Apakah kemerdekaan bangsa Indonesia merupakan hadiah dari Jepang?

Hari Pahlawan

Indonesia Merdeka Hadiah Jepang? Sejarawan Ini Beber Bukti Mencengangkan

Kamis, 10 November 2016 18:36 WIB
Editor: Fahrizal Fahmi Daulay
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Para serdadu Jepang yang dimakamkan dalam Taman Makam Pahlawan (TMP) Kota Medan

Baca Selanjutnya:

Dua Showroom Sepeda Motor di Batubara Hangus Dilalap Sijago Merah

X

TRIBUN-MEDAN.com -Fakta sejarah yang menilai kemerdekaan Republik Indonesia merupakan 'hadiah' dari Jepang sulit diterima banyak kalangan dalam penulisan sejarah.

Namun sebanyak 21 tentara Jepang dimakamkan di Taman Makam Pahlawan (TMP) Kota Medan bisa membuka perspektif baru.

Apakah sebagai bangsa yang besar kita bisa menerima pahlawan orang Jepang? Kenapa kita tidak jujur menulis sejarah perjuangan bangsa kita sendiri?

Sejarawan asal Sumatera UtaraDr. Phil. Ichwan Azhari membeberkan hasil penelitian yang tidak banyak diketahui dan ditemukan di buku-buku sejarah yang selama ini dipelajari di bangku sekolah.

Ini mengingat terdapat 80 orang serdadu Jepang yang membelot turut membantu perjuangan mengangkat senjata dalam perang kemerdekaan 1945-1949 di Sumatera Utara dan Aceh.

"Ini episode dalam sejarah kemerdekaan Indonesia yang terlupakan. Dari 80 orang serdadu Jepang, 21 diantaranya dimakamkan di Taman Makam Pahlawan di Jalan SM Raja Medan," tulis Ichwan Azhari dalam satu postingan tulisannya di akun Facebook miliknya.

Untuk seluruh Indonesia jumlah tentara Jepang yang "menyeberang" membantu Indonesia dalam perang kemerdekaan ada 324 orang.

"Namun dalam historiografi resmi Indonesia senyap, alpa tak menceritakan mereka," tulisnya lagi.

Ichwan juga menceritakan dalam sebuah pertemuan dengan seorang mahasiswa Jepang yang sedang mengambil program doktor di Nihon University di Jepang.

Dia sedang melakukan penelitian soal keturunan dan kebudayaan Jepang di Indonesia dan bertemu langsung dengan keturunan serdadu Jepang bernama Shichiro Satoyang turut membantu pejuang kemerdekaan.

Schichiro Soto kemudian mengubah namanya menjadi Syafruddin setelah menetap di Medan.

Pertemuan itu juga diceritakan Ichwan dalam postingannya:

Kisah ini patik dapatkan berawal dari Masatahi Ito yang sempat menjadi mahasiswa patik di jurusan Antropologi Sosial pasca Sarjana Unimed tahun 2010-2011.

Dia kandidat doktor dari Nihon University Jepang yang dititipkan Prof.Usman Pelly pada patik karena Ito sebelum promosi doktor diharuskan kuliah bahasa dan kebudayaan Indonesia selama setahun di Medan.

Menjelang kepulangannya ke Jepang patik tugaskan dia ceramah tentang penelitiannya dengan topik "Keturunan dan Kebudayaan Jepang di Medan" pada 18 Maret 2011 di Pascasarjana Unimed.

Menjelang ceramah itu patik minta pada Ito dapat kiranya patik dipertemukan dengan nara sumbernya, salah satu keturunan serdadu Jepang yang ada di Medan.

Tak diduga Ito langsung membawa Bapak Johan Sato (putra tentara Jepang Shichiro Sato) ke kantor patik di prodi Ansos Pasca Unimed dan dari percakapan patik dengan pak Johan patik rasakan kegetiran pak Johan ketika bicara tentang sejarah orang tuanya dan kawan kawannya yang katanya tidak ditulis dalam sejarah Indonesia.

Terharu pada kisah pak Johan Sato, patik utuslah saat itu mahasiswa bimbingan patik, Eviliana Sari menulis skripsi dengan tajuk "Peranan Orang Jepang Pada Perang Kemerdekaan di Sumatera Utara (1945-1949)" , memawawancarai pak Johan Sato dan informan lainnya, dan mengungkap sekeping hadiah Jepang terlupakan dalam perang kemerdekaan RI.

Penelitian dan penulisan lanjutan tentang ini dilakukan tahun 2016 untuk diterbitkan menjadi buku.

Ke 80 orang Jepang yang membantu perjuangan kemerdekaan RI di Sumut dan Aceh itu di samping melatih para pejuang dibidang penggunaan senjata dan strategi perang termasuk pembuatan peluru serta bom juga ikut bertempur.

Djamin Gintings termasuk pahlawan nasional RI yang mengaku di pengungsian dia dibantu Inoe Teksuro dalam membuat peluru, merubah bom menjadi dinamit dan di pedalaman membuat pabrik peluru berproduksi 500 butir perhari.

Juga pejuang Bedjo yang pasukannya memiliki senjata paling lengkap di Medan, mengaku sangat dibantu oleh Shichiro Sato dan teman teman Jepangnya dalam perang Medan Area.

Kita, dalam faham Semangat 45 nasionalisme Indonesia, sejak SD harus diajarkan : "Kemerdekaan Indonesia Bukan Hadiah Jepang" (walaupun paradoks juga anak anak kita hafal siapa yang membentuk dan apa bahasa Jepangnya BPUPKI, PPKI, dan rumah Laksamana Maeda tempat perumusan naskah Proklamasi malam 17 Agustus).

Lalu setelah kita dewasa haruskah kita tutup mata terhadap banyaknya "bantuan" Jepang dalam mencapai kemerdekaan Indonesia? Padahal para pejuang dan pahlawan kita, termasuk pengurus makam pahlawan sajapun mengakui peran dan jasa mereka.

Sisi buruk masa pendudukan Jepang di Indonesia sudah banyak ditulis. Tapi adilkah kita terhadap masa lalu, saat jasa dan bantuan mereka tidak kita nilai ada, dalam penulisan dan pembelajaran sejarah kita? (Ichwan Azhari)"

Sumber: Tribun Medan
Tags:
Ichwan Azhari
Jepang
pahlawan
Video Pilihan

Balas Dendam, Ukraina Pukul Mundur Pasukan Rusia di Kharkiv, Bakar Kendaraan hingga Lucuti Senjata

Ikuti kami di