Bagaimana Mesir mengakui secara resmi proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia?

idkuu, Jakarta - 22 Maret, ternyata tak hanya menjadi tanggal yang menandai peluncuran pesawat ulang alik milik NASA bernama Columbia dari Pusat Antariksa Kennedy. Pada tanggal itu, berpuluh tahun sebelumnya, menjadi hari yang tak terlupa bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Tepat pada 22 Maret 1946, pemerintah Mesir mengakui kedaulatan pemerintah RI. Mesir pun menjadi negara pertama yang mengakui kemerdekaan Indonesia.

BACA JUGA: 19 Februari 2022: 421 Juta Warga Dunia Terinfeksi COVID-19, Kasus Indonesia Terbanyak ke-4 di Asia
BACA JUGA: Belanda Minta Maaf atas Kejahatan Perang di Indonesia, Ini Respons Kemlu RI

Baca Juga

  • Dubes RI di Malaysia Kibarkan Merah Putih untuk Dukung Tim Indonesia di Kejuaraan Bulu Tangkis Beregu Asia 2022
  • BRIN Beri 8 Rekomendasi Kebijakan untuk Indonesia Capai Net Zero Emission
  • KBRI Kecewa Majikan di Malaysia Bebas Usai Tak Gaji TKI Asal NTT 9 Tahun

Pengakuan kedaulatan ini berawal dari kuatnya dukungan rakyat Mesir kepada NKRI. Berhari-hari, media massa Timur Tengah menampilkan pernyataan dari partai politik dan ormas setempat yang mencela sikap Belanda.

Mereka menilai, "Belanda tidak berperikemanusiaan," tulis M Zein Hassan Lc dalam bukunya Diplomasi Revolusi Indonesia Di Luar Negeri seperti dikutip idkuu.

Kalimat, "Lebih baik menderita kelaparan daripada mengkhianati Tanah Air dan bangsa," menggaung di seantero Mesir. Sebab, pada saat itu, Belandamasih saja membayangi Indonesia yang telah memproklamirkan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945.

Demonstrasi besar-besaran pun digelar oleh pemuda dan mahasiswa di Mesir sehingga Kedutaan Belanda di Kairo merasa terancam keamanannya.

Dalam ketakutan itu, Kedutaan Belanda menghubungi Kementerian Luar Negeri Mesir supaya menghentikan unjuk rasa mahasiswa Indonesia dan Mesir.

Kemudian, pada 22 Maret 1946, Sekretaris Jenderal Keamanan setempat, Kamil Abdurahim Bey, memanggil perwakilan Indonesia yang bertanggung jawab pada WNI di Mesir, yakni Panitia Pusat Pembela Kemerdekaan Indonesia.

Dia tidak menanyakan soal kedaulatan Indonesia dalam pertemuan itu. Tetapi, hanya menanyakan apakah Indonesia dalam konfrontasi dengan Kedutaan Belanda telah bertanya pendapat ahli hukum internasional. Panitia Pusat Pembela Kemerdekaan Indonesia pun mengaku sudah berkonsultasi dengan Dr Muhammad Salahuddin Pasya.

Bey kemudian meneleponnya.

Setelah itu, dia mengatakan, pemerintahnya akan mengikuti pendapat Salahuddin Pasya yang dihormati Kementerian Luar Negeri Mesir itu.

Zein Hassan menyebut, dengan sederhana Sekjen Kemlu Mesir menyatakan, "Dari saat ini juga, Pemerintah Mesir menganggap warga Indonesia di Mesir tidak ada hubungan lagi dengan Perwakilan Belanda. Semua urusan yang menyangkut warga negara Indonesia itu, Pemerintah Mesir akan menghubungi Panitia."

Pernyataan Kamil Abdurahim Bey ini berarti tiga hal. Pertama, pengakuan de facto kebebasan warga Indonesia di luar negeri dari 'perwalian' Belanda. Kedua, Panitia Pusat Pembela Kemerdekaan Indonesia de facto Perwakilan RI untuk sementara itu. Ketiga, pengakuan de facto kedaulatan RI atas Indonesia.

Keputusan Mesir ini kemudian diikuti oleh negara anggota Liga Arab. Konsekuensinya, mereka mengakui kartu pengenal yang dikeluarkan Panitia Pusat Pembela Kemerdekaan Indonesia bagi WNI di Timur Tengah. Juga mengakui surat perjalanan yang dikeluarkan Panitia Pusat Pembela Kemerdekaan Indonesia.

Mesir juga memberikan utangan kepada Indonesia untuk membayar utang ke Belanda.