Apakah negara persemakmuran bayar pajak ke Inggris

JAKARTA - Berulang kali Malaysia melecehkan identitas bangsa Indonesia. Terakhir, sebuah video berisi plesetan lagu kebangsaan Indonesia Raya viral. Video itu diduga dibuat dan diunggah oleh seorang warganet asal Malaysia. Orang Malaysia rasanya perlu melihat sejarah betapa bermartabatnya Indonesia sebagai bangsa, yang jika dibandingkan dengan proses kemerdekaan Malaysia?

Video plesetan itu diunggah oleh kanal YouTube My Asean. Video itu menggambarkan latar belakang bendera Merah Putih disertai lambang Garuda Pancasila. Video ini disertai nyanyian seseorang yang mengubah syair lagu Indonesia Raya dengan lirik berkonotasi pelecehan. Video ini berdurasi sekitar satu menit dah diunggah sekitar dua pekan lalu. Kini video tersebut sudah di-takedown YouTube.

Pelecehan yang dilakukan Malaysia terhadap Indonesia bukan kali pertama terjadi. Pada 2017 misalnya, Malaysia menampilkan bendera Indonesia terbalik di dalam buku panduan SEA Games 2017. Waktu itu Malaysia menjadi tuan rumah gelaran tersebut.

Hal itu terpampang di halaman ke-80 buku panduan tersebut. Akibat kejadian itu, Menteri Pemuda dan Olahraga pada saat itu, Imam Nahrawi ikut marah.

Beberapa bulan kemudian menjelang gelaran Piala AFF U-16 2018, kasus serupa terulang kembali. Pesepak bola Tim Nasional Malaysia U-16 Amirul Ashrafiq Hanifah, tanpa alasan yang jelas memasang bendera Indonesia terbalik. Hal itu terlihat dari unggahan di akun media sosial Instagram Story pribadinya. 

Masih di tahun yang sama, kabarnya insiden bendera terbalik dilakukan atlet olahraga bela diri Malaysia, Luqman Hakim. Entah disengaja atau tidak ia menaruh bendera Indonesia secara terbalik melalui akun media sosial Instagram pribadinya. 

Dalam unggahannya, Luqman memasukkan bendera Malaysia di atas kepala para kontingen Negeri Jiran. Sementara, masih di foto yang sama, ia menaruh bendera Indonesia secara terbalik di atas foto para atlet Tanah Air. Setelah akunnya diprotes banyak warganet, ia langsung meminta maaf. 

"saya mohon maaf atas kesalahan saya. Sumpah saya tak berniat untuk membalikkan bendera," kata Luqman lewat akun Instagramnya.

Bukan cuma atlet, hinaan terhadap Indonesia juga datang dari kalangan taipan Malysia. Tahun lalu, pemilik perusahaan taksi Big Blue, Datuk Shamsubahrin Ismail, menyebut masyarakat Indonesia miskin.

Mulanya, Shamsubahrin menolak kehadiran ojek daring Gojek di Negeri Jiran. Ia beralasan penolakan itu lantaran penduduk muda Malaysia adalah negara kaya, tak seperti Indonesia yang lebih miskin. Pernyataan ini dianggap merendahkan profesi mitra pengemudi dan masyarakat Indonesia secara keseluruhan.

"Ini negara miskin, kita negara kaya. Kalau Indonesia anak muda bagus, dia tak keluar, keluar negara untuk cari kerja. Gojek hanya untuk orang miskin seperti di Jakarta," kata Shamsubahrin dalam rekaman videonya yang viral. 

Setelah dikecam, Shamsubahrin meminta maaf atas pernyataannya itu. "Saya minta maaf atas pernyataan saya, menyebut orang Indonesia miskin," kata dia. "Indonesia ada di hati saya, rakyat Indonesia ada di hati saya."

Melihat banyaknya penghinaan yang dilakukan orang-orang Malaysia terhadap Indonesia, barangkali mereka perlu diingatkan soal martabat bangsa dalam konteks sejarah, termasuk bagaimana kedua negara meraih kemerdekaan. Ada perbedaan mendasar dalam kemerdekaan Indonesia dan Malaysia. Kemerdekan Indonesia direbut dengan perjuangan hingga akhir. Sementara Malaysia memeroleh independensi pengelolaan negara mereka dari Inggris.

Kemerdekaan Indonesia

Perjuangan kemerdekaan antara Indonesia dan Malaysia bisa dibilang saling bertolak belakang. Kemerdekaan Indonesia dibayar dengan pertumpahan darah para pejuangnya. Tak sedikit kisah heroik para pahlawan yang gugur di medan perang melawan tentara Belanda. 

Setelah Jepang dibombardir Sekutu pada 1945, Indonesia berusaha merebut kemerdekaannya. Beberapa perang besar terjadi pada masa itu. Sebut saja Pertempuran Bojong Kokosan pada 9 Desember 1945, Pertempuran Lima Hari di Semarang pada Oktober 1945, sampai peristiwa yang besar melawan tentara sekutu pada Peristiwa 10 November 1945.

Puncaknya, seperti ditulis H. Kuswandi dalam jurnalnya yang bertajuk Pengaruh Perang Kemerdekaan II terhadap Pengakuan Kedaulatan RI Tanggal 27 Desember 1949 (2015), dijelaskan perang kemerdekaan RI terjadi saat Agresi Militer Belanda II pada 1948 dan Serangan Umum Empat Hari.

Pada Serangan Umum Empat Hari, Tentara Nasional Indonesia berjuang untuk merebut kedudukan Belanda di Kota Solo agar mereka tahu bahwa TNI masih memiliki taring bahwa mereka mampu untuk mengusir Belanda. Untuk itu diadakan rencana serangan umum terhadap Kota Solo. 

Dalam pertempuran selama empat hari tersebut, setidaknya 109 rumah penduduk porak poranda, 205 penduduk meninggal karena aksi teror Belanda, 7 serdadu Belanda tertembak dan 3 orang tertawan sedangkan dipihak TNI 6 orang gugur. Dari minimnya korban yang jatuh di kalangan TNI, menunjukkan meningkatnya kinerja TNI dalam melakukan serangan.

Hasil dari serangan ini yakni memperkuat posisi tawar politik perjuangan diplomasi delegasi Republik Indonesia di Konferensi Meja Bundar (KMB), Den Haag. Sehingga berujung dicapainya Kedaulatan Republik Indonesia 27 Desember 1949 dapat berdampingan dengan Indonesia Merdeka 17 Agustus 1945.

Kemerdekaan Malaysia

Berbeda dengan Indonesia, Malaysia ternyata mendapatkan kemerdekaannya dengan sangat mudah. Bahkan negara penjajahnya, Inggris menjadi inisiator penggagas Persatuan Malaya (Malayan Union) pada 1946. 

Sepanjang penjajahan Inggris, struktur pemerintahan dikuasai penuh oleh penguasa Inggris. Beberapa kebijakan politik juga telah dilakukan oleh penguasa Inggris dalam rangka merampas dan menguasai Malaya.

Persatuan Malaya mendapat perlawanan dari organisasi Masyarakat Melayu, United Malay National Organization (UMNO). Organisasi ini menentang keras Kesatuan Malaya.

Pasalnya, dalam Kesatuan Malaya status kewarganegaraan akan diberikan sama rata kepada semua warga asing yang lahir di Malaya. Motif penentang lain adalah karena muncul kekhawatiran dikalangan Melayu terhadap para imigran, terutama gologan China yang ingin menguasai perekonomian Malaya.

Akibatnya Persatuan Malaya bubar pada 21 Januari 1948. Namun peran Inggris tak lepas begitu saja. Negara itu turut merumuskan pendirian Persekutuan Malaya 1948 atau Federasi Malaya.

Tahun 1950-an UMNO terus mendorong kemerdekaan lewat Federasi Malaya. Sampai akhirnya pada 31 Agustus 1957 Inggris sepakat untuk memberikan kemerdekaan kepada Federasi Malaya. 

Kemerdekaan Federasi Malaysia jadi tonggak penting bagi pembentukan Federasi Malaysia pada tanggal 16 September 1963, yang kini diperingati sebagai Hari Malaysia tiap tanggal 16 September.

Tag: internasional sejarah malaysia

Apakah negara persemakmuran bayar pajak ke Inggris
PA Media Ratu Elizabeth telah menjadi ratu Inggris dan Persemakmuran selama 69 tahun. Ia memerintah dengan Pangeran Philip di sisinya sampai kematian suaminya di awal bulan ini.

Setelah kematian Pangeran Philip, penghormatan mengalir dari seluruh dunia, bersama dengan dukungan untuk Keluarga Kerajaan secara keseluruhan.

Namun, sementara banyak orang bersimpati untuk keluarga yang berduka, tidak semua orang di Inggris mendukung monarki Inggris sebagai sebuah institusi.

Ketika ditanya, kebanyakan orang mengatakan mereka masih menghargai tradisi dan simbolisme keluarga kerajaan dan akan sedih melihatnya pergi, tetapi ada sebagian besar warga Inggris yang lebih memilih reformasi konstitusional dengan seorang kepala negara terpilih.

Menurut jajak pendapat yang dilakukan oleh YouGov bulan lalu, 63% orang berpikir Inggris harus terus memiliki monarki di masa depan.

Sementara satu dari empat orang mengatakan mereka lebih memilih kepala negara terpilih dan sekitar satu dari 10 orang ragu-ragu.

Dipimpin oleh Ratu Elizabeth II yang berusia 94 tahun, kerajaan Inggris telah memerintah dalam beberapa bentuk selama hampir 1.000 tahun - selain dari periode lima tahun yang singkat pada tahun 1600-an setelah Perang Saudara Inggris.

Apakah negara persemakmuran bayar pajak ke Inggris
PA Media Masa depan Keluarga Kerajaan telah menjadi bahan perdebatan dalam beberapa tahun terakhir

Kerajaan juga memiliki sejumlah tugas konstitusional termasuk menandatangani undang-undang, menunjuk perdana menteri dan memulai sesi parlemen, tetapi sebagian besar kekuasaan itu telah didelegasikan dari waktu ke waktu.

Ratu Elizabeth juga menjabat sebagai raja untuk 54 negara Persemakmuran, yang berakar di Kerajaan Inggris.

"Saya pribadi berpikir kita tidak membutuhkan monarki lagi. Saya tidak tahu tujuan pelayanan mereka dan ini adalah sisa kolonialisme dan ada di waktu yang sangat berbeda," kata Kirsten Johnson, seorang administrator universitas dari Derby.

"Jika Anda memikirkan saat Ratu Elizabeth menjadi ratu, kita belum jauh melewati Perang Dunia Kedua dan saat itu Persemakmuran berada dalam situasi yang sama sekali berbeda. Itu terkait dengan Kerajaan, berbeda dengan yang ada sekarang.

"Kita sudah memiliki pejabat yang dipilih, jadi saya tidak begitu mengerti mengapa kita membutuhkan monarki," tambahnya.

"Secara teori, Ratu harus menandatangani semuanya, tapi pada dasarnya, dia hanya pemimpin tanpa kekuasaan- dan yang sangat mahal."

Apakah negara persemakmuran bayar pajak ke Inggris
Kirsten Johnson Monarki sangat terkait dengan kolonialisme, menurut Kirsten

Pada tahun 2020, biaya Keluarga Kerajaan yang dibayar pembayar pajak Inggris mencapai £ 69,4 juta (Rp1,4 triliun) menurut angka yang dikeluarkan oleh Keluarga Kerajaan - angka tertinggi dalam catatan.

Uang ini disebut Sovereign Grant dan digunakan untuk mendanai pekerjaan Ratu dan keluarganya, perjalanan resmi kerajaan dan pemeliharaan istana kerajaan, termasuk renovasi terbaru Istana Buckingham dan renovasi di Frogmore Cottage, yang sebelumnya merupakan rumah bagi Pangeran Harry dan istrinya Meghan.

"Uang pembayar pajak digunakan untuk mendukung banyak bangsawan, yang karena gelar, bisa mendapatkan pekerjaan tertentu, sejumlah perlindungan, dan sebagainya, tetapi apa yang sebenarnya mereka lakukan untuk negara?

"Saya tak mengatakan mereka tidak melakukan apa-apa, tapi apa yang mereka lakukan yang begitu istimewa dan begitu terkait dengan monarki, sehingga orang lain tidak akan bisa melakukannya? " kata Kirsten.

"Ratu Elizabeth telah memerintah untuk waktu yang sangat lama dan dia melakukannya dengan anggun. Dia tampak seperti perempuan yang baik, tetapi sekarang saya tidak melihat perlunya monarki selain pariwisata. Orang-orang yang ingin datang dan melihat Istana Buckingham dapat tetap pergi ke sana meskipun tidak ada monarki. "

Apakah negara persemakmuran bayar pajak ke Inggris
Getty Images Ratu dalam kunjungannya ke Australia, bagian dari Persemakmuran, pada tahun 2006

Ratu dan sebagian besar keluarga dekatnya dikenal sebagai 'bangsawan yang bekerja' dan melakukan lebih dari 2.000 acara resmi kerajaan setiap tahun di Inggris dan luar negeri.

Peran mereka dimaksudkan untuk memperkuat persatuan dan stabilitas nasional melalui pelayanan publik dan amal.

"Saya memandang Keluarga Kerajaan sebagai pegawai negeri yang sangat istimewa, yang lahir dengan karier mereka dan tidak dapat mengubahnya," kata Sammy Knight.

Lahir dan besar di Kanada, tetapi sekarang menjadi warga negara Inggris, Sammy yakin monarki tidak memiliki tempat di masa depan Inggris Raya atau Persemakmuran.

"Pandangan saya adalah bahwa monarki sebagai institusi mati bersama Ratu," katanya.

"Saya tidak peduli dengan kekuasaannya, tapi saya pikir dia perempuan yang luar biasa pada tingkat individu. Saya sedih melihat Pangeran Phillip pergi karena sekarang hanya tinggal ada dia [Ratu].

"Saya mengagumi pengabdian Ratu dan Duke of Edinburgh - mereka memiliki kehidupan yang sangat luar biasa dan saya pikir mereka telah berdedikasi secara luar biasa untuk pelayanan publik meskipun usia mereka sudah tua.

"Saya tidak menyukai bangsawan yang lebih muda dan berpikir sudah waktunya bagi Inggris untuk memilih kepala negara."

Apakah negara persemakmuran bayar pajak ke Inggris
Mathew Burton-Webster 'Monarki terasa jauh dan asing bagi saya,' kata Mathew

Ketika data survei dipecah berdasarkan usia, ada perbedaan besar antar generasi.

Mereka yang berusia 18 hingga 24 tahun adalah yang paling tidak berpikir bahwa Inggris harus memiliki monarki, sementara orang yang berusia di atas 65 tahun sangat mendukung untuk mempertahankan Keluarga Kerajaan.

Ada juga perbedaan dalam hasil pemungutan suara di berbagai wilayah di Inggris.

Hanya setengah dari orang di Skotlandia yang menyatakan pandangan yang baik tentang masa depan monarki, proporsi terkecil dari populasi regional mana pun.

"Sebagai orang Skotlandia, monarki sangat jauh dan asing bagi saya," kata Mathew Burton-Webster, seorang pekerja pengasuh anak di pusat perawatan di Kirkaldy di pantai timur Skotlandia.

"Satu-satunya pengingat yang kami miliki tentang mereka di sini adalah tentang uang atau jika salah satu dari mereka meninggal.

"Mereka memberi diri mereka sendiri hak milik atas tempat-tempat di Skotlandia dan untuk berlibur di perkebunan pribadi mereka di sini, tetapi rasanya seperti mereka tidak memberikan imbalan apa pun.

"Mereka adalah bagian dari institusi dan tradisi Inggris yang tidak ada gunanya, yang tidak menguntungkan siapa pun kecuali diri mereka sendiri."

Apakah negara persemakmuran bayar pajak ke Inggris
Getty Images Beberapa orang mendukung reformasi parsial, yang mempertahankan bangsawan senior di garis suksesi langsung seperti Ratu dan Pangeran Charles

Tidak semua orang mendukung penghapusan total monarki.

Stephen Allison, pensiunan konsultan politik, mempertimbangkan reformasi konstitusional parsial.

"Saya sebenarnya menyukai tradisi dan kontinuitas yang diberikan oleh bangsawan senior tetapi terlalu banyak bangsawan-bangsawan minor," katanya.

"Kita membutuhkan Ratu dan Pangeran Wales - saya juga memilih untuk memiliki Pangeran William dan Pangeran George karena mereka berada di garis suksesi langsung - tetapi selain itu, kita tidak membutuhkan lusinan pangeran dan putri.

"Jadi, saya rasa saya menyukai gagasan beberapa bangsawan, tapi tidak semua."

Kerajaan berdaulat melalui persetujuan rakyat di Inggris dan dalam beberapa tahun terakhir kerajaan Inggris telah menjadi bahan perdebatan.

Tapi untuk saat ini, mereka yang ingin melihat akhir dari Keluarga Kerajaan tetap menjadi minoritas, meski jumlahnya cukup besar.