Tribratanews.kepri.polri.go.id – Pelanggaran Hak dan Pengingkaran Kewajiban kerap menjadi isu yang paling sering dibahas. Seiring dengan kehidupan masyarakat indonesia yang didalamnya penuh dengan peraturan pertauran yang mengikat. Show Hal ini juga tidak lain sebagai implementasi bahwa Indonesia negara kita ini merupakan negera hukum. Sehingga tentunya dalam upaya penegakannya akan selalu bersinggungan dengan perkara mengenai hak dan kewajiban. Lantas mengapa keduanya selalu saling berkaitan, padahal secara definisi keduannya sangat berbeda. Untuk mengupasnya lebih jauh mari kita simak Perbedaan Pelanggaran Hak dan Pengingkaran Kewajiban yang ada di masyarakat. Pelaksanaan Hak dan Kewajiban yang tidak seimbang, dan berat sebelah hanya akan menimbulkan pertikaian, konflik, permusuhan dan kekerasan. Dalam pelaksaan hak dan kewajiban kita sebagai warga negara tentu saja tidak berjalan mulus, masih banyak warga negara yang melakukan pelanggaran hak dan mengingkari kewajibannya sebagai warga negara. Pelanggaran hak merupakan setiap perbuatan seseorang atau sekelompok orang termasuk aparat negara, baik disengaja maupun tidak disengaja atau kelainan yg secara hukum mengurangi, menghalangi, membatasi dan jenis jenis cyber crima , dan atau mencabut hak seseorang. Adapun contoh pelanggaran hak antara lain :
Pengingkaran Kewajiban: ialah Tidak melaksanakannya sebuah tanggungjawab yang seharusnya dilakukan seseorang, seperti pengimgkaran kewajiban di sebuah negara, mestinya kita sebagai warga negara mempunyai kewajiban-kewajiban seperti sebagimana kasus pelanggaran hak warga negara : Membayar pajak (telah ditapkan di UUD), kewajiban mematuhi peraturan lalu lintas, dan masih banyak lagi. Adapun contoh pengingkaran kewajiban antara lain :
Karena hak dan kewajiban saling terkait erat, gagasan tentang hak asasi manusia hanya masuk akal jika kita mengakui kewajiban semua orang untuk menghormatinya. Terlepas dari nilai masyarakat tertentu, hubungan manusia secara universal didasarkan pada adanya kedua hak dan kewajiban. Tidak perlu adanya sistem etika yang kompleks untuk memandu tindakan manusia. Ada satu peraturan kuno yang, jika benar-benar diikuti, hanya akan memastikan hubungan manusia. Dalam bentuknya yang negatif, mandat Golden Rule yang tidak kita lakukan terhadap orang lain apa yang tidak kita inginkan dilakukan terhadap kita. Bentuk positif menyiratkan peran yang lebih aktif dan solider: Lakukan kepada orang lain seperti yang akan Anda lakukan terhadap Anda.Mengingat Aturan Emas, Deklarasi Universal tentang Hak Asasi Manusia memberikan titik awal yang ideal untuk mempertimbangkan beberapa kewajiban utama yang merupakan pelengkap yang diperlukan untuk hak-hak tersebut. Itulah tadi, Perbedaan Pelanggaran Hak dan Pengingkaran Kewajiban yang ada di masyarakat. Semoga dapat bermanfaat. Penulis : Joni Kasim Editor : Nora Listiawati Publisher : Radhes Langgeng
Lihat Foto KOMPAS.com – Setiap warga negara memiliki hak dan kewajiban yang bersifat timbal balik terhadap negaranya. Begitu juga sebaliknya, negara memiliki hak dan kewajiban terhadap warga negaranya. Dilansir dari buku Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (2020) karya Muhammad Ridha Iswardhana, dijelaskan bahwa hak dan kewajiban merupakan dua hal penting yang tidak bisa dipisahkan. Sebab sebagai seorang warga negara pasti membutuhkan dan perlu melaksanakan kedua hal tersebut. Setiap warga negara akan memperoleh haknya apabila telah menjalankan kewajiban dengan baik. Tugas utama warga negara yaitu menyeimbangkan pelaksanaan hak dan kewajiban agar memperoleh kehidupan dan kesejahteraan yang baik. Baca juga: Hak dan Kewajiban Warga Negara Indonesia Akan tetapi, dalam pelaksanaannya terkadang mengalami beberapa masalah. Masalah yang sering terjadi adalah pelanggaran terhadap hak warga negara. Pelanggaran hak warga negara terjadi ketika warga negara tidak bisa memperoleh haknya sesuai dengan ketetapan undang-undang. Pelanggaran hak warga terjadi akibat pengingkaran terhadap kewajiban. Baik pengingkaran kewajiban yang dilakukan oleh pemerintah maupun oleh warga negara sendiri. Bentuk pelanggaran hak warga negaraDalam buku Pendidikan Kewarganegaraan (2020) karya Damri dan Fauzi Eka Putra, dijelaskan bahwa ada beberapa bentuk pelanggaran terhadap hak warga negara, yaitu:
Baca juga: Arti Kewajiban dan Jenis-jenisnya Bentuk pengingkaran kewajiban warga negaraPelanggaran hak warga negara salah satunya disebabkan oleh pengingkaran kewajiban warga negara. Bentuk tindakan yang mencerminkan pengingkaran kewajiban warga negara, antara lain:
Baca berikutnya Menindak ormas yang melanggar hukumSumber gambar, AFP Keterangan gambar, Aksi menentang ormas-ormas garis keras belakangan semakin terbuka. Kementerian Dalam Negeri menyusun revisi UU Ormas yang antara lain mempersingkat mekanisme pembubaran organisasi massa yang terbukti melanggar hukum. Berdasarkan UU Nomor 8 tahun 1985 tentang organisasi kemasyarakatan, ormas dapat dibubarkan kalau sudah ada keputusan hukum tetap dari lembaga peradilan. "(Aturan) sebelumnya terlalu panjang, berliku dan berjenjang. Kita akan sederhanakan," kata juru bicara Kemendagri Reydonnyzar Moenek. Dia menambahkan penyederhanaan mekanisme pembubaran ormas berdasarkan masukan berbagai pihak menyusul praktek kekerasan berulangkali yang dilakukan ormas Front Pembela Islam (FPI). Salah satu contohnya adalah anggota dan simpatisan FPI melakukan pengrusakan bagian depan Kantor Kemendagri terkait peraturan daerah mengenai peredaran minuman beralkohol. Namun juru bicara FPI, Munarman, menegaskan bahwa pembubaran FPI bertentangan dengan semangat demokrasi. "Konstitusi kan menjamin kebebasan berorganisasi. Sudah dalam konstitusi," kata Munarman. Tanggapan AndaBagaimana komentar Anda tentang pembubaran ormas yang dianggap meresahkan warga dan mengganggu ketertiban umum? Apakah perbaikan undang-undang mendesak diperlukan untuk membubarkan ormas ataukah justru ketegasan aparat penegak hukum yang diperlukan? Hal-hal apa saja yang diperlukan untuk menertibkan ormas-ormas agar mereka tidak bertindak sendiri-sendiri atas dasar standar nilai masing-masing sehingga menimbulkan pergesekan di masyarakat? Anda juga bisa memberikan tanggapan di luar pokok-pokok di atas. Sampaikan komentar Anda di kolom yang tersedia. Jangan lupa cantumkan nama, kota dan nomor telepon sehingga kami bisa menghubungi untuk merekam komentar Anda. Anda juga dapat menulis komentar melalui SMS dengan nomor +44 7786 20 00 50, dengan tarif sesuai yang ditetapkan operator telepon seluler Anda. Komentar yang terpilih akan disiarkan di radio hari Kamis (23/2) dan juga di situs BBCIndonesia.com. Ragam komentarLewati Podcast dan lanjutkan membaca Podcast Investigasi: Skandal Adopsi Investigasi untuk menyibak tabir adopsi ilegal dari Indonesia ke Belanda di masa lalu Episode Akhir dari Podcast "Undang-undang harus jelas dan penegak hukum harus lebih tegas dalam setiap masalah apa lagi menyangkut ormas-ormas yang brutal yang main hakim sendiri. Indonesia ini negara hukum, tindakan ormas-ormas yang brutal yang mengatasnamakan golongan tidak mencerminkan bangsa yang berpondasikan Bhineka Tunggal Ika. Bila ormas sudah meresahkan masyarakat sebaiknya ormas tersebut harus dibubarkan sesuai tuntutan hukum." Risman, Jeddah. "Saya setuju kalau ormas anarkis dibubarkan saja apakah itu ormas atas nama agama atau partai. Bukannya membuat masyarakat nyaman malah jadi resah, apalagi ormas agama. Membuat jelek citra agama yang bersangkutan." Litna Tarigan, Jakarta. "Keberadaan FPI adalah wujud dari kebebasan berserikat yang dijamin oleh undang-undang, tetapi kebebasan yang dijamin itu justru melanggar kebebasan orang lain yang tidak seidiologi sama FPI. Kita bisa melihat sejarah setelah berdirinya FPI, penuh dengan kekerasan dan bertindak anarkis, memaksakan kehendak, intimidasi. Ormas seperti ini sebenarnya kehadirannya justru meresahkan masyarakat. Menurut saya, semua komponen bangsa harus menolaknya, FPI layak di bubarkan saja. "Abdulsaman, Abu Dhabi. "Sebaiknya pemerintah cepat mengambil tindakan jika sudah secara nyata-nyata ada ormas yang mengganggu ketertiban umum dan merugikan negara." Rinson Gultom, Ternate. "Menurut saya, ketegasan aparat yang harusnya ditingkatkan agar setiap ormas mengikuti peraturan UU, bila mana suatu ormas tidak mau mengikuti UU yang berlaku maka baru ormas tersebut dibubarkan." Lukman, Batam. "Jika demokrasi digunakan sebagai alasan penundaan pembubaran organisasi, maka FPI juga lupa bahwa demokrasi bertujuan menjaga keamanan dan keinginan masyarakat. FPI tidak mencerminkan hal tersebut, malah bertindak anarkis di luar batas demokrasi itu sendiri. FPI wajib dibubarkaan! Dukung pembubaran FPI!" Djong Jonny Junier, Pontianak. "Sebetulnya gampang, hukum yang berbuat anarkis jangan ormasnya. Masalahnya anggota ormas yang merusak kebal hukum. Masyarakatyang dirusak mengadu ke polisi tidak ditindaklanjuti. Jadinya ormasnya besar kepala. Gebuk yang anarkis jangan takut HAM. Mereka juga melanggar HAM." Raden Janako, Purworejo. "Belum saatnya ormas bermasalah dibubarkan mengingat berorganisasi adalah bagian hak dasar setiap warga negara, termasuk ormas dapat menjadi mitra pendukung pembangunan Indonesia. Untuk ormas bermasalah sebaiknya ditindak oknum pelanggar hukumnya, bukan payung induknya kecuali jika anarkisme dimasukan dalam sistem ormas tersebut misalnya dalam AD, ARTnya. Jadi pembubaran bukan atas sentimen pemerintah pada ormas tertentu." Murdianto, Manado. "Ini bukti ketidaktegasan pemerintah dalam menangani permasalahan ormas, kalau pemerintah serius untuk menata ormas kini saatnya pemerintah bertindak. Sekarang masyarakat menolak ormas anarkis bahkan ada yang demo ini tambahan amunisi buat pemerintah untuk bertindak, ini dukungan yang besar dari masyarakat. Tinggal pemerintahnya mau bertindak atau tidak atau membiarkan keadaan seperti ini meresahkan masyarakat atau memang keadaan seperti ini dibiarkan untuk untuk komoditas politik." Nano Sutarno, Cirebon. "Sebenarnya UU Ormas itu tidak perlu direvisi kalau ada ormas yang anarkis, cukup polisi saja yang bertindak tegas." Akis Tappa, Samarinda. |