Apakah salah satu ciri orang yang bertaqwa sebagaimana disebutkan dalam QS Ali Imran ayat 134?

  • الَّذِيْنَ يُنْفِقُوْنَ فِى السَّرَّۤاءِ وَالضَّرَّۤاءِ وَالْكَاظِمِيْنَ الْغَيْظَ وَالْعَافِيْنَ عَنِ النَّاسِۗ وَاللّٰهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِيْنَۚ

    134. (yaitu) orang yang berinfak, baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain. Dan Allah mencintai orang yang berbuat kebaikan,

Alquran menyebutkan sejumlah ciri-ciri orang yang bertakwa

Republika/Mardiah

Ilustrasi Takwa

Red: Hasanul Rizqa

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Imam Nur Suharno     

Baca Juga

Setiap perintah Allah SWT yang kita kerjakan selalu memiliki tujuan akhir, yaitu untuk membentuk insan-insan yang bertakwa. Maknanya, manusia yang siap taat untuk menjalankan perintah dan meninggalkan larangan-Nya. Dengan ketakwaan itu, seseorang mendapatkan jaminan ampunan dan surga-Nya.

Di antaranya, perintah untuk menghambakan diri secara total kepada Allah SWT (QS al-Baqarah [2]: 21), memenuhi janji (QS al-Baqarah [2]: 63), penegakan hukum qishas (QS al-Baqarah [2]: 179), menjalankan ibadah puasa Ramadhan (QS al-Baqarah [2]: 183), istiqamah di jalan Islam (QS al-An’am [6]: 153), dan berpegang teguh kepada kebenaran (QS al-Araf [7]: 171).

Ujung ayat-ayat tersebut berbunyi, "La’allakum tattaqun…" (agar kalian menjadi orang-orang yang bertakwa).

Dalam Alquran, telah disebutkan karakteristik yang selalu melekat dalam diri manusia yang bertakwa.

Pertama, dalam surah al-Baqarah [2] ayat 3-4. Yaitu, manusia yang beriman kepada yang ghaib, mendirikan shalat, menafkahkan sebagian rezeki yang telah dianugerahkan kepadanya, beriman kepada kitab suci Alquran dan kitab-kitab yang telah diturunkan sebelumnya, serta yang yakin akan adanya kehidupan akhirat.

Kedua, dalam surah al-Baqarah [2] ayat 177. Orang yang bertakwa adalah yang beriman kepada Allah, Hari Akhir, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, dan nabi-nabi-Nya. Kemudian, dia memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir yang memerlukan pertolongan, dan orang yang meminta-minta. Orang yang bertakwa juga memerdekakan hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat. Selain itu, orang yang bertakwa selalu menepati janjinya dan bersabar dalam kesempitan, penderitaan, dan peperangan.

Ketiga, dalam surah Ali Imran [3] ayat 134-135. Yaitu, orang-orang yang menafkahkan hartanya di waktu lapang maupun sempit, menahan amarahnya, memaafkan kesalahan orang lain, dan apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri segera ingat kepada Allah, lalu memohon ampun kepada-Nya.

Dalam Alquran, juga telah disebutkan jaminan (balasan) yang dijanjikan oleh Allah bagi orang-orang yang bertakwa (muttaqin). Pertama, jaminan ampunan dan mendapatkan surga. Allah SWT berfirman, “Mereka itu balasannya ialah ampunan dari Tuhan mereka dan surga yang di dalamnya mengalir sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan itulah sebaik-baik pahala orang-orang yang beramal.” (QS Ali Imran [3]: 146).

Kedua, diberikan baginya jalan keluar dari berbagai permasalahan hidup. Allah SWT berfirman, “Barang siapa bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar.” (QS at-Thalaq [65]: 2).

Ketiga, diberikan jaminan rezeki dari arah yang tidak terduga sebelumnya. Allah SWT berfirman, “Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya.” (QS at-Thalaq [65]: 3).

Keempat, akan dihapuskan dosa-dosanya dan diberikan pahala yang berlipat. Allah SWT berfirman, “Barang siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan menghapus kesalahan-kesalahannya dan akan melipatgandakan pahala baginya.” (QS at-Thalaq [65]: 5).

Semoga Allah membimbing kita untuk menjadi manusia-manusia yang bertakwa. Amin.

  • marhaban ramadhan
  • puasa
  • puasa ramadhan
  • ramadhan
  • bulan ramadhan
  • hikmah

sumber : Pusat Data Republika

Banyak ulama berpendapat tentang definisi takwa. Di antaranya Buya Hamka dalam kitab Tafsir al-Azhar, beliau mendifinisikan takwa tidak hanya sekadar takut kepada Allah SWT, melainkan juga “memelihara” hubungan baik dengan Allah SWT dengan cara mematuhi perintah-Nya, menjauhi larangan-Nya, serta memelihara hubungan baik dengan Allah SWT dengan cara menjaga supaya tidak terperosok ke dalam perbuatan yang Allah SWT tidak meridhainya.

Abu Hurairah, saat ditanya arti takwa, beliau menjawab “Pernahkan engkau melihat jalan penuh duri? Lalu bagaimana caramu melewatinya?” Seseorang yang bertanya itu pun menjawab “Aku melewatinya dengan cara menghindari duri-duri tersebut, atau aku melangkahinya atau aku mundur” Abu Hurairah menjawab “Seperti itulah takwa”.

Kata takwa tidak sedikit disebutkan dalam al-Qur’an, kurang lebih ada 259 kali jumlah kata takwa disebutkan dalam al-Qur’an. Implementasi dan internalisasi takwa memang tidak mudah, tapi bisa dan harus bisa. Salah satu ayat yang menyebutkan tiga golongan yang termasuk dalam keluarga bertakwa atau ahlut taqwa yaitu surat Ali Imran ayat 134:

ٱلَّذِينَ يُنفِقُونَ فِى ٱلسَّرَّآءِ وَٱلضَّرَّآءِ وَٱلْكَٰظِمِينَ ٱلْغَيْظَ وَٱلْعَافِينَ عَنِ ٱلنَّاسِ ۗ وَٱللَّهُ يُحِبُّ ٱلْمُحْسِنِينَ

Artinya:

“(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.” (QS: Ali Imran ayat 134)

Golongan takwa pertama yaitu orang-orang yang menafkahkan hartanya saat keadaan baik atau lapang, banyak harta dan saat dalam keadaan buruk, sempit atau sedikit harta. Adapun dalam Mafatih al-Ghaib, Imam Razi mengartikan sarra’ dengan kaya dan dharra’ yaitu dalam keadaan fakir. Imam Razi juga menjelaskan bahwa Allah SWT memperingatkan untuk berinfaq dalam keadaan lapang maupun sempit karena melakukan infaq dalam dua keadaan tersebut adalah ketaatan yang cukup sulit sehingga dibutuhkan kesungguhan, keikhlasan dan cinta. Saat dalam dua keadaan tersebut, infaq yang dikeluarkan menjadi sebaik-baik infaq.

Golongan kedua dan ketiga yaitu orang-orang menahan amarah dan memaafkan kesalahan orang. Alkisah dalam Zubdatut Tafsir Min Fathil Qadir, karya Syaikh Dr. Muhammad Sulaiman Al Asyqar, Guru Tafsir di Universitas Islam Madinah. Suatu hari seorang tamu datang kepada Maimun bin Mahram, kemudian pelayan Maimun segera menyuguhkan gulai, saat hendak menyuguhkan, kaki pelayan tergelincir dan gulai tidak sengaja tumpah di baju Maimun. Spontan Maimun hendak memukul pelayannya, akan tetapi pelayan segera mengingatkan Maimun dan berkata “Tuanku, sampai sejauh manakah engkau mengamalkan ayat ..walkadziminal Ghaidza..

Maimun menjawab, “Ya, sudah saya lakukan”. Maimun akhirnya menahan untuk memukul pelayannya. Kemudian pelayan melanjutkan “lalu bagaimana dengan ayat.. wal’aafiina ‘aninnas..?”

Maimun menjawab “Ya, sudah saya lakukan, aku sudah memaafkanmu dan aku juga sudah memerdekakanmu”.

Pelayan tersebut pun melanjutkan ayat..”wallahu yuhibbul muhsinin” “dan Allah SWT mencintai orang-orang yang berbuat baik”.

Menahan marah juga bukan hal yang mudah dilakukan, membutuhkan kesungguhan kuat. Lalu disusul dengan memaafkan kesalahan orang lain yang berbuat kesalahan dengan cara membalasnya dengan kebaikan atau dengan tidak membalas kejahatannya. Sulit tapi pasti bisa, dan sudah dijanjikan surga oleh Allah SWT.

Haidar Baghir dalam salah satu bukunya tentang nasihat pernikahan menambahkan bahwa marah tidak cukup ditahan saja, karena akan menumpuk, jika marah sudah ditahan maka boleh diungkapkan, ekspresikan atau diluapkan dengan cara yang baik dan dalam keadaan sedingin mungkin. Artinya bahwa setelah amarah ditahan maka boleh dan dianjurkan untuk diungkapkan namun tetap dengan cara yang baik dan kepala dingin. Contohnya seperti Maimun, beliau menahan marah dan memaafkan pelayannya, lalu Maimun boleh mengungkapkan marahnya kepada pelayan dengan cara dan tutur kata yang baik.

Adapun Imam Razi menjelaskan bahwa menahan amarah dapat dilakukan dengan cara diam dan tidak memperlihatkannya. Untuk saat ini, banyak hal yang dapat membuat hati marah, apalagi fenomena tingkat media, banyak komentar dan argumen yang cenderung mengandung unsur bully, menjelekkan nama baik dan menghina. Sehingga fenomena-fenomena tersebut tidak heran jika memicu amarah kita, mari untuk lebih sehat dalam menggunakan media  dengan cara tetap berkata baik, berpikir positif, tidak membalas ejekan, dan bersikap tegas serta kritis.

Tentunya konflik dalam kehidupan, terutama bermasyarakat tidak hanya itu. Alangkah baiknya 3 golongan atau karakter daripada hamba yang bertakwa ini menjadi prinsip hidup kita sehingga kita tetap bahagia.

Dalam tafsirnya, Imam Razi juga menambahkan bahwa menjadi bagian tiga golongan bertakwa tersebut merupakan jalan untuk mendapatkan Rahmat Allah SWT. Mari teman-teman untuk selalu berusaha menajadi lebih baik dalam segala hal baik dan salih dibarengi dengan doa-doa yang baik juga.

Apakah salah satu ciri orang yang bertaqwa sebagaimana disebutkan dalam QS Ali Imran ayat 134?

Sukabumi, Kegiatan dihari senin seperti biasa Semua Pegawai Dinas Kearsipan dan Perpustakaan mengawali rutinitas dengan mengikuti kegiatan Pengajian Aparatur. 04 Juni 2018 Bertempat Diruang Audio Visual DIARPUS Cisaat semua Pegawai mengikuti kegiatan Pengajian Rutin dengan narasumber Bpk H. Onen Qurnaen.

Pada Kesempatan kali ini bertepatan dengan Puasa Ramadhan ke-19, Bpk Kh. Onen memberikan ceramahnya tentang “Ciri-Ciri Orang Mutaqin”. Muttaqin itu sendiri adalah orang yang bertaqwa atau orang yang memelihara diri dengan menjalankan semua perintah-perintah Allah dan menjauhi semua larangan-laranganNya dan  Pekerjaannya dinamakan taqwa. dalam membahas materi ini Bpk Onen menjelaskan isi dari Surat Al-Imron.

Menurut firman Allah dalam QS Ali Imron ayat 134-135, cirri-ciri muttaqin antara lain : 1. Orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit seorang yang hidupnya kekurangan, tetapi dia menyisihkan hartanya yang sedikit itu untuk infak, maka yang seperti itu Pantaslah Allah swt memberi gelar muttaqin terhadap orang – orang yang seperti ini. 2. Orang-orang yang menahan amarahnya 3. Orang – orang yang mau mema’afkan (kesalahan) orang 4. Orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri mereka ingat akan Allah, orang yang taqwa itu bukan orang yang tidak pernah salah tetapi orang yang apabila dalam suatu waktu berbuat salah atau dosa dia cepat melakukan tiga perkara, yaitu : a. Cepat berdzikir dan mengingat Allah, bahwa yang dilakukannya memang salah dan menyalahi aturan Allah b. Cepat istighfar, mohon ampun kepada Allah atas perbuatan dosanya c. Segala dosa yang pernah dilakukannya dihentikan sama sekali dan tidak pernah dikerjakannya lagi.

Demikian Materi Pengajian Rutin diarpus kali ini, kini kita tau bahwa isi dari surat Al-Imran Ayat 134-135 menerangkan tentang Ciri-ciri orang mutaqin atau orang yang takwa kepada allah SWT, semoga apa yang disampaikan Bpk Kh. Onen dapat menjadi amalan dalam kehidupan sehari – hari kita amin ya rabbal ‘alamin.