Apakah puasa asyura boleh digabung dengan puasa ganti

Dalam hal ini ulama empat mazhab tidak dalam satu suara.

Republika/Mardiah

Hukum Puasa Asyura Saat Punya Utang Ramadhan

Rep: Meiliza Laveda Red: Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tahun baru Hijriyah akan tiba yang dimulai dengan Muharram sebagai bulan pertama. Muharram merupakan salah satu bulan yang dimuliakan Allah. Dalam bulan ini, umat Islam bisa melakukan banyak ibadah, salah satunya puasa sunnah Asyura.

Baca Juga

Namun, apakah dibolehkan menjalani puasa Asyura saat masih memiliki utang puasa Ramadhan? Peneliti Rumah Fiqih Indonesia Ustadz Ahmad Zarkasih mengatakan dalam bukunya Muharram Bukan Bulan Hijrahnya Nabi, dalam hal ini ulama empat mazhab tidak dalam satu suara.

Pendapat pertama adalah pendapat mazhab al-Hanafiyah dan al-Syafi’iiyah. Mereka mengizinkan menjalankan puasa sunnah walaupun masih mempunyai utang puasa Ramadhan. Pendapat tersebut berdasarkan pada ibadah qadha’ Ramadhan hukumnya wajib tapi bersifat ‘ala al-tarakhi yang berarti boleh menunda.

Waktu qadha’ Ramadhan panjang, sejak masuk bulan Syawal sampai berakhirnya bulan Sya’ban sehingga kewajiban Ramadhan bukan kewajiban yang sifatnya ‘ala al-faur (bersegera), tapi boleh menunda karena waktunya panjang.

Dalam ilmu ushul fiqh, ini disebut wajib muwassa’, yaitu kewajiban yang waktunya panjang. Dalam syariah, wajib muwassa’ adalah kewajiban yang boleh ditinggalkan dengan syarat ada azam untuk melakukannya di kemudian hari sampai batas akhir waktunya.

Pendapat kedua adalah pendapat mazhab al-Malikiyah. Mereka berpendapat puasa sunnah makruh hukumnya jika orang itu masih memiliki utang Ramadhan. Ini berarti masih tetap boleh menjalankan puasa dan sah puasanya tapi akan lebih baik jika dikerjakan yang wajib dulu, yairu qadha’ Ramadhan.

Pendapat ketiga merupakan pendapat Imam Ahmad bin Hanbal. Yakni kesunahan puasa hanya berlaku bagi mereka yang sudah melakukan puasa Ramadhan dengan sempurna. Jadi, mereka yang masih punya utang kewajiban Ramadhan, tidak ada kesunahan puasa sunnah, malahan itu menjadi keharaman.

Artinya orang yang berpuasa sunnah baik itu Syawal atau puasa sunnah lain sedangkan masih mempunyai utang Ramadhan dia berdosa dan puasa sunnahnya tidak sah. Ini berdasarkan pada salah satu hadits, Rasulullah bersabda, “Siapa yang berpuasa sunnah sedangkan ia punya kewajiban Ramadhan yang belum ditunaikan, maka puasa tersebut tidak diterima sampai ia menunaikan kewajiban puasa Ramadhannya,” (HR Imam Ahmad dalam Musnadnya).

Namun, hadits tersebut berstatus matruk, salah satu bagian dari hadits dhaif. Oleh karena itu tidak bisa berpendapat dengan hadits itu karena kedhaifannya. Kedhaifan hadits ini sudah diakui oleh para ulama mazhab al-Hanabilah dalam kitab-kitab mereka seperti Imam Ibnu Qudamah dalam al-Mughnu.

Meskipun keempat mazhab berbeda pendapat, semua ulama dari kalangan empat mazhab itu sepakat untuk menyegerakan yang wajib. Sebab, ibadah wajib sangat dianjurkan dan menunda-nunda kewajiban bukan sifat Muslim yang baik.

MUHARRAM jadi salah satu bulan yang dimuliakan oleh Allah. Biasanya umat Islam melaksanakan puasa sunah, yaitu Tasua dan Asyura. Jika menjalankan puasa tersebut, maka dosa Anda akan diampuni selama satu tahun dan juga masih banyak keutamaan lainnya.

Sementara itu sebagian orang pasti memiliki hutang puasa saat Ramadan. Sedangkan Anda ingin juga menunaikan Puasa Asyura dan Tasua di bulan Muharam. Lalu apakah puasa qadha Ramadan bisa digabungkan dengan puasa sunah Tasua dan Asyura?

Tasua dan Asyura merupakan puasa sunah seperti yang lainnya. Semua umat muslim sangat dianjurkan menjalankannya, selama tidak ada halangan, seperti sakit, haid dan nifas (bagi perempuan). Jika ingin menggabungkan puasa qadha Ramadhan dengan sunah Tasua dan Asyura, terdapat beberapa pendapat, ada yang membolehkan, ada juga yang tidak.

Dilansir dari laman NU Online, puasa Tasua dan Asyura juga diawali dengan niat seperti yang diterapkan pada puasa sunah lainnya. Contoh niatnya: "Saya niat puasa karena Allah Ta'ala." Jadi tidak perlu ditambahkan dengan lapadz sunah puasa Tasua atau Asyura.

Sementara hutang puasa ketika Ramadhan tidak dilaksanakan, wajib diganti atau menqadha-nya. Puasa qadha ini pun sudah jelas niatnya, yaitu "Saya niat berpuasa qadha Ramadan fardhu karena Allah Ta'ala".

Nah, menggabungkan atau menjalankan puasa sunah dan wajib secara bersamaan, hukumnya sah atau diperbolehkan. Menurut Syekh al-Barizi, jika Anda berniat puasa qadha dan puasa sunah maka otomatis pahala keduanya akan didapat.

Demikian pula disampaikan Syekh Zakariya Al-Anshari:

قَوْلُهُ وَصَوْمُ عَاشُورَاءَ) أَفْتَى الْبَارِزِيُّ بِأَنَّ مَنْ صَامَ عَاشُورَاءَ مَثَلًا عَنْ قَضَاءٍ أَوْ نَذْرٍ حَصَلَ لَهُ ثَوَابُ يَوْمِ عَاشُورَاءَ وَوَافَقَهُ الْأَصْفُونِيُّ وَالْفَقِيهُ عَبْدُ اللَّهِ النَّاشِرِيُّ وَالْفَقِيهُ عَلِيُّ بْنُ إبْرَاهِيمَ بْنِ صَالِحٍ الْحَضْرَمِيُّ وَهُوَ الْمُعْتَمَدُ (قَوْلُهُ صِيَامُ يَوْمِ عَاشُورَاءَ اُحْتُسِبَ عَلَى اللَّهِ إلَخْ) الْحِكْمَةُ فِي كَوْنِ صَوْمِ عَرَفَةَ بِسَنَتَيْنِ وَعَاشُورَاءَ بِسَنَةٍ أَنَّ عَرَفَةَ يَوْمٌ مُحَمَّدِيٌّ يَعْنِي أَنَّ صَوْمَهُ مُخْتَصٌّ بِأُمَّةِ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَاشُورَاءَ يَوْمٌ مُوسَوِيٌّ.

Artinya: "(Puasa Asyura). Al-Barizi berfatwa bahwa orang yang berpuasa pada hari Asyura misalnya untuk qadha atau nazar puasa, maka ia juga mendapat pahala puasa sunnah hari Asyura. Pandangan ini disepakati oleh Al-Ushfuwani, Al-Faqih Abdullah An-Nasyiri, Al-Faqih Ali bin Ibrahim bin Shalih Al-Hadhrami. Ini pandangan yang muktamad. (Puasa hari Asyura dihitung oleh Allah), Hikmah di balik ganjaran penghapusan dosa dua tahun untuk puasa sunnah Arafah dan penghapusan dosa setahun untuk puasa Asyura adalah karena Arafah adalah harinya umat Nabi Muhammad SAW, yakni puasa sunnah Arafah bersifat khusus untuk umat Nabi Muhammad SAW. Sementara Asyura adalah harinya umat Nabi Musa AS," (Lihat Syekh Zakariya Al-Anshari, Asnal Mathalib, juz V, halaman 388).

Kemudian juga diterangkan Syaikh Abu Bakar bin Syatho' dalam kitab I'anah Al-Thalibin juz 2, hal 271:

"Sekelompok Ulama Muata'akhirin berfatwa, pahala puasa Arafah, Tasua, Asyura dan enam hari Syawal bisa didapatkan, baik diniati bersama puasa fardu atau tidak. Namun berbeda dengan pendapat dalam kitab Al-Majmu dan Al-Asnawi. Keduanya berpendapat, apabila puasa sunah itu diniati dengan puasa fardu, maka tidak ada hasil keduanya. Sebagaimana tidak sah menggabungkan niat salat fardu dzuhur dengan salat sunah dzuhur"

Sedangkan menurut Syaikhina (Ibnu Hajar al-Haitami), "Puasa-puasa sunah yang dianjurkan tersebut hukumnya seperti salat sunah tahiyyatul masjid, karena yang terpenting yaitu wujudnya puasa pada hari-hari tersebut. Jika diniati besertaan puasa fardu, maka hasil (mendapatkan) pahala keduanya. Bila hanya niat fardu, maka minimal dapat menggugurkan tuntutan".

Untuk itu, beberapa pendapat di atas terkait hukum menggabungkan puasa sunah dan qadha kembali ke fikih masing-masing. Ada yang memperbolehkan dan juga tidak boleh menggabungkan kedua puasa tersebut.

Dengarkan Murrotal Al-Qur'an di Okezone.com, Klik Tautan Ini: https://muslim.okezone.com/alquran

(abp)

  • #Amalan Bulan Muharram
  • #Puasa Asyura
  • #puasa tasua

Kami memohon donasi dengan suka rela untuk mendukung situs ini, agar situs anda -islamqa.info – berkelanjutan dalam melayani Islam dan umat Islam insyaallah

Apa memungkinkan saya berpuasa sunah dengan niat mengqadha Ramadan begitu juga dengan niat sunah seperti puasa Asyura?

Alhamdulillah.

Permasalahan  ini dikenal dikalangan ahli ilmu dengan tasyrik atau tadakhul (menggabungkan atau saling memasukkan) di antara ibadah. Ia ada banyak bentuknya, di antaranya masalah seperti ini. Yaitu menggabungkan antara yang wajib dan sunah dengan satu niat. Siapa yang niat sunah tidak diterima untuk yang wajib. Siapa yang berpuasa dengan niat Asyuro tidak diterima untuk mengqadha Ramadan. Siapa yang niat qadha Ramadan dan terjadi pada hari Asyuro, maka qadhanya sah dan semoga mendapatkan pahala asyuro menurut sebagian ahli ilmu.

Ar-Romli rahimahullah dalam kitab ‘Nihayatul Muhtaj, (3/208) mengatakan, “Kalau dia puasa syawal untuk qadha atau nazar atau selain itu atau puasa asyura, maka dia mendapatkan pahala sunah. Sebagaimana yang difatwakan oleh ayah saya rahimahullah mengikuti pendapat Barozi, Asfuni, Nasyiri, Faqih Ali bin Sholeh Hadromi dan lainnya. Akan tetapi dia tidak mendapatkan pahala sempurna yang didapatkan sebagaimana yang diharapkan. Terutama orang yang beberapa hari tidak puasa Ramadan dan lalu dia menggantinya di bulan Syawal.” Pendapat senada terdapat juga dalam Mugni Al-Muhtaj, (2/184), Hawasyi Tuhfatul Muhtaj, (3/457).

Syekh Ibnu Utsaimin dalam ‘Fatawa Siyam, (438) mengatakan, “Siapa yang puasa hari Arofah atau hari Asyura dan dia mempunyai kewajiban mengqadha Ramadan, maka puasanya sah. Akan tetapi kalau dia berniat berpuasa hari ini untuk qadha Ramadan, maka dia mendapatkan dua pahala. Pahala hari Arafah dan pahala hari Asyura beserta pahala qadha.  Ini terkait dengan puasa sunah secara umum yang tidak terkait dengan Ramadan. Sementara puasa enam hari Syawal, maka ia terkait dengan Ramadan, keutamaannya tidak terwujud kecuali setelah mengqadhanya. Kalau dia berpuasa sebelum mengqadha, maka dia tidak mendapatkan keutamaannya. Berdasarkan sabda Nabi sallallahu alaihi wa sallam:

من صام رمضان ثم أتبعه بست من شوال فكأنما صام الدهر

“Siapa yang berpuasa Ramadan kemudian diikuti dengan enam hari Syawal, maka dia bagaikan puasa setahun.”

Dan telah diketahui bahwa orang yang masih mempunyai qadha, maka dia belum dianggap berpuasa Ramadan sampai dia menyempurnakan qadhanya.”

Seyogyanya seseorang bersegera mengqadha yang menjadi tanggungannya. Ini lebih utama dibandingkan melakukan puasa sunah. Akan tetapi kalau waktunya sempit, tidak memungkinkan qadha semua tanggungannya. Dan khawatir terlewatkan keutamaan puasa, seperti Asyura atau hari Arafah. Maka hendaknya dia berniat untuk qadha, semoga dia mendapatkan pahala Asyura dan Arofah juga. Sesungguhnya keutamaan Allah itu luas.

Wallahu a’lam.