuk meninggalkan segala pekerjaannya, seperti menuntut ilmu dan jual beli. Umat islam yang memenuhi seruan Allah tersebut tentu akan memperoleh banyak hikmah.

Umat Islam yang telah selesai menunaikan salat diperintahkan Allah untuk berusaha atau bekerja agar memperoleh karunia-Nya, seperti ilmu pengetahuan, harta benda, kesehatan dan lain-lain. Di mana pun dan kapanpun kaum muslimin berada serta apapun yang mereka kerjakan, mereka dituntut oleh agamanya agar selalu mengingat Allah. Mengacu kepada QS al-Jumuah 9-10 umat Islam diperintahkan oleh agamanya agar senantiasa berdisiplin dalam menunaikan ibadah wajib seperti salat, dan selalu giat berusaha atau bekerja sesuai dengan nilai-nilai Islam seperti bekerja keras dan belajar secara sungguh-sungguh.[1]

Selain berisikan perintah melaksanakan salat jumu’at juga memerintahkan setiap umat Islam untuk berusaha atau bekerja mencari rezeki sebagai karunia Allah SWT. Ayat ini memerintahkan manusia untuk melakukan keseimbangan antara kehidupan di dunia dan mempersiapakan untuk kehidupan di akhirat kelak. Caranya, selain selalu melaksanakan ibadah ritual secara tekun dan sungguh-sungguh.[2]

  1. ^ Syamsuri, 2004: 25
  2. ^ Bachrul Ilmy, 2006: 15

Surah Sebelumnya:
Surah As-Saff
Al-Qur'an Surah Berikutnya:
Surah Al-Munafiqun
Surah 62

Diperoleh dari "https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Surah_Al-Jumu’ah&oldid=16510155"

 3,781 total views,  2 views today

Surah ini dimulai dengan penyebutan seluruh alam jagad raya (langit, bumi dan isinya), baik benda hidup maupun benda mati, bertasbih kepada Allah SWT. Secara tersirat ayat ini bermakna hendaknya kita berhati-hati dalam memperlakukan segala sesuatu yang ada di dunia ini karena sejatinya semuanya turut serta berzikir kepada Allah. Secara tidak langsung Al-Qur’an memberikan pandangan manusia harus ramah terhadap lingkungan (hutan, tanam-tanaman, tumbuh-tumbuhan, hewan dan sebagainya). Semuanya harus dihormati dengan ditempatkan sesuai porsinya. Jangan sampai kita merusak lingkungan hanya demi mengejar kepentingan pribadi dan membahayakan kehidupan makhluk lainnya. Agar tujuan Allah dapat dipahami manusia, pada ayat kedua disebutkan Allah mengutus seorang rasul terhadap masyarakat Arab yang ummiy.  Para ulama sepakat yang dimaksud dengan kata-kata ummiy di sini adalah orang-orang Arab. Turunnya rasulullah saw. yang merupakan bagian dari orang-orang Arab merupakan berkah tersendiri bagi mereka karena selama ini mereka tidak pernah mendapatkan kitab suci yang dapat dijadikan pijakan hidup. Oleh karena itu sebagian mufassir menafsirkan kata ummiy di sini adalah orang-orang yang belum pernah diberikan kitab suci atau belum pernah membaca kitab suci. Interpretasi ini lebih rasional daripada dimaknai dengan masyarakat Arab yang tidak bisa baca tulis sebagaimana makna populer yang berkembang dalam masyarakat awam.

Lalu apakah Muhammad saw hanya diutus kepada masyarakat Arab saja sesuai dengan latar belakang dia berasal? Ayat ketiga menegaskan universalitas kerasulan Muhammad saw. Beliau tidak hanya diutus untuk kalangan orang-orang Arab saja, namun juga pada non Arab (‘ajam). Oleh karena itu dalam sejarah, beliau pernah menulis surat kepada beberapa pemimpin dunia saat itu agar beriman dan mengakui kerasulannya.

Sebagaimana ditunjukkan ayat kedua surah ini, sebelum Muhammad saw. menjadi corong informasi Allah, kehidupan masyarakat Arab penuh dengan prilaku sesat. Di antara prilaku sesat mereka, antara lain pelecehan terhadap kaum perempuan yang ditunjukkan dengan keengganan mereka untuk memiliki  anak perempuan sehingga para isteri yang hamil selalu dipenuhi ketakutan jika melahirkan anak perempuan. Mereka tidak segan untuk mengubur anak perempuannya hidup-hidup. Demikian pula, saat itu juga banyak prilaku meminjamkan uang dengan cara rente, yaitu membungakan uang dengan berlipat ganda. Di tengah prilaku masyarakat arab yang negatif ini, Allah mengutus Muhammad saw. sebagai pencerah bagi ummat manusia.

Ibn Katsir dalam karya masterpiecenya, tafsir Ibn Katsir,  mensinyalir pemilihan Muhammad saw. yang merupakan orang Arab sebagai utusan Tuhan merupakan jawaban terhadap doa nabi Ibrahim yang menginginkan agar Allah mengutus seorang utusan kepada penduduk Mekkah untuk mengajarkan mereka prilaku positif dengan membacakan ayat-ayat-Nya dan mengajarkan mereka as-sunnah. Meskipun demikian sebagaimana ditunjukkan ayat ke empat surah ini, pemilihan utusan merupakan murni hak preogratif Allah, tanpa ada dorongan dan campur tangan dari siapapun.

Selain berjuang menyebarkan dakwah kepada masyarakat Arab yang belum pernah diwarisi kitab suci,  rasulullah saw. juga harus menghadapi para ahli kitab yang sudah eksis lebih dulu pada saat itu di kalangan masyarakat Arab. Namun demikian, banyak prilaku mereka tidak mencerminkan apa yang terkandung dalam kitab suci mereka, khususnya kaum Yahudi.  Ayat kelima berisi kecaman terhadap kaum Yahudi yang memiliki kitab suci Taurat namun telah banyak meninggalkan bahkan menyalahi ajaran yang terdapat dalam kitab suci tersebut. Al-Qur’an mengumpamakan mereka sebagai keledai, yang membawa tumpukan kitab yang banyak namun tidak mengetahui apa yang dibawa. Meskipun ayat ini secara lahiriah ditujukan kepada kaum Yahudi, namun sejatinya ayat ini juga berlaku bagi semua umat beragama. Bahwa mereka yang memiliki kitab suci, namun mengabaikan ajaran-ajaran yang terkandung di dalamnya layak mendapatkan celaan sebagaimana kaum Yahudi tersebut. Dengan demikian, ayat ini merupakan dorongan agar seluruh umat beragama memahami apa yang terkandung dalam kitab sucinya dan mengamalkan ajaran-ajarannya.

Ayat keenam dan ketujuh juga berhubungan dengan ayat kelima di atas yaitu tentang relasi antara umat Islam dan Yahudi. Ayat ini secara tidak langsung menginformasikan ada persaingan yang panas antara umat Islam dan Yahudi pada saat itu, sebagai ummat yang sama-sama memiliki sebuah kitab suci. Kaum Yahudi karena merasa dirinya sebagai penganut agama samawi paling senior, menyebutkan bahwa hanya merekalah yang layak memperoleh gelar sebagai kekasih Tuhan. Menanggapi klaim tersebut, al-Qur’an menantang mereka untuk berdoa segera mati untuk bertemu dengan Tuhan. Dengan kematian, tentunya mereka dapat langsung mendapat aneka kenikmatan yang dijanjikan Tuhan. Mereka akan terlepas dari segala kesulitan kehidupan dunia yang menghimpitnya.

Ayat ini sejatinya berkaitan dengan ayat lainnya (QS. 2: 94-96) yang berisi ajakan terhadap orang Yahudi untuk bermubahalah, bersumpah agar yang salah mendapat laknat Allah. Namun mereka tidak pernah menyambut ajakan tersebut karena mereka sejatinya tidak pernah melaksanakan ajaran-ajaran yang tersurat dalam kitab sucinya. Namun demikian, sebagaimana diungkap oleh ayat 8, meski mereka selalu menolak tantangan bermubahalah, kematian akan selalu menghampiri manusia jika ajalnya sudah tiba. Pada saat itulah keadilan dan kebenaran akan ditentukan siapakah di antara ummat beragama yang mendapat pengakuan Tuhan dan layak mendapat predikat sebagai ajaran yang benar. Selanjutnya setelah membahas relasi antara ummat Islam dan ahli kitab, kaum mu’min diajak untuk memperhatikan salah satu ibadah yang mendapat perhatian prioritas, yaitu sholat Jum’at.

Ayat 9 sampai dengan 11 merupakan inti dari surah ini sehingga penamaan surah dikaitkan dengan kata Jumu’ah yang terdapat pada ayat 9. Menurut ath-thabari, al-Jumu’ah diberi nama demikian, karena merupakan saat berkumpulnya manusia untuk melaksanakan ibadah. Ath-Thabari mengklaim dengan didukung berbagai riwayat, bahwa sejatinya ummat Yahudi dan Nashrani pada awalnya diperintahkan untuk beribadah secara bersama-sama juga pada hari Jum’ah, namun karena berbagai alasan mereka menetapkan hari sabtu sebagai berkumpulnya melaksanakan ibadah bagi orang Yahudi dan hari Ahad bagi orang Nashrani. Oleh karena itu, dalam sebuah hadis yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim menyatakan, kita (ummat Islam) merupakan ummat yang paling akhir urutannya dibandingkan ummat Yahudi dan Nashrani, namun kita akan lebih dulu masuk surga karena memiliki hari yang lebih dulu dibanding mereka sebagai tempat berkumpulnya ibadah.

Orang-orang beriman diajarkan hendaknya bersegera untuk pergi masjid melaksanakan sholat Jum’ah apabila azan jum’at telah dikumandangkan. Kata “bersegera” di sini bukan berarti dengan jalan tergesa-gesa pergi ke mesjid sehingga dapat mengganggu kekhusu’an dan ketenangan sholat. Arti dari kata tersebut adalah berniat yang teguh, membulatkan tekad dengan mengerahkan perhatian yang penuh dengan diiringi persiapan-persiapan yang baik untuk melaksanakan sholat Jum’at karena banyaknya keutamaan yang terdapat di dalamnya. Ketika hendak pergi melaksanakan sholat jumu’ah dianjurkan untuk mandi, memakai wewangian, memakai pakaian bersih dan terbaik. Dianjurkan pula untuk pergi ke mesjid sejak awal, tidak sampai menunggu azan dikumandangkan, dan duduk di shaf yang paling depan. Pada saat azan dikumandangkan segala hal yang bersifat duniawi (khususnya jual beli), hendaknya ditinggalkan dan fokus untuk melaksanakan ibadah Jum’ah.

Namun demikian, ayat ini tidak menunjukkan Islam melarang manusia untuk berusaha dan hidup kaya, kita hanya diajarkan untuk lebih fokus pada pelaksanaan ibadah jum’ah. Oleh karena itu, ketika sholat jum’ah telah dilaksanakan, manusia diperintahkan untuk segera kembali berusaha meningkatkan kehidupan duniawinya, tidak boleh bermalas-malasan. Dalam mencari rezeki tersebut, sebisa mungkin untuk tetap memperhatikan nilai-nilai spiritual dengan ingat kepada Allah. Ingat kepada Allah di sini juga dapat diwujudkan dengan membantu orang-orang yang  membutuhkan.

Dengan kata lain al-Qur’an mengajarkan manusia dalam bertindak hendaknya selalu seimbang dalam menjaga hubungan kepada Allah dan relasi sesama manusia. Setiap tindakan yang merupakan wujud menjalin hubungan antar sesama manusia harus didasari pada menjalin hubungan dengan Allah.  Jangan sampai karena sibuk bekerja dan berbisnis membuatnya lupa pada Tuhannya.

Surah ini ditutup dengan penegasan betapa kehidupan dunia terkadang dapat mengalpakan seseorang pada kehidupan ukhrawinya. Allah mengecam prilaku tersebut dan menyebutkan kekuasaan dan kekayaan Allah melebihi dari kekayaan duniawi apapun. Ayat ini menginformasikan ketika nabi sedang khutbah jum’ah, tersiar kabar ada pengusaha kaya datang berkunjung ke kota madinah dengan membawa barang dagangan yang banyak dan hiburan yang meriah sehingga para jama’ah sholat jum’at saat itu berbondong-bondong meninggalkan nabi saw. yang sedang khutbah (dalam riwayat hadis disebutkan pada saat itu yang tersisa hanya dua belas orang yang terdiri dari laki-laki dan perempuan). Allah mengecam prilaku tersebut karena Dialah sebaik-baiknya pemberi rezeki.

Jika kita teliti pada cerita yang diungkap sebagai sababun nuzul ayat terakhir surah ini, sejatinya pada saat itu kaum wanita juga dilibatkan dalam pelaksanaan sholat jumu’ah untuk memberikan mereka pencerahan-pencerahan spiritual. Namun seiring dengan perkembangan zaman, saat ini mungkin karena berbagai kesibukan atau minimnya dukungan, kita jarang melihat para wanita turut untuk melaksanakan sholat jumu’ah. Wallahu a’lam.