Bagaimana sikap orang yang ikhlas jika ada orang lain yang bersalah kepadanya

Islam memiliki sejumlah model dalam menyelesaikan kesalahan orang lain

Bagaimana Menyikapi Kesalahan Orang Lain

Rep: suaramuhammadiyah.id (suara muhammadiyah) Red: suaramuhammadiyah.id (suara muhammadiyah)

Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa, maka barangsiapa memaafkan dan berbuat baik, maka pahalanya atas (tanggungan) Allah. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang dhalim. (Qs Asy-Syura [42]: 40).

Ayat di atas sebenarnya mengisyaratkan 3 model penyelesaian kesalahan yang dialami oleh seseorang sekaligus menunjukkan derajat keutamaan yang satu atas yang lain.

Penyelesaian model pertama terdapat dalam frasa wajaza’u sayyi`atin sayyi`atun mitsluha, dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa, mengisyaratkan model penyelesaian secara hukum. Penyelesaian jenis ini diperbolehkan namun kurang dianjurkan, terbukti Allah tidak menjanjikan pahala atas penyelesaian model ini. Selain itu penyelesaian model hukum masih menyisakan beberapa masalah seperti melibatkan banyak pihak, ada paksaan, ada sanksi, dan sering sulit memuaskan banyak pihak. Itulah sebabnya betapa banyaknya putusan pengadilan yang diajukan banding, kasasi, PK, dan seterusnya karena pihak yang satu merasa belum mendapat keadilan. Bahkan menjelang eksekusi sekalipun, nuansa perlawanan masih terasa, misalnya dengan menghalang-halangi jalannya eksekusi.

Penyelesaian model kedua dapat dipahami dari frasa kedua menyatakan, faman ‘afa (barang siapa yang mau memaafkan), ini mengisyaratkan penyelesaian dengan mengedepankan akhlak. Ini sangat dianjurkan Allah terbukti dengan janji akan diberi pahala di sisi Allah bagi yang mau melakukannya. Dalam sebuah Hadits Nabi Muhammad saw menyatakan, “tidaklah seseorang mau memaafkan kesalahan orang melainkan Allah akan menambah kemuliannya.” (HR Muslim)

Penyelesain model ini lebih mengedepankan akhlak yang ditandai dengan sikap rela mengalah, mau berkorban, tidak mengumbar dendam dan sakit hati, membuang sikap egois dan mau menang sendiri, dan sebagainya. Penyelesaian dengan model ini jelas lebih baik akibatnya karena meninggalkan bekas yang damai, lembut, elegan serta (lebih bisa diterima berbagai pihak). Dalam sidang-sidang di pengadilan, khususnya dalam kasus perdata, anjuran dan tekanan untuk berdamai dan bermusyawarah untuk mencari kesepakatan sangat ditekankan dan bahkan diharuskan untuk dilakukan.

Penyelesaian model ketiga dapat dipahami dari frasa berbunyi, wa ashlaha (bahkan berbuat baik), mengajak pihak yang dirugikan untuk setingkat naik kelas lagi dengan tidak berhenti pada level memaafkan saja, namun lebih dari itu melakukan aneka kebaikan kepada orang yang telah berbuat salah kepadanya. Pendekatan model ketiga ini kiranya bisa disebut dengan pendekatan cinta, di mana ia di samping tidak menuntut balas (menuntut secara hukum) mau mengalah dan memaafkan juga malah memberikan kebaikan dan kemanfaatan kepada orang yang merugikannya.

Penyelesaian model ketiga ini jika diterapkan, dijamin akan mengakhiri konflik dengan lebih manis dan baik akibatnya. Orang yang berbuat salah akan merasa terharu dan tersentuh dengan kemuliaan dan keluhuran orang yang dirugikannya. Sehingga sangat mungkin akan berhasil menarik orang tersebut untuk melakukan kebaikan yang sama pada orang lain. Allah sendiri menjanjikan, sama seperti yang mau memaafkan, dengan pahala yang besar di sisi-Nya.

Namun demikian, ketiga model penyelesaian konflik di atas tidak selalu melulu harus berurutan dari membalas atau menuntut, memaafkan, atau justru malah mengislahi, karena sebenarnya kata kuncinya adalah islah (perbaikan kesalahan) itu sendiri, yakni mana saja yang diharapkan bisa memperbaiki kesalahatan pelaku itulah yang paling pas ditempuh.

Misalnya, ada orang yang mencemarkan nama baik seseorang. Ada kemungkinan ia diperkarakan secara hukum, dimaafkan, atau dimaafkan plus dibaiki (diapiki, bahasa Jawa). Pihak yang dirugikan bisa dengan bijak menempuh salah satu dari ketiga sikap tersebut dengan mempertimbangkan langkah apa yang paling tepat untuk memperbaiki pribadi pihak yang memulai kesalahan itu. Namun secara umum, dengan dimaafkan dan bahkan diapiki tadi akibatnya lebih baik bagi dia dan juga si korban. Di samping dapat pahala dari Allah SwT juga tidak berlarut-larut dalam ketegangan karena berurusan dengan hukum yang menguras pikiran, tenaga, dan tidak sedikit harta.

Ayat di atas ditutup dengan ungkapan innahu la yuhibbudh dhalimin. Allah tidak menyukai orang yang dhalim. Orang dhalim di sini seperti dijelaskan Ibnu Abbas, yakni orang yang mendahului berbuat kesalahan. Sedang mufasir lain memahami sebagi sikap melampaui batas dalam membalas kesalahan orang yang telah mendhaliminya. Kedua sikap itu sama-sama dibenci Allah SwT.

Dr Ali Trigiyatno, Dosen Pascasarjana STAIN Pekalongan dan Ketua Majelis Tarjih PCM Batang

Artikel ini pernah dimuat di Majalah SM Edisi 12 Tahun 2015

  • bina akhlak
  • Menyikapi Kesalahan
  • muhammadiyah
  • suaramuhammadiyah.id

Lihat Artikel Asli

Silakan akses epaper Republika di sini Epaper Republika ...

Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan suaramuhammadiyah.id. Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab suaramuhammadiyah.id.

Jakarta -

Memaafkan kesalahan orang lain merupakan salah satu akhlak mulia yang perlu ditanamkan pada diri umat muslim. Banyak dalil dalam Al Quran maupun hadits tentang memaafkan kesalahan orang lain yang dapat menjadi pedoman bagi umat muslim.

Rasulullah SAW telah banyak mendorong umat muslim untuk bersikap pemaaf pada orang lain melalui contoh perbuatannya semasa hidup. Dikisahkan dari istri Rasulullah SAW, Aisyah, pernah ditanya tentang akhlak Rasulullah SAW, maka dia menjawab,

"Beliau tidak pernah berbuat jahat, tidak berbuat keji, tidak meludah di tempat keramaian, dan tidak membalas kejelekan dengan kejelekan. Melainkan beliau selalu memaafkan dan memaklumi kesalahan orang lain," (HR Ibnu Hibban).

Selain itu, sikap pemaaf yang harus dimiliki umat muslim secara tegas dijelaskan dalam firmanNya surat Al A'raf ayat 199. Berikut bacaannya,

خُذِ الْعَفْوَ وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ وَأَعْرِضْ عَنِ الْجَاهِلِينَ

Artinya: "Jadilah pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf, serta jangan pedulikan orang-orang yang bodoh."

Selain dalil-dalil yang telah dijelaskan di atas, detikEdu merangkum beberapa hadits tentang memaafkan kesalahan orang lain yang disadur dari berbagai sumber. Simak di sini daftar haditsnya berikut dengan terjemahannya,

4 Hadits Tentang Memaafkan Kesalahan Orang Lain

1. HR Muslim

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه، عن رَسُولَ اللَّهِ صلّى الله عليه وسلّم قَالَ : مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ، وَمَا زادَ اللهُ عَبْداً بعَفْوٍ إِلاَّ عِزّاً، وَمَا تَوَاضَعَ أحَدٌ للهِ إِلاَّ رَفَعَهُ اللهُ. رواه مسلم وغيره

Artinya: Dari Abu Hurairah RA, bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Tidaklah sedekah itu mengurangi harta, dan tidaklah Allah menambah bagi seorang hamba dengan pemberian maafnya (kepada saudaranya,) kecuali kemuliaan (di dunia dan akhirat), serta tidaklah seseorang merendahkan diri karena Allah kecuali Dia akan meninggikan (derajat)nya (di dunia dan akhirat)."

2. HR Bukhari dan Ad Dailami

الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه أجمعين، أما بعد. قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : (( أفضل الإيمان الصبر و السماحة )) (صحيح) (فر،تخ،حم)

Artinya: Rasulullah SAW bersabda, "Iman yang paling utama adalah sabar dan pemaaf atau lapang dada,"

3. HR At Thabrani

اسمحوا يسمح لكم

Artinya: "Maafkanlah, niscaya kamu akan dimaafkan (oleh Allah),"

4. HR Al Anshari

"Orang yang paling penyantuh di antara kalian adalah orang yang bersedia memberi maaf walaupun ia sanggup untuk membalasnya,"

Istilah memaafkan dalam bahasa Arab sendiri adalah Al 'Afwu. Artinya secara bahasa adalah melewatkan, membebaskan, meninggalkan pemberian hukuman, menghapus, dan meninggalkan kekasaran perilaku.

Sementara itu, secara istilah Al 'Afwu juga dapat bermakna menggugurkan (tidak mengambil) hak yang ada pada orang lain. Hal ini menjadi bukti mulianya sikap pemaaf, sebagaimana dilansir dari buku Berdakwah dengan Hati yang ditulis oleh Syaikh Ibrahim bin Shalih bin Shabir Al-Maghdzawi.

Allah SWT dalam surat Ali Imran ayat 134 juga menyebut bahwa sikap memaafkan kesalahan orang lain merupakan salah satu ciri orang yang bertakwa. Allah berfirman,

الَّذِينَ يُنْفِقُونَ فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ

Artinya: "(yaitu) orang yang berinfak, baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain. Dan Allah mencintai orang yang berbuat kebaikan,"

Melalui informasi ini, semoga kita semua bisa sama-sama mulai melatih diri menjadi orang yang pemaaf sesuai dengan hadits tentang memaafkan kesalahan orang lain dan dalil Al Quran lainnya ya, sahabat hikmah. Aamiin.

Simak Video "KuTips: Tips Betah Baca Al-Qur'an Biar Khatam Pas Ramadan!"



(rah/row)


Page 2

Jakarta -

Memaafkan kesalahan orang lain merupakan salah satu akhlak mulia yang perlu ditanamkan pada diri umat muslim. Banyak dalil dalam Al Quran maupun hadits tentang memaafkan kesalahan orang lain yang dapat menjadi pedoman bagi umat muslim.

Rasulullah SAW telah banyak mendorong umat muslim untuk bersikap pemaaf pada orang lain melalui contoh perbuatannya semasa hidup. Dikisahkan dari istri Rasulullah SAW, Aisyah, pernah ditanya tentang akhlak Rasulullah SAW, maka dia menjawab,

"Beliau tidak pernah berbuat jahat, tidak berbuat keji, tidak meludah di tempat keramaian, dan tidak membalas kejelekan dengan kejelekan. Melainkan beliau selalu memaafkan dan memaklumi kesalahan orang lain," (HR Ibnu Hibban).

Selain itu, sikap pemaaf yang harus dimiliki umat muslim secara tegas dijelaskan dalam firmanNya surat Al A'raf ayat 199. Berikut bacaannya,

خُذِ الْعَفْوَ وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ وَأَعْرِضْ عَنِ الْجَاهِلِينَ

Artinya: "Jadilah pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf, serta jangan pedulikan orang-orang yang bodoh."

Selain dalil-dalil yang telah dijelaskan di atas, detikEdu merangkum beberapa hadits tentang memaafkan kesalahan orang lain yang disadur dari berbagai sumber. Simak di sini daftar haditsnya berikut dengan terjemahannya,

4 Hadits Tentang Memaafkan Kesalahan Orang Lain

1. HR Muslim

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه، عن رَسُولَ اللَّهِ صلّى الله عليه وسلّم قَالَ : مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ، وَمَا زادَ اللهُ عَبْداً بعَفْوٍ إِلاَّ عِزّاً، وَمَا تَوَاضَعَ أحَدٌ للهِ إِلاَّ رَفَعَهُ اللهُ. رواه مسلم وغيره

Artinya: Dari Abu Hurairah RA, bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Tidaklah sedekah itu mengurangi harta, dan tidaklah Allah menambah bagi seorang hamba dengan pemberian maafnya (kepada saudaranya,) kecuali kemuliaan (di dunia dan akhirat), serta tidaklah seseorang merendahkan diri karena Allah kecuali Dia akan meninggikan (derajat)nya (di dunia dan akhirat)."

2. HR Bukhari dan Ad Dailami

الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه أجمعين، أما بعد. قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : (( أفضل الإيمان الصبر و السماحة )) (صحيح) (فر،تخ،حم)

Artinya: Rasulullah SAW bersabda, "Iman yang paling utama adalah sabar dan pemaaf atau lapang dada,"

3. HR At Thabrani

اسمحوا يسمح لكم

Artinya: "Maafkanlah, niscaya kamu akan dimaafkan (oleh Allah),"

4. HR Al Anshari

"Orang yang paling penyantuh di antara kalian adalah orang yang bersedia memberi maaf walaupun ia sanggup untuk membalasnya,"

Istilah memaafkan dalam bahasa Arab sendiri adalah Al 'Afwu. Artinya secara bahasa adalah melewatkan, membebaskan, meninggalkan pemberian hukuman, menghapus, dan meninggalkan kekasaran perilaku.

Sementara itu, secara istilah Al 'Afwu juga dapat bermakna menggugurkan (tidak mengambil) hak yang ada pada orang lain. Hal ini menjadi bukti mulianya sikap pemaaf, sebagaimana dilansir dari buku Berdakwah dengan Hati yang ditulis oleh Syaikh Ibrahim bin Shalih bin Shabir Al-Maghdzawi.

Allah SWT dalam surat Ali Imran ayat 134 juga menyebut bahwa sikap memaafkan kesalahan orang lain merupakan salah satu ciri orang yang bertakwa. Allah berfirman,

الَّذِينَ يُنْفِقُونَ فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ

Artinya: "(yaitu) orang yang berinfak, baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain. Dan Allah mencintai orang yang berbuat kebaikan,"

Melalui informasi ini, semoga kita semua bisa sama-sama mulai melatih diri menjadi orang yang pemaaf sesuai dengan hadits tentang memaafkan kesalahan orang lain dan dalil Al Quran lainnya ya, sahabat hikmah. Aamiin.

Simak Video "KuTips: Tips Betah Baca Al-Qur'an Biar Khatam Pas Ramadan!"


[Gambas:Video 20detik]
(rah/row)