Apakah yang dimaksud dengan belanja daerah?

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), adalah rencana keuangan tahunan pemerintah daerah di Indonesia yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. APBD ditetapkan dengan Peraturan Daerah.[1] Tahun anggaran APBD meliputi masa satu tahun, mulai dari tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember.

APBD terdiri atas:

  • Anggaran Pendapatan, terdiri atas:[2]
    • Pendapatan Asli Daerah (PAD), yang meliputi Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah, dan Penerimaan lainnya.
    • Bagian Dana Perimbangan, yang meliputi Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus.
    • Lain-lain pendapatan yang sah seperti Dana Hibah, Dana Darurat, Dana Bagi Hasil Pajak dari Provinsi dan Pemerintah Daerah lainnya, Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus, Bantuan Keuangan dari Provinsi atau Pemerintah Daerah Lainnya dan Pendapatan Lain-Lain.
  • Anggaran Belanja, yang digunakan untuk keperluan penyelenggaraan tugas pemerintahan di daerah.
  • Pembiayaan, yaitu setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya.
  • Fungsi otorisasi bermakna bahwa anggaran daerah menjadi dasar untuk merealisasi pendapatan, dan belanja pada tahun bersangkutan. Tanpa dianggarkan dalam APBD sebuah kegiatan tidak memiliki kekuatan untuk dilaksanakan.
  • Fungsi perencanaan bermakna bahwa anggaran daerah menjadi pedoman bagi manajemen dalam merencanakan kegiatan pada tahun yang bersangkutan.
  • Fungsi pengawasan mengandung makna bahwa anggaran daerah menjadi pedoman untuk menilai keberhasilan atau kegagalan penyelenggaraan pemerintah daerah.
  • Fungsi alokasi mengandung makna bahwa anggaran daerah harus diarahkan untuk menciptakan lapangan kerja, mengurangi pengangguran, dan pemborosan sumberdaya, serta meningkatkan efisiensi, dan efektivitas perekonomian daerah.
  • Fungsi distribusi memiliki makna bahwa kebijakan-kebijakan dalam penganggaran daerah harus memperhatikan rasa keadilan, dan kepatutan.
  • Fungsi stabilitasi memliki makna bahwa anggaran daerah menjadi alat untuk memelihara, dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian daerah.

Berikut ini adalah sumber-sumber penerimaan pemerintah daerah (subnasional):[3]

  1. Retribusi (User Charges)
    Dianggap sebagai sumber penerimaan tambahan, tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan efisiensi dengan menyediakan informasi atas permintaan bagi penyedia layanan publik, dan memastikan apa yang disediakan oleh penyedialayanan publik minimal sebesar tambahan biaya (Marginal Cost) bagi masyarakat.Ada tiga jenis retribusi, antara lain:
    1. Retribusi Perizinan Tertentu (Service Fees)
      seperti penerbitan surat izin(pernikahan, bisnis, kendaraan bermotor) dan berbagai macam biaya yangditerapkan oleh pemerintah daerah untuk meningkatkan pelayanan.Pemberlakuan biaya/tarif kepada masyarakat atas sesuatu yang diperlukanoleh hukum tidak selalu rasional.
    2. Retribusi Jasa Umum (Public Prices)
      adalah penerimaan pemerintahdaerah atas hasil penjualan barang-barang privat, dan jasa. Semua penjualan jasa yang disediakan di daerah untuk dapat diidentifikasi secara pribadi dari biaya manfaat publik untuk memberikan tarif atas fasilitashiburan/rekreasi. Biaya tersebut seharusnya diatur pada tingkat kompetisiswasta, tanpa pajak, dan subsidi, di mana itu merupakan cara yang palingefisien dari pencapaian tujuan kebijakan publik, dan akan lebih baik lagi jika pajak subsidi dihitung secara terpisah.
    3. Retribusi Jasa Usaha (Specific Benefit Charges)
      secara teori, merupakan cara untuk memperoleh keuntungan dari pembayar pajak yang kontras, seperti Pajak Bahan Bakar Minyak atau Pajak bumi dan bangunan.
  2. Pajak bumi dan bangunan (Property Taxes)
    Pajak Property (PBB) memiliki peranan yang penting dalam hal keuangan pemerintah daerah, pemerintah daerah di kebanyakan negara berkembang akanmampu mengelola keuangannya tapi hak milik berhubungan dengan pajak property. Jika pemerintah daerah diharapkan untuk memerankan bagian penting dalam keuangan sektor jasa (contoh: pendidikan, kesehatan), sebagaimanaseharusnya mereka akan membutuhkan akses untuk sumber penerimaan yanglebih elastis.
  3. Pajak Cukai (Excise Taxes)
    Pajak cukai berpotensi signifikan terhadap sumber penerimaan daerah, terutama alasan administrasi dan efisiensi. Terutama cukai terhadap pajak kendaraan. Pajak tersebut jelas dapat dieksploitasi lebih lengkap daripada yang biasanya terjadi disebagian besar negara yaitu dari perspektif administratif berupa pajak bahan bakar dan pajak otomotif. Pajak bahan bakar juga terkait penggunaan jalan, dan efek eksternal seperti kecelakaan kendaraan, polusi, dan kemacetan. Swastanisasi jalan tol pada prinsipnya dapat melayani fungsi pajak manfaat, didasarkan pada fitur umur dan ukuran mesin kendaraan (mobil lebih tua, dan lebih besar biasanya memberikan kontribusi lebih kepada polusi), lokasi kendaraan (mobil di kota-kota menambah polusi, dan kemacetan), sopir catatan (20 persen dari driver bertanggung jawab atas 80 persen kecelakaan), dan terutama bobot roda kendaraan (berat kendaraan yang pesat lebih banyak kerusakan jalan, dan memerlukan jalan yang lebih mahal untuk membangun).
  4. Pajak Penghasilan (Personal Income Taxes)
    Diantara beberapa negara di mana pemerintah sub nasional memiliki peran pengeluaran besar, dan sebagian besar otonom fiskal adalah negara-negara Nordik. Pajak pendapatan daerah ini pada dasarnya dikenakan pada nilai yang tetap. Pada tingkat daerah didirikan basis pajak yang sama sebagai pajak pendapatan nasional dan dikumpulkan oleh pemerintah pusat.
  • Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)
  • Pajak
  • Nomor Pokok Wajib Pajak
  • Perpajakan di Indonesia
  • Pajak Pertambahan Nilai
  • Pendapatan Nasional
  • Pendapatan Negara
  • Penerimaan Negara Bukan Pajak
  • Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Indonesia
  • Belanja Negara
  • Penanaman Modal Dalam Negeri
  • Retribusi
  • APBD 2010
  • APBD 2011
  • APBD 2012
  • APBD 2013
  • APBD 2014
  • APBD 2015
  • APBD 2016
  • APBD 2017
  • APBD 2018

  1. ^ a b Media, Kompas Cyber. "APBD: Pengertian, Unsur, Jenis, Fungsi, dan Tujuannya Halaman all". KOMPAS.com. Diakses tanggal 2020-10-07. 
  2. ^ "Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)". Pemerintah.net (dalam bahasa Inggris). 2015-02-16. Diakses tanggal 2020-10-07. 
  3. ^ konsep pajak dan penerimaan pemerintah daerah

 

Artikel bertopik ekonomi ini adalah sebuah rintisan. Anda dapat membantu Wikipedia dengan mengembangkannya.

  • l
  • b
  • s

Diperoleh dari "https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Anggaran_Pendapatan_dan_Belanja_Daerah&oldid=20991021"

LnRiLWZpZWxke21hcmdpbi1ib3R0b206MC43NmVtfS50Yi1maWVsZC0tbGVmdHt0ZXh0LWFsaWduOmxlZnR9LnRiLWZpZWxkLS1jZW50ZXJ7dGV4dC1hbGlnbjpjZW50ZXJ9LnRiLWZpZWxkLS1yaWdodHt0ZXh0LWFsaWduOnJpZ2h0fS50Yi1maWVsZF9fc2t5cGVfcHJldmlld3twYWRkaW5nOjEwcHggMjBweDtib3JkZXItcmFkaXVzOjNweDtjb2xvcjojZmZmO2JhY2tncm91bmQ6IzAwYWZlZTtkaXNwbGF5OmlubGluZS1ibG9ja311bC5nbGlkZV9fc2xpZGVze21hcmdpbjowfQ==

LnRiLWhlYWRpbmcuaGFzLWJhY2tncm91bmR7cGFkZGluZzowfQ==

Belanja Daerah adalah semua kewajiban Daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan.

Berdasarkan Pasal 49 sampai dengan Pasal 54 Pemerintah Nomor 12 tahun 2019, belanja daerah sebagai berikut:

a. Belanja Daerah untuk mendanai pelaksanaan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah.

b. Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah terdiri atas Urusan Pemerintahan Wajib dan Urusan Pemerintahan Pilihan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

c. Urusan Pemerintahan Wajib terdiri atas Urusan Pemerintahan Wajib yang terkait Pelayanan Dasar dan Urusan Pemerintahan Wajib yang tidak terkait Pelayanan Dasar.

d. Urusan Pemerintahan Pilihan sesuai dengan potensi yang dimiliki Daerah.

e. Belanja Daerah dialokasikan dengan memprioritaskan pendanaan Urusan Pemerintahan Wajib terkait Pelayanan Dasar dalam rangka pemenuhan Standar Pelayanan Minimal.

f. Belanja Daerah untuk pendanaan Urusan Pemerintahan Wajib yang tidak terkait dengan Pelayanan Dasar dialokasikan sesuai dengan kebutuhan daerah.

g. Belanja Daerah untuk pendanaan Urusan Pemerintahan Pilihan dialokasikan sesuai dengan prioritas daerah dan potensi yang dimiliki Daerah.

h. Daerah wajib mengalokasikan belanja untuk mendanai Urusan Pemerintahan daerah yang besarannya telah ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan antara lain besaran alokasi belanja untuk fungsi pendidikan, anggaran kesehatan, dan insfrastruktur.

i. Dalam hal Daerah tidak memenuhi alokasi belanja, menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan melakukan penundaan dan/atau pemotongan penyaluran Dana Transfer Umum, setelah berkoordinasi dengan Menteri dan menteri teknis terkait.

j. Belanja Daerah berpedoman pada standar harga satuan regional, analisis standar belanja, dan/atau standar teknis sesuai dengan ketentuan peraturan perurndang-undangan.

k. Belanja Daerah berpedoman pada standar harga satuan regional, analisis standar belanja, dan/atau standar teknis sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

l. Standar harga satuan regional ditetapkan dengan Peraturan Presiden.

m. Standar harga satuan regional digunakan sebagai pedoman dalam menyusun standar harga satuan pada masing-masing Daerah.

n. Penetapan standar harga satuan pada masing-masing Daerah dengan memperhatikan tingkat kemahalan yang berlaku di suatu Daerah.

o. Analisis standar belanja dan standar teknis dan standar harga satuan ditetapkan dengan Perkada.

p. Analisis standar belanja, standar harga satuan, dan/atau standar teknis digunakan untuk menyusun rencana kerja dan anggaran dalam penyusunan rancangan Perda tentang APBD.

q. Belanja daerah dirinci menurut Urusan Pemerintahan daerah, organisasi, program, kegiatan, sub kegiatan, jenis, objek, rincian objek dan sub rincian objek belanja daerah.

r. Urusan Pemerintahan daerah diselaraskan dan dipadukan dengan belanja negara yang diklasifikasikan menurut fungsi.

s. Belanja Daerah menurut organisasi disesuaikan dengan susunan organisasi yang ditetapkan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

t. Belanja Daerah menurut program, kegiatan, dan sub kegiatan disesuaikan dengan Urusan Pemerintahan provinsi dan kabupaten/kota berdasarkan ketentuan peraturan perundangundangan.

Berdasarkan pasal 55 Pemerintah Nomor 12 tahun 2019, klasifikasi Belanja Daerah terdiri atas:

a. belanja operasi

Belanja operasi merupakan pengeluaran anggaran untuk kegiatan sehari-hari Pemerintah Daerah yang memberi manfaat jangka pendek.

b. belanja modal

Belanja modal merupakan pengeluaran anggaran untuk perolehan aset tetap dan aset lainnya yang memberi manfaat lebih dari 1 (satu) periode akuntansi.

c. belanja tidak terduga

Belanja tidak terduga merupakan pengeluaran anggaran atas beban APBD untuk keperluan darurat termasuk keperluan mendesak yang tidak dapat diprediksi sebelumnya.

d. belanja transfer

Belanja transfer merupakan pengeluaran uang dari Pemerintah Daerah kepada Pemerintah Daerah lainnya dan/atau dari Pemerintah Daerah kepada pemerintah desa.

Klasifikasi APBD menurut akun, kelompok, jenis, objek, rincian objek, sub rincian objek Belanja daerah dikelola berdasarkan kewenangan pengelolaan keuangan pada SKPD dan SKPKD, meliputi:

Jenis BelanjaKewenangan Pengelolaan
BELANJA OPERASI
Belanja PegawaiSKPKD, SKPD dan BLUD
Belanja Barang dan JasaSKPKD, SKPD dan BLUD
Belanja BungaSKPKD dan BLUD
Belanja SubsidiSKPKD dan/atau SKPD
Belanja HibahSKPKD dan/atau SKPD
Belanja Bantuan SosialSKPKD dan/atau SKPD
BELANJA MODALSKPKD, SKPD dan BLUD
BELANJA TIDAK TERDUGASKPKD
BELANJA TRANSFERSKPKD

2. Ketentuan Terkait Belanja Operasi#

Berdasarkan Pasal 56 Pemerintah Nomor 12 tahun 2019, Belanja operasi dirinci atas jenis:

a. Belanja Pegawai;

b. Belanja Barang dan Jasa;

c. Belanja Bunga;

d. Belanja Subsidi;

e. Belanja Hibah; dan

f. Belanja Bantuan Sosial.

Mengacu pada Pasal 57 sampai dengan Pasal 63 Peraturan Pemerintah Nomor 12 tahun 2019, ketentuan terkait Belanja Operasi diatur sebagai berikut:

a. Belanja Pegawai#

1) Belanja pegawai digunakan untuk menganggarkan kompensasi yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

2) Kompensasi diberikan kepada Kepala Daerah/wakil Kepala Daerah, pimpinan/ anggota DPRD, dan Pegawai ASN.

a) Belanja Pegawai bagi kepala daerah dan wakil kepala daerah dianggarkan pada belanja SKPD sekretariat daerah.

b) Belanja Pegawai bagi Pimpinan dan Anggota DPRD dianggarkan pada belanja SKPD Sekretariat DPRD.

c) Belanja Pegawai ASN dianggarkan pada belanja SKPD bersangkutan.

3) Belanja pegawai paling sedikit berupa gaji/uang representasi dan tunjangan, tambahan penghasilan Pegawai ASN, belanja penerimaan lainnya pimpinan dan anggota DPRD serta kepala daerah, wakil kepala daerah, honorarium, insentif pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah/Jasa layanan lainnya yang selanjutnya terkait belanja pegawai diuraikan dalam peraturan perundang-undangan.

4) Pemerintah Daerah dapat memberikan tambahan penghasilan kepada Pegawai ASN dengan memperhatikan kemampuan Keuangan Daerah dan memperoleh persetujuan DPRD sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

5) Pegawai ASN adalah profesi bagi pegawai negeri sipil dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang bekerja pada intansi pemerintah.

6) Persetujuan DPRD dilakukan bersamaan dengan pembahasan KUA.

7) Tambahan penghasilan diberikan berdasarkan pertimbangan beban kerja, tempat bertugas, kondisi kerja, kelangkaan profesi, prestasi kerja, dan/atau pertimbangan objektif lainnya, diuraikan sebagai berikut:

a. Tambahan penghasilan berdasarkan beban kerja diberikan kepada pegawai ASN yang dibebani pekerjaan untuk menyelesaikan tugas yang dinilai melampau beban kerja normal;

b. Tambahan penghasilan berdasarkan tempat bertugas diberikan kepada pegawai ASN yang dalam melaksanakan tugasnya berada di daerah memiliki tingkat kesulitan tinggi dan daerah terpencil;

c. Tambahan penghasilan berdasarkan kondisi kerja diberikan kepada pegawai ASN yang dalam melaksanakan tugasnya berada pada lingkungan kerja yang memiliki resiko tinggi;

d. Tambahan penghasilan berdasarkan kelangkaan profesi diberikan kepada pegawai ASN yang dalam mengemban tugas memiliki keterampilan khusus dan langka;

e. Tambahan penghasilan berdasarkan prestasi kerja diberikan kepada pegawai ASN yang memiliki prestasi kerja yang tinggi dan/atau inovasi; dan

f. Tambahan penghasilan berdasarkan pertimbangan objektif lainnya diberikan kepada pegawai ASN sepanjang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan.

8) Pemberian tambahan penghasilan kepada Pegawai ASN daerah ditetapkan dengan Perkada dengan berpedoman pada Peraturan Pemerintah.

9) Dalam hal belum adanya Peraturan Pemerintah, Kepala Daerah dapat memberikan tambahan penghasilan bagi Pegawai ASN setelah mendapat persetujuan Menteri.

10) Persetujuan Menteri ditetapkan setelah memperoleh pertimbangan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.

11) Dalam hal Kepala Daerah menetapkan pemberian tambahan penghasilan bagi Pegawai ASN tidak sesuai dengan ketentuan, menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan melakukan penundaan dan/atau pemotongan Dana Transfer Umum atas usulan Menteri.

b. Belanja Barang dan Jasa#

1) Belanja barang dan jasa digunakan untuk menganggarkan pengadaan barang/jasa yang nilai manfaatnya kurang dari 12 (dua belas) bulan, termasuk barang/jasa yang akan diserahkan atau dijual kepada masyarakat/pihak lain.

2) Pengadaan barang dan jasa dalam rangka melaksanakan program dan kegiatan Pemerintahan Daerah yang diuraikan dalam sub kegiatan Pemerintahan Daerah guna pencapaian sasaran prioritas Daerah yang tercantum dalam RPJMD.

3) Belanja barang dan jasa diuraikan dalam objek belanja barang, belanja jasa, belanja pemeliharaan, belanja perjalanan dinas, dan Belanja Uang dan/atau Jasa untuk Diberikan kepada Pihak Ketiga/Pihak Lain/Masyarakat.

4) Penggunaan dan penganggaran objek dari jenis Belanja barang dan jasa diuraikan sebagai berikut:

a) Belanja Barang digunakan untuk menganggarkan pengadaan barang berupa barang pakai habis, barang tak habis pakai, dan barang bekas dipakai;

b) Belanja Jasa digunakan untuk menganggarkan pengadaan jasa yang nilai manfaatnya kurang dari 12 bulan antara lain berupa jasa kantor, asuransi, sewa rumah/gedung/gudang/parkir, sewa sarana mobilitas, sewa alat berat, sewa perlengkapan dan peralatan kantor, konsultansi, ketersediaan layanan (availibility payment), beasiswa pendidikan PNS, kursus, pelatihan, sosialisasi, dan bimbingan teknis PNS/PPPK, insentif pemungutan pajak daerah bagi pegawai non ASN, dan insentif pemungutan retribusi daerah bagi pegawai non ASN;

c) Belanja Pemeliharaan digunakan untuk menganggarkan Digunakan untuk mencatat belanja pemeliharaan tanah, belanja pemeliharaan peralataan dan mesin, belanja pemeliharaan gedung dan bangunan, belanja pemeliharaan jalan, jaringan, dan irigasi, belanja pemeliharaan aset tetap lainnya, dan belanja perawatan kendaraan bermotor.

d) Belanja Perjalanan Dinas digunakan untuk menganggarkan belanja perjalanan dinas dalam negeri dan belanja perjalanan dinas luar negeri.

e) Belanja Uang dan/atau Jasa untuk Diberikan kepada Pihak Ketiga/Pihak Lain/Masyarakat digunakan untuk menganggarkan Uang dan/atau Jasa untuk Diberikan kepada Pihak Ketiga/Pihak Lain/Masyarakat

5) Pemerintah daerah menganggarkan belanja barang dan jasa dalam APBD tahun anggaran berkenaan pada SKPD terkait.

6) Belanja barang dan jasa berupa pemberian uang yang diberikan kepada masyarakat/Pihak Lain dianggarkan untuk pemberian uang kepada ASN dan Non ASN, masyarakat dalam rangka mendukung pencapaian target kinerja Kegiatan dan Sasaran Program yang tercantum dalam RPJMD dengan memperhatikan kepatutan, kewajaran, rasionalitas dan efektifitas.

7) Belanja barang dan jasa berupa pemberian uang yang diberikan kepada masyarakat/Pihak Lain diberikan dalam bentuk:

a) pemberian hadiah yang bersifat perlombaan;

b) penghargaan atas suatu prestasi;

c) pemberian beasiswa kepada masyarakat;

d) penanganan dampak sosial kemasyarakatan akibat penggunaan tanah milik pemerintah daerah untuk pelaksanaan pembangunan proyek strategis nasional dan non proyek strategis nasional sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan/atau;

e) Transfer Ke Daerah dan Dana Desa yang penggunaannya sudah ditentukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

f) Bantuan fasilitasi premi asuransi pertanian; dan/atau

g) Belanja barang dan jasa berupa pemberian uang lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan.

c. Belanja Bunga#

1) Belanja bunga berupa belanja bunga utang pinjaman dan belanja bunga utang obligasi. Pemerintah daerah yang memiliki kewajiban pembayaran bunga utang dianggarkan pembayarannya dalam APBD tahun anggaran berkenaan.

2) Belanja bunga digunakan untuk menganggarkan pembayaran bunga utang yang tidak berasal pembayaran atas kewajiban pokok utang, yang dianggarkan pembayarannya dalam APBD tahun anggaran berkenaan.

3) Pembayaran dianggarkan pada SKPD/unit SKPD yang melaksanakan PPK BLUD dan SKPD yang melaksanakan fungsi PPKD/SKPKD terkait.

4) Belanja bunga diuraikan menurut objek, rincian objek dan sub rincian objek.

d. Belanja Subsidi#

1) Belanja subsidi digunakan untuk menganggarkan belanja subsidi agar harga jual produksi atau jasa yang dihasilkan oleh badan usaha milik negara, BUMD dan/atau badan usaha milik swasta sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, sehingga dapat terjangkau oleh masyarakat.

2) Badan usaha milik negara, BUMD dan/atau badan usaha milik swasta merupakan badan yang menghasilkan produk atau jasa pelayanan dasar masyarakat, termasuk penyelenggaraan pelayanan publik antara lain dalam bentuk penugasan pelaksanaan kewajiban pelayanan umum (public service obligation).

3) Badan usaha milik negara, BUMD dan/atau badan usaha milik swasta sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan sebagai penerima subsidi, terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan dengan tujuan tertentu oleh kantor akuntan publik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

4) Dalam hal tidak terdapat kantor akuntan publik, pemeriksaan dengan tujuan tertentu dapat dilaksanakan oleh lembaga lain yang independen dan ditetapkan oleh kepala daerah.

5) Pemeriksaan dengan tujuan tertentu merupakan pemeriksaan yang bertujuan untuk memberikan kesimpulan atas kelayakan penganggaran pemberian subsidi.

6) Hasil pemeriksaan dengan tujuan tertentu menjadi dasar perencanaan dan bahan pertimbangan untuk memberikan subsidi tahun anggaran berikutnya.

7) Penerima subsidi sebagai objek pemeriksaan bertanggung jawab secara formal dan material atas penggunaan subsidi yang diterimanya, dan wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban kepada kepala daerah.

8) Pemerintah daerah menganggarkan belanja subsidi dalam APBD tahun anggaran berkenaan pada SKPD terkait.

9) Untuk pemberian subsidi kepada BUMD penyelenggara sistem penyediaan air minum mengacu pada Peraturan Menteri.

10) Pemberian subsidi berupa bunga atau bagi hasil kepada usaha mikro kecil dan menengah pada perorangan tidak perlu dilakukan pemeriksaan dengan tujuan tertentu.

11) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian dan pertanggungjawaban subsidi diatur dalam perkada sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

e. Belanja Hibah#

1) Belanja hibah berupa uang, barang atau jasa dapat dianggarkan dalam APBD sesuai dengan kemampuan keuangan daerah setelah memprioritaskan pemenuhan belanja urusan pemerintahan wajib dan belanja urusan pemerintahan pilihan, kecuali ditentukan lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

3) Pemberian hibah ditujukan untuk menunjang pencapaian Sasaran Program dan Kegiatan Pemerintah Daerah sesuai kepentingan Daerah dalam mendukung terselenggaranya fungsi pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan dengan memperhatikan asas keadilan, kepatutan, rasionalitas, dan manfaat untuk masyarakat.

4) Penganggaran belanja hibah dianggarkan pada SKPD terkait dan dirinci menurut objek, rincian objek, dan sub rincian objek pada program, kegiatan, dan sub kegiatan sesuai dengan tugas dan fungsi perangkat daerah terkait. Untuk belanja hibah yang bukan merupakan urusan dan kewenangan pemerintah daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang bertujuan untuk menunjang pencapaian sasaran program, kegiatan dan sub kegiatan pemerintah daerah, dianggarkan pada perangkat daerah yang melaksanakan urusan pemerintahan umum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

5) Belanja hibah diberikan kepada:

a) pemerintah pusat

(1) Hibah kepada pemerintah pusat diberikan kepada satuan kerja dari kementerian/lembaga pemerintah non-kementerian yang wilayah kerjanya berada dalam daerah yang bersangkutan.

(2) Hibah dari pemerintah daerah dilarang tumpang tindih pendanaannya dengan anggaran pendapatan dan belanja negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(3) Unit kerja pada Kementerian Dalam Negeri yang membidangi urusan pemerintahan di bidang Administrasi Kependudukan dapat memperoleh Hibah dari Pemerintah Daerah untuk penyediaan blanko kartu tanda penduduk elektronik.

(4) Penyediaan setiap keping blangko kartu tanda penduduk elektronik tidak didanai dari 2 (dua) sumber dana yaitu Hibah APBD maupun anggaran pendapatan dan belanja negara.

(5) Hibah kepada pemerintah pusat dimaksud hanya dapat diberikan 1 (satu) kali dalam tahun berkenaan.

b) pemerintah daerah lainnya

Hibah kepada Pemerintah Daerah lainnya diberikan kepada daerah otonom baru hasil pemekaran daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

c) BUMN

Hibah kepada badan usaha milik negara diberikan untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

d) BUMD;

Hibah kepada badan usaha milik daerah diberikan dalam rangka untuk meneruskan hibah yang diterima Pemerintah Daerah dari Pemerintah Pusat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Hibah kepada BUMD tidak dapat diberikan dalam bentuk barang kecuali uang atau jasa.

e) Badan dan Lembaga, serta Organisasi Kemasyarakatan yang Berbadan Hukum Indonesia

(1) Hibah kepada badan dan lembaga diberikan kepada badan dan lembaga:

(a) yang bersifat nirlaba, sukarela dan sosial yang dibentuk berdasarkan peraturan perundang-undangan;

(b) yang bersifat nirlaba, sukarela dan sosial yang telah memiliki surat keterangan terdaftar yang diterbitkan oleh Menteri, gubernur atau bupati/wali kota; atau

(c) yang bersifat nirlaba, sukarela bersifat sosial kemasyarakatan berupa kelompok masyarakat/kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat, dan keberadaannya diakui oleh pemerintah pusat dan/atau Pemerintah Daerah melalui pengesahan atau penetapan dari pimpinan instansi vertikal atau kepala satuan kerja perangkat daerah terkait sesuai dengan kewenangannya.

(d) Koperasi yang didirikan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dan memenuhi kriteria yang ditetapkan oleh pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya.

(2) Hibah kepada organisasi kemasyarakatan yang berbadan hukum Indonesia diberikan kepada organisasi kemasyarakatan yang berbadan hukum, yayasan atau organisasi kemasyarakatan yang berbadan hukum perkumpulan, yang telah mendapatkan pengesahan badan hukum dari kementerian yang membidangi urusan hukum dan hak asasi manusia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(3) Hibah kepada badan dan lembaga dapat diberikan dengan persyaratan paling sedikit:

(a) memiliki kepengurusan di daerah domisili;

(b) memiliki keterangan domisili dari lurah/kepala desa setempat atau sebutan lainnya; dan

(c) berkedudukan dalam wilayah administrasi Pmerintah Daerah dan/atau badan dan Lembaga yang berkedudukan di luar wilayah administrasi Pemerintah Daerah untuk menunjang pencapaian sasaran program, kegiatan dan sub kegiatan pemerintah daerah pemberi hibah.

(4) Hibah kepada organisasi kemasyarakatan dapat diberikan dengan persyaratan paling sedikit:

(a) telah terdaftar pada kementerian yang membidangi urusan hukum dan hak asasi manusia;

(b) berkedudukan dalam wilayah administrasi Pemerintah Daerah yang bersangkutan; dan

(c) memiliki secretariat tetap di daerah yang bersangkutan.

f) Partai Politik

Belanja hibah juga berupa pemberian bantuan keuangan kepada partai politik yang mendapatkan kursi di DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Besaran penganggaran belanja bantuan keuangan kepada partai politik dimaksud sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

6) Belanja hibah memenuhi kriteria paling sedikit:

a) peruntukannya secara spesifik telah ditetapkan;

b) bersifat tidak wajib, tidak mengikat;

c) tidak terus menerus setiap tahun anggaran, kecuali:

(1) kepada pemerintah pusat dalam rangka mendukung penyelenggaraan pemerintahan daerah sepanjang tidak tumpang tindih pendanaannya dengan APBN sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

(2) badan dan lembaga yang ditetapkan oleh pemerintah atau pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan;

(3) partai politik dan/atau

(4) ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan;

d) memberikan nilai manfaat bagi pemerintah daerah dalam mendukung terselenggaranya fungsi pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan.

e) memenuhi persyaratan penerima hibah.

7) Pemberian hibah didasarkan atas usulan tertulis yang disampaikan kepada Kepala Daerah.

8) Penerima hibah bertanggungjawab secara formal dan material atas penggunaan hibah yang diterimanya.

9) Tata cara penganggaran, pelaksanaan dan penatausahaan, pelaporan dan pertanggungjawaban serta monitoring dan evaluasi hibah diatur lebih lanjut dengan peraturan kepala daerah.

f. Belanja Bantuan Sosial

1) Belanja bantuan sosial digunakan untuk menganggarkan pemberian bantuan berupa uang dan/atau barang kepada individu, keluarga, kelompok dan/atau masyarakat yang sifatnya tidak secara terus menerus dan selektif yang bertujuan untuk melindungi dari kemungkinan terjadinya resiko sosial, kecuali dalam keadaan tertentu dapat berkelanjutan.

2) Risiko sosial adalah kejadian atau peristiwa yang merupakan dampak dari krisis sosial, krisis ekonomi, krisis politik, fenomena alam, atau bencana alam yang jika tidak diberikan belanja bantuan sosial akan semakin terpuruk dan tidak dapat hidup dalam kondisi wajar.

3) Keadaan tertentu dapat berkelanjutan diartikan bahwa bantuan sosial dapat diberikan setiap tahun anggaran sampai penerima bantuan telah lepas dari resiko sosial.

4) Belanja bantuan sosial dianggarkan dalam APBD sesuai dengan kemampuan Keuangan Daerah setelah memprioritaskan pemenuhan belanja Urusan Pemerintahan Wajib dan Urusan Pemerintahan Pilihan, kecuali ditentukan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

5) Anggota/kelompok masyarakat meliputi:

a) individu, keluarga, kelompok dan/atau masyarakat yang mengalami risiko sosial; atau

b) lembaga non pemerintahan bidang pendidikan, keagamaan, dan bidang lain yang berperan untuk melindungi individu, kelompok, dan/atau masyarakat yang mengalami keadaan yang tidak stabil sebagai dampak risiko sosial.

6) Bantuan sosial berupa uang kepada individu, keluarga, kelompok dan/atau masyarakat terdiri atas bantuan sosial kepada individu, keluarga, kelompok dan/atau masyarakat yang direncanakan dan yang tidak dapat direncanakan sebelumnya.

7) Bantuan sosial berupa uang adalah uang yang diberikan secara langsung kepada penerima seperti beasiswa bagi anak miskin, yayasan pengelola yatim piatu, nelayan miskin, masyarakat lanjut usia, terlantar, cacat berat dan tunjangan kesehatan putra putri pahlawan yang tidak mampu.

8) Bantuan sosial berupa barang adalah barang yang diberikan secara langsung kepada penerima seperti bantuan kendaraan operasional untuk sekolah luar biasa swasta dan masyarakat tidak mampu, bantuan perahu untuk nelayan miskin, bantuan makanan/pakaian kepada yatim piatu/tuna sosial, ternak bagi kelompok masyarakat kurang mampu.

9) Bantuan sosial yang direncanakan dialokasikan kepada individu, keluarga, kelompok dan/atau masyarakat yang sudah jelas nama, alamat penerima dan besarannya pada saat penyusunan APBD.

10) Bantuan sosial yang direncanakan berdasarkan usulan dari calon penerima dan/atau atas usulan kepala SKPD.

11) Penganggaran belanja bantuan sosial yang direncanakan dianggarkan pada SKPD terkait dan dirinci menurut objek, rincian objek, dan sub rincian objek pada program, kegiatan, dan sub kegiatan sesuai dengan tugas dan fungsi perangkat daerah terkait.

12) Bantuan sosial yang tidak dapat direncanakan sebelumnya dialokasikan untuk kebutuhan akibat risiko sosial yang tidak dapat diperkirakan pada saat penyusunan APBD yang apabila ditunda penanganannya akan menimbulkan risiko sosial yang lebih besar bagi individu dan/atau keluarga yang bersangkutan.

13) Pagu alokasi anggaran yang tidak dapat direncanakan sebelumnya tidak melebihi pagu alokasi anggaran yang direncanakan.

14) Penganggaran belanja bantuan sosial yang tidak dapat direncanakan sebelumnya dianggarkan dalam Belanja Tidak Terduga.

15) Usulan permintaan atas belanja bantuan sosial yang tidak dapat direncanakan sebelumnya dilakukan oleh SKPD terkait.

16) Belanja bantuan sosial memenuhi kriteria paling sedikit:

a) selektif diartikan bahwa bantuan sosial hanya diberikan kepada calon penerima yang ditujukan untuk melindungi dari kemungkinan risiko sosial;

b) memenuhi persyaratan penerima bantuan diartikan memiliki identitas kependudukan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan; dan

c) bersifat sementara dan tidak terus menerus, kecuali dalam keadaan tertentu dapat berkelanjutan diartikan bahwa pemberian bantuan sosial tidak wajib dan tidak harus diberikan setiap tahun anggaran dan keadaan tertentu dapat berkelanjutan diartikan bahwa bantuan sosial dapat diberikan setiap tahun anggaran sampai penerima bantuan telah lepas dari risiko sosial.

d) sesuai tujuan penggunaan diartikan bahwa tujuan pemberian bantuan sosial meliputi:

(1) rehabilitasi sosial ditujukan untuk memulihkan dan mengembangkan kemampuan seseorang yang mengalami disfungsi sosial agar dapat melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar.

(2) perlindungan sosial ditujukan untuk mencegah dan menangani resiko dari guncangan dan kerentanan sosial seseorang, keluarga, kelompok masyarakat agar kelangsungan hidupnya dapat dipenuhi sesuai dengan kebutuhan dasar minimal

(3) pemberdayaan sosial ditujukan untuk menjadikan seseorang atau kelompok masyarakat yang mengalami masalah sosial mempunyai daya, sehingga mampu memenuhi kebutuhan dasarnya

(4) jaminan sosial merupakan skema yang melembaga untuk menjamin penerima bantuan agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak.

(5) penanggulangan kemiskinan merupakan kebijakan, program, dan kegiatan yang dilakukan terhadap orang, keluarga, kelompok masyarakat yang tidak mempunyai atau mempunyai sumber mata pencaharian dan tidak dapat memenuhi kebutuhan yang layak bagi kemanusiaan.

(6) penanggulangan bencana merupakan serangkaian upaya yang ditujukan untuk rehabilitasi.

17) Anggota/kelompok masyarakat menyampaikan usulan tertulis atas bantuan sosial yang direncanakan kepada kepala daerah melalui SKPD sesuai dengan urusan dan kewenangannya.

18) Penerima bantuan sosial bertanggungjawab secara formal dan material atas penggunaan bantuan sosial yang diterimanya.

19) Tata cara penganggaran, pelaksanaan dan penatausahaan, pelaporan dan pertanggungjawaban serta monitoring dan evaluasi bantuan sosial diatur lebih lanjut dengan peraturan kepala daerah.

3. Ketentuan Terkait Belanja Modal#

Mengacu pada Pasal 64 Peraturan Pemerintah Nomor 12 tahun 2019, ketentuan terkait Belanja Modal diatur sebagai berikut:

a. Belanja modal digunakan untuk menganggarkan pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pengadaan aset tetap dan aset lainnya. Pengadaan aset tetap memenuhi kriteria:

1) mempunyai masa manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan;

2) digunakan dalam Kegiatan Pemerintahan Daerah; dan

3) batas minimal kapitalisasi aset.

Selain kriteria juga memuat kriteria lainnya yaitu:

1) berwujud;

2) biaya perolehan aset tetap dapat diukur secara andal;

3) tidak dimaksudkan untuk dijual dalam operasi normal entitas; dan

4) diperoleh atau dibangun dengan maksud untuk digunakan.

b. Dalam hal tidak memenuhi kriteria batas minimal kapitalisasi aset tetap dianggarkan dalam belanja barang dan jasa. Batas minimal kapitalisasi aset tetap diatur dalam Perkada.

c. Aset tetap dianggarkan belanja modal sebesar harga perolehan. Harga perolehan merupakan harga beli atau bangun aset ditambah seluruh belanja yang terkait dengan pengadaan/pembangunan aset sampai aset siap digunakan.

d. Kelompok belanja modal dirinci atas jenis:

1) Belanja Tanah, digunakan untuk menganggarkan tanah yang diperoleh dengan maksud untuk dipakai dalam kegiatan operasional Pemerintah Daerah dan dalam kondisi siap dipakai

2) Belanja Peralatan dan Mesin, digunakan untuk menganggarkan peralatan dan mesin mencakup mesin dan kendaraan bermotor, alat elektronik, inventaris kantor, dan peralatan lainnya yang nilainya signifikan dan masa manfaatnya lebih dari 12 (dua belas) bulan dan dalam kondisi siap pakai.

3) Belanja Gedung dan Bangunan, digunakan untuk menganggarkan gedung dan bangunan mencakup seluruh gedung dan bangunan yang diperoleh dengan maksud untuk dipakai dalam kegiatan operasional Pemerintah Daerah dan dalam kondisi siap dipakai.

4) Belanja Jalan, Irigasi dan Jaringan, digunakan untuk menganggarkan jalan, irigasi, dan jaringan mencakup jalan, irigasi, dan jaringan yang dibangun oleh Pemerintah Daerah serta dimiliki dan/atau dikuasai oleh Pemerintah Daerah dan dalam kondisi siap dipakai.

5) Belanja Aset Tetap Lainnya, digunakan untuk menganggarkan aset tetap lainnya mencakup aset tetap yang tidak dapat dikelompokkan ke dalam kelompok aset tetap, yang diperoleh dan dimanfaatkan untuk kegiatan operasional Pemerintah Daerah dan dalam kondisi siap dipakai.

6) Belanja Aset Lainnya, digunakan untuk menganggarkan aset tetap yang tidak digunakan untuk keperluan operasional Pemerintah Daerah, tidak memenuhi definisi aset tetap, dan harus disajikan di pos aset lainnya sesuai dengan nilai tercatatnya.

e. Belanja modal aset lainnya digunakan untuk menganggarkan aset tetap yang tidak memenuhi kriteria aset tetap, dan harus disajikan di pos aset lainnya sesuai dengan nilai tercatatnya. Aset lainnya berupa aset tidak berwujud dengan kriteria:

1) dapat diidentifikasi;

2) tidak mempunyai wujud fisik;

3) dimiliki untuk digunakan dalam menghasilkan barang atau jasa atau digunakan untuk tujuan lainnya termasuk hak atas kekayaan intelektual;

4) dapat dikendalikan oleh entitas; dan

5) memiliki manfaat ekonomi masa depan.

4. Ketentuan Terkait Belanja Tidak Terduga#

Mengacu pada Pasal 68 dan Pasal 69 Peraturan Pemerintah Nomor 12 tahun 2019, ketentuan terkait Belanja Tidak Terduga diatur sebagai berikut:

a. Belanja tidak terduga digunakan untuk menganggarkan pengeluaran untuk keadaan darurat termasuk keperluan mendesak yang tidak dapat diprediksi sebelumnya dan pengembalian atas kelebihan pembayaran atas penerimaan daerah tahun-tahun sebelumnya serta untuk belanja bantuan sosial yang tidak dapat direncanakan sebelumnya.

b. Keperluan mendesak sesuai dengan karakteristik masing-masing pemerintah daerah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

c. Keadaan darurat meliputi:

1) bencana alam, bencana non-alam, bencana sosial dan/atau kejadian luar biasa;

2) pelaksanaan operasi pencarian dan pertolongan; dan/atau

3) kerusakan sarana/prasarana yang dapat mengganggu kegiatan pelayanan publik.

Pengeluaran untuk mendanai keadaan darurat yang belum tersedia anggarannya, diformulasikan terlebih dahulu dalam RKA SKPD, kecuali untuk kebutuhan tanggap darurat bencana, konflik sosial, dan/atau kejadian luar biasa. Belanja untuk kebutuhan tanggap darurat bencana, konflik sosial, dan/atau kejadian luar biasa digunakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

d. Keperluan mendesak meliputi:

1) kebutuhan daerah dalam rangka pelayanan dasar masyarakat yang anggarannya belum tersedia dalam tahun anggaran berjalan;

2) Belanja Daerah yang bersifat mengikat dan belanja yang bersifat wajib;

a) Belanja daerah yang bersifat mengikat merupakan belanja yang dibutuhkan secara terus menerus dan harus dialokasikan oleh pemerintah daerah dengan jumlah yang cukup untuk keperluan setiap bulan dalam tahun anggaran berkenaan, seperti:

(1) belanja pegawai antara lain untuk pembayaran kekurangan gaji, tunjangan; dan

(2) belanja barang dan jasa antara lain untuk pembayaran telepon, air, listrik dan internet

b) Belanja daerah yang bersifat wajib merupakan belanja untuk terjaminnya kelangsungan pemenuhan pendanaan pelayanan dasar masyarakat antara lain pendidikan, kesehatan, melaksanakan kewajiban kepada pihak ketiga, kewajiban pembayaran pokok pinjaman, bunga pinjaman yang telah jatuh tempo, dan kewajiban lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

3) Pengeluaran Daerah yang berada diluar kendali Pemerintah Daerah dan tidak dapat diprediksikan sebelumnya, serta amanat peraturan perundang-undangan; dan/atau

4) Pengeluaran Daerah lainnya yang apabila ditunda akan menimbulkan kerugian yang lebih besar bagi Pemerintah Daerah danl atau masyarakat.

Pengeluaran untuk mendanai keperluan mendesak yang belum tersedia anggarannya dan/atau tidak cukup tersedia anggarannya, diformulasikan terlebih dahulu dalam RKA SKPD dan/atau Perubahan DPA SKPD.

e. Kriteria keadaan darurat dan keperluan mendesak ditetapkan dalam Peraturan Daerah tentang APBD tahun berkenaan.

f. Pengembalian atas kelebihan pembayaran atas penerimaan daerah tahun-tahun sebelumnya untuk menganggarkan pengembalian atas kelebihan pembayaran atas penerimaan daerah yang bersifat tidak berulang yang terjadi pada tahun sebelumnya.

g. Bantuan sosial yang tidak dapat direncanakan sebelumnya diusulkan oleh SKPD terkait dengan tata cara sebagai berikut:

1) kepala SKPD mengajukan Rencana Kebutuhan Belanja (RKB) paling lama 1 (satu) hari kepada pejabat pengelola keuangan daerah (PPKD) selaku bendahara umum daerah (BUD);

2) PPKD selaku BUD melakukan verifikasi dan mencairkan BTT kepada kepala SKPD paling lama 1 (satu) hari terhitung sejak diterimanya RKB;

h. Belanja tidak terduga diuraikan menurut jenis, objek, rincian objek, dan sub rincian objek dengan nama Belanja Tidak Terduga.

i. Dalam hal belanja tidak terduga tidak mencukupi untuk mendanai keadaan darurat, pemerintah daerah menggunakan:

1) dana dari hasil penjadwalan ulang capaian Program dan kegiatan lainnya serta pengeluaran Pembiayaan dalam tahun anggaran berjalan; dan/atau

2) memanfaatkan kas yang tersedia. Penjadwalan ulang capaian program dan kegiatan diformulasikan terlebih dahulu dalam Perubahan DPA SKPD.

j. Tata cara penggunaan belanja tidak terduga untuk mendanai keadaan darurat dilakukan dengan tahapan:

1) Kepala daerah menetapkan status tanggap darurat untuk bencana alam, bencana non-alam, bencana sosial termasuk konflik sosial, kejadian luar biasa sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan;

2) Pimpinan perangkat daerah yang membidangi urusan bencana mengeluarkan surat keterangan untuk pelaksanaan operasi pencarian dan pertolongan;

3) berdasarkan penetapan status kepala daerah dan/atau surat keterangan Pimpinan perangkat daerah yang membidangi urusan bencana, kepala Kepala SKPD/Kepala Unit SKPD yang membidangi keuangan daerah mengajukan rencana kebutuhan belanja kepada PPKD selaku BUD.

4) berdasarkan rencana kebutuhan belanja, PPKD selaku BUD mencairkan dana kebutuhan belanja kepada kepala SKPD/kepala Unit SKPD yang membidangi keuangan daerah, paling lambat 1 (satu) hari kerja terhitung sejak diterimanya rencana kebutuhan belanja.

k. Tata cara penggunaan belanja tidak terduga untuk rasionalisasi kegiatan dilakukan pergeseran anggaran dari belanja tidak terduga kepada belanja SKPD yang membidangi keuangan daerah, dengan tahapan:

1) dalam hal anggaran belum tersedia, penggunaan belanja tidak terduga terlebih dahulu diformulasikan dalam RKA-SKPD yang membidangi keuangan daerah;

2) dalam hal anggaran belum tercukupi, penggunaan belanja tidak terduga terlebih dahulu diformulasikan dalam Perubahan DPA-SKPD; dan

3) RKA-SKPD dan/atau Perubahan DPA-SKPD sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b menjadi dasar dalam melakukan perubahan Perkada tentang Penjabaran APBD untuk selanjutnya ditampung dalam Peraturan Daerah tentang Perubahan APBD atau dituangkan dalam Laporan Realisasi Anggaran bagi Pemerintah Daerah yang tidak melakukan perubahan APBD atau telah melakukan perubahan APBD.

l. Tata cara penggunaan belanja tidak terduga untuk mendanai keperluan mendesak dilakukan melalui pergeseran anggaran dari belanja tidak terduga kepada belanja SKPD/Unit SKPD yang membidangi, dengan tahapan:

1) dalam hal anggaran belum tersedia, penggunaan belanja tidak terduga terlebih dahulu diformulasikan dalam RKA-SKPD yang membidangi keuangan daerah;

2) dalam hal anggaran belum tercukupi, penggunaan belanja tidak terduga terlebih dahulu diformulasikan dalam Perubahan DPA-SKPD; dan

3) RKA-SKPD dan/atau Perubahan DPA-SKPD sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b menjadi dasar dalam melakukan perubahan Perkada tentang Penjabaran APBD untuk selanjutnya ditampung dalam Peraturan Daerah tentang Perubahan APBD atau dituangkan dalam Laporan Realisasi Anggaran bagi pemerintah daerah yang tidak melakukan perubahan APBD atau telah melakukan perubahan APBD.

m. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penganggaran, pelaksanaan dan penatausahaan, pertanggungjawaban dan pelaporan serta monitoring dan evaluasi belanja tidak terduga ditetapkan dengan peraturan kepala daerah.

5. Ketentuan Terkait Belanja Transfer#

Berdasarkan Pasal 56 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 12 tahun 2019, kelompok belanja transfer dirinci atas jenis:

a. Belanja Bagi Hasil; dan

b. Belanja Bantuan Keuangan

Mengacu pada Pasal 66 dan Pasal 67 Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019, ketentuan terkait Belanja Transfer diatur sebagai berikut:

a. Belanja transfer diuraikan menurut jenis, objek, rincian objek, dan sub rincian objek.

b. Belanja transfer dianggarkan oleh SKPD yang membidangi keuangan daerah.

c. Belanja Bagi Hasil

1) Belanja bagi hasil digunakan untuk menganggarkan bagi hasil yang bersumber dari pendapatan provinsi kepada kabupaten/kota atau pendapatan kabupaten/kota kepada pemerintah desa atau pendapatan pemerintah daerah tertentu kepada pemerintah daerah lainnya sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

2) Belanja bagi hasil dianggarkan dalam APBD sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

d. Belanja Bantuan Keuangan

1) Belanja bantuan keuangan diberikan kepada Daerah lain dalam rangka kerja sama daerah, pemerataan peningkatan kemampuan keuangan, dan/atau tujuan tertentu lainnya.

2) Belanja bantuan keuangan dalam rangka tujuan tertentu lainnya guna memberikan manfaat bagi pemberi dan/atau penerima bantuan keuangan.

3) Bantuan keuangan dapat dianggarkan sesuai kemampuan Keuangan Daerah setelah memprioritaskan pemenuhan belanja Urusan Pemerintahan Wajib dan Urusan Pemerintahan Pilihan serta alokasi belanja yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan, kecuali ditentukan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

4) Bantuan keuangan terdiri atas:

a) bantuan keuangan antar-Daerah provinsi;

b) bantuan keuangan antar-Daerah kabupaten/kota;

c) bantuan Keuangan Daerah provinsi ke Daerah kabupaten/kota di wilayahnya dan/atau Daerah kabupaten/kota di luar wilayahnya;

d) bantuan Keuangan Daerah kabupaten/kota ke Daerah provinsinya dan/atau Daerah provinsi lainnya; dan/atau

e) bantuan Keuangan Daerah provinsi atau kabupaten/kota kepada desa.

5) Bantuan keuangan bersifat umum atau khusus.

a) Bantuan keuangan bersifat umum peruntukan dan pengelolaannya diserahkan kepada pemerintah daerah dan/atau pemerintah desa penerima bantuan.

b) Bantuan keuangan bersifat khusus peruntukannya ditetapkan oleh pemerintah daerah pemberi bantuan dan pengelolaannya diserahkan sepenuhnya kepada penerima bantuan.

c) Dalam hal pemerintah daerah dan/atau pemerintah desa sebagai penerima bantuan keuangan khusus tidak menggunakan sesuai peruntukan yang ditetapkan oleh pemerintah daerah selaku pemberi bantuan keuangan, pemerintah daerah dan/atau pemerintah desa sebagai penerima bantuan keuangan khusus wajib mengembalikan kepada pemerintah daerah pemberi keuangan khusus.

d) Pemerintah daerah pemberi bantuan keuangan bersifat khusus dapat mensyaratkan penyediaan dana pendamping dalam APBD atau anggaran pendapatan dan belanja desa penerima bantuan.

6) Ketentuan lebih lanjut mengenai Tata cara penganggaran, pelaksanaan dan penatausahaan, pertanggungjawaban dan pelaporan serta monitoring dan evaluasi belanja bantuan keuangan ditetapkan dengan peraturan kepala daerah.