Apakah suku Baduy menggunakan sistem ekonomi tradisional

Bicara tentang ekonomi tentu memiliki cakupan yang begitu luas. Salah satunya adalah mengenai sistem ekonomi. Sistem ekonomi merupakan suatu sistem yang digunakan oleh suatu negara untuk mengalokasikan berbagai sumber daya yang dimiliki kepada seluruh masyarakat di negara tersebut baik dalam lingkup organisasi maupun individu.

Sistem ekonomi secara global mengalami perkembangan seiring dengan perubahan peradaban dunia. Saat ini proses produksi hingga transaksi jual beli telah dilakukan secara canggih dengan proses yang efektif dan efisien. Namun, dari sekian banyak sistem ekonomi yang dianut berbagai negara, semua berawal dari sistem ekonomi tradisional.

Definisi sistem ekonomi tradisional

Sistem ekonomi tradisional merupakan suatu sistem dalam berkegiatan ekonomi yang didasarkan pada kebiasaan dan tradisi masyarakat secara turun-temurun dengan mengandalkan faktor produksi apa adanya. Pada sistem ekonomi tradisional ini, belum ada uang yang digunakan sebagai nilai tukar. Standar yang digunakan dalam melakukan kegiatan ekonomi pada sistem ini adalah nilai-nilai budaya yang telah mengakar dari masa ke masa. Sebab itulah disebut tradisional karena motif dan pola masyarakat dalam berkegiatan ekonomi adalah tradisi atau adat-istiadat setempat.

Dalam pengertian yang lebih luas, sistem ekonomi tradisional dapat pula dipahami sebagai suatu sistem di mana seluruh aktivitas perekonomiannya dilaksanakan dengan berdasarkan kebiasaan atau tradisi dari generasi ke generasi yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup, bukan mencari keuntungan. Pada sistem ekonomi tradisional, faktor produksi yang digunakan masih sangat sederhana dan apa adanya. Tak heran jika kualitas produk yang dihasilkan pun masih begitu rendah.

Pada sistem ekonomi tradisional, masyarakat berperan sebagai produsen sekaligus produsen. Meski demikian, tidak ada transaksi jual beli karena proses transaksinya dilakukan dengan cara barter atau saling menukar barang yang dibutuhkan. Untuk bisa terjadi barter, maka seseorang harus mencari orang lain yang memiliki barang yang dibutuhkannya dan orang tersebut membutuhkan barang yang dimilikinya. Misalnya Si A memiliki gandum, tetapi ia membutuhkan kelapa. Berkenaan dengan itu, Si A harus mencari orang yang memiliki kelapa dan sedang membutuhkan gandum, sehingga ia bisa menukarkan barang yang dimilikinya dengan barang yan dibutuhkannya.

Dalam penerapan sistem ekonomi tradisional oleh suatu negara, bukan berarti di negara tersebut tidak ada pemerintah. Hanya saja, peran pemerintah hanya sebatas sebagai penjaga ketertiban umum saja, dan tidak terlibat langsung dalam aktivitas ekonomi. Artinya, pemerintah tidak memiliki kewenangan untuk menentukan kebijakan-kebijakan terkait dengan perekonomian masyarakatnya.

Karakteristik sistem ekonomi tradisional

Sistem ekonomi tradisional umumnya dianut dan diterapkan oleh suatu negara yang kehidupan masyarakatnya sederhana dan masih menggantungkan pada hasil alam dalam upaya pemenuhan kebutuhannya. Berkenaan dengan hal tersebut, sistem ekonomi tradisional memiliki ciri khas atau karakteristik yang membedakannya dengan jenis sistem ekonomi lainnya. Adapun karakteristik dari sistem ekonomi tradisional yakni sebagai berikut.

  • Kegiatan ekonomi yang dilakukan terikat dengan tradisi dan kebudayaan sehingga standar yang digunakan dalam bertransaksi ekonomi adalah nilai-nilai budaya yang telah diterapkan secara turun-temurun dari generasi ke generasi.
  • Teknik produksi yang digunakan masih sangat sederhana yang dipelajari secara turun-temurun atau diwariskan dari generasi ke generasi. Sementara proses produksi dan sistem distribusi terbentuk dari kebiasaan atau tradisi yang berlaku dalam lingkup masyarakat tersebut.
  • Metode transaksi yang digunakan adalah barter atau saling menukar barang diantara anggota masyarakat yang saling membutuhkan.
  • Masyarakat bertindak sebagai produsen sekaligus konsumen, di mana jenis produksinya masih didasarkan pada kebutuhan dan kemampuan. Artinya jenis produksi disesuaikan dengan kebutuhan di setiap rumah tangga.
  • Modal utama masyarakat adalah hasil alam dan tenaga manusia, di mana alam menjadi sumber kehidupan dan kemakmuran bagi masyarakat.
  • Transaksi ekonomi yang dilakukan semata-mata bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup, bukan mencari keuntungan.
  • Belum ada pembagian kerja dalam masyarakat.
  • Hubungan masyarakat yang bersifat kekeluargaan dan saling menolong terpelihara dengan baik.
  • Pemerintah tidak terlibat langsung dalam perekonomian, tetapi hanya berperan dalam menjaga ketertiban umum.

Kelebihan dan kekurangan sistem ekonomi tradisional

Setiap sistem ekonomi tentu memiliki kelebihan dan kekurangan. Demikian pula dengan sistem ekonomi tradisional. Berikut beberapa kelebihannya.

  • Hubungan yang terjalin diantara individu dalam masyarakat masih sangat kuat dengan sikap saling tolong-menolong yang sangat kental. Artinya, tumbuh rasa saling menghargai diantara anggota masyarakat, sehingga mampu meminimalkan konflik horizontal dalam masyarakat.
  • Tidak ada kesenjangan ekonomi antara yang kaya dengan yang miskin, karena pendapatan yang diperoleh setiap rumah tangga cenderung merata.
  • Masih memegang teguh asas kejujuran, sehingga kegiatan transaksi ekonomi didasarkan pada asas tersebut sesuai dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup, bukan mencari keuntungan.
  • Tidak terjadi permasalahan dalam ekonomi seperti inflasi, keuangan, pembelian, pengangguran, dan lainnya.
  • Tidak ada monopoli dari pemerintah, karena pemerintah hanya bertindak sebagai pengawas dalam sistem ekonomi.

Di balik kelebihan sistem ekonomi tradisional, sistem ekonomi ini pun tak lepas dari kekurangan. Adapun kekurangannya adalah sebagai berikut.

  • Minimnya modal dan penggunaan sistem konvensional menjadikan perkembangan dan pertumbuhan ekonomi berjalan begitu lambat.
  • Tidak semua kebutuhan masyarakat dapat dipenuhi dan pemenuhannya pun tidak maksimal karena sangat menggantungkan pada hasil alam.
  • Belum ada standar nilai numerik yang digunakan dalam transaksi pertukaran barang.
  • Kualitas barang yang dipasarkan masih rendah, karena teknik dan proses produksi masih menggunakan peralatan seadanya.
  • Daya saing pasar rendah, sebab pola pikir masyarakat masih menganggap tabu suatu perubahan apalagi bertentangan dengan kebiasaan dan tradisi yang ada.

Penerapan sistem ekonomi tradisional

Di era yang serba digital seperti sekarang ini, di mana teknologi berkembang begitu pesat dan canggih, seolah mustahil penerapan sistem ekonomi tradisional masih berlangsung. Benar saja, sistem ekonomi tradisional ini telah ditinggalkan oleh banyak negara dan beralih ke sistem ekonomi yang lebih modern dan sesuai dengan perkembangan peradaban dunia.

Perkembangan peradaban dan kemajuan teknologi yang terjadi saat ini dinilai tak lagi sesuai dan efektif untuk menerapkan sistem ekonomi tradisional. Apalagi masyarakat saat ini cenderung lebih individual, sehingga kebersamaan dan sikap saling tolong-menolong tak lagi terasa kental. Tak hanya itu, sifat materialistik yang telah merasuk dalam kehidupan masyarakat modern menjadikannya lebih berorientasi pada keuntungan, tak puas hanya sebatas memenuhi kebutuhan.

Namun, benarkah sistem ekonomi tradisional sudah benar-benar punah dari muka bumi ini? Tidak. Di tengah-tengah deru perkembangan zaman dan peradaban masyarakat yang semakin canggih, sistem ekonomi tradisional masih bertahan dan digunakan oleh kelompok masyarakat di suatu negara yang hidup di pelosok, di mana wilayahnya masih sulit diakses dan minim fasilitas dan infrastruktur.

Di Indonesia, sistem ekonomi tradisional masih diterapkan di daerah terpencil seperti Nduga Papua dan suku Badui. Sementara untuk negara lain, sistem ekonoi tradisional ini masih ditemui pada masyarakat pedesaan di Afrika Tengah, Euthopia, dan Malawi. Cukup ironis, karena di tengah hingar-bingar perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terjadi di hampir semua negara, masih ada daerah yang belum tersentuh dengan modernitas tersebut.

Meski belum punah sama sekali, namun sistem ekonomi tradisional memang tak lagi efektif untuk diterapkan pada zaman sekarang ini, di mana teknologi sudah demikian canggih. Teknik dan proses produksi sudah menggunakan mesin-mesin berkapasitas besar sehingga mampu memproduksi barang secara massal atau dalam volume besar. Sistem ekonomi tradisional tak lagi sesuai diterapkan di negara yang berkeinginan untuk berkembang, maju, dan kompetitif.

Artikel Terkait

Demikianlah artikel tentang apa itu sistem ekonomi tradisional, semoga bermanfaat bagi Anda semua.

Hakikat pembangunan nasional adaIah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarabt Indonesia seluruhnya dengan Pancasila sebagai dasar, tujuan dan pembangunan nasional. Pcmbangunan nasional dilaksanakan merata di selurub Indonesia tennasuk di dalamnya komunitas masyarakat tradisional (Dinas Sosial, 1999). Sumberdaya rotan bagi masyarakat tradisional digunakan untuk kebutuhan produksi maupun konsumsi sehingga mereb akan sangat menjaga keberadaan bulan tersebut dengan menerapkan aturan adat yang dimilikinya. Walaupun dengan luas butan yang teroaw, mereka dapat bertahan dengao sumberdaya butan yang ada hingga beratus-ratus tahun lamanya. Masyarakat Baduy sebagai komunitas masyarakat tradisional di Propinsi Banten memiliki tiri khas sendiri baik adat,. budaya maupun pola perekonomiannya. Masyarakat Baduy ini te1ah menggantungkan kehidupan dati kegiatan berladang dengan cara membuka hutan. Dan beberapa contob-contoh peneIitilm pada masyarakat Baduy, belum ada pene!itian yang dikhususkan mengenai pola perekonomian masyuakat Baduy yang tenliri dari pola produksi, pola distribusi dan pola konsumsi masyarakat Baduy dan faktor-faktor yang mempengaruhi ketiga pola tersebut dan untuk memperoandingkan antara pendapatan (dinnsaksikan dan tidak ditransaksikan) dengan pengeJuaran konsumsi (baik di dalam maupun Il:ar Desa Kanekes) dengan maksud untuk mengetahui ketergantungan masyarakat Baduy terhadap keberaciaan butan maupun barang-barang konsumsi masyarakat loar Desa Kanekes (masyarakat Desa Ciboleger). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui untuk mengetahui pola produksi, pola distribusi dan pola konsumsi hasil-hasil produksi basil hutan maupun non hutan masyarakat Baduy dan faktor-faktor yang mempengaruh ketiga pala tersebut dan membandingkan antara pendapatan rumah tangga Baduy (ditransaksikan dan tidak ditransaksikan) dengan pengeluaran konsumsi rumah tangga (baik di dalam maupun luar Desa Kanekes). Penelitian ini dilaksanakan di Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak. Propinsi Banten pada bulan Juni 2002 sampai dengan Agustus 2002. Cara pengambilan contoh diJakukan dengan purposJve sampling terhadap responden Baduy Dalam dan Baduy Luar yang memanfaatkan basil butan. SeJain itu, dilakukan pengamatan dan wawancara deogan responden Baduy yang membawa basil produksi yang akan dijual maupun barang-barang yang berasal dari luar BaWy untuk keperluan konsumsi atau produksi mereka Pola produksi masyarakat Baduy terdiri dan pemanfaatan hasil hutan (Ieuweung kolot dan reuma). basil pertanian (huma) dan industri rumah tangga (home industry) seperti /coja, golak., gula aren, dan tenunan. SeWn itu, terdapat sektor jasa. yaitu buruh hanan. Dan berdasarkan basil-hasil penelitian sebelumnya seperti Pumomohadi (l98S), Gama (1993), Nugraha (1996), dan Rahayu (2001), pola produksi masyarakat Baduy relatiftidak berubah. Pola produksi masyarakat Baduy sudah tidak subsisten lagi dan penggunaan uang sudah sangat lazim sekali pada orang Baduy baik Baduy Luar maupun Baduy Dalam untuk kepenringan transaksi jual beli dan membeli barang-barang konsumsi ataupun produksi. Berdasarkan perbitungan pendapatan per kapita, tingkat kesejahteraan material responden Baduy Luar lebih besac (Rp. 2.194.706,19 kapita/tafwn) daripada responden Baduy Dalam (Rp. 1.094.508,39 kapitaltahun). Artinya setiap anggota rumah tangga responden Baduy Luar Jebih baik kesejahteraannya dibandingkan responden Baduy Dalam. Pendapatan per kaprta teroesar Baduy Dalam dari hasiI butan (Rp. S50.S5S,OOlkapltaltahun; SO,3ODIo) sedangkan Baduy Luar dari home industry (&p. 1.284_603,7S kapiWtahun; 58,53%). Sedangkan pendapatan po< kapita ,.,.kecil dari hasiI pertmrian ~) baik Baduy Dalam (Rp. 71.998,27 kapitaltahun) maupun Baduy Luar (Rp. 74.684,00/kapitaltahun). Faktor-faktor Y8II8 mempengaruhl pola produksi terdiri dati luas tanaMahan, jumlah tenaga keJja, besamya modII. telrnologi, dan aturan adat setempat. (I) Semakin luas lahan (huma) yang dikelola maka akan scmakin bcaar pendapatan yang diterima dari twil-basil p.-oduksi (padi dan oonpadi). Luas lahan > 1,6 ha memberikan pendapatan terbcsar (Rp. 384.000,00 kapitaltahun untuk Baduy DaIam; (Rp. 404.727,T1 kap;taltahun untuk Baduy lAw) dibandinskan luas lahan 1,1 - 1,6 ha; 0,6- 1,1 ha maupun < 0,6 ha (2) semakin besar jumlah anggota ke1uarga maka semaIcin kecil jumlah pengeluaran biaya burub tam dan begitu juga aebaIiknya. Bagi responden dengan jumlah anggota ke1uarg8 < 3 orang membutuhkan maya buruh tani paling besar dibandingkan dengan keluarga dengan jumlah anggota keluarga 3 - 4 orang maupun > 3 orang. Untuk Baduy DaIam, responden yang jumlah anggota keluarga < 3 orang mengeluarkan biaya buruh tani sebesar Rp. 5S.SSS,S5 kapitaltahun dan Baduy Luar sebesar Rp_ 178.518,S2 kapitaltahun (3) semaldn luas Iahan (huma) yang dike10la semak:in besar maka semakin besar modal yang dipergunak:an (uang). Untuk: luas laban > 1,6 ha orang Baduy mengalokasikan modaInya paling besar dibandingkan yang memiliki laban 1,1 - 1,6 ha; 0,6 - 1,1 ha; maupun < 0,6 ha. Responden Baduy Dalam yang memiliki luas laban > 0,6 ha hanya mengalokasikan modal untuk padi sebesar Rp. 181.999,92kapitaltahun lebih kecil dibandingkan Baduy Luar yang mengalokasikan sebesar Rp. 427.903,34 kapita/tahun (4) Teknologi yang digunakan oleh orang Baduy masih sederhana dilihd dari alat -alat produksi daIam kegiatan berladang maupun proses produksi sedangkan proses produksi pun masih sederhana dengan menggunakan bahan baku dari alarn sekitarnya dan jarang ~nakan pera1atan produksi dari luar Desa Kanekes (5) Aturan adat yang berlaku yang berhubunpn dengan Iarangan, tabu, buyut, dan lain-lain yang membatasi orang Baduy Dalam maupun Baduy Luar untuk memproduksi jenis-jenis hasil produksi tertentu. Sehingga berdasarkan hasil penelitian orang Baduy Luar lebih banyak menjuai jenis basil produksinya (23 jenis) dibandingkan orang Baduy Dalam (15 jenis). Pendistribusian basil-hasil produksi orang Baduy secara langsung (konsumen) maupun tidak langsung (perantara/teogkulak). Pihak tengkulak sangat berperan daJam memasarkan hasil-hasil produksinya sehingga posisi tawar orang Baduy rendah akihat dati tidak memiliki akses pasar yang blUk dan 'mgkat pengctahuan yang rend.l.. [);stnbusi basil pmdnksi masy>uakat Baduy lebih banyak ke kampung tetangga (pasar Ciboleger) dan menjual di dalam Kampung (Desa Kanekes). Hal ini karena jarak yang AlIatif dekat dan tidak menge1uarkan biaya transportasi sedangkan sistem pembayaran yang digunakan sudah menggunakan uang tidak barter lagi. Faktor-faktor yang mempengaruhi poIa distribusi terdiri dati sifat barang. jarak lokasi ke tempat pemasaran. sifat penycbaran atau daerah penjualan, dan aturan adat setempat (I) HasiI-hasil pertanian non-padi dan buah-bulban orang Baduy lebih banyak. cepat dijual kepada tengkuJak di Ciboleger karena sifatnya yang nudah busuk sedangkan hasil k~inan tidak setalu dipasarkan secepat mungkin karena dapat disimpan dalam jangka lama seperti golok, koja, kain temm, sabuk suat, selendang. dan """og (2) Orang Baduy Ln..- lebih sering datang meniuaJ basil prodnksinya dibandmgkan dengan onong Baduy DaIam Hal ;m karena iaJ>k yang ditempuh 0_ Baduy DaIam (kampuog Cibeo) ke Desa Ciboleger sekitar 11 km dibandingkan dengan lokasi kampung Baduy Dalam yang lebih dekat (muIM dari 100 m dari De.. Cronleger, yam. kampong Babakan Kaduketug) (3) ha$;1 produks; kerajinan lrulit teureup dan gula aren yang daerah pemasarannya sampai jauh ke loar Desa maupun luar Kecamatan (4) Larangan bepergian menggunakan kendaraan bermotor (angkutan umum, motor, dan lain-lain) bagi oran1l Baduy Dalam mengakibatkan mereka tidak bisa memasarkan jauh dati wllayah Desa Ciboleger dengao cepat berbeda dengan orang Baduy Luar yang lebih fteksibel diperbolehkan naik kendaraan bermotor sehingga orang Baduy Loar lebih sering memasarkan sendiri basil produksinya ke pasar Rangkasbitung misalnya untuk komoditas gula aren dan pisang. Pola konsumsi masyarakat Baduy sudah tidak subsisten lagi karena barang-barang basil produksi tidak. dikonsumsi seJuruhnya tetapi lebih banyak dijual agar memperoleb uang untuk dibelikan barangbarang konsumsi yang tidak bisa diperoleh dati daJam Desa Kanekes. Pengeluaran konsumsi terbesar orang Baduy Dalam dan Saduy Luar yaitu penge1uaran kebutuhan betas masins-masins sebesar Rp. 421.500,00 kapitaltahun (48,7-ro/o) dan Rp. 508.300,00 kapitaltahun (32,78%). Sedangkan pengeluaran kebutuhan terkecil orang Saduy Dalam adalah pakaj.an sebesar Rp. 33.452,38 bpitaltahun (3,8']0/0) dan orang Baduy Luar adalab iuran/pajak sebesar Rp. 3.%7,59 kapita/tahun (0,26%). Hal ini menunjukkan bahwa proporsi konsumsi makanan yang paling besar dibandingkan dengan kebutuhan yang lain dapat disimpulkan bahwa masyarakat Baduy masih belum sejahtera. Berdasarkan garis kemiskinan Sayogyo (1977) baik orang Baduy Dalam maupun Baduy Luar berada di atas garis kemiskinan dan dapat dikatakan sejahtera sedangkan menurut kriteria BPS (2000) orang Baduy Daiam di bawah garis kemiskinan dan dapat dikatakan kurang sejahtera dibandingkan orang Baduy Luar btnda di alas garis kemiskinan. Akan tetapi jika dilihat dari besamya proporsi pengeluaran untuk pansan (beras dan non betas) pada rumah tangga yang di atas 50010, maka bisa dikatakan mereka beluill begitu sejahtera. Faktor-faktor yang mempengaruhi pola konsumsi terdiri dari jum1ah anggota keluarga, tingkat pendapatan, dan aturan adat setempat (I) Orang Baduy dengan jumlah anggota keluarga kurang dati 3 orang lebih bew pengS1aran konsumsi per kapitanya dibandingkan dengan jum1ah anggota keluarga ] - 4 orang dan lebib dati 4 orang. Hal ini membuktikan bahwa tingkat kesejahteraan material responden yang memiIiIci jwnlah anggota keluarga sedikit (kurang dari 3 orang) lebih tinggi dibandingkan dengan yang jum1ah anggota keluacga antara 3 - 4 orang dan lebih dari 4 orang (2) Penge1uaran konsumsi orang Baduy dalam yang memiliki pendapatan I - 3 juta lebih besar (Rp. 772.280,56 kapita/taiul) dibandingkan dengan yang memiliki penclapatan < I juta (Rp. 841.208,32 kapitaltahun). Sedangbn Baduy Luar yang berpendapatan > 3 juta memililci pengeluacan konsumsi yang tertinggi (Rp. 2.714.674,97 kapitaltahun) dibandingkan dengan yang memiliki pendapatan < I juta maupun I -3 juta (Rp. 1.186.097,81 kapftaltahun) (4) Dari segi kepemilikan peralatan rumah tangga, onmg Baduy u.. lebih banyak ragamnya dibandingkan Boduy Luar karena aturan ods! Boduy Dalam lebih ketal: dengm melarang memiliki peraJatan rumah tangga dari luu wilayah Kanekes. Pengeluanm kOlllUlllS.i dati Juar Desa Kanekes lebih besar (Baduy Dalam 31,01%; Baduy Luar 29,28%) dibandiogkan pengeluaran konsumsi dati dalam Desa Kanekes (Baduy Dalam 6,33%; Baduy Luar 2,99"/0) menunjukkan pola yang sarna sebingga tingkat ketergantungan masyarakat Baduy terhadap kebutuhan bidup dari masyarakat luar (Desa Ciboleger) sangat besar terutama kebutuhan beras. Sedangkan jika dibandingkan antara pendapatan yang ditransaksikan dengan pendapatan yang tidak ditransaksikan maka pendapatan yang ditransaksikan lebih besar (Baduy Dalam 45,88%; Baduy War 48,95%). Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat Baduy sudah mengarah kepada pola perekonomian yang komasia1 bukan tradisional lagi.

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA