Bagaimana kita menyikapi perbedaan tersebut

Menyikapi Perbedaan

Selasa, 5 Mei 2020 | 09:32 WIB
Oleh : AB
Bagaimana kita menyikapi perbedaan tersebut
Fuad Mahbub Siraj.

Oleh: Fuad Mahbub Siraj*

Kata umat seakar dengan kata umm dan imam. Kata umat berakar dari kata amma yang berarti menuju kepada. Seorang anak menuju kepada ibunya (ummi) dan makmum selalu menuju kepada imam dalam salat atau imam menjadi teladan oleh makmun dalam setiap gerakannya saat salat.

Advertisement

Kata umat diulang oleh Allah dalam bentuk tunggal sebanyak 52 kali dan diulang dalam bentuk jamak sebanyak 12 kali. Dalam sekian banyak kata umat diulang oleh Allah dalam Al-Quran, sesekali dia bermakna gaya hidup, lingkungan, pemimpin dan sekolompok orang yang memiliki persamaan.

Contohnya umat Islam Indonesia memakai peci hitam dan sarung dalam beribadah. Konteksnya adalah gaya hidup. Kata umat sendiri sudah mengindikasikan bahwa terdapat perbedaan pada manusia dan semesta. Agama tidak melarang untuk berkelompok, tetapi agama melarang untuk berselisih.

Dalam hadis disebutkan bahwa nantinya umat terbagi menjadi 73 golongan dan semua masuk surga, kecuali satu, yakni yang tidak mengakui wujud Allah.

Perbedaan adalah karya Tuhan, diciptakan oleh Tuhan dan dikehendaki oleh Tuhan. Yang tidak dikehendaki oleh Tuhan adalah perselisihan, perpecahan, dan permusuhan. Coba kita lihat semesta raya semuanya berbeda. Bunga menjadi indah karena beragam dan keragaman itulah yang memberikan keindahan.

Manusia pun demikian, meskipun rambut sama hitam namun pemikiran berbeda. Meskipun ada perbedaan, tetapi tidak untuk dibeda-bedakan, karena perbedaannya berada dalam kekhasan masing-masing.

Al-Quran sendiri ayatnya berbeda, bahkan qiraatnya juga berbeda. Mazhab dalam Islam pun juga beraneka ragam. Lihat contoh yang ditunjukkan oleh imam Maliki dan imam Hanafi. Ketika mereka berdebat, tetap saling memuji dan itulah akhlak salafus saleh yang patut untuk ditiru.

Tuhan tidak akan mempertanyakan lima tambah lima berapa, tetapi yang akan ditanyakan Tuhan adalah 10 itu berapa tambah berapa. Dari situ dapat disebut bahwa kita tidak berbeda dalam yang satu, tetapi berbeda dalam memahami yang satu.

Dalam keragaman tersebut, Tuhan menghendaki manusia untuk bekerja sama agar ditemukan titik temu. Oleh karena itu, pada hakikatnya yang diinginkan oleh Tuhan adalah beragam dalam kesatuan dan satu dalam keragaman. Dengan kerjasamalah kita bisa menemukan titik temu dan menjadi satu kesatuan.

Dalam Al-Quran disebutkan wa ta'āwanụ 'alal-birri wat-taqwā wa lā ta'āwanụ 'alal-iṡmi wal-'udwāni (bertolong-menolonglah kamu dalam kebaikan dan janganlah kamu bertolong-menolong dalam permusuhan). Ayat ini mengajak manusia untuk saling tolong-menolong dengan siapa saja tanpa membedakan suku, ras, dan agama, serta ayat ini juga melarang untuk saling tolong-menolong, bahkan dengan sesama muslim sekalipun, jika itu untuk keburukan atau permusuhan.

Tuhan tidak menghendaki adanya perselihan dan perpecahan atau permusuhan. Pemaksaan kehendak hanya akan membawa kepada kebinasaan. Jika dalam agama, pemaksaan kehendak akan menimbulkan saling sesat menyesatkan atau saling kafir mengkafirkan.

Dalam ranah negara, pemaksaan kehendak akan menimbulkan pengkhianatan terhadap negara. Dalam surat an-Nahl ayat 90 Tuhan menyebutkan bahwa peradaban atau tatanan masyarakat akan baik ketika ditopang oleh keadilan, ihsan (kebaikan), dan saling membantu antara sesama manusia.

Demikian juga surat tersebut menyatakan bahwa peradaban atau tatanan masyarakat akan hancur ketika di dalamnya terdapat perbuatan keji, kemungkaran, dan menyebarkan permusuhan. Oleh karena itu, orang yang menyebarkan permusuhan, kebencian, dan memecah belah, adalah orang yang berkhianat terhadap Al-Quran dan nilai-nilai kemanusiaan.

*Staf Pengajar Universitas Paramadina Jakarta



Saksikan live streaming program-program BeritaSatu TV di sini

Ramadan Satu Jalan Pulang Fuad Mahbub Siraj